Anda di halaman 1dari 38

Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teknik Pengecoran adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang suatu proses
transformasi atau konveksi dari material atau bahan baku (baik logam maupun non logam)
menjadi suatu produk setengah jadi atau pun produk jadi yang lebih.
Proses pengecoran logam adalah proses menuangkan logam cair ke dalam cetakan
pola/mould yang akan menghasilkan produk coran setelah dingin dan mengeras di dalam
cetakan yang kemudian dilakukan pembongkaran cetakan. Untuk menghasilkan produk
coran yang berkualitas maka diperlukan teknik desain cetakan dan pemahaman sifat logam
pada fase cair serta praktek pengecoran. Aspek teknis mendasar yang perlu dipelajari
adalah solidifikasi logam, perpindahan panas logam ke dinding cetakan dan aliran logam
cair menuju rongga pola yang sekaligus faktor sangat berpengaruh terhadap kualitas
produk coran.
Proses pengecoran tidak hanya digunakan untuk bahan-bahan logam tetapi juga bisa
diterapkan pada bahan-bahan non-logam yakni, plastik, keramik dan kaca. Produk coran
banyak ditemukan pada komponen-komponen otomotif seperti blok silinder, piston, rumah
alternator, pulley, manifold gas buang, karburator, drum rem, silinder rem, rumah transmisi
dan lain-lain.
Dalam praktikum Proses Produksi l ini akan dibahas dan dibicarakan mengenai
pengecoran logam yang meliputi: cara pembuatan flas, pembuatan model, pengecoran,
pembongkaran cetakan, pengamatan cacat benda tuang.

1.2 Tujuan Praktikum


Praktikum Proses Produksi I yakni teknik pengecoran logam merupakan penerapan
teori-teori yang pernah diberikan dalam perkuliahan. Tujuan utama dari praktikum ini
adalah:
1. Dapat membuat pola dan cetakan pasir untuk membuat produk coran logam.

1
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

2. Menentukan dan merencanakan sistem saluran dalam suatu pembuatan produk coran
logam.
3. Mengetahui beberapa proses atau teknik dalam pembuatan cetakan.
4. Mengetahui besaran-besaran atau parameter proses yang terlibat dan berpengaruh
terhadap cetakan yang dibuat.
5. Merencanakan dan membuat barang jadi melalui teknik pengecoran logam.
6. Mengetahui cara-cara pengujian kualitas pasir cetak untuk proses pengecoran logam.
7. Dengan melakukan praktikum ini, diharapkan Mahasiswa (praktikan) memiliki
pengalaman praktek dalam proses produksi/manufaktur melalui proses pengecoran
logam.

1.3 Manfaat
1. Mahasiswa mampu membuat rancangan dasar observasi: tujuan observasi, subjek
observasi, tempat observasi, waktu observasi, strategi observasi.
2. Mahasiswa mampu menyusun rancangan strategi observasi, melakukan observasi di
lingkungannya baik aspek sosial maupun kondisi laboraturium.
3. Mahasiswa mampu menyusun laporan observasi: analisis, interprestasi dan
penyimpulannya.

1.4 Batasan Masalah


Agar lebih terarah dan tercapainya penyusunan laporan tugas akhir ini, maka ruang
lingkup hanya membahas masalah yang berkaitan dengan proses pengecoran logam.
Tidak membahas masalah biaya proses pengecoran logam yang diantaranya:
1. Pembuatan cetakan logam
2. Pembuatan logam
3. Menguji produk pengecoran logam.

1.5 Metodologi
Tahapan dalam penyelesaian laporan praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Study Literature

2
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

 Mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan dasar teori pengecoran logam


melalui perkuliahan.
2. Penerapan dalam Lapangan
 Melaksanakan Praktikum di Laboratorium Pengecoran

3
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

BAB II
TEORI DASAR

2.1 Cetakan Pasir


Cetakan pasir yaitu cetakan yang paling lazim dipakai dan juga tentang pasir cetak.
Beberapa pasir cetak mengandung tanah lempung sebagai pengikat, sedangkan yang lain
mengandung pengikat khusus.
Metode cetakan pasir juga diklasifikasikan menurut jenis pasir yang digunakan untuk
menyiapkan cetakan dan kandungan air dari sample, yaitu :

1) Cetakan pasir basah


Green sand moulding adalah suatu metode cetakan pasir dimana logam cair dituang
pada cetakan yang mengandung air. Adanya air ini akan menurunkan permeabilitas dan
kekuatan cetakan serta menghasilkan cacat coran seperti lubang gas dan lubang jarum.
Meskipun demikian metode ini paling banyak digunakan, karena mudah dan ekonomis.
Untuk mengatasi timbulnya cacat coran biasanya dilakukan pengontrolan parameter-
parameter dan juga menjaga kadar air tetap rendah.

2) Cetakan pasir kering


Metode ini dipakai bila dikehendaki kekuatan cetakan yang besar untuk menahan
berat atau volume logam yang besar untuk mendapatkan permukaan cetakan yang keras
sehingga tahan terhadap korosi. Cetakan ini disiapkan dengan proses khusus kemudian
dikeringkan dengan oven.
Campuran pasir cetak untuk cetakan kering ini terdiri dari pasir, burn facing sand,
cinder (abu boiler) dan air. Air diberikan pada campuran 6-8 % untuk memperoleh sifat-
sifat cetakan basah. Sesudah cetakan siap, permukaan cetakan disemprot dengan molasses
(tetes abu) kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 200-3000 oC sampai
kandungan air hilang. Hasil cetakan ini lebih tahan terhadap pengerutan dan lebih kaku
serta lebih kuat. Karena biayanya yang mahal, maka penggunaan metode ini terbatas untuk
coran yang besar dimana kedalaman penuangan lebih dari 1200 mm.

4
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

3) Cetakan kulit kering (skin dried moulding)


Pada metode ini kadar air dikeringkan dari permukaan pemadat pasir sampai
kedalaman 25 mm atau lebih dengan pemanas atau obor gas. Dengan satu proses
keuntungan dari dua metode dry sand green sand diperoleh. Karena waktu yang diperlukan
untuk mengeringkan cetakan lebih sedikit dari dry sand, metode ini sedikit lebih mahal.

4) Cetakan tanah liat (loam moulding)


Metode ini digunakan untuk coran dengan ukuran yang besar dimana bila
menggunakan metode cetakan tetap dalam flask akan terlalu mahal dan merepotkan.
Cetakan ini disusun dari batu bata cemented bersama lempung mortal, yang mana
campuran dalam jumlah yang sama antara pasir dan lempung dibasahi untuk memperoleh
lumpur. Lumpur ini digunakan untuk memoles bagian dalam dari batu bata yang kasar
setebal 6-12 mm, kemudian disapu dengan tongkat penyapu untuk mendapat bentuk yang
diinginkan. (Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa. hal 95)

2.2 Macam-Macam Pembuatan Cetakan Pasir


1. Pembuatan Cetakan Dengan Tangan
Pembuatan cetakan dengan tangan dilaksanakan jika jumlah produksinya kecil
bentuk coran yang sulit dan sukar dibuat oleh mesin pembuat cetakan, atau coran yang
besar.
Pembuatan cetakan dengan tangan meliputi :
a. Pembuatan cetakan dengan kap dan drag
Pembuatan cetakan dengan tangan dari pasir basah dilakukan dengan urutan sebagai
berikut. Lihat gambar 2.1.
1. Papan cetakan diletakkan pada lantai yang rata dengan pasir tersebar mendatar.
2. Pola dan rangka cetakan untuk drag diletakkan diatas papan cetakan.
3. Pasir muka yang telah diayak ditaburkan untuk menutupi permukaan pola dalam rangka
cetakan.

5
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

4. Pasir cetak ditimbun diatasnya dan dipadatkan dengan penumbuk. Diusahakan pola
tidak bergeser.
5. Cetakan dibalik dan diletakkan pada papan cetakan, dan setengah pola lainnya bersama-
sama rangka cetakan untuk kup dipasang diatasnya, kemudian bahan pemisah
ditaburkan dipermukaan pisah dan dipermukaan pola.
6. Batang saluran turun dan pola penambah dipasang kemudian pasir cetak dimasukkan
dan dipadatkan.
Cup dan drag dipisahkan, kemudian pola diambil dan inti dipasang selanjutnya
cup dan drag disatukan lagi.

Gambar 2.1 Pembuatan cetakan dengan cup dan drag


( sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa. hal 94 )
b. Pembuatan cetakan dengan tanah liat
Cara ini dipakai untuk membuat cetakan pipa lengkung, drum putar, pengering untuk
produksi kertas, atau rotor turbin. Pola menyapu atau pola penggeret dipakai untuk
membuat cetakan tanah liat. Cara pembuatan cetakan dengan alat-alat tersebut ialah
dengan memutar plat menurut bentuk coran sekitar poros atau dengan menggerakkan
penggeret sepanjang penuntun. Gambar 2.2 menunjukkan cetakan tanah liat dengan
penyapu. Permukaan cetakan dibuat dari tanah liat basah yang sangat halus. (Tata Surdia,
Kenji Chi Jiwa. hal 95)

6
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

Gambar 2.2 Cetakan Tanah Liat Oleh Penyapu


( Sumber : Tat Surdia, Kenji Chi Jiwa. hal 96 )

2. Pembuatan Cetakan Secara Mekanis


Pembuatan cetakan dengan mempergunakan mesin adalah efisien dan menjamin
produksi cetakan yang baik. Mesin pembuatan cetakan dipilih mengingat ukuran, bentuk,
berat, jumlah produksi coran.
Cetakan dengan mesin meliputi :

1. Pembuatan cetakan dengan mesin guncang


Pengguncangan adalah mekanisme dari cara pembuatan cetakan yang merupakan
benturan tegak berulang-ulang. Rangka cetakan, pola dan pasir diangkat dan dijatuhkan
dalam jangka waktu yang tetap. Gerakan tegak berulang-ulang dari mesin akan
memadatkan pasir dalam rangka cetakan pada pelat pasangan.
Pembuatan cetakan dengan cara ini memberikan hasil permukaan mendatar yang
keras, dipadatkan sangat baik dan bersentuhan dengan pola, tetapi bagian yang jauh dari
permukaan pola mempunyai kekerasan yang kurang, dan kekerasannya tidak seragam.
Gambar 2.3 menunjukkan mesin pembuat cetakan yang dipakai untuk membuat cetakan
setengah dari cetakan (cup dan drag), dengan rangka cetakan dari logam. (Tata Surdia,
Kenji Chi Jiwa. hal 96)

7
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

Gambar 2.3 Mesin Cetak Guncang


( Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa. hal 97 )
2. Pembuatan cetakan dengan mesin desak
Cara pembuatan cetakan dengan mendesak pasir oleh plat pendesak dengan
mempergunakan tekanan minyak atau udara untuk menggerakkannya disebut pembuatan
cetakan desak. Gambar 2.4 menunjukkan mesin pendesak dimana udara tekan dari saluran
isap mendesak dan mengangkat meja dengan tenang serta mengepres pelat pendesak yang
dipasang tetap pada bagian atas mesin.

Gambar 2.4 Mekanisme pendesak


(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa. hal 98)

8
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

3. Pembuatan cetakan dengan mesin guncang-desak


Mesin ini membuat cetakan cup dan drag secara serempak. Pertama-tama rangka
drag diisi dengan pasir dan diguncang. Kemudian ditutup dengan papan alas dan dibalik.
Pola saluran dipasang pada cup, pasir diisikan, ditutup dengan papan atas, mekanisme
pendesak dijalankan. Rangka cup diangkat dan pelat pasangan diambil. Inti dipasang dan
cup ditutup kembali. (Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa. hal 98)

4. Pembuatan cetakan dengan mesin tekanan tinggi


Mesin yang disebut mesin pembuat cetakan tekanan tinggi mengepres permukaan
cetakan dengan tekanan 7 sampai 30 kgf/mm2. Kepala pendesak dari mesin ini biasanya
dijalankan dengan tekanan hidrolik. Selanjutnya kepala pendesak dibagi menjadi banyak
segmen, yang masing-masing digerakkan oleh silinder hidrolik seperti ditunjukkan gambar
2.5. Mesin macam ini memberikan kekerasan cetakan yang cukup untuk rangka cetakan
yang dangkal, tetapi mesin ini tidak memberikan kekerasan cetakan yang cukup kalau tebal
rangka cetakan lebih dari 300 mm, tanpa pengguncangan.

Gambar 2.5 Pembuatan Cetakan dengan Pendesak Segmen


(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa. hal 102)

5. Pembuatan cetakan dengan pelempar pasir


Pelempar pasir adalah mesin yang mengisikan pasir ke dalam rangka cetakan dengan
jalan melemparkan pasir keatas pola secara kuat oleh sudu yang berputar cepat.

9
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

Gambar 2.6 Mesin Pelempar Pasir


(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa. hal 103)
Kecepatan putar dari sudut dipilih untuk memberikan kecepatan pasir lebih dari 30
m/s sehingga diperoleh kekerasan cetakan yang cukup. Gambar 2.9 menunjukkan mesin
pelempar pasir stationer jenis ban ganda yang paling banyak digunakan.

6. Pembuatan cetakan dengan mesin desak tiup


Mesin ini meniup pasir ke dalam rangka cetakan dan mendesak cetakan. Gambar 2.7
menunjukkan mesin macam ini. Cetakan yang dibuat dengan mesin ini tak berangka
cetakan. Pola depan membuat rongga didepan cetakan dan pola belakang membuat rongga
dibelakang permukaan cetakan. Penggabungan banyak dari cetakan ini memberikan
banyak rongga cetakan. Waktu pembuatan cetakan pendek dan sangat efisien.

Gambar 2.7 Mesin Pembuat Cetakan Desak Tiup


(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa. hal 102)

10
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

2.3 Bahan-Bahan Cetakan Pasir


Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat cetakan pasir adalah :
a. Pasir silika
b. Pengikat pasir cetak, misal : bentonit, tanah liat
c. Kadar air

Pasir Silika
Pasir silika memberikan ketahanan panas dan permeabilitas pada pasir. Ukuran besar
butir pasir mempengaruhi sifat-sifat pasir seperti ketahanan panas, permeabilitas, plastisitas
kehalusan permukaan, kekuatan dan segalanya. Butir halus akan menata lebih rapat dengan
yang lain sehingga permeabilitasnya rendah. Tetapi butir halus menghasilkan kekuatan
lebih besar dan kecenderungan cetakan untuk berubah bentuk, serta memberi permukaan
yang halus. Butir pasir yang kasar memberikan permeabilitas yang tinggi, mampu alir yang
baik dan ketahanan panas yang maksimum. Biasanya cetakan pasir mempunyai ukuran
butir 0,1-1 mm.
Besar butir pasir dibedakan menjadi tiga, yaitu: halus, sedang dan kasar. Butir halus
biasanya digunakan untuk benda cor yang rumit. Sedangkan bila benda cor yang dibuat
berukuran besar, sebaiknya digunakan butiran pasir yang kasar sehingga pengeluaran gas-
gas yang timbul selama penuangan berlangsung dengan cepat.

2.4 Macam-Macam Pasir Cetak


Pasir cetak yang paling lazim adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai, dan
pasir silica yang disediakan alam.
Pasir gunung, umumnya digali dari lapisan tua. Pasir gunung mengandung lempung
dan kebanyakan dapat dipakai setelah dicampur dengan air. Pasir dengan kadar lempung
10 sampai 20% dapat dipakai begitu saja. Pasir dengan kadar lempung kurang dari itu
mempunyai adhesi yang lemah dan baru dapat dipakai setelah ditambahkan prosentase
lempung secukupnya.
Pasir pantai, diambil dari pantai dan pasir kali, diambil dari kali. Pasir silica, dalam
beberapa hal didapat dari gunung dalam keadaan alamiah atau bisa juga dengan jalan

11
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

memecah kwarsit. Semuanya mempunyai bagian utama SiO2 dan terkandung kotoran-
kotoran seperti mika dan felspar. Pasir pantai dan pasir kali terutama berisi kotoran seperti
organik yang banyak

2.5 Susunan Pasir Cetak


Bentuk butir pasir dari pasir cetak digolongkan menjadi beberapa jenis. Gambar 2.8
menunjukkan bentuk butir pasir, yaitu :

Gambar 2.8 Bentuk butir pasir cetak


(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa. hal 110)

1. Butir bulat terbentuk karena butir-butir itu saling bergesekan berulang-ulang akibat
adanya angin, gelombang atau aliran angin, sehingga menghasilkan bentuk bulat.
Bentuk ini dalam struktur pemadatan mempunyai singgungan yang kecil satu sama lain
sehingga permabilitasnya naik. (Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa. Hal 111)
2. Butir bersudut sebagian terjadi karena angular grains saling bergerak dan bertumbukan
sehingga sudutnya pecah dan terbentuklah sub-angular grains. Permabilitas butiran ini
lebih rendah dibanding rounded grains tetapi, kekuatannya lebih baik.
3. Butir bersudut terbentuk karena dekomposisi batu-batuan tanpa adanya gerakan. Ini
berhubungan dengan musim dan aksi glacial. Butir ini mempunyai batas sudut-sudut,
permukaannya hampir datar. Butir ini masih memberi kekuatan yang lebih besar dan
permabilitasnya lebih kecil pada cetakan.
4. Butir berkristal dalam beberapa kasus butir ini saling berkaitan dan tidak memisah
ketika diayak. Butir ini mungkin salah satu atau kombinasi dari ketiga butir diatas. Butir
ini tidak baik karena cenderung pecah pada temperature tinggi.

12
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

2.6 Syarat-syarat Pasir Cetak


Pasir cetak memerlukan sifat-sifat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Mempunayai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan cetakan dengan
kekuatan yang cocok.
2. Permeabilitas yang cocok. Dikuatirkan bahwa hasil coran mempunyai cacat seperti
rongga penyusutan, gelembung gas atau kekerasan permukaan, kecuali jika udara atau
gas yang terjadi dalam cetakan waktu penuangan disalurkan melalui rongga-rongga
diantara butir-butir pasir cetakan dengan kecepatan yang cocok.
3. Distribusi besar butir yang cocok. Permukaan coran diperhalus kalau coran dibuat
didalam cetakan yang berbutir halus. Tetapi kalau butir pasir terlalu halus, gas dicegah
keluar dan membuat cacat, yaitu gelembung udara. Distribusi besar butir pasir harus
cocok mengingat dua syarat yang disebut diatas.
4. Tahan terhadap temperature logam yang dituang.
5. Komposisi yang cocok. Akibat dari temperature tinggi logam, bahan yang tercampur
mungkin menghasilkan gas atau larut dalam logam, ini yang tidak dikehendaki.
6. Mampu dipakai lagi. Pasir harus dapat dipakai berulang-ulang supaya ekonomis.
7. Pasir harus murah.

2.7 Sifat Pasir Cetak


Pasir cetak yang digunakan harus memiliki persyaratan sebagai berikut:
a. Mampu bentuk
b. Permeabilitas yang sesuai
c. Tahan temperatur tinggi
d. Tahan terhadap erosi pada saat dilewati logam cair
e. Kuat menahan berat logam cair
f. Mampu dipergunakan lagi

13
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

a. Sifat Pasir Cetak Basah


Pasir cetak dengan tanah lempung atau bentonit sebagai pengikat menunjukan
berbagai sifat sesuai dengan kadar air. Karena itu kadar air adalah factor sangat penting
untuk pasir cetak, sehingga pengaturan kadar air adalah hal sangat penting dalam
pengaturan pasir cetak. Gambar 2.9 menunujukkan hubungan anatara kadar air dan
berbagai sifat pasir dengan pengikat tanah lempung. Karena kadar tanah lempung dibuat
tetap dan kadar air ditambah, maka kekuatan berangsur-angsur bertambah sampai titik
maksimum dan seterusnya menurun. Kecenderungan serupa timbul kalau kadar air dibuat
tetap dan kadar lempung ditambah. Titik maksimum dari kekuatan dan permeabilitas
adalah keadaan dimana butir-butir pasir dikelilingi oleh ketebalan tertentu dari campuaran
lempung dan air. Dengan kelebihan kadar air, kekuatan dan permeabilitas akan menurun
karena ruangan antara butir-butir pasir ditempati oleh lempung yang berlebihan air. Air
yang tidak cukup akan menurunkan kekuatan karena kurang lekatnya lempung.
Selanjutnya tanah lempung yang berbutir menempati ruang antara butir-butir pasir dan
menurunkan permeabilitas.

Gambar 2.9 Pengaruh Kadar Air dan Kadar Lempung pada pasir diikat Lempung
(Sumber : Tata Surdia, Khenji Chi Jiwa. hal 112)

14
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

Gambar 2.10 Pengaruh Kadar Air dan Bentonit pada pasir diikat Bentonit
(sumber : Tata Surdia, Khenji Chi Jiwa. hal 112)

Kadar air yang membuat kekuatan maksimum dan yang membuat permeabilitas
maksimum pada umumnya tidak sama. Gambar 2.10 menunjukkan antara kadar air,
kekuatan dan permeabilitas dari pasir dengan pengikat bentonit. Kalau kadar air
bertambah, kekuatan dan permeabilitas naik sampai titik maksimum dan menurun kalau
kadar air bertambah terus seperti ditunjukkan gambar 2.10. Untuk pasir dengan pengikat
bentonit, kadar air yang menyebabkan kekuatan basah maksimum dan yang menyebabkan
permeabilitas maksimum sangat berdekatan satu sama lain. (Tata surdia, Kenji Chi Jiwa.
hal 112)

b. Sifat Pasir Cetak Kering


Pasir dengan pengikat lempung yang dikeringkan mempunyai permeabilitas dan
kekutan yang meningkat dibandingkan dengan dalam keadaan basah, karena air bebas dan
air yang diabsorsi pada permukaan butir tanah lempung dihilangkan. Factor yang
memberikan pengaruh sangat besar pada sifat-sifat kering, adalah kadar air sebelum
pengeringan. Kekuatan tekan kering lebih tinggi kalau kadar air mula lebih besar.

c. Sifat Penguat Oleh Udara


Sifat-sifat cetakan yang berubah selama antara pembuatan cetakan dan penuangan
disebut sifat penguatan oleh udara.umumnya hal itu disebabkan oleh pergerakan air dalam

15
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

cetakan dan penguapan air dari permukaan cetakan. Hal terakhir meninggikan kekerasan
permukaan cetakan. Derajat kenaikan kekerasan tergantung pada sifat campuran pasir,
derajat kenaikan kekerasan tergantung pada sifat campuran pasir, derajat pemadatan atau
keadaan sekeliling cetakan (temperature udara luar, kelembaban, dan seterusnya).
Penguapan air membuat permukaan cetaka dari pasir yang dicampur bentonit menjadi
getas. Karena itu laju penguapan air harus diatur.
Kekutan tekan kering dari pasir dengan pengikat lempung mempunyai hubungan
dengan cacat “terpotong“ yang terjadi pada waktu penuangan. Kekuatan tekan kering
cenderung menyebabkan cacat terpotong, sedangkan kekuatan tekan yang berlebihan
membuat pembongkaran yang susah.

2.8 Pengikat Pasir Cetak


Pengikat ditambahkan dengan maksud untuk memberikan kekuatan pada cetakan
sehingga tidak mudah berubah bentuk setelah pemadatan. Lempung didefinisikan sebagai
partikel yang diameternya dibawah 20 mikron. Bila jumlah lempung meningkat,
permeabilitas cetakan menurun.
Lempung terdiri dari dua bahan pokok yaitu lumpur halus dan lempung. Lumpur
halus ini mempunyai sifat tidak mengikat sedangkan lempung memberi daya ikat yang
penting. Bila dilihat dari bawah pembesaran, pada lempung terlihat kumpulan partikel-
partikel kristalin yang disebut mineral lempung. Lempung disusun dari partikel serpih yang
diameternya ± 2 mikron yang bertumpukan satu dengan yang lainnya.
Dibanding butir pasir, butir pengikat ketahanan panasnya lebih rendah. Pengikat
menimbulkan kohesi antara cetakan pasir dalam keadaan basah atau kering, memberi
kekuatan, juga mempertahankan bentuk rongga cetakan. Pengikat ditambahkan dalam
jumlah yang sedikit karena dapat menurunkan permabilitas. Peningkatan kadar pengikat
akan meningkatkan kekuatan tekan sampai batas tertentu, setelah itu kekuatan praktis tidak
berubah dengan pengikatan pengikat. Untuk mengikat pasir, pengikat lempung biasanya
banyak digunakan.Lempung pengikat diklasifikasikan:

16
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

1. Fire clay
Fire clay adalah lempung tahan panas, biasanya didapat dalam tabung batu bara.
Gumpalan-gumpalan hitam keras dijemur dan kemudian dilembutkan dan digunakan dalam
cetakan pasir. Partikel-partikelnya 400x partikel bentonit. Dalam prosentase yang sama,
fire clay memberi kekuatan yang lebih rendah pada cetakan.
2. Bentonit
Bentonit adalah lempung yang paling lazim digunakan karena memberikan pengikatan
yang sangat kuat pada cetakan. bentonit merupakan hasil dekomposisi akibat cuaca dari
debu vulkanik. Bentuknya berupa serbuk putih yang halus.
3. Illete
Illete merupakan dekomposisi dari material yang mengandung silika karena cuaca.
Ini didapat dalam pasir cetak alam. Partikel illete mempunyai ketebalan ± 20 milimicron
dan diameter ± 200 milimicron. Mempunyai penyusutan karena kehilangan air, memberi
kekuatan yang sedang dan temperatur pelunakan 13700C.
4. Koalinite
Koalinite adalah sisa-sisa pelapukan granit dan basalt. Ini mengandung kaolinite
60%, 30% dan quarsa 10%. Partikel ini mempunyai tebal 20 milimicron dan lebar antara
100 ÷ 250 milimicron dan mempunyai karakteristik :
a. Penyusutan karena kehilangan air rendah.
b. Pengembangan karena air sangat rendah.
c. Tidak membentuk gel.

Dalam proses pembentukan ikatan antara pengikat dengan pasir cetak, ada teori
yang menjelaskan :
a. Block and wedge theory
Block and wedge theory didasarkan pada gesekan antar partikel dibawah tekanan.
Partikel-partikel pasir atau pasir lempung bereaksi sebagai penghalang dan penghambat.
Saat dipadatkan, terjadi desakan berulang-ulang. Gesekan antar partikel ini menghasilkan
ikatan dan tahan terhadap deformasi lebih jauh

17
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

b. Surface tension theory


Surface tension theory menjelaskan bahwa pengikatan oleh lempung terjadi karena
tegangan permukaan air yang menyelimuti partikel-partikel lempung dan pasir lempung,
dan mengisi celah kaliper dan celah-celah partikel lempung.
c. Electrostatic bonding theory
Electrostatic binding theory menyatakan bahwa pengikatan terjadi karena ikatan
electrostatic antara lempung dan pasir. Dalam pembuatan cetakan, campuran pasir dan
lempung ditambah dengan beberapa prosen air. Molekul air ini akan terurai menjadi ion H+
(hydrogen) dan OH (hidroksil). Oleh karena valensi tidak stsbil mengikat pada permukaan
kristal lempung, partikel lempung menyerap ion OH. Ion OH disekeliling partikel lempung
menarik H+ dari partikel pasir, maka terbentuk ikatan electrostatic antara partikel lempung
dan pasir.
d. Kadar Air
Pengikat pada cetakan pasir tidak akan berfungsi sebelum ditambah air. Pada saat air
ini ditambahkan maka air akan menebus dan membentuk mikro-film melapisi permukaan
masing-masing. Molekul-molekul air yang membentuk mikro-film tidak dalam bentuk
cairan murni, tetapi dalam bentuk ikatan yang terbatas. Penambahan lebih banyak air, tebal
mikro-film meningkat sampai batas tertentu, bila terus ditambah maka air tetap berada
dalam bentuk cair. Tebal dari mikro-film ini berubah sesuai dengan mineral lempung.
Daya ikat lempung tergantung pada tebal maksimum dari mikro-film yang dapat
dipertahankan.
Ketika cetakan dipadatkan, butir pasir ditekan secara serentak. Pada masing-masing
butir pelapis lempung bereaksi, dengan demikian lempung mengunci butir pada posisi dan
berubah bentuk. Aksi pengikat ini sangat baik bila jumlah air yang ditambahkan hanya
sejumlah yang dikehendaki atau diperlukan membentuk mikro-film. Jika kadar air
berlebihan kekuatan cetakan akan menurun. Air yang diserap meningkat sifat pengikat dan
kekuatan basah, air bebas sebagai pelumas, meningkatkan mampu bentuk tetapi
menurunkan kekuatan cetakan. Jumlah air yang ditambahkan untuk memperoleh hasil yang
optimum ditentukan secara eksperimen.

18
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

2.9 Pengisian Logam Cair


Berdasarkan cara pengisian logam cair ke dalarn rongga cetakan, system pengecoran
logam dibedakan 2 (dua) jenis, yaitu:
1. Pengecoran gravitasi
2. Pengecoran bertekanan
Pengecoran gravitasi adalah pengecoran dimana logam cair dituangkan ke dalam
sistem saluran masuk (down sprue) secara gravitasi sedangkan pengecoran bertekanan
dimana kemampuan logam cair mengisi ke seluruh rongga cetakan dengan bantuan tekanan
(gaya luar). Pengecoran cetakan pasir merupakan satu dari sekian banyak metoda proses
pengecoran yang menganut sistem gravitasi.
Kualitas produk cor yang akan dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
cetakan (mold), sifat logam cair, temperatur tuang, sistem saluran (gating system) dan
proses pengecoran yang akan dipakai. Pengecoran berdasarkan cetakan dapat dibedakan:
1. Pengecoran dengan cetakan sekali pakai
2. Pengecoran dengan cetakan yang dipakai berulang kali
Cetakan (rongga cetakan) dapat dibuat dari bahan logam atau bahan non logam (pasir
atau gibs). Cetakan pasir dapat digunakan sekali pakai saja, berbeda dengan cetakan logam
yang dapat dipergunakan berulang kali. Namun demikian, cetakan dari bahan logam
maupun cetakan dari bahan non logam memiliki keunggulan dan keterbatasan masing-
masing.

2.10 Sistem Saluran


Sistem saluran adalah jalan masuk logam cair menuju ke rongga cetakan. Untuk itu
sistem saluran harus memiliki sifat:
1. Logam mampu mengalir melalui sistem saluran dengan turbulensi dan aspirasi gas
seminimum mungkin untuk mencegah erosi pasir dan terperangkapnya gas
2. Rongga cetakan harus diisi secara penuh dalam waktu yang sesingkat mungkin
3. Gradien temperatur logam yang serendah mungkin serta memungkinkan terjadinya
directional solidfication ke arah riser

19
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

Untuk mencapai syarat-syarat di atas secara maksimal maka perlu mengontrol


penuangan, penggunaan peralatan untuk penuangan, temperatur tuang bahan dan
rancangan yang benar mengenai cawan tuang, sprue, runner dan gate.

1. Cawan tuang (Pouring basin)


Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun di
bawahnya. Cawan tuang harus memiliki konstruksi yang tidak dapat melalukan kotoran
yang terbawa dalam logam cair dari ladel.
Tujuan dari cawan tuang adalah membantu sistem aliran cairan logam untuk
mengalir sebaik mungkin. Basin diharapkan besar dan ditempatkan cukup dekat dengan
tepi kerangka cetak, agar proses penuangan bisa berlangsung cepat. Pada saat penuangan
basin diharapkan selalu dipertahankan penuh, dengan tujuan agar logam cair masuk secara
merata ke rongga cetakan dan menghindari terjadinya pembekuan terlebih dahulu pada
gate.

Gambar 2.11 ukuran cawan tuang Gambar 2.12 Cawan tuang dengan inti pemisah
(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa.Hal 66)

2. Saluran turun (Sprue)


Merupakan saluran vertikal yang melalui cope (kerangka cetak atas) yang
menghubungkan antara cawan tuang dengan runner (saluran horisontal) atau gate. Ukuran
sprue harus memenuhi kondisi tertentu. Sprue harus cukup kecil untuk dapat
mempertahankan sprue terisi penuh cairan logam selama proses penuangan. Selain itu,
untuk menjamin aliran cairan logam memasuki rongga cetakan tanpa menimbulkan
turbulensi maupun pusaran. Pada saat yang sama, ukuran sprue haras cukup besar untuk

20
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

menjamin rongga cetakan terisi penuh tanpa menimbulkan laps, seams atau mis-run serta
mencegah terjadinya aspirasi gas. Bentuk sprue harus tirus ke bawah dengan tujuan untuk
menghindari terjadinya aspirasi gas dan kerusakan logam. Dasar sprue dibuat lebih besar
dan lebih dalam daripada runner. Bagian yang dibuat lebih dalam dan lebih besar ini
disebut spruewell yang berfungsi untuk menyerap energi kinetik.
(a) Terjadi aspirasi
(b) Tidak ada aspirasi dan turbulensi

Gambar 2.13 Cawan tuang dengan penutup


(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa.hal 67)

Gambar 2.14 Peniadaan putaran oleh sumbat grafit


(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa.hal 67)

21
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

3. Pengalir
Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran sebab
irisan demikian muadh dibuat pada permukaan pisah, lagi pula pengalir mempunyai luas
pemukaan yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga lebih efektif untuk
pendinginan logam cair.
Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung, terutama pada
permulaan penuangan, sehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut.
Ada beberapa cara untuk itu yaitu sebagai berikut :

1. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran pengalir. Logam cair yang pertama
masuk akan berkumpul disini bersama kotoran yang terbawa (Gambar 2.15).
2. Membuat kolam putaranpada saluran masuk seperti pada Gambar 2.16, logam cair
memasuki kolam secara tanetial dan berputar sehingga kotoran berkumpul ditengah
kolam.
3. Saluran turun bantu seperti ditunjukkan pada Gambar 2.17. Logam cair yang pertama
masuk bersama kotorannya akan tertampung di sini. Saluran turun bantu ini
ditempatkan di tengah-tengah pengalir.
4. Penyaring dipasang seperti Gambar 2.18 kotoran akan ditahan disini kalau logam cair
melalui inti penyaring atau piring saringan dengan lubang-lubang kecil, yang sebaiknya
terbuat dari keramik.

Gambar 2.15 Contoh perpanjangan pengalir Gambar 2.16 Saluran masuk putar
( perangkap kotoran)
(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa.hal 67,68)

22
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

Gambar 2.17 Saluran turun bantu Gambar 2.18 Contoh penyaring


(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa.hal 67,68)

4. Saluran Masuk
Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan pengalir,
agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan saluran
masuk biasanya berupa bujur sangkar, trapesium, segi tiga atai setengah lingkaran
yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan.
Kadang-kadang irisannya diperkecil di tengah dan di perbesar lagi ke arah rongga.
Pada pembongkaran saluran turun, irisan terkecil ini mudah diputuskan sehinggga
mencegak kerusakan pada coran.(Gambar 2.19)

Gambar 2.19 Bentuk saluran masuk


(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa, hal 68)

23
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

5. Bentuk dan ukuran riser


Riser maupun saluran turun juga dipersiapkan hanya saja pola untuk riser
dipersiapkan 3 macam model riser yaitu model I, model II dan model III. Ketiga model
riser adalah jenis riser tembus permukaan cetakan pasir. Model riser I berbentuk silinder
dengan Ɵ10 mm dan tinggi 60 mm. Model riser II berbentuk kerucut terpancung dengan
Ɵ10 mm dan Ɵ25 mm serta tingginya 60 mm. Riser terakhir berbentuk kerucut terpancung
pula dengan Ɵ10 mm dan Ɵ100 mm dimana tingginya 60 mm juga.

Gambar 2.20 : Riser: a. Model 1, b Model 2, C Model 3.

2.11 Cacat-Cacat Pada Coran Paduan Ringan


Cacat cacat pada coran paduan allumunium adalah sama dengan pada besi cor,
tetapi pada paduan ini terutama mudah terjadi rongga penyusutan, dros dan lubang jarum.
1. Lubang Jarum
a. Ciri-ciri khas
Lubang jarum timbul apabila gas gas, terutama gas hidrogen, terbawa dalam
logam cair terkurung dalam logam yang disebabkan tekanan logam selama pembekuan.
b. Sebab-Sebab
1. Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan.
2. Gas terserap dalam logam cair selama penuangan.
3. Reaksi logam induk dengan uap air dari cetakan.
4. Titik cair terlalu tinggi dan waktu pencairan terlalu lama.

24
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

c. Cara Pencegahan
1. Penghilangan gas dari logam cair dapat dilakukan dengan peniupan gas iner ke dalam
cairan logam, umpamanya gas nitrogen adalah gas yang biasa dipakai untuk maksud
tersebut.
2. Penghilangan gas dengan khlorida.
3. Penghilangan gas dengan fluks, terutama florida dan khlorida dari logam alkali
tanah.
4. Pencairan kembali.
5. Perencanaan yang tidak menyebabkan turbulen pada aliran logam cair. (lihat Gambar
2.21) (a) dan (b).
6. Harus pakai pasir yang mempunyai kadar air rendah dan permeabilitas yang sesuai

Gambar 2.21 Saluran turun macam ini harus direncanakan agar tidak menyebabkan
aliran turbulen pada logam
(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiwa.hal 236)

2. Lubang Jarum
a. Ciri-ciri khas
Logam cair dari paduan allumunium mudah teroksidasi. Oksida dalam logam cair
atau yang dihasilkan pada waktu penuangan terkumpul sebagai dros pada permukaan
kup atau di bagian dalam coran.
b. Sebab sebab
1. Oksida allumunium dihasilkan selama peleburan
2. Dros terbawa dalam coran atau terjadi dalam cetakan
3. Kadar air dalam cetakan

25
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

c. Cara-cara pencegahan
1. Perencanaan pengecoran yang dapat menyebabkan turbulensi pada aliran logam cair,
tidak boleh dilaksanakan
2. Pencegahan dengan menghilangkan kotoran harus dilakukan untuk mencegah
terjadinya dros dalam logam cair (lihat Gambar 2.22).
3. Kadar air dalam cetakan arus serendah mungkin. Cetakan pasir kering adala lebih
baik.

Gambar 2.22 Contoh saluran turun untuk menyingkirkan dros


(Sumber : Tata Surdia, Kenji Chi Jiw. hal 237)

3. Cacat Penyusutan (Shrinkage Defects)


Ada berbagai jenis cacat yang sering dijumpai pada produk cor. Cacat produk cor
mempengaruhi total jumlah produksi dan biaya produksi. Oleh karena itu penyebab cacat
perlu dipelajari dan dipahami agar jumlah cacat dapat dieliminir atau dikurangi. Cacat
produk cor dapat dikategorikan 3 jenis, yaitu: major defects, minor defects, dan cacat yang
dapat diperbaiki namun tidak ekonomis. Major defects adalah cacat produk cor yang tidak
dapat diperbaiki dan termasuk produk cor yang afkir. Sedangkan minor defects adalah
cacat yang masih dapat diperbaiki dengan biaya perbaikan ekonomis. Cacat shrinkage
timbul dari kegagalan mengganti kekurangan cairan logam danpenyusutan pembekuan.
Kejadian ini biasanya gejala ketidak-tepatan sistem saluran (gating system) dan teknik
pengumpanan (risering). Cacat ini juga dapat timbul antara lain jikatemperatur tuang
terlalu tinggi. Cacat tersebut dapat dieliminir atau dikurangi dengan mendesain pembekuan

26
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

yang terarah atau menggunakan chill, padding. Berbagai bentuk cacat shrinkage yang
sering dijumpai seperti yang diperlihatkan gambar 2.23.

Gambar 2.23 Bentuk cacat shrinkage

Lain dengan cacat primary shrinkage, secondary shrinkage terjadi dibagian dalam
produk cor dan biasanya timbul pada tempat yang jauh dari riser (pengumpan). Cacat
shrinkage yang terjadi pada bagian dalam produk cor akan mengurangi tegangan produk
cor. Cacat ini teridentifikasi pada saat produk cor dilakukan proses pemesinan.

27
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN

3.1 Langkah-langkah proses pengecoran Relief yang di lakukan di Laboratorium


Proses Produksi ITN Malang
Pada praktikum pengecoran logam terdapat beberapa langkah antara lain:
a. Pembuatan cetakan drag
Pembuatan flesh atau cetakan ini terbuat dari kayu yang di bentuk kotak dengan
ukuran tertentu(sesuai kebutuhan).
Alat-alat yang di gunakan dalam pembuatan cetakan :
1. Gergaji
2. Martil
3. Paku
4. Mistar Baja
Pada praktikum yang telah di lakukan di laboratorium pengecoran logam dengan
menggunakan cetakan drag karena pola yang di gunakan dari model benda padat. Pada
bagian dalam sampingdrag di beri pola irisan gergaji yang fungsinya untuk mengikat pasir
ke dinding kup dan drag.

(a) (b)
Gambar 3.1 (a). Bentuk rangka cetakan/flesh, (b). Pola dinding cetakan/flesh

28
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

b . Pembuatan Model
Model menggunakan relief dari Alumunium / Al yang dibentuk sesuai dengan
bentuk benda yang dibuat, seperti pada contoh gambar.

Gambar 3.2 Pola relief dari AL

c. Pembuatan rongga cetak


Pembuatan rongga cetak pada model Alumunium ini yaitu dengan meletakkan
model(benda yang mau ditiru) pada tengah-tengah drag yang sudah diberi alas papan
kemudian di timbun dengan pasirdengan perbandingan pasir halus, pasir kasar, dan
bentonit adalah 7 : 4 : 2 dan air 1¼ dan untuk penumbukkannya harus padat dengan tujuan
agar pasir lengket dan tidak rontok saat penuangan cairan alluminium,setelah pasir padat
kemudian diatasnya ditaruh pola relief, kemudian ditambahkan pasir pada sisi sisinya dan
dipadatkan, tetapi pada atas pola diberi ruang, ini dimaksudkan untuk memudahkan
pemasangan riser dan tempat penuangan, kemudian di isi pasir silika sampai cup penuh.

Gambar 3.3 Pemasangan pola dan penimbunan kembali dengan pasir silika

29
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

Pada pemasangan fidher dan risher jangan lupa harus di lapisi dengan grafit ini
dimaksudkan agar pada saat pelepasan fidher dan riser tidak lengket dengan pasir, setelah
pasir penuh pada pangkal fidher dibuatkan saluran dengan cara dikeruk agar
mempermudah laju penuangan cairan alumunium.

(a) (b)
Gambar 3.4 (a ). Proses pemasangan risher dan fidher , (b). Hasil pemasangan risher dan fidher

Setelah pemasangan risher dan fidher jadi kemudian cetakan di jemur hingga pasir
silika benar benar kering, ini dimaksudkan agar pasir silika menjadi kering dan benar benar
keras, kemudian setelah itu dilakukan pelepasan risher dan fidher, dan cetakan pasir siap
untuk dilakukan penuangan cairan alumunium.

Gambar 3.5 Setelah pelepasan fidher dan risher

30
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

d . Tahap pencairan logam


Pada pencairan logam di lakukan di dapur crucible/dapur kowi. Dapur crusible
menggunakan bahan bakar minyak tanah. Nyalakan dapur kowi dengan kain yang diberi
minyak tanah guna untuk memanaskan batu tahan api pada bagian bawah untuk
memancing agar api cepat menyebar ke semua bagian dinding batu tahan api. Nyalakan
Blower (putar saluran udara selanjutnya putar saluran bahan bakar).

Gambar 3.6 Dapur crucible/kowi

Jika tungku sudah sampai pada suhu yang kita inginkan (700-800°C) sekitar + 20
menit maka masukan logam aluminium sekitar 1 kg dan akan cair dalam jangka waktu
sekitar 20 menit.
Jika sudah cair tambah logam aluminium sekitar 1 kg dan tunggu hingga cair
sekitar 10 menit. Setelah cair kembali masukan logam aluminium kembali sekitar 1 kg dan
tunggu sekitar 10 menit sampai benar benar cair.

31
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

Gambar 3.7 Logam Sudah Cair

Setelah itu masukkan serbuk cover all dan serbuk digaser untuk mengangkat terak dan
udara yang terperangkap didalam logam cair dari aluminium.Selanjutnya logam cair
diambil menggunakan ladel dan tuangkan ke dalam cetakan (fidher).

(a) (b)
Gambar 3.8 (a). Penuangan Logam Cair, (b). Proses pendinginan

Saat penuanganyan harus sekali tuang agar logam cair tidak sampai beku,jika
beku maka hasilnya tidak akan menyatu.Setelah itu tunggu sekitar 3 sampai 5 menit hingga
benar- benar beku. Cetakan kemudian dibalik dan pukul menggunakan palu sampai semua
pasir rontok. Kemudian ambil benda hasil coran dengan penjepit dan bersihkan

32
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

menggonakan sikat kikir.Setelah itu lakukan pendinginan menggunakan media air atau
dibiarkankemudian analisa hasilnya.
e . Tahap Pembongkaran cetakan
Setelah menunggu pembekuan logam proses yang dilakukan selanjutnya adalah
pembongkaran. Pembongkaran di lakukan di suatu wadah, cetakan di balik kemudian
dinding cetakan di pukul-pukul sampai pasir rontok dan hasil tuangan terlepas dari cetakan.
Pada pembongkaran ini harus hati – hati karena demi keamanan hasil tuangan di jatuhkan
ke tempatnya agar tidak mengenai dan menimbulkan kecelakaan karena waktu
pembongkaran hasil tuangan masih panas.

Gambar 3.9 Hasil pembongkaran cetakan

f. Tahap pembersihan
Setelah di bongkar kemudian hasil tuangan di ambil menggunakan alat penjapit
dan bersihkan pasir – pasir yang menempel pada hasil tuangan dengan kuas, skrup kecil
dan sikat besi. Kemudian bersihkan dengan air selain itu juga mempercepat pendinginan.

g. Tahap Inspeksi
Hasil tuangan yang sudah bersih dari kotoran, di inspeksi dengan teliti dengan
mencari bagian yang cacat. Kemudian cari sebab kecacatan itu dan bandingkan coran
dengan perbandingan pasir yang digunakan untuk mencetak.

33
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

3.2 Analisa yang di lakukan di Laboratorium Proses Produksi ITN Malang


Setelah di analisa pada hasil pengecoran logam terdapat beberapa kecacatan.

Gambar 3.10 Hasil analisa kecacatan Pengecoran

Dari gambar 3.10 di atas dapat di lihat beberapa kecacatan proses pengecoran
yang di sebabkan karena beberapa faktor diantaranya:
1. Cacat lubang jarum

Gambar3.11 Gambar cacat lubang jarum

34
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

Menurut buku pengecoran logam-Tata Surdia, bahwa Ciri-ciri khas lubang jarum
adalah lubang dimana permukaan dalamnya halus dan berbentuk bola. Ukuran cacat
lubang jarum adalah di bawah 1 sampai 2 mm sangat kecil dan berbentuk seperti bekas
tusukan jarum.
Sebab-sebab dari cacat lubang jarum antara lain logam cair yang teroksidasi,
temperatur penuangan yang rendah, penuangan yang terlalu lambat, cetakan pasir yang
kurang kering, permeabilitas yang kurang sempurna, serta terlalu banyak gas yang timbul
dari cetakan. Adapun cara pencegahannya antara lain dengan memasang saluran turun pada
tempat yang benar dan menuangkan logam cair bertemperatur cocok dengan kecepatan
yang cukup cepat proses pengalirannya, usahakan jumlah gas menjadi sekecil mungkin.
(Sumber: Buku Teknik Pengecoran Logam, Tata Surdia, halaman 217, 218)

2. Cacat pembengkakan

Gambar 3.12Gambar cacat pembengkakan

Menurut buku teknik pengecoran logam-Tata Surdia, bahwa ciri-ciri khas


cacat pembengkakan adalah disebabkan oleh tekanan logam cair yang berlebihan
menyebabkan cetakan membengkak setempat, serta pengambilan pola yang kurang benar
sehingga membuat bagian pinggir pada cetakan rontok. Adapun cara pencegahannya yaitu
penumbukan pasir cetak harus cukup dan seragam, serta pemasangan antara drag dan cup
harus presisi.
(Sumber: Buku Teknik Pengecoran Logam, Tata Surdia, halaman 224, 225)

35
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

3. Cacat ekor tikus

Gambar 3.13 Gambar cacat ekor tikus

Menurut bukuteknik pengecoran logam-Tata Surdia, ciri khas dari cacat ekor tikus
adalah merupakan cacat permukaan, pasir dari permukaan cetakan mengembang dan logam
cair masuk di bawah permukaan bagian tersebut. Jika pasir disingkirkan, terlihat rongga
lurus seperti pembuluh. Karena bentuknya seperti ekor tikus, maka cacat ini disebut cacat
ekor tikus. Adapun sebab cacat ini antara lain karena ketahanan panas dari pasir yang
rendah, pelapisan grafit yang terlalu tebal, penumbukan pasir cetak yang kurang, pelapisan
parting yang terlalu tebal. Adapun cara pencegahannya antara lain ujung saluran turun
tidak boleh menyentuh cetakan atau inti. Karena itu logam cair harus diisikan dari bagian
bawah bentuk pola.
(Sumber: Buku Teknik Pengecoran Logam, Tata Surdia, halaman 222, 223)

36
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari keseluruhan kegiatan praktikum dan analisa hasil praktikum maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
 Dari kegiatan praktikum yang sudah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwadalam
pengecoran logam, rongga cetak pada cetakan sangat mempengaruhi permukaan
hasil coran.
 Pola/model yang terbuat dari benda jadi hasil akhirnya belum tentu sama atau
lebih baik dari pola yang di bentuk dari benda jadi
 Jenis pasir yang digunakan berpengaruh terhadap kualitas hasil cetakan
 Pencampuran pasir silika + bentonite + air sangat berpengaruh terhadap kualitas
cetakan.
 Temperatur saat penuangan Al cair sangat berpengaruh terhadap hasil cetakan

4.2 Saran
 Ruang diskusi kurang memadai, karena meja tidak ada.
 Kurangnyaalat keselamatan kerja sehingga perlu untuk ditambah lagi.

37
Praktikum Proses Produksi I/ Pengecoran Logam

DAFTAR PUSTAKA

Surdia, Tata. Pengetahuan Bahan Teknik. PT Pradnya Paramita. Jakarta.1984.


Tjitro, Soejiwo. Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Alumunium
Cetakan Pasir. Universitas Kristen Petra.
Surdia, Tata. Chijiwa, Kenji.Teknik Pengecoran Logam.PT Pradnya Paramita. Jakarta.1986.
.

38

Anda mungkin juga menyukai