Setiap mobil memiliki nomer seri yang unik, sehingga sebuah diler mobil
dapat menghitung biaya unit yang terjual melalui metode identifikasi spesifik.
Metode ini bisa juga digunakan untuk toko perhiasan dan galeri seni.
Namun, untuk banyak perusahaan, unit yang identik tidak dapat dikenali
secara terpisah, sehingga suatu asumsi arus biaya perlu dibuat.
Unit mana saja yang telah dijual dan unit mana saja yang masih berada dalam
persediaan harus diasumsikan dengan menggunakan metode penilaian
persediaan FIFO (firs-in, first-out), LIFO (last-in, first-out), atau metode biaya
rata-rata.
Saat sistem persediaan periodik digunakan, maka hanya pendapatan yang
dicatat setiap kali terjadi penjualan.
Tidak ada ayat jurnal yang dibuat pada saat penjualan untuk mencatat harga
pokok penjualan (HPP).
Biaya 150 unit dalam persediaan akhir pada tanggal 31 Januari 2018 dihitung
sebagai berikut :
Mengurangkan biaya persediaan per 31 Januari 2018 sebesar Rp 3.250.000
dari biaya barang tersedia untuk dijual sebesar Rp 5.880.000 akan
menghasilkan harga pokok penjualan sebesar Rp 2.630.000.
HPP sebesar Rp 2.630.000 berasal dari biaya persediaan awal dan biaya
paling awal.
Oleh karena itu metode FIFO akan menghasilkan laba kotor yang lebih tinggi.
Akan tetapi, persediaan perlu diganti dengan harga yang lebih tinggi daripada
yang ditunjukkan oleh HPP (harga pokok penjualan).
Ketika tingkat inflasi mencapai dua digit, seperti yang pernah terjadi pada
tahun 1970 an di Amerika Serikat, laba kotor yang tinggi yang dihasilkan dari
penggunaan metode FIFO sering disebut laba persediaan atau laba ilusi.
Berdasarkan data seperti yang sama dengan contoh metode FIFO, biaya 150
unit dalam persediaan akhir per 31 Januari 2018 dihitung sebagai berikut :
Hubungan harga pokok penjualan untuk bulan Januari 2018 dan persediaan
akhir per 31 Januari 2018 bisa dilihat pada gambar ilustrasi berikut ini :
Alasan pengaruh ini adalah biaya peroehan unit yang paling akhir kurang
lebih sama dengan biaya penggantiannya.
Dalam periode inflasi, biaya unit yang lebih baru akan lebih tinggi
dibandingkan dengan harga unit yang lebih awal.
Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa metode LIFO nyaris berhasil
membandingkan biaya saat ini dengan pendapataan saat ini (matching
current costs against current revenues).
Selama periode kenaikan harga-harga, metode LIFO menawarkan
penghematan dalam pajak penghasilan.
Pada saat inflasi dua digit tahun 1970-an di AS, banyak perusahaan beralih
dari metode FIFO menjadi LIFO untuk menghemat pembayaran pajak.
Tapi, persediaan akhir dalam neraca bisa berbeda dari biaya penggantian
saat ini.
Dan perlu disadari bahwa pada saat deflasi, atau secara umum terjadi
penurunan harga-harga, maka pengaruhnya sebaliknya.
Biaya unit rata-rata tertimbang yang sama digunakan dalam menghitung biaya
persediaan pada akhir periode.
Untuk perusahaan yang memiliki barang penjualan yang terdiri dari berbagai
pembelian unit yang identik, penerapan metode biaya rata-rata hampir
menyerupai arus fisik barang.
Biaya unit rata-rata tertimbang dihitung dengan membagi jumlah biaya unit
setiap barang yang tersedia untuk dijual selama periode tertentu dengan
jumlah unit barang terkait.
Dengan menggunakan data biaya yang sama dengan contoh metode FIFO
dan LIFO, biaya rata-rata 280 unit adalah sebesar Rp 21.000, dan biaya 150
unit dalam persediaan akhir, dihitung sebagai berikut :
Untuk me-refresh kembali, sekarang ada satu contoh lagi perhitungan biaya
persediaan.
Perhatikan Contoh soal berikut ini:
PT MK Network memiliki data-data unit suatu barang yang tersedia untuk
dijual selama tahun berjalan adalah sebagai berikut :
1) metode FIFO,
2) Metode LIFO, dan
3) Metode biaya rata-rata.
Jawaban :
#1. Metode FIFO
= 16 unit X Rp 62.000 = Rp 992.000
04. Kesimpulan
Dari pembahasan ketiga metode di atas, arus biaya yang berbeda
diasumsikan untuk masing-masing dari tiga metode alternatif biaya
persediaan.
Perhatikan bahwa jika biaya unit tetap stabil, seluruh metode akan
mendapatkan hasil yang sama.
Akan tetapi karena harga berubah-ubah, tiga metode tersebut biasanya akan
menghasilkan jumlah yang berbeda untuk :
Dan jumlah paling tinggi untuk laba kotor dan laba bersih dan juga persediaan
akhir.
Dan jumlah paling rendah untuk laba kotor dan laba bersih, dan juga
persediaan akhir.