FISIOLOGI PLASENTA
Disusun oleh:
Kelompok 2
1. Devi Amalia 7. Nur Aini Atika
2. Darti Lestari
8. Desira Prajasti
3. Retno Kusdiansah
4. Rahma Ayu Yusnita 9. Luk Luil Ma’nun
5. Desy Halimunanda Sari
10. Cindy Virdiana Aisyah
6. Arina Fahrun Nisak
11. Donna Febri Syafitri Lubis
Tugas penyusunan makalah yang berjudul “ Fisiologi Plasenta” ini telah dibaca,
diperiksa dan disetujui oleh:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Fisiologi Plasenta” makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Patofisiologi Dalam Kasus
Kebidanan.
Dengan selesainya makalah ini disampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Jenny Sondakh, M Clin.Mid sebagai pembimbing makalah yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan makalah ini.
2. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun
materi serta doa yang tak henti.
3. Semua pihak yang telah membantu demi selesainya penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih ada kekurangan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan untuk
menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah ini, dapat memberi informasi yang bermanfaat bagi
pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari fisiologi plasenta.
2. Untuk mengetahui bagaimana implantasi dan perkembangan plasenta.
3. Untuk mengetahui bagaimana endokrinologi plasenta.
4. Untuk mengetahui bagaimana proses nutrisi janin dan transfer
plasenta.
5. Untuk mengetahui bagaimana proses dinamika cairan amnion.
6. Untuk mengetahui bagaimana sistem komunikasi janin-ibu
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Implantasi dan Perkembangan Plasenta
2.1.1 Implantasi
Proses ini membutuhkan perkembangan yang sinkron antara hasil
konsepsi, uterus, transformasi endometrium menjadi desidua dan akhirnya
pembentukan plasenta yang definitive. Proses terjadinya implantasi, meliputi
beberapa proses yaitu : penghancuran zona pelusida, aposisi dengan
endometrium dan perkembangan dini tropoblas.
a. Zona Pelusida
Zona pelusida mengalami kehancuran sebelum mulainya implantasi
akibat adanya faktor litik yang terdapat dalam kavum uteri. Hancurnya
zoba oelusida menyebabkan terjadinya reduksi muatan elektrostatik.
Kondisi ini memudahkan perlengketan blatosis (lapisan tropektoderm)
dengan epitel endometrium, yang terjadi pada kripti endometrium.Faktor
litik ini (diduga adalah plasmin) berasal dari prekursor yang berada pada
reseptor di uterus, menjadi aktif akibat pengaruh dari sejenis zat yang
dihasilkan oleh blastosis
b. Aposisi dengan Endometrium
Terjadi pada hari ke 6 setelah fertilisasi. Sel-sel bagian luar blastosis
berproliforasi membentuk trophoblast primer. Trophoblast berproliferasi
dan berdifferensiasi menjadi 2 bentuk yaitu sitotrophoblas di bagian dalam
dan sinsitiotrophoblas di bagian luar. Proses yang terjadi pada
sinsitiotrophoblas meluas melewati epitel endometrium, untuk kemudian
menginvasi stroma endometrium. Sinsitiotrophoblas mengandung zat yang
dapat menghancurkan jaringan maternal dan memudahkan invasi ke
endometrium dan miometrium, sehingga akhirnya blastosis menancap
(embedded) secara sempurna dalam desidua. Proses implantasi sempurna
pada hari ke 10 – 11 pasca ovulasi.
c. Perkembangan Dini Troboplas
Sel trophoblas berproliferasi menghasilkan 2 lapis trophoblas.
Lapisan dalam disebut sititrophoblas, merupakan sel mononuclear dengan
batas sel yang tegas, disebut juga dengan sel Langhan. Lapisan luar
5
KADAR
SISTEM HORMON POLA PUNCAK RATA-
RATA (WAKTU)
Adrenal Kortisol Meningkat hingga 3 kali 300 ng/mL (0,83
angka pra- □mol/L)
kehamilan pada aterm (aterm)
Aldosteron Plateau pada 34 minggu 100 ng/mL (277
dengan sedikit nmoVL)
peningkatan menjelang aterm
DOC Meningkat hingga 10 kali 1200 pg/mL (3,48
angka pra- nmol/L)
kehamilan pada aterm (aterm)
8
KADAR
PUNCAK
SISTEM HORMON POLA
RATA-RATA
(WAKTU)
Tiroid T4 total Meningkat pada trimester 150 ng/mL (193
pertama, pmol/L)
kemudian melandai (plateau)
T4 bebas Tidak berubah 30 pg/mL (38,8
pmol/L)
T3 total Meningkat pada 2 ng/mL (3,1 nmo/lL)
trimester pertama kemudian
melandai.
T3 bebas Tidak berubah 4 pg/mL (5,1 pmoUl)
KADAR PUNCAK
SISTEM HORMON POLA RATA-RATA
(WAKTU)
9
KADAR
SISTEM HORMON POLA PUNCAK RATA-
RATA (WAKTU)
Protein- hCG Mencapai puncak pada 5 pg/mL (5 □g/L
protein minggu kesepuluh (akhir trimester
plasenta kemudian menurun pertama)
mencapai suatu
plateau yang lebih rendah
hPL Meningkat dengan 5-25 □g/mL (5-25
pertambahan berat plasenta □g/L)
(aterm)
10
KADAR
SISTEM HORMON POLA PUNCAK RATA-
RATA (WAKTU)
Estrogen Estradiol Meningkat hingga aterm 15-17 ng/mL (55-
fetoplasenta 62 nmol/L) (aterm)
Estriol Meningkat hingga aterm 12-15 ng/mL (42-52
nmol/L)
(aterm)
Estron Meningkat hingga aterm 5-7 ng/mL (18,5-26
nmol/L)
(aterm)
11
KADAR
SISTEM HORMON POLA PUNCAK RATA-
RATA (WAKTU)
~ 2000 pg/mL
Androgen Meningkat hingga 10
Testosteron (6,9 nmol/L)
fetoplasental kali nilai pra-kehamilan
(aterm)
5 ng/mL (17,3
DHEA Turun selama kehamilan nmol/L)
(prakehamilan)
2,6 ng/mL (9,0
Androtenedion Sedikit meningkat
nmol/L) (aterm)
diproduksi setiap harinya sebelum trimester ketiga dan sebagian besar akan
masuk ke dalam sirkulasi ibu. Kadar progesteron plasma ibu meningkat
progresif selama kehamilan dan tampaknya tidak tergantung pada faktor-
faktor yang normalnya mengatur sintesis dan sekresi steroid.
Jika hCG eksogen meningkatkan produksi progesteron pada
kehamilan, maka hipofisektomi tidak memiliki efek. Pemberian ACTH
atau kortisol tidak mempengaruhi kadar progesteron, demikian juga
adrenalektomi atau ooforektomi setelah minggu ketujuh. Progesteron perlu
untuk pemeliharaan kehamilan. Produksi progesteron dari korpus luteum
yang tidak mencukupi turut berperan dalam kegagalan implantasi dan
defisiensi fase luteal telah dikaitkan dengan beberapa kasus infertilitas
dan keguguranberulang. Lebih jau,h progesteron juga berperanan dalam
mempertahankan keadaan miometrium yang relatif tenang. Progesteron
juga dapat berperan sebagai obat imunosupresif pada beberapa sistem dan
menghambat penolakan jaringan perantara sel T. Jadi kadar progesteron
lokal yang tinggi dapat membantu toleransi imunologik uterus terhadap
jaringan trofoblas embrio yang menginvasinya.
b. Estrogen
Produksi estrogen oleh plasenta juga bergantung pada prekursor-
prekursor dalam sirkulasi, namun pada keadaan ini baik steroid
janin taaupun ibu merupakan sumber-sumber yang penting. Kebanyakan
estrogen berasal dari androgen janin, terutama dehidroepiandrosteron
sulfat (DHEA sulfat). DHEA sulfat janin terutama dihasilkan oleh adrenal
janin, kemudian diubah oleh sulfatase plasenta menjadi
dehidroepiandrosteron bebas (DHEA), dan selanjutnya melalui jalur-jalur
enzimatik yang lazim untuk jaringan-jaringan penghasil steroid, menjadi
androstenedion dan testosteron. Androgen-androgen ini akhirnya
mengalami aromatisasi dalam plasenta menjadi berturut-turut estron dan
estradiol.
Sebagian besar DHEA sulfat janin dimetabolisir membentuk suatu
estrogen ketiga : estriol. Langkah kunci dalam sni tesis estriol
adalah reaksi 16-- hidroksilasi molekul steroid. Bahan untuk reaksi ini
15
terutama sebagai glikogen, dalam otot dan hati, retensi sebagian asam
amino sebagai protein dan penyimpanan sisanya sebagai lemak. Simpanan
lemak ibu memuncak pada trimester kedua, kemudian menurun seiring
dengan meningkatnya kebutuhan janin pada kehamilan lanjut
(Cunningham, 2015).
Oleh karena itu nutrisi yang paling penting bagi janin yang diwakili
oleh glukosa, asam amino dan asam lemak bersama-sama dengan banyak
mikronutrien seperti vitamin dan ion.
a. Glukosa dan Pertumbuhan Janin
Meski bergantung pada ibu untuk nutrisi, janin juga berperan aktif
dalam menyediakan nutrisinya sendiri. Glukosa merupakan nutrien utama
untuk pertumbuhan dan energi janin. Jelas diperlukan mekanisme untuk
meminimalkan penggunaan glukosa oleh ibu selama kehamilan sehingga
tersedia pasokan maternal dalam jumlah terbatas untuk janin. Dipercaya
bahwa lactogen plasenta (hPL), hormon yang normalnya terdapat dalam
jumlah besar pada ibu, tetapi tidak pada janin, hPL juga meningkatkan
mobilisasi dan penggunaan asam lemak bebas oleh jaringan maternal
(Cunningham, 2015).
b. Transpor Glukosa
Perpindahan D-Glukosa melewati membran sel dapat terlaksana
berkat suatu proses, yang dimediasi-carrier, stereospesifik dan tidak
memusat yang dinamakan difusi terfasilitasi. Sedikitnya 14 protein
pengangkat glukosa (GLUT) yang berbeda telah ditemukan. Mereka
termasuk dalam superfamili transporter segmen transmembran-12 dan
dicirikan lebih lanjut oleh distribusi yang khas untuk jaringan. GLUT-1
dan GLUT-3 terutama memfasilitasi ambilan glukosa oleh plasenta dan
terletak dalam membran plasma mikrovili sinsitiotrofoblas. Ekspresi
GLUT-1 meningkat seiring berlanjutnya kehamilan dan diinduksi oleh
hampir semua faktor pertumbuhan (Cunningham, 2015).
c. Leptin
Leptin awalnya dikenal sebagai produk adiposit dan sebagai
pengatur homeostatis energi. Namun, polipeptida ini juga berperan dalam
angiogenesis., hematopiesis, osteogenesis, pematangan paru dan fungsi
neuroendokrin, imun dan reproduksi. Selama kehamilan, leptin dihasilkan
oleh ibu, janin dan plsenta. Leptin diekspresikan dalam sinsitiotrofoblas
17
dan sel endotel vaskular janin. Dari seluruh leptin yang dihasilkan
plasenta, 5 persen memasuki sirkulasi janin., sedangkan 95 persen
ditransfer ke ibu. Sebagai akibatnya, plasenta berkontribusi besar pada
kadar leptin ibu.
Kadar leptin janin mulai meningkat sekitar minggu ke 34,
berhubungan dengan berat janin. Kadar yang abnormal telah dikaitkan
dengan gangguan pertumbuhan dan preeklamsia. Pascapartum, kadar
leptin menurun baik pada neonatus maupun ibu (Cunningham, 2015).
d. Laktat
Laktat diangkut melewati plasenta melalui difusi terfasilitasi melalui
mekanisme ko-transportasi bersama ion hidrogen, laktat memungkinkan
diangkut sebagai asam laktat.
e. Asam Lemak Bebas dan Trigliserida
Neonatus memiliki proporsi lemak tubuh yang tinggi, yaitu rata-rata
15 persen berat tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa pada kehamilan lanjut,
suatu bagian yang signifikan dari substrat yang dihantarkan ke janin akan
disimpan sebagai lemak. Lemak netral dalam bentuk triasilgliserol tidak
melewati plasenta, tetapi gliserol dapat melewati plasenta dan asam lemak
disintesis di plasenta. Lipoprotein lipase terdapat dalam sisi maternal,
tetapi tidak dalam sisi fetal plasenta. Susunan ini mendukung terjadinya
hidrolisis triasilgliserol dalam ruang intervilus maternal, sekaligus
menghemat lipid netral dalam darah janin. Asam lemak yang dihantarkan
ke janin dapat diubah menjadi triasilgliserol dalam hati janin.
Pemanfaatan lipoprotein berdensitas rendah (LDL) oleh plasenta
merupakan mekanisme alternatif bagi janin untuk memperoleh asam
lemak dan asam amino esensial. Partikel LDL dari plasma ibu berkaitan
dengan reseptor LDL spesifik dalam regio yang dipenuhi lekukan pada
mikrovili sinsiotrofoblas di sisi yang menghadap bagian maternal. Partikel
LDL yang besar hampir 250.000 Da-diambil oleh suatu proses endositas
yang dimediasi reseptor. Apoprotein dan ester kolesterol LDL dihidrolisis
oleh enzim lisosomal dalam sinsitium untuk menghasilkan (1) kolesterol
untuk sintesis progesteron; (2) asam amino bebas, termasuk asam amino
esensial; (3) asam lemak esensial khususnya asam linoleat. Bahkan kadar
asam arakidonat yang disintesis dari asam linoleat dalam plasma janin
18
lebih besar dibandingkan kadarnya dalam plasma ibu. Asam linoleat atau
asam karbonat atau keduanya harus didapatkan dari asupan diet ibu
(Cunningham, 2015).
g. Asam Amino
Plasenta mengumpulkan sejumlah besar asam amino. Asam amino
netral dari plasma ibu diambil oleh trofoblas melalui sedikitnya tiga proses
khusus. Diduga, asam amino dipekatkan dalam sinsitiotrofoblas kemudian
dibawa ke sisi fetal secara difusi. Berdasarkan data dari sampel darah
kordosentesis, kadar asam amino dalam plasma tali pusat lebih tinggi
kadarnya dalam plasma arteri ataupun vena ibu. Aktivitas sistem
pengangkutan dipengaruhi oleh oleh usia gestasional dan faktor
lingkungan, termasuk stress panas, hipoksia, kelebihan dan kekurangan
nutrisi serta hormon-hormon seperti glukokortiroid, hormon pertumbuhan
dan leptin. Penelitian in vivo terbaru menunjukkan terjadinya peningkatan
transpor beberapa asam amino dan peningkatan penghantaran nutrien ke
janin pada perempuan dengan diabetes gestasional hal ini terkait dengan
pertumbuhan berlebihan janin (Cunningham, 2015).
h. Protein
Umumnya sedikit sekali terjadi pengangkutan protein berukuran
besar melewati plasenta. Namun, terdapat beberapa pengecualian penting
misalnya imunoglobulin G (IgG) yang melewati plasenta dalam jumlah
besar melalui endositosis yang diantarani reseptor Fc fibroblas. IgG
terdapat dalam kadar yang kurang lebih sama di dalam serum ibu dan di
tali pusat, tetapi IgA dan IgM ibu secara efektif dihambat
pengangkutannya sehingga tidak dapat mencapai janin (Cunningham,
2015).
i. Ion dan Unsur Logam Renik
Transpor yodida jelas dilakukan melalui proses aktif yang
memerlukan energi dan dimediasi carrier. Dan memang, plsenta
mengonsentrasikan yodida. Kadar seng (zinc) dalam plasma janin juga
lebih tinggi dibandingkan kadarnya dalam plasma ibu. Sebaliknya, kadar
tembaga dalam plasma janin lebih rendah dibandingkan kadarnya dalam
plasma ibu. Kenyataan ini menarik karena enzim penting yang
19
dalam trofoblas memasuki sirkulasi ibu sekaligus janin tetapi tidak dalam
jumlah yang setara (Cunningham, 2015).
d. Transfer Oksigen dan Karbon Dioksida
Telah lama diketahui bahwa
plasenta berfungsi sebagai paru-
paru janin. Transfer oksigen
melalui plasenta dibatasi oleh
aliran darah, dengan
menggunakan hasil perkiraan
aliran darah uteroplasental,
diperkirakan laju penghantaran
oksigen sekitar 8 Ml
O2/menit/kg berat janin. Karena
oksigen dalam darah janin hanya
cukup untuk 1 hingga 2 menit,
pasokan ini harus terus berlanjut.
Nilai normal oksigen, karbon
dioksida dan pH dalam darah
janin diperlihatkan pada gambar
sebagai berikut.
karena oksigen terus memasuki
sirkulasi janin dari arah ibu di ruang intervilus, saturasi oksigen janin serupa
dengan saturasi dalam kapiler ibu. Saturasi oksigen rerata pada pada darah
intervilus diperkirakan sebesar 65 hingga 75 persen dengan tekanan parsial
(Po2) sebesar 30 hingga 35 mm Hg. Saturasi oksigen dalam darah vena
umbilikalis hampir sama besarnya. Tetapi tekanan parsial oksigen dalam darah
vena umbilikalis lebih rendah.
Secara umum perpindahan karbon dioksida janin tercapai melalui difusi.
Plasenta sangat permeabel terhadap karbon dioksida yang melewati vilus
korionik lebih cepat daripada oksigen. Mendekati aterm, tekanan parsial
karbon dioksida (Po2) dalam arteri umbilikalis memiliki nilai rata-rata 50 mm
Hg atau sekitar 5 mm Hg lebih tinggi dari tekanan dalam darah ibu di
intervilus. Darah janin memiliki afinitas yang lebih rendah untuk karbon
dioksida dibandingkan darah maternal sehingga karbon dioksida cenderung
22
berpindah dari darah janin ke ibu. Selain itu, hiperventilasi ringan pada ibu
menyebabkan penurunan tingkat PCO2 yang memudahkan perpindahan
karbon dioksida dari kompartemen janin ke darah ibu (Cunningham, 2015).
e. Transfer Selektif dan Difusi Terfasilitasi
Meskipun difusi sederhana merupakan metode penting transfer plsental,
komponen trofoblas dan vilus korionik menunjukkan selektivitas yang tinggi
untuk perpindahan zat. Selektivitas ini menimbulkan perbedaan kadar
berbagai metabolit pada kedua sisi vilus. Kadar sejumlah zat yang tidak
disintesis oleh janin ternyata beberapa kali lebih tinggi dalam darah janin
dibandingkan darah ibu. Contoh yang baik adalah asam askorbat. Asam
askorbat yang memiliki berat molekul relatif rendah ini memiliki struktur yang
menyerupai gula pentosa dan heksosa serta diduga mungkin akan melewati
plasenta secara difusi sederhana. Namun, kadar asam askorbat dua hingga
empat kali lebih tinggi dalam plasma janin dibandingkan plasma ibu. Contoh
lain adalah perpindahan besi secara searah melewati plasenta. Lazimnya kadar
besi dalam plasma ibu jauh lebih rendah dari kadar besi dalam plasma lain
yang dikandungnya. Bahkan dalam kondisi anemia defisiensi besi yang berat
pada ibu, massa hemoglobin janin tetap normal (Cunningham, 2015).
f. Aliran Darah Plasenta
Darah janin mencapai sistem darah plasenta melalui dua arteri umbilikalis
yang berjalan mengikuti vena umbilikalis. Setelah mencapai korion, tiap-tiap
pembuluh biasanya memperdarahi separuh plasenta. Arteri yaitu pembulih
yang menyalurkan darah menjauhi jantung janon sehingga membawa darah
terdeoksigenasi, bercabang-cabang untuk membentuk jaringan percabangan
arteri yang lebih kecil dan kapiler yang berjalan di seluruh ruang antarvilus.
Aliran darah janin melalui plasenta memiliki kecepatan sekitar 500 ml/menit
didorong oleh jantung janin. Serat otot polos yang berkontraksi di vilus dapat
membantu memompa darah kembali dari plasenta ke janin.
Darah ibu masuk ke ruang antarvilus melalui sekitar 50-100 arteri spiralis
yang telah mengalami remodelling . terdapat gradien tekanan dari arteri ibu ke
ruang antarvillus ke vena ibu. Darah meninggalkan ruang antarvilus melalui
vena endometrium, sebagian besar organ memperlihatkan penurunan progresif
garis tengah arteri seiring dengan mendekatnya darah ke jaringan sasaran. Di
pembuluh uteroplasenta, arteri spiralis yang telah mengalami remodelling
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Plasenta adalah sebuah organ sementara yang menghubungkan ibu dan
fetus dan mengirim oksigen dan nutrisi nutrisi ibu ke fetus. Plasenta berbentuk
cakram dengan ukuran kira-kira tujuh inci yang melekat pada dinding uterus
(Prawirohardjo, 2015). Fungsi utama plasenta adalah transfer nutrien dan zat
sisa antara ibu dan janin (meliputi fungsi respirasi, ekskresi dan nutritif),
menghasilkan hormon dan enzim yang dibutuhkan untuk memelihara
kehamilan, sebagai barier dan imunologis.
3.2 Saran
1. Bagi Pembaca
Diharapkan kepada para pembaca agar lebih mengetahui dan memahami
secara detail mengenai fisiologi plasenta.
2. Tenaga Kesehatan
Diharapkan tenaga kesehatan lebih terampil dalam menangani kasus
fisiologi plasenta.
29
DAFTAR PUSTAKA
Lopata A, Hay DL: The surplus human embryo: its potential for growth,
blastulation, hatching, and human chorionic gonadotropin production in
culture. Fertil Steril 51:984, 2014.
Nicolini U, Fisik NM, Rodeck CH, Talbert DG, Wigglesworth JS. Low amniotic
presure in Oligohydramnions is the cause of pulmonary hypoplasia.
1989;161