Anda di halaman 1dari 4

TINJAUAN PUSTAKA

Pengupasan adalah proses pemisahan kulit dengan bagian yang akan dimakan.Pengupasasan ini
dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu dengan cara mekanik, cara kimia dan uap bertekanan.
Pengupasan biasanya dilakukan dengan alat bantu berupa pisau yang biasanya terbuat dari besi,
baja maupun dari stainless steel. Adapun permukaan untuk pisau yang terbuat dari stainless steel
akan terdapat suatu lapisan oksida (krom) yang sangat stabil, sehngga pisau ini tahan terhadap
korosi, sedangkan pisau yang terbuat dari besi biasa mudah mengalami korosi, dan apabila
digunakan dalam pengupasan akan mengakibatkan bahanmudah mengalami oksidasi
menghasilkan warna coklat (pencoklatan) (Saksono, 1986).
Pengupasan terdiri dari tiga macam cara yaitu pengupasan secara mekanis, khemis(lye peeling)
dan uap bertekanan.
1. Pengupasan secara mekanis umumnya dilakukan dengan menggunakan pisau biasa atau
stainless steel. Namun, untuk mendapatkan hasil akhir yang baik sebaiknya menggunakan pisau
yang berbahan stainless steel jika akan mengupas bahan pangan seperti buah-buahan agar tidak
terjadi pewarnaan gelap yang dapat mempengaruhi kenampakan produk. Efisiensi pengupasan
rendah dan lebihefektif untuk mengupas bahan yang berukuran besar.
2. Pengupasan secara khemis (lye peeling), pada umumnya digunakan untuk mengupas buah dan
sayuran berkulit tipis (kentang, wortel) serta biji-bijian berkulit ari. Larutan yang digunakan
adalah larutan NaOH 1% pada suhu 93°C selama 0,5 – 5 menit tergantung jenis bahannya. Untuk
mempermudah pelepasan kulit, pengupasan khemis umumnya dikombinasi dengan
penyemprotan dan pencucian dengan air.
3. Pengupasan menggunakan uap bertekanan. Cara ini pada umumnya digunakan untuk
pengupasan ketela rambat dan beet (Praptiningsih, 1999).
Buah-buahan yang mengandung zat tanin akan mengalami pewarnaan menjadi gelap apabila
dikupas dengan pisau. Karena adanya ion Ca++,Mg++dan Fe++ . Tanin akan membentuk
senyawa yang berwarna gelap. Adanya asam-asam organik yang banyak terdapat pada buah-
buahan akan menyebabkan terjadinya korosi pada pisau yang digunakan untuk pengupasan.
Pengupasan secara khemis banyak dilakukan pada buah-buahan dan sayur-sayuran yang
berkulit tipis dan biji-bijian yang berkulit ari.
C. Konsentrasi larutan dan lamanya perendaman bervariasi tergantung jenis dan kualitas bahan.
Selain pengupasan secara mekanis dan khemis, pengupasan dapat dilakuakan dengan
menggunakan uap bertekanan yang dilakukan dengan tekanan 1500 Kpa selama 15-30 detik.
Kemudian dapat diikuti dengan penyemprotan dengan air. Cara ini dapat dilakukan pada ketela
rambat, beet dll. Cara pengupasan dengan cara lain lagi yaitu dengan cara Flame Peeling, namun
cara ini dapat mengakibatkan kehilangan komposisi bahan sebesar 9%, sebab cara ini dilakukan
dengan pemanasan pada suhu 1000oC yang dilakukan dengan penyemprotan air. Biasanya cara
ini dilakukan pada bahan-bahan seperti bawang putih (Koswara, 2009).
Protopektin merupakan istilah senyawa-senyawa pektin yang tidal larut, yang banyak
terdapat pada jaringan tanaman yang masih muda, hal itu mengapa dibutuhkan konsentrasi
larutan NaOH yang lebih tinggi untuk dapat mengelupaskan kulit dari bahan makanan yang
masih muda atau belum masak. Bila jaringan-jaringan tanaman ini dipanaskan di dalam air yang
juga mengandung basa maka protopektin dapat diubah menjadi pectin yang dapat terdispersi oleh
air, sehingga jaringan-jaringan tanaman itu menjadi lunak, empuk dan kulitnya mudah terkelupas
(Jenny, 1988
PEMBAHASAN
Pengupasan yaitu salah satu tahap pra-proses pengolahan yang dilakukan sebagai salah satu cara
untuk memisahkan bagian yang dapat dimakan dengan kulitnya. Pada percobaan kali ini ada tiga
macam metode pengupasan yang digunakan, yaitu cara mekanik (dengan menggunakan pisau)
dan cara khemis (dengan menggunakan larutan kimia yang biasanya menggunakan larutan
NaOH) dan menggunakan air mendidih. Pada pengupasan secara mekanis, bahan yang dikupas
adalah bawang merah yang dilakukan dengan dua kali ulangan dengan menggunakan alat berupa
pisau. Sebelum dikupas, bawang merah ditimbang untuk mengetahui berat awal sebelum
pengupasan. Kemudian menimbang kembali bawang merah setelah dilakukan pengupasan
sebagai berat akhir. Sehingga nantinya dapat diketahui efisiensi pengupasan dengan
menggunakan pisau tersebut.
Senyawa logam yang terdapat pada pisau biasa yaitu Fe mempunyai sifat dan pengaruh
yang jelek terhadap bahan pangan, sedangkan di dalam bahan pangan itu sendiri umumnya juga
ada senyawa logam seperti Mg pada klorofil, Cu, Zn dan Mn sebagai enzim, Co sebagai vitamin
B12 dan lainnya. Ion-ion logam itu dapat dengan mudah terlepas dari ikatan kompleksnya karena
terjadinya degradasi maupun hidrolisis selain itu ion-ion logam bebas tersebut juga mudah
bereaksi dengan logam lainnya dan menyebabkan perubahan warna, ketengikan, kekeruhan,
maupun perubahan rasa pada bahan pangan.
Cara pengupasan yang kedua adalah secara khemis (lye peeling), dimana pengupasan ini
digunakan untuk mengupas buah dan sayuran yang berkulit tipis. Larutan yang digunakan adalah
NaOH 1% pada suhu 93°C selama 0 – 5 menit tergantung jenis bahannya. Untuk mempermudah
pengupasan biasanya dikombinasikan dengan penyemprotan dan pencucian dengan air dingin. Di
dalam bahan pangan umumnya terdapat senyawa fenol, jika senyawa tersebut rusak maka akan
mudah teroksidasi dan menyebabkan pencoklatan enzimatik.
Pada beberapa bahan pangan ada yang mempunyai kandungan senyawa fenol yang tinggi seperti
kentang, apel, persik, pisang, alpukat, daun teh dan biji kopi. Enzim yang terlibat dalam
pencoklatan enzimatik tersebut disebut enzim polifenoloksidase atau polifenolase, yaitu enzim-
enzim yang mampu mengoksidasi senyawa fenol menjadi o-kuinon. Substrat enzim polifenol
oksidase adalah senyawa fenol yang terdapat pada jaringan tumbuhan yaitu flavanoid termasuk
katekin, antosianidin, leukosantosianidin, flavonoldan turunan asam sinamat.
Akibat nyata dari adanya proses pengupasan adalah berkurangnya berat bahan. Dari hasil
praktikum diperoleh hasil bahwa berat bahan yang dikupas menggunakan pisau beratnya
berkurang dengan rata-rata 0,0868 Kg dari berat awal 0,095 Kg, sedangkan dengan
menggunakan larutan alkali berat bahan berkurang rata-rata 0,06064 Kg dari 0,007 Kg. Berat
yang berkurang pada penggunaan metode air mendidih adalah 0,00174 Kg dari berat awal 0,01
Kg, untuk metode uap air mendidih berat yang hilang sebesar 0,00112 Kg dari berat awal 0,011
Kg. Efisiensi dari berat bahan yang dapat dimakan pada pengupasan dengan pisau biasa adalah
42 %, menggunakan NaOH adalah 134 %, menggunakan air mendidih 82,6 % , uap air mendidih
89 %. Perubahan warna juga terjadi dari hasil setelah pengupasan, yaitu menghasilkan warna
yang tidak secerah kondisi awal. Menggunakan larutan NaOH perubahan warna sangat terlihat
jelas menjadi ungu kehijauan.
Protopektin merupakan istilah senyawa-senyawa pektin yang tidal larut, yang banyak
terdapat pada jaringan tanaman yang masih muda, hal itu mengapa dibutuhkan konsentrasi
larutan NaOH yang lebih tinggi untuk dapat mengelupaskan kulit dari bahan makanan yang
masih muda atau belum masak. Bila jaringan-jaringan tanaman ini dipanaskan di dalam air yang
juga mengandung basa maka protopektin dapat diubah menjadi pectin yang dapat terdispersi oleh
air, sehingga jaringan-jaringan tanaman itu menjadi lunak, empuk dan kulitnya mudah
terkelupas.
Untuk jenis bahan yang sama seharusnya efisiensi dan daya kupas dari perlakuan dengan
menggunakan larutan NaOH 1% selama 5 menit memiliki nilai yang paling besar dibandingkan
dengan perlakuan berurut dari larutan NaOH 1% selama 2,5 menit; larutan NaOH 0,5% selama 5
menit; larutan 0,5% selama 2,5 menit; aquades selama 5 menit dan aquades selama 2,5 menit.
Dengan semakin tinggi konsentrasi dan semakin lama pemanasannya maka seharusnya semakin
banyak kulit dari bahan yang terkelupas dengan sendirinya dan terkelupas dengan mudah
dibandingkan dengan perlakuan-perlakuan lainnya. Pada keadaan normal, beberapa buah dan
sayur memiliki senyawa fenol dan enzim fenolase yang letaknya tepisah oleh dinding pembatas
pada sel. Namun, pengupasan menyebabkan dinding pembatas antara substrat senyawa fenolik
dan enzim tersebut menjadi pecah atau rusak. Akibatnya, bentuk kuinol akan berubah menjadi
bentuk kuinon bila ada reaksi antara keduanya dan udara (O2). Lebih lanjut, kuinon akan
berkondensasi dan menimbulkan warna coklat. Jika salah satu dari ketiga komponen penentu
terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis tersebut tidak terpenuhi, maka reaksi dari browning
enzimatis tidak dapat terjadi.

Anda mungkin juga menyukai