Anda di halaman 1dari 13

Macam – macam suara nafas tambahan

Pada pemeriksaan fisik paru, salah satu tahap yang terpenting adalah pemeriksaan auskultasi
yang bertujuan untuk menilai pergerakan udara pada jalan napas besar sampai sedang dan
untuk membuat kesimpulan tentang jalan nafas, parenkim dan rongga pleura. Diafragma
stetoskop (dihangatkan dengan memegang atau menggenggamnya dengan kuat pada telapak
tangan digunakan untuk asukultasi paru rutin. (1)Pada pemeriksaan fisik paru, ada beberapa
suara yang dapat didengar secara langsung tanpa alat bantu. Di antaranya adalah:

Suara batuk: Suara batuk, baik berdahak maupun tidak, menunjukan gangguan pada daerah
bronkus maupun bronkiolus.

Suara mengi (wheezing): Suara ini dapat didengar baik pada saat inspirasi maupun
ekspirasi. Wheezing merupakan suara nafas seperti musik yang terjadi karena adanya
penyempitan jalan udara atau tersumbat sebagian. Obstruksi seringkali terjadi sebagai akibat
adanya sekresi atau edema. Bunyi yang sama juga terdengar pada asma dan banyak proses
yang berkaitan dengan bronkokonstriksi. Mengi dapat dihilangkan dengan membatukannya.

Kondisi ini biasanya disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa, hilangnya penyokong
elastik, dan berlikunya saluran nafas. Asma maupun obstruksi oleh bahan intralumen, seperti
benda asing atau sekresi yang diaspirasi, merupakan penyebabnya pula. Wheezing yang tidak
berubah dengan batuk, mungkin menunjukan bronkus yang tersumbat sebagian oleh benda
asing atau tumor.

Mengi berasal dari bronki oleh osilasi kontinyu dari dinding jalan nafas yang menyempit.
Mengi cenderung menjadi lebih keras pada ekspirasi. Ini disebabkan penyempitan jalan nafas
terjadi bila tekanan paru lebih tinggi seperti pada ekspirasi. Mengi inspirasi menunjukan
penyempitan jalan nafas yang berat.

Mengi dapat berasal dari bronki dan bronkiolus yang kecil. Bunyi yang terdengar mempunyai
puncak suara tinggi dan bersiul. Ronki berasal dari bronki yang lebih besar atau trakea dan
mempunyai bunyi yang berpuncak lebih rendah dari sonor. Bunyi-bunyi tersebut terdengar
pada klien yang mengalami penurunan sekresi.

Frekuensi mengi bervariasi . Nada ditentukan kecepatan aliran udara, dan tidak berkaitan
dengan panjangnya jalan nafas dan ukurannya. Mengi bernada tinggi, ditimbulkan bronkus
kecil, kualitasnya seperti bunyi siulan, sedangkan mengi yang bernada rendah timbul dari
bronkus yang lebih besar.

Mengi merupakan petunjuk yang buruk untuk menentukan berat ringannya obstruksi jalan
nafas. Pada obstruksi jalan napas berat, mengi dapat menghilang karena ventilasi sangat
rendah sehingga kecepatan aliran udara berkurang di bawah tingkat kritis yang diperlukan
untuk menimbulkan bunyi napas. Obstruksi bronkus menetap seperti pada karsinoma paru,
cenderung menyebabkan mengi terlokalisasi atau unilateral yang memiliki nada tunggal yang
musikal (monofonik) dan tidak menghilang dengan batuk. Suatu dada yang sunyi pada pasien
dengan serangan asma akut biasanya merupakan tanda buruk dan menunjukan beratnya
obstruksi.
Stridor: merupakan suara berkerok secara teratur. Suara ini terjadi karena ada penyumbatan
di daerah laring. Stridor dapat berupa inspiratoir atau ekspiratoir. Yang paling banyak adalah
stridor inspiratoir yang dapat terjadi pada tumor, peradangan pada trakea, atau karena ada
benda asing di trakea.

Suara serak (hoarseness), terjadi karena kelumpuhan pada saraf laring atau peradangan pita
suara.

Aliran turubulensi udara terjadi pada trakea dan jalan udara yang besar. Suara yang
ditimbulkannya mempunyai nada yang keras, dinamakan suara trakeal. Pada percabangan-
percabangan bronkus yang besar, akan terdengar suara bronkus vesikular (campuran antara
suara bronkial dan vesikular). Selanjutnya, percabangan bronkus kecil (percabangan ke-15)
sampai distal akan memberikan nada yang lebih rendah karena adanya jaringan paru sebagai
saringan udara.

Suara nafas, dilukiskan sebagai normal atau menurun kualitasnya. Penyebab penurunan suara
nafs terdapat pada emfisema paru, pneumotoraks, penebalan pleura dan penebalan otot-otot
dada/lemak pada obesitas. Auskultasi dilakukan berurutan dengan selang-seling dada kiri dan
kanan (zig-zag). Termasuk diauskultasi juga daerah aksila selanjutnya berpindah ke bagian
belakang yang sama diauskultasi seperti bagian depan.

Pada auskultasi terdapat 2 bunyi, yaitu bunyi nafas pokok dan bunyi nafas tambahan.

A. Bunyi nafas pokok:

1. Vesikular, terdengar sebagai bunyi yang tenang, bernada rendah. Suara ini terdapat
pada paru yang normal, di mana suara inspirasi lebih keras dan lebih tinggi nadanya
serta 3x lebih panjang daripada ekspirasi. Suara vesikular diproduksi oleh udara jalan
nafas di alveol. Suaranya menyerupai tiupan angin di daun-daunan. Antara inspirasi
dan ekspirasi , tidak ada bunyi nafas tambahan. Bunyi ini normalnya terdengar di
seluruh bidang paru, kecuali di atas sternum atas dan di antara skapula. Bunyi nafas
vesikular disertai ekspirasi yang memanjang dapat terjadi pada emfisema paru.

2. Bronkial. Bunyi bronkial terdengar biasanya terdengar lebih keras dan dengan nada
yang lebih tinggi dibandingkan bunyi vesikular. Turbulensi udara di dalam bronkus
kartilaginosa dapat menimbulkan bunyi pernafasan ini. Dibandingkan dengan bunyi
vesikuler, bunyi bronkial lebih kasar dan nadanya lebih tinggi.Bunyi pernafasan
bronkialhampir hilang seluruhnya ketika mereka melintasi sekat alveolus. Oleh karena
itu, mereka biasanya tidak terdengar di bagian perifer paru-paru normal. Dalam
keadaan normal, dapat terdengar di daerah interskapular, juga di atas trakea. (5)
Biasanya, terdapat alveoli yang terisi eksudat atau konsolidasi tapi lumen bronkus
atau bronkial masih terbuka. Baik suara inspirasi maupun ekspirasi sama atau lebih
panjang dari inspirasi. Suara bronkial ini terdapat pada daerah konsolidasi atau
dibagian atas daerah efusi pleura.

3. Bronkovesikular, merupakan bunyi yang terdengar antara vesikular dan bronkial, di


mana ekspirasi menjadi lebih keras, lebih tinggi nadanya, dan lebih memanjang
hingga hampir menyerupai inspirasi. Bunyi ini dapat didengar pada tempat-tempat
yang ada bronkiolus besar yang ditutupi satu lapisan tipis alveolus. Suara ini secara
spesifik dapat didengar antara skapula dan pada kedua sisi sternum. (5)Penyakit yang
menyebabkan misalnya adalah penyakit paru dengan infiltrat misalnya
bronkopneumonia, tuberkulosis paru.

4. Amfotrik, didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya perifer dan
berhubungan terbuka dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol kosong.

Bunyi bronkial dan bronkovesikular yang terdengar di semua tempat di paru menandakan
keadaan patologi. Bunyi ini biasanya menunjukan area yang mengalami konsolidasi pada
paru (misalnya pnemuonia dan gagal jantung) dan membutuhkan evaluasi lebih lanjut.

Kualitas dan intensitas bunyi napas ditentukan selama auskultasi. Jika aliran udara menurun
akibat obstruksi bronkial (atelektasis) atau ketika cairan (efusi pleural) atau jaringan
(obesitas) memisahkan saluran udara dari stetoskop, maka bunyi napas akan menghilang atau
tidak terdengar. Sebagai contoh, bunyi napas penderita emfisema dapat samar bahkan tidak
terdengar.

Kadang-kadang, untuk memberikan resonansi vokal dan dengan jelas memberikan perbedaan
suara nafas pada beberapa lapangan paru, seringkali pasien diminta mengucapkan beberapa
kata seperti 77 dan 99.

B. Bunyi Nafas Tambahan

Bunyi nafas tambahan merupakan suara getaran dari jaringan paru yang sakit. Semestinya,
suara ini tidak ada pada kondisi normal. Bunyi nafas tersebut, di antaranya adalah:

1. Ronki kering, merupakan bunyi yang terputus, terjadi oleh getaran dalam lumen
saluran nafas akibat penyempitan. Kelainan ini terjadi pada mukosa atau adanya
sekret yang kental dan lengket. Terdengar lebih jelas pada ekspirasi walaupun pada
inspirasi sering terdengar juga. Suara ini dapat terdengar di semua bagian bronkus,
makin kecil diameter lumen, makin tinggi dan makin keras nadanya. Wheezing
merupakan ronki kering yang tinggi nadanya dan panjang yang biasa terdengar pada
serangan asma.

2. Ronki basah. Ronki basah sering juga disebut dengan suara krekels (crackles) atau
rales. Ronki basah merupakan suara berisik dan terputus akibat aliran udara yang
melewati cairan. Ronki basah halus, sedang atau kasar tergantung pada besarnya
bronkus yang terkena dan umumnya terdengar pada inspirasi. Ronki basah halus
biasanya terdapat pada bronkiale, sedangkan yang lebih halus lagi berasal dari
alveolus yang sering disebut krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi.
Sifat ronki basah ini dapat nyaring (infiltrat)atau tidak nyaring (pada edema paru).
Krekel dapat dihilangkan dengan batuk, tapi mungkin juga tidak. Krekels
mencerminkan inflamasi atau kongesti yang mendasarinya dan sering timbul pada
kondisi seperti pneumonia,bronkitis, gagal jantung kongesti, bronkiektasis, dan
fibrosis pulmonal serta khas pada pneumonia dan interstitial atau fibrosis.Timing
(waktu) ronkhi ini sangat penting. Ronki inspirasi awal menunjukan kemungkinan
penyakit pada jalan napas kecil, dan khas untuk hambatan jalan napas kronis. Ronki
lainnya terdengar pada inspirasi awal dan bersifat kasar sedang. Ronki berbeda
dengan yang terdengar pada gagal ventrikel kiri yang terjadi di akhir siklus
pernapasan.
Ronki pada inspirasi akhir atau paninspirasi menunjukan kemungkinan penyakit yang
mengenai alveoli dan dapat bersifat halus, sedang, atau kasar. Ronki halus dideskripsikan
sebagai bunyi rambut yang digosok-gosok dengan jari-jari tangan. Bunyi ini secara khas
disebabkan oleh fibrosis paru. Ronki sedang biasanya akibat gagal ventrikel kiri, bila ada
cairan alveoli merusak fungsi dari surfaktan yang disekresi dalam keadaan normal. Ronki
kasar khas untuk pengumpulan sekret yang tertahan dan memiliki kualitas seperti mendeguk
yang tidak mengenakan. Bunyi ini cenderung berubah dengan batuk yang juga memiliki
kualitas yang sama. Bronkiektasis paling sering menyebabkan terjadinya ronki, tetapi setiap
penyakit yang menimbulkan retensi sekret dapat menyebabkan gangguan ini.

Ronki mungkin disebabkan oleh hilangnya stabilitas jalan napas perifer yang kolaps pada saat
ekspirasi. Tekanan inspirasi yang tinggi menyebabkan terjadinya pemasukan udara cepat ke
dalam unit-unit udara distal. Hal ini menyebabkan pembukaan yang cepat dari alveoli dan
bronkus kecil atau bronkus sedang yang mengandung sekret pada bagian-bagian paru yang
berdeflasi sampai volume residu.

3. Bunyi gesekan pleura (p.viseralis dan p. parietalis). Bunyi ini terjadi akibat inflamasi
permukaan pleura yang mengakibatkan bunyi krekling. Bunyi ini paling jelas terdengar pada
akhir inspirasi dan awal ekspirasi. Seringkali, bunyi ini dilukiskan sebagai bunyi yang dibuat
dengan menkeriat-keriutkan kulit yang sudah disamak. Bunyi ini dapat terdengar terutama
bila permukaan pleura menjadi kasar atau menebal karena sel-sel radang atau neoplasma atau
endapan fibrin.

Bunyi terdengar cukup jelas dan dapat ditingkatkan dengan memberikan tekanan pada
dinding dada menggunakan bagian kepala stetoskop. Bunyi ini dapat ditirukan dengan
menggesekan ibu jari dan jari telunjuk di dekat telinga. Bunyi grating dari friction rub ini
tidak dapat diubah dengan membatukannya. Jika hanya terdengar selama inspirasi, bunyi ini
mungkin sulit dibedakan dari krekels, yang mungkin terdengar multiple dan terlalu nyaring
sehingga yang diduga adalah bunyi krekels. Friction rub terdengar sangat baik pada
permukaan anterior lateral bawah toraks.

4. Hippocrates succusion, merupakan suara cairan pada hidropneumotoraks yang terdengar


bila pasien di goyang-goyangkan.

Sumber :

Willms JL, Schneiderman, Algranati PS. Evaluasi Diagnosis&Fungsi di Bangsal: Perkusi dan
Auskulatasi pada Dada Anterior. Jakata: EGC;2005. P. 204.

Swartz MH. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit EGC; 1995. P. 162,175

Muttaqin A. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan:


Pengkajian Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit
Salemba Medika. P. 53-7.

Markum HMS. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis: Pemeriksaan Fisis Paru. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2007.

Burnside, McGlynn. Adams Diagnosis Fisik. 17thed. Jakarta: EGC; 1995. P. 200-7.
Anemia

Adalah suatu keadaan yang menggambarkan kadar Hb, Ht dan jumlah eritrosit kurang dari
normal sesuai dengan umur dan jenis kelamin.

Menurut WHO (1972) : kadar Hb normal adalah sbb. :

 Umur 6 bulan – 6 tahun = 11 gr %

 Umur 6 tahun – 14 tahun = 12 gr %

 Laki-laki dewasa = 13 gr %

 Wanita dewasa tdk hamil = 12 gr %

 Wanita dewasa hamil = 11 gr %

Gejala :

1. Pucat 4. Mata berkunang setelah jongkok

2. Pusing 5. Mudah lelah

3. Palpitasi 6. Penurunan aktivitas

Pembagian anemia berdasarkan etiologi dan fisiologi :

1. Anemia defisiensi 3. Anemia hemolitik

2. Anemia aplasia 4. Anemia post hemorrhagic

Penyakit darah lain :

5. Leukemia

6. Trombasitopenia / Idiopatik trombositopenia purpura (ITP)

Pembagian anemia berdasarkan morfologi :

1. Makrositik anemia 3. Mikrositik ringan

2. Normositik anemia 4. Hipokromik mikrositer


Pembagian anemia berdasarkan indeks sel darah merah:

MCV = Ht x 10

Jumlah RBC (juta/ml)

= N

40 + 7 m3

MCH = Hb x 10

Jumlah RBC (juta/ml)

= 30 + 3

MCHC = Hb x 100 %

Ht

= 33 + 2

Jenis Anemia MCV MCHV

Makrositik
> 94 > 30

Normositik
80 – 94 > 30

Mikrositik ringan
< 80 > 30

Hipokrom mikrositik
< 80 < 30

1. Anemia Defisiensi

Ada 2 jenis :

1. Anemia defisiensi besi (Fe)

2. Anemia defisiensi vitamin B12 (asam folat)

1. 1. Anemia defisiensi besi (Fe)


Adalah anemia yang primer disebabkan oleh kekurangan zat besi dengan cirri-ciri gambaran
darah beralih dari normositik normokrom menjadi mikrositik hipokrom dan memberi respon
terhadap pengobatan senyawa besi. (WHO : 1959)

Gambaran klinis :

Gejala klinis:

1. Anemia umumnya

2. Perubahan pada jaringan dan epitel dan atropi papilla lidah

3. Gangguan sistim neuromuscular

4. Cardiomegali

Kriteria diagnosa anemia defisiensi besi menurut WHO :

1. Hb kurang dari normal sesuai umur

2. Serum Fe < 50 mirogram (N=80-100)

3. Konsentrasi Hb-eritrosit < 31 % (N=32-35)

4. Jenuh transperin < 15 % (N=20-50)

5. Hipokrom mikrositer

Etiologi :

1. Pengadaan zat besi tidak adekuat, hal ini dapat disebabkan oleh :

o Jenis makanan kurang mengandung zat besi

o Muntah-muntah berulang

o Infeksi berulang

1. Malabsorpsi (enteritis & PCM)

2. Pengeluaran Fe yang berlebihan, ex: infeksi cacing, amubiasis

3. Kebutuhan Fe yang meningkat (pada masa pertumbuhan, infeksi kronis/menahun)

Therapi :
1. Sulfosteroid, 30 mg/KgBB/hari

2. Transfusi PRC bila HB < 3 gr %

2. Anemia defisiensi Vitamin B12

 Gambaran klinis sama seperti anemia defisiensi Fe.

 Pd pem. lab. : Gambaran darah tepi : Normokrom makrositer.

 Kadar vitamin B12 menurun , Th/ Vit. B12 = 3 x 10 mg

2. Anemia Aplastik

Adalah anemia kekurangan RBC akibat sumsum tulang yang tidak dapat bekerja untuk
membentuk sel darah merah.

Etiologi :

1. Didapat, ex: bahan kimia seperti benzena, sinar Ro, obat : cloramphenikol.

2. Familiar, (diturunkan Ú penyakit fankoni)

3. Virus

4. Idiopatik

Gambaran klinis :

Bila penyakit berlangsung cepat, gejala utama yang menonjol adalah demam, dan jika
penyakit berlangsung lambat maka gejala yang menonjol adalah kelemahan dan kelelahan.

Bila timbul trombositopenia Ú terjadi perdarahan pada hidung, mulut, dsb.

Diagnosa :

Ditegakkan dengan adanya trias (anemia, lekopeni, trombositopeni) disertai gejala klinis
panas, pucat, perdarahan, yang penting adalah tanpa hepatosplenomegali.

Diagnosa pasti :

Bone marrow Ú dari lumbal, akan didapatkan sel-sel sangat kurang dan banyak jaringan ikat
dan jaringan lemak.

Therapi :

1. Mencari dan menghindarkan obat-obat atau bahan kimia sebagai penyebab

2. Obat-obatan terhadap anemia


3. Pengobatan perdarahan Ú suspensi trombosit

4. Mencegah dan mengatasi infeksi

5. Stimulasi dan regenerasi sumsum tulang. Ex: Prednison 20 mg/hari.

6. Transplantasi sumsum tulang

Anemia Hemolitik

Etiologi :

1. Dari sel RBC sendiri / intra corpuscular

2. Didapat dari luar

Intra corpuscular, antara lain :

1. Kelainana struktur membran sel

2. Kekurangan enzim untuk metabolisme sel (G6PD)

3. Kelainan Hb / Hemoglobinopati

Ada 2 macam :

a. Gangguan pembentukan Hb / Thalasemia

b. Gangguan asam amino dalam Hb.

BRONKOPNEUMONIA
Bronkopenumonia adalah inflamasi pulmo yang dimulai dari bronkiolus terminal
kemudian bronkiolus terminal ini menjadi tertutup oleh eksudat mukopurulen yang kemudian
menjadi konsolidat tak lengkap dari lobulus yang berdekatan (Douglas, 2007).
Bronkopneumonia merupakan tipe pneumonia bakterial yang diklasifikasikan berdasarkan
distribusi anatomis dari konsolidasi pulmo, dimana salah satu tipe pneumonia yang lain ialah
penumonia lobaris.
Patofisiologi
Infeksi saluran nafas terjadi lebih sering dibandingkan dengan infeksi organ lainnya.
Mayoritas infeksi saluran nafas disebabkan oleh virus akan tetapi infeksi pulmo yang
disebabkan bakteri, virus atau mikoplasma bertanggung jawab terhadap morbiditas yang
besar. Infeksi pulmo karena berbagai organisme ini disebut pneumonia (Kumar, 2010).
Pneumonia dapat didefinisikan sebagai infeksi akut parenkim paru (Pudjiadi, 2010).
Pneumonia dapat terjadi sebagai akibat terganggunya pertahanan lokal paru atau pertahanan
sistemik tubuh pejamu sedang turun. Faktor-faktor yang mempengaruhi secara umum berupa
penyakit kronis, defisiensi imun dan leukopenia.
Pertahanan lokal paru dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
• Hilangnya atau tertekannya refleks batuk. Sebagai akibat dari koma, anastesia,
gangguan neuromuskular, obat-obatan.
• Jejas aparatus mukosiliar, baik itu akibat terganggunya fungsi siliar atau destruksi dari
epitel bersilia karena merokok, inhalasi gas korosif, penyakit viral atau defek genetik
(contoh: sindrom silia imotil)
• Akumulasi sekresi seperti dalam kondisi fibrosis kistik atau obstruksi bronkial.
• Gangguan fagositik
• Kongesti pulmo atau oedem pulmo
Pneumonia bakterialis mempunyai dua pola distribusi anatomis: bronkopneumonia dan
pneumonia lobaris.

Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh berbagai bakteri termasuk Streptococcus


pneumoniae dan Klebsiella pneumoniae (Walter, 2008). Konsolidasi tidak lengkap dari pulmo
merupakan karaktertistik dominan dari bronkopneumonia sedangkan konsolidasi
fibrinosupuratif dari bagian besar lobus atau keseluruhan lobus disebut pneumonia lobaris.
Pembagian anatomis dan klasik ini seringkali sulit diaplikasikan kepada kasus individual
dikarenakan adanya pola yang tumpang tindih. Konsolidasi tidak lengkap dari
bronkopneumonia dapat menjadi konfluen dan berubah menjadi pneumonia lobaris yang
nyata. Sebaliknya, terapi antibiotik yang efektif terhadap semua bentuk pneumonia dapat
membatasi konsolidasi subtotal. Lebih jauh, organisme yang sama dapat menunjukkan kedua
pola pneumonia tergantung kepada kerentanan pasien. Yang paling penting secara klinis ialah
identifikasi agen kausatif dan menentukan keparahan penyakit (Kumar, 2010).
Foki bronkopneumonia adalah area inflamasi supuratif akut yang terkonsolidasi.
Konsolidasi dapat tersebat tak merata dalam satu lobulus tetapi lebih sering multilobular,
bilateral dan didaerah basal diakibatkan efek gravitasi sehingga sekresi cenderung ke daerah
basal. Lesi yang telah berkembang sedikit meninggi, kering, granular, merad sampai kuning
dan sulit ditentukan batasnya. Secara histologis reaksinya menimbulkan eksudat yang
supuratif, kaya neutrofil yang memenuhi bronchi, bronchiolus dan spasium alveolar terdekat.
Beberapa faktor resiko spesifik untuk terjadinya bronkopneumonia antara lain adanya
kondisi medis kronis (contoh: keganasan, sirosis, penyakit jantung iskemik, penyakit
neurodegeneratif), umur ekstrim (terlalu muda atau terlalu tua), defisiensi imunoglobulin
(leukemia, limfoma), tidak adanya spleen (Walter, 2008).
Komplikasi dari penumonia antara lain:
 Destruksi jaringan dan nekrosis menyebabkan terbentuknya abses (terutama infeksi oleh
pneumokokus tipe 3 atau infeksi Klebsiella)
 Penyebaran infeksi ke kavitas pleuralis menyebabkan empyema
 Diseminata bakterialis ke katub jantung, perikardium, otak, ren, spleen atau sendi dan dapat
menyebakan abses metastatik, endokarditis, meningitis atau artritis supuratif.

Manifestasi klinis
Pasien biasanya akan mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel dan sesak nafas.
Pada bayi, gejalanya tidak khas, seringkali demam dan batuk. Pada anak yang lebih besar
kemungkinan akan mengeluhkan nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan
sianosis. Pada bayi yang lebih tua grunting ini jarang ditemukan. Gejala yang lebih sering
terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, sesak nafas, dn iritabilitas. Pada anak
kelompok prasekolah dapat dijumpai panas, batuk produktif atau nonproduktif, takipneu dan
dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada (Pudjiadi, 2010).
Pada auskultasi akan terdengar suara nafas menurun, fine crackles (krepitasi) yang
khas pada anak besar. Pada bayi krepitasi mungkin jarang ditemui. Gejala lain yang dapat
ditemui ialah redup pada perkusi, fremitus meurun, nyeri dada akibat iritasi pleura.
Pemeriksaan Penunjang
Rontgen Toraks posterior-anterior merupakan dasar utama diagnosis penumonia.
Dapat ditambah foto lateral jika diperlukan informasi tambahan. Gambaran radiologis dari
bronkopneumonia ialah pada foto thoraks tampak infiltrat peribronkial yang semiopak dan
inhomogen didaerah hilus yang menyebabkan batas jantung menghilang (Shiloute sign).
Tampak juga air bronkogram, dapat terjadi nekrosis dan kavitasi pada parenkim paru. Pada
keadaan lebih lanjut dimana semakin banyak alveolus yang terlibat maka gambaran opak
menjadi terlihat homogen (Ghazali, 2008).

Tatalaksana
Diagnosis etilogik pneumonia sangat sulit dilakukan sehingga pemberian antibiotik
secara empirik dilakukan dan berdasar atas bakteri kausatif tersering yaitu streptokokus
pneumoniae dan haemofilus influenza.
Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur. Untuk bayi dibawah 3 bulan
diberikan golongan penisilin dan aminoglikosida. Untuk usia >3bulan, ampisilin dipandu
dengan kloramfenikol merupakan obat pilihan pertama. Bila keadaan pasien berat atau
terdapat empiema, antibiotik pilihan adalah golongan sefalosporin. Antibiotik intravena yang
dianjurkan adalah kombinasi ampisilin dan kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxone,
cefuroxime dan cefotaxime (Pudjiadi, 2010)..
Daftar Pustaka
Douglas M. Anderson. 2007. Dorland's Illustrated Medical Dictionary, 31e. Saunders: USA
Ghazali Rusdy. 2008. Radiologi Diagnostik. Pustaka Cendekia Press: Yogyakarta
Kumar, 2010. Robbins and Cotran pathologic basis of disease. – 8th ed. Saunders elsevier:
Philadelphia.
Pudjiadi A, Hegar B, Setyo H, Hikmah S, Ellen P, Eva D, 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. PP IDAI: Jakarta
Walter L. Kemp. 2008. The Big Picture: Pathology. The McGraw-Hill Companies: USA

Anda mungkin juga menyukai