Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Anestesiologi merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang tidak
berorientasi pada organ atau umur, tetapi pada fungsi. Dengan demikian maka
hubungan dengan cabang-cabang ilmu kedokteran (klinik) yang lain cukup banyak,
bahkan seringkali di ruang lingkup anestesi merupakan titik temu persilangan cabang
ilmu medik dan bedah.1
Pemilihan jenis anestesi sangat bergantung pada kemampuan dan pengalaman,
peralatan dan obat-obatan yang tersedia dan keadaan klinis. Selain itu, pemilihan
teknik anestesi juga ditentukan oleh kondisi klinis pasien, waktu, tindakan gawat
darurat, keadaan lambung.2
Anestesi umum tergantung pada kerja obat pada sistem saraf pusat, yang
mengakibatkan kesadaran hilang dan depresi terhadap rangsangan sakit. teknis
anestesi konduksi (regional) dengan menggunakan obat yang mempunyai efek lokal
yaitu dengan memblok impuls saraf sebelum sampai pada sistem saraf pusat.2
regional anestesi adalah salah satu teknik anestesi untuk anggota/daerah tubuh
tertentu, khususnya daerah lengan dan abdomen bagian bawah/tungkai. Keuntungan
anestesi regional adalah penderita tetap sadar, tidak diperlukan pengelolaan jalan
napas, teknik sederhana, penggunaan alat minimal.1
Anastesi regional adalah blok hambatan impuls nyeri dari suatu bagian tubuh
untuk sementara (reversibel) dengan cara menghambat imuls saraf sensoris. Fungsi
motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya namunpenderita tetap sadar.
Menurut teknik pemberian dibagi atas : Blok nerve, blok spinal, blok epidural,
analgesia regional intravena, blok kaudal.
Analgesia spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgetik lokal
kedalam ruang subarachnoid melalui interspace lumbal (antara vertebra L2-L3 atau
L3-L4 atau L4-L5

1
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi
yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif
lambat, ditandai dengan adanya degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi tulang pada
tepinya, sklerosis tulang subkondral, perubahan pada membran sinovial, disertai
nyeri, biasanya setelah aktivitas berkepanjangan, dan kekakuan, khususnya pada pagi
hari atau setelah inaktivitas. Penyakit ini disebut juga degenerative arthritis,
hypertrophic arthritis, dan degenerative joint disease. Osteoartritis adalah bentuk
artritis yang paling umum terjadi yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia
dewasa dan salah satu penyebab terbanyak kecacatan di negara berkembang.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. T
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Lakilaki
Agama : Islam
Pendidikan : S2
Pekerjaan : PNS
Berat Badan : 64 kg
Tinggi badan : 165 cm
Tanggal Operasi : 25 juli 2017

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama : Nyeri pada lutut kiri

B. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri lutut kiri sejak 3 hari
SMRS nyeri dirasakan sejak 10 tahun yang lalu, hingga kini nyeri dirasakan
semakin berat. Asam urat (+), deformitas (+).
C. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien memiliki riwayat penyakit yang sama sejak 10 tahun yang lalu
dengan riwayat arhritis pada lutut kiri.
D. Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.
E. Anamnesis yang berkaitan dengan anestesi :
- Riwayat alergi obat dan makanan tidak ada
- Riwayat kencing manis tidak ada

3
- Riwayat hipertensi ada
- Riwayat penyakit jantung ada
- Riwayat operasi sebelumnya ada yaitu operasi yang sama dengan
tindakan TKR dextra
- Riwayat penyakit ginjal tidak ada
- Penderita memiliki 5 gigi yang ompong dan tidak erdapat gigi palsu
 Riwayat AMPLE
o A (Alergy) : Tidak didapatkan Alergi terhadap obat, asma (-)
o M (Medication) : Sedang menggunakan pengobatan tertentu
: Ketorolac, Ranitidin, Amlodipin, bisoprolol,
atorvastatin.
o P (Past History of Medication) : Riwayat DM (-), HT (-), icterus (-),
riwayat penggunaan obat-obat (+).
o L (Last Meal) : Pasien terakhir makan ± 1 hari SMRS, mual (-), muntah
(-)
o E (Elicit History) : Nyeri pada lutut kiri sejak 3 hari SMRS

III. PEMERIKSAAN FISIK


B1 ( Breath) : Airway paten, nafas spontan, reguler, simetris, RR 20
x/m, pernapasan cuping hidung (-), snorig (-), stridor (-), buka mulut 3
jari, Mallampati score class II, JMH: >6 cm. Auskultasi: Suara napas
bronchovesiculer, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
B2 (Blood) : TD : 130/70, nadi 55x/menit (reguler), kuat angkat,
Akral hangat
B3 ( Brain) : Compos mentis, GCS 15, refleks cahaya +/+
B4 (Bladder) : BAB biasa dan BAK (kateter).
B5 (Bowel) : I : Datar, kesan normal
P: nyeri tekan (-),massa (-)

4
P: Tympani (+)
A: peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan (-), massa
B6 (Bone) : look : deformitas (+)
Feel : akral hangat (+), nyeri tekan (+)
Move : Gerak terbatas (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah : Hb : 11,6 gr/dL
WBC : 14,1 103/MM3
PLT : 349 103/MM3
RBC : 4,06103/MM3
HCT : 35,4 %
MCV : 87,2 uL
MCH : 28,6 pg
MCHC : 32,8 G/D
HBsAg: non reaktif
Fungsi ginjal : Cr : 1,39
Ur : 51,2
Fungsi hati SGPT : 16,0 UI
SGOT : 14,03 UI
GDS : 82,8 mg/dl
Radiologi : Rontgen Osteoarhtritis knee sinistra
Echocardiographi : ef 16 E A>1
EKG : HR ; 47x/menit, ST elevasi (+)

5
RESUME
V. DIAGNOSIS
A. Diagnosis umum : Osteoarthritis (OA) knee sinistra
VI. TINDAKAN OPERASI : Total Knee Replacment (s)

VII. TINDAKAN ANESTESI


1. Jenis anestesi : Regional Anestesi

2. Teknikanestesi : Sub-Arachnoid Blok

3. Obat anastesi : Bupivacaine Hyperbaric 0,5% sebanyak 20mg

4. Anestesi mulai : 11:00 WITA

5. Anestesi selesai : 13:20 WITA

6. Lama anestesi : 150 menit


7. Operasi mulai : 11.05 WITA

8. Operasi selesai : 13: 15 WITA

9. Anestesiologis : dr. Sofyan Bulango ,Sp.An

10. Ahli Bedah : dr. Harris., Sp.OT

A. Pre-operatif

1. Infus RL 20 tpm

2. Keadaan umum dan vital sign baik

6
B. INTRA OPERATIF

Monitoring Anestesi
160
140
120
100
80
60
40
20
0

Sistolik Nadi Diastolik

Keterangan :

: Mulai anestesi

: Mulai operasi

: Operasi selesai

: Anestesi selesai (sign out)

 Terapi Cairan
 BB : 64 Kg
 EBV : 75 cc/kg BB x 64 kg = 4800 cc
 Jumlah perdarahan : ± 500 cc
% perdarahan :500/4800 x 100% = 10,41 %
 Pemberian Cairan:
o Cairan masuk :
Durante operatif :Kristaloid RL 1000 cc
While blood : 350 cc

7
Total input cairan : 1350 cc
o Cairan keluar :
Durante operatif : Perdarahan : ± 500 cc
Urin : ± 200 cc
Total output cairan : ± 700cc

PERHITUNGAN CAIRAN
a. Input yang diperlukan selama operasi
1. Cairan Maintanance (M) : = 35 cc/KgBB/24jam
= 35 x 64 kg= 2248 cc/ 24 jam = 93 cc/jam
=1,55 cc/menit
Jadi jumlah cairan maintenance selama 2 jam 10 menit adalah = 217
ml
2. Cairan defisit pengganti puasa (P) :
Lama puasa x maintenance = 10 jam x 93 = 930 ml
Cairan yang masuk saat puasa :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 (𝑚𝑙)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠𝑎𝑛 (𝑡𝑝𝑚) 𝑥 𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑝𝑢𝑎𝑠𝑎 (𝑚)
= ⌊ ⌋
(20)
20 𝑥 600
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 (𝑚𝑙) = ⌊ (20)
⌋= 600 mL

Jadi, defisit cairan pengganti puasa selama 10jam 30 menit adalah


930 - 600 = 330 mL
3. Stress Operasi Sedang 6 : 6 cc x 64 kg = 384 ml/jam
4. Cairan defisit darah dan urin: 500 cc + 200 cc = 700 cc

Total kebutuhan cairan selama 2 jam 10 menit operasi = (217 ml+ 330
mL + 384 mL+ 700 mL= 1631 mL

8
b. Cairan masuk :
 Kristaloid : 1000 mL
 Whole blood : 350 ml
 Total cairan masuk : 1350 ml
c. Keseimbangan kebutuhan:
Cairan masuk – cairan dibutuhkan =1350 ml – 1631 ml = -281 ml
d. Perhitungan cairan pengganti darah :

35,4 − 30
= 4800 ⌊ ⌋
35,4 + 30
( )
2
= 732mL
Transfusi + 3x cairan kristaloid = volume perdarahan
0 + 3x = 500
3x=300
X : 3 x 500 = 1500 ml
Untuk mengganti kehilangan darah 300 cc diperlukan ± 1500cairan
kristaloid.

1.7 Post Operatif


1. Nadi, pernapasan, aktivitas motorik.
2. Memberikan antibiotik, H2 reseptor bloker dan analgetik.
o Nadi : 88 x/menit
o RR: 22 x/menit
o TD: 130/80
o VAS Score: 5
3. Skor pemulihan pasca anestesi: Bromage Score

9
 BROMAGE SCORE

NO KRITERIA SCORE NILAI


1 Dapat mengangkat 0
tungkai bawah
2 Tidak dapat menekuk 1
lutut tetapi dapat
mengangkat kaki
3 Tidak dapat mengangkat 2
tungkai bawah tetapi
dapat menekuk lutut
4 Tidak dapat mengangkat 3
kaki sama sekali
Keterangan:

Pasien dapat dipindah ke


bangsal jika score kurang
dari 2

Pada Pasien ini tidak dapat menekuk lutut namun dapat mengangkat kaki score
=1. Sehingga Pasien dapat dipindah ke bangsal karena bromagee score kurang
dari 2

10
BAB III
PEMBAHASAN

Saat sebelum melalui pembedahan, pada pasien ini di lakukan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, sehingga pasien digolongkan sebagai
ASA II karena didapatkan pasien dengan riwayat hipertensi dan pasien termasuk
dalam golongan geriatri. Adapun untuk menentukan status fisik (ASA).
Berdasarkan hasil pra operatif tersebut, maka dapat disimpulkan status fisik
pasien pra anestesi. American Society of Anesthesiologist (ASA) membuat klasifikasi
status fisik pra anestesia menjadi 5 kelas, yaitu :
ASA 1 : pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik
ASA 2 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai
sedang.
ASA 3 : pasien penyakit bedah disertai dnegan penyakit sistemik berat yang
disebabkan oleh berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwa.
ASA 4 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang
secara langsung mengancam kehidupnnya.
ASA 5 pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat yang
sudah tidak mungkin ditolong lagi, dioperassi ataupun tidak selama 24 jam
passien akan meninggal.
Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan Osteoarthritis sinistra et dextra
sehingga dilakukan tindakan Total Knee Replacement. Serta ditentukan rencana jenis
anestesi yang akan dilakukan. Yaitu Regional anestesi dengan teknik Spimal Anastesi
Blok (SAB).
Teknik anastesi yang digunakan adalah spinal anastesi dengan alasan operasi
yang dilakukan pada bagian tubuh inferior, sehingga cukup memblok bagian tubuh
inferior saja. Analgesia spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgetik lokal
kedalam ruang subarachnoid melalui interspace lumbal (antara vertebra L2-L3 atau
L3-L4 atau L4-L5.

11
Untuk premedikasi pada pasien ini diberikan beberapa obat yang digunakan
yang disesuaikan dengan kondisi umum pasien diantaranya yaitu ondancentron 4mg
yang bertujuan untuk mencegah terjadinya mual dan muntah. Ondansentron bekerja
sebagai antagonis selektif dan bersifat kompetitif pada reseptor 5HT3, dengan cara
menghambat aktivasi aferen-aferen vagal sehingga menekan terjadinya refleks
muntah.
Premedikasi berikutnya yaitu petidine. Pethidine adalah obat golongan
Analgesik Narkotik. Pethidine digunakan untuk mengobati nyeri sedang sampai
berat, nyeri sebelum operasi, selama dan paska operasi.
Obat premedikasi yang juga digunakan yaitu midazolam yaitu golongan
benzodiazepine spesifik untuk resepetor otak yang menghilangkan rasa cemas.
Diazepam bekerja pada resepetor otak yang spesifik menghilangkan efek
antiansietasyng selektif pada dosis yang tidak menimbulkan sedasi yang berlebihan,
depresi nafas, mual atau muntah. Diazepam dapat diberikan pada orang dewasa
dengan dosis 10 mg sedagkan pada anak kecil 0,2-0,5 mg/kgbb.
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya
stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan
anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi.
Induksi Obat anastesi yang diberikan pada pasien ini adalah bupivacain, dipilih
karena durasi kerja yang lama dan berpotensi kuat. Bupivacaine bekerja dengan cara
berikatan secara intaselular dengan natrium dan memblok masuknya natrium kedalam
inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang
menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki
selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut
saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang
mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal.
Anestesi spinal terutama yang tinggi dapat menyebabkan paralisis otot
pernafasan, abdominal, intercostal. Oleh karenanya, pasien dapat mengalami

12
kesulitan bernafas. Untuk mencegah hal tersebut, perlu pemberian oksigen yang
adekuat dan pengawasan terhadap depresi pernafasan yang mungkin terjadi.
Penambahan obat medikasi tambahan adalah Sebagai analgetik digunakan
Injeksi petidine 50 mg untuk memberikan efek analgetik dan mengatasi keluhan
menggigil pada pasien. Petidin merupakan agonis opioid sintetik yang bekerja pada
reseptor opioid μ (mu) dan κ (kappa). Petidin mempunyai efek untuk mengatasi
menggigil melalui reseptor κ. Petidin merupakan obat yang paling efektif dan sering
digunakan untuk mengatasi menggigil. Akan tetapi petidin mempunyai beberapa efek
samping yang tidak menguntungkan seperti mual, muntah, pruritus dan depresi nafas.
Ketorolac (berisi 30 mg/ml ketorolac tromethamine) sebanyak 1 ampul (1 ml)
disuntikan iv. Ketorolac merupakan nonsteroid anti inflamasi (AINS) yang bekerja
menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat menghilangkan rasa
nyeri/analgetik efek. Ketorolac 30 mg mempunyai efek analgetik yang setara dengan
50 mg pethidin atau 12 mg morphin, tetapi memiliki durasi kerja yang lebih lama
serta lebih aman daripada analgetik opioid karena tidak ada evidence depresi
nafas..obat medikasi tambahan yang ditambahakan pada awal operasi yaitu Anbacim
(cefuroxime) injeksi untuk perawatan infeksi pada tulang atau sendi.
Beberapa saat setelah pasien dikeluarkan dari ruang operasi, didapatkan pada
pemeriksaan fisik tekanan darah 130/ 80 mmHG, nadi 88 x/menit, dan laju respirasi
22 x/menit. Pembedahan dilakukan selama 2 jam 10 menit dengan perdarahan ± 500
cc. Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room). berdasarkan
bromage score maka pasien dapat dipindah ke ruangan/bangsal.
Komplikasi yang dapat terjadi pada anastesi spinal adalah trauma neurologis
yang permanen, sindrom kauda equina, spinal hematom, arachnoiditis, meningitis,
dan gangguan kardiovaskular.

13
BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan laporan kasus yang telah dibahas, sehingga dapat disimpulkan :


1. Pada kasus dilakukan operasi Total Knee Replacement sinsitra pada laki laki
usia 64 Tahun, dan setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka
ditentukan status fisik ASA II dan dilakukan jenis anestesi dengan Regional
Anestesi dengan teknik Sub Arachnoid Block (SAB).
2. Pada pasien ini menjemen anestesi dimulai dari pre operatif, intra operatif serta
post operatif.
3. Berdasarkan penggunaannya cairan dibagi atas beberapa golongan, yaitu cairan
pemeliharaan (maintenance), cairan pengganti puasa, cairan pengganti operasi
dan pengganti perdarahan.
 Kebutuhan cairan pemeliharaannya pada kasus 93 ml/jam
 Cairan pengganti puasa adalah 930 ml/jam.
 Total kebutuhan cairan selama operasi 2 jam 10 menit adalah
1631 mL
 Perdarahan pada kasus adalah ± 500 cc diperlukan ± 1500
cairan kristaloid
 Keseimbangan cairan pada kasus -281 ml
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti
baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Setelah menjalani
operasi dilakukan perawatan di Ruang Bangsal karena bromagee score kurang
dari 2

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Anestesiologi RS Wahidin Sudirohusodo. Catatan Anestesi.


2. Dobson, Michael. 20015, Penuntun Praktis Anestesi (Anaesthesia At The
District Hospital), penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.
3. Ery L. 1998. Belajar Ilmu Anestesi. Semarang: FK-UNDIP.
4. Muhardi, M., et al. 1989. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anastesiologi dan
Terapi Intensif FKUI.
5. Samsuhidrajat R., De JongW. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta:
EGC. p: 756-764.

15

Anda mungkin juga menyukai