Anda di halaman 1dari 33

1

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO REFERAT
JANUARI 2019

CARCINOMA CERVIX

OLEH :
Nama : Nurul Muthiah
NIM : N 111 17 005

Pembimbing :
dr. Melda MM Sinolungan, Sp. OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
2

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks
adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian
terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. 90 % dari kanker serviks
berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal sel
kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim.
Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 – 55 tahun. Penyakit ini
berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks.1
Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual,
kontrasepsi, atau merokok merupakan faktor resiko terjadinya kanker serviks.
Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks
dan sangat variasi hingga sulit untuk dipahami.2
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah
kanker payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan
pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir
80% kasus berada di negara berkembang. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan
menduduki peringkat pertama. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila
program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap
tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru diseluruh dunia dan umumnya
terjadi di negara berkembang. 3
Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian
wanita dan kasusnya turun secara drastis semenjak diperkenalkannya teknik
skrining pap smear. Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi
memasyarakat di negara berkembang hingga mudah dimengerti mengapa insiden
kanker serviks masih tetap tinggi. 2,3
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan
diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi
prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi
dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa terapi ini. Namun, tentu saja terapi
3

ini masih berupa “simptomatis” karena masih belum menyentuh dasar penyebab
kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi yang lebih mendasar atau
imunoterapi masih dalam tahap penelitian.4,5
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Serviks merupakan bagian 1/3 bawah dari uterus, berbentuk silindris, menonjol
kearah vagina depan atas dan berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri
eksternal. Kanker dapat timbul dari permukaan vaginal (porsio) atau kanalis
servikalis. Aliran limfe dari serviks pre dan post ureteral dan ligamentum
sakrouterina kearah kelenjar stasiun pertama yaitu parametrium, iliaka interna,
iliaka eksterna, presdakral dan iliaka kommunis. Kelenjar paraaorta merupakan
stasiun kedua. 1,9

Gambar Anatomi serviks

B. Definisi

Kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ
reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara
rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina.1,7

C. Epidemiologi
5

Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak


akibat penyakit kanker di Negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini
dapat dicegah bila program skrining stiologi dan pelayanan kesehatan
diperbaiki. Di perkirakan setiap ahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru
18
diseluruh dnia dan umumnya terjadi di Negara berkembang.
Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang, dan
urutan ke 10 dinegara maju atau urutan ke-5 secara global. Di Indonesia ia
menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data dari Patologi
Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 20%. Menurut perkiraan
Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita penderita baru kanker serviks
berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu
kasus kanker serviks.1,6,7
Berdasarkan distribusi umur, dari laporan FIGO (Internasional Federation
Of Gynecology and Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan
kelompok umur 60-69 tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium
IA lebih sering ditemukan pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk
stadium IB dan II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium
III dan IV sering ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun. 1,6,7
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998
ditemukan bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44
tahun, sedangkan stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54
tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di
Ujung Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa penderita kanker rahim yang
terbanyak berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu 17,4%.1,6,7
Menurut distribusi tempat, Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai
pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh,
Thailand, Vietnam dan Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika Selatan
frekwensi kanker rahim juga merupakan penyakit keganasan terbanyak dari
semua penyakit keganasan yang ada lainnya. 1,6,7
6

D. Etiologi

Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human

Papilloma (HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa

epitel. HPV dapat menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun

lesi kanker. Tumor jinak yang disebabkan infeksi HPV yaitu veruka dan

kondiloma akuminata sedangkan tumor ganas anogenital adalah kanker serviks,

vulva, vagina, anus dan penis. Sifat onkogenik HPV dikaitkan dengan protein

virus E6 dan E7 yang menyebabkan peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi

lesi pre kanker yang kemudian dapat berkembang menjadi kanker.8

Gambar. Human Papiloma Virus (HPV)

E. Faktor Resiko1,9,10

1. Pola hubungan seksual


Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker
serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual
yang dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun,juga dapat dijadkan
sebagai faktr resko terjadinya kanker servks. Hal ini diuga ada hubungannya
dengan belum matannya daerah transformas pada usia tesebut bila sering
7

terekspos. Frekuensi hubungnga seksual juga berpengaruh pada lebih


tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua.
2. Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan.
Semakin sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker
serviks. Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko
dengan multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.
3. Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok
dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding
seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain memperkuatkan temuan nikotin
pada cairan serviks wanita perokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen
dan bersama-sama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong
pertumbuhan ke arah kanker.
4. Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun
1983 (Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker
serviks dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut
juga mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat
pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden
kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan
pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh
peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding
yang erat kaitannya dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan
kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa
sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama
penggunaan kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola
kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu,
adanya kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain
lebih sering melakukan pemeriksaan smera serviks,sehingga displasia dan
karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan
8

kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan


kontrasepsi oral dengan resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor
confounding.1,3
5. Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu
seperti betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan
peningkatan resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampasaat
ini tdak ada indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan enurunkan
resiko.1,3
6. Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang
kuat antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang
rendah. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa
infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan
pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan
genitalia juga dduga berhubungan dengan masalah tersebut.1,3,5
7. Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi
bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata
memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya
kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi
pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda
selain istri juga merupakan factor resiko yang lain.

F. Patogenesis 4

Tejadinya tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat
dikontrol sehingga membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel
yang terdiri dari 4 fase yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik.
Selama fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase M terjadi pembelahan sel
atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S (Sintesis) dan fase
M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana p53
9

memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb memiliki kontrol


untuk proses proliferasi sel itu sendiri. 4
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi
jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel
basal. Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel
bagian atas, berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Pada HPV yang
menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak adalah E6 dan E7.
mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan
kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblastoma
(Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor
sehingga sel kehilangan kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara
itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu gen supresor tumor
sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri.
Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi mempunyai daya ikat
yang lebih besar terhadap p53 dan protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV
yang tergolong resiko rendah. Protein virus pada infeksi HPV mengambil alih
perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel.
Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi
memerlukan waktu sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks biasanya
ditemukan pada wanita yang sudah berusia sekitar 40 tahun.

Gambar Diagram ilustrasi mekanisme infeksi HPV


10

G. Manifestasi klinis1,9,10

Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini.

Biasanya sering ditandi sebagai fluos dengan sedikit darah, perdarahan

postkoital atau perdarahan pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan

waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang lebih khas untuk

kanker serviks, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk

eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.1,9

Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-
tanda yang khas. Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan
nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian
berlanjt ke perdarahan yang abnormal.
c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause
d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan,
berbau dan dapat bercampur dengan darah
e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian
bawah bila terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari
daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu
masih mungkin terjadi nyeri pada tempat-tempat lainnya.
g. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi,
edema pada kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar
bagian bawah (rectum), terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau
timbul gejala-gejala lain yang disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker
serviks itu sendiri. 9,10
11

H. Diagnosis1,9,10

Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang dilakukan serta riwayat


perjalanan penyakit pasien sangat penting. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
melihat hasil dari Papanicolaou (Pap) test yang tidak normal, infeksi HPV
harus terjadi dalam hal ini. Semua hasil Pap smear yang abnormal memerlukan
evaluasi lebih lanjut seperti inspeksi visual, pengulangan sitologi atau
kolposkopi, dengan tujuan untuk menyingkirkan adanya karsinoma invasif dan
untuk menentukan derajat dan luasnya infeksi.1,9
Pada mereka yang dicurigai dengan kanker serviks, pemeriksaan genital
dan vagina menyeluruh eksternal harus dilakukan dengna tujuan mencari lesi
yang ada pada serviks. HPV merupakan faktor resiko umum untuk kanker
serviks, vagina dan vulva. Dengan pemeriksaan spekulum, keadaan serviks
dapat saja terlihat normal karena mikroinvasif. Lesi dapat muncul sebagai
pertumbuhan eksopitik atau endofitik, sebagai massa plipoid, jaringan papiler
atau Barrel-shaped cerviks, sebagai ulseratif, massa granular atau sebagai
jaringn nekrotik. 15

Gambar Kanker serviks invasive pada endoseviks.

Evaluasi lengkap dan pemeriksaan Pap smear tes yang positif harus
meminta biopsi dengan pemeriksaan lebih lanjut, jika evaluasi patologis
menunjukkan kanker yang invasif pasien harus dirujuk ke ahli onkologi dan
ginekologi. Pasien dengan lesi serviks yang mencurigakan atau abnormal pada
pemeriksaan fisik harus menjalani biopsi, biopsi pada area yang ulseratif
12

kadang tidak berguna atau sulit untuk dilakukan interpretasi, oleh karena itu
melakukan biopsi harus pada bagian tepi lesi antara jaringan yang normal dan
abnormal.15

I. Gambaran histopatologis1,9,10

Penilaian yang dilakukan didasarkan pada (1) ukuran dari sel-sel tumor
dimana semakin peomorfik sel-sel tersebut berarti derajatnya makin jelek, (2)
pembentukan keratinisasi per sel, (3) pembentukan mutiara tanduk, semakin
banyak sel yang mengalami keratinisasi dan membentuk mutiara tanduk
semakin baik differensiasinya, (4) jumlah sel yang mengalami mitosis, (5)
invasi ke pembuluh darah maupun pembuluh limfe, dan (6) batas tumor,
semakin jelas batasan sel-sel ganasnya memiliki derajat differensiasi yang lebih
baik.1,9
Nomenklatur yang digunakan untuk kanker serviks jenis SCC sesuai
kriteria American Joint Comission on Cancer. Grade I untuk kanker dengan
diferensiasi baik (well differentiated) di mana sel kanker masih mirip dengan
sel asalnya; Grade II untuk kanker dengan differensiasi moderat
(moderately/intermediate differentiated); Grade III untuk kanker dengan
differensiasi jelek (poorly differentiated); dan Grade IV untuk kanker
anaplastik atau undifferentiated. Umumnya Grade III dan Grade IV digabung
menjadi satu dan dikategorikan sebagai high grade.9,10

Gambar SCC Diferensiasi Baik


13

Gambar SCC Diferensiasi Moderate

SCC Diferensiasi Jelek

J. Klasifikasi dan stadium klinis1,9,10

Berikut ini adalah sistem stadium kanker serviks yaitu klasifikasi TNM
menurut American Joint on Cancer (AJCC) dan menurut Federation of
Gynecology and Obstetrics (FIGO).

Tumor primer (T)


TNM FIGO Penemuan patologi dan bedah
Kategori Stadium
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti adanya tumor primer
14

Tis Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)


T1 I Karsinoma serviks yang terbatas pada servix
T1a IA Karsinoma invasif yang didiagnosis menggunakan
mikroskop, kedalaman invasi ke stroma ≤ 5 mm yang diukur
dari dasar epitelium dan penyebaran horizontal ≤ 7 mm,
melibatkan celah vaskular, vena atau nodus limfaticus
T1a1 IA1 Kedalaman invasi stroma ≤ 3 mm dan penyebaran horizontal
≤ 7 mm
T1a2 IA2 Kedalaman invasi stroma 3 – 5 mm dan penyebaran
horizontal ≤ 7 mm
T1b IB Lesi yang dapat terlihat secara klinis atau lesi yang ukuran
leboh besar dari T1a/IA2 saat diamati dengan mikroskop
T1b1 IB1 Lesi yang terlihat berukuran ≤ 4 cm
T1b2 IB2 Lesi yang terlihat berukuran > 4 cm
T2 II Karsinoma serviks yang menginvasi seluruh uterus tetapi
belum mencapai dindin lateral pelvis atau 1/3 distal vagina
T2a IIA Tumor tanpa invasi parametrial
T2a1 IIA1 Lesi yang terlihat berukuran ≤ 4 cm
T2a2 IIA2 Lesi yang terlihat berukuran > 4 cm
T2b IIB Tumor dengan invasi ke parametrial
T3 III Tumor yang menyebar ke dinding pelvis dan/atau melibatkan
1/3 distal vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau
gangguan fungsi ginjal
T3a IIIA Tumor yang melibatkan 1/3 distal vagina tetapi tidak
menyebar ke dinding lateral pelvis
T3b IIIB Tumor yang menyebar ke dinding pelvis dan/atau
menyebabkan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal
T4 IV Tumor yang menginvasi mukosa dari vesika urinaria atau
rektum dan/atau menyebar ke seluruh pelvis
T4a IVA Tumor yang menginvasi mukosa dari vesika urinaria atau
rektum
T4b IVB Tumor yang menyebar ke seluruh pelvis
15

Nodus limfatikus regional (N)


NX Nodus limfatikus regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada metastasis ke nodus limfaticus regional
N1 Terdapat metastasis ke nodus limfaticus regional

Metastasis jauh (M)


M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Metastasis jauh (penyebaran ke peritoneum, nodus limfaticus
supraklavikula, mediastinal, atau paraaorta, paru, hepar atau tulang)

Pengelompokan Stadium
Stadium
0 Tis N0 M0
IA T1a N0 M0
IA1 T1a1 N0 M0
IA2 T1a2 N0 M0
IB T1b N0 M0
IB1 T1b1 N0 M0
IB2 T1b2 N0 M0
IIA T2a N0 M0
IIB T2b N0 M0
IIIA T3a N0 M0
IIIB T1, T2, T3a N1 M0
T3b N apapun M0
IVA T4 N apapun M0
IVB T apapun N apapun M1
16

Gambar Stadium kanker serviks.

E. Penatalaksanaan11,13,14
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker /
tim onkologi) Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium
kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa tindakan (modalitas) dalam
tata laksana kanker serviks antara lain :11
17

a. Terapi Lesi Prakanker Serviks

Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yang pada umunya tergolong


NIS (Neoplasia Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja,
medikamentosa, terapi destruksi dan terapi eksisi. 11
Tindakan observasi dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia,
NIS 1 yang termasuk dalam lesi intraepitelial skuamosa derajad rendah
(LISDR). Terapi nis dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT
(Lesi intraeoitelial serviks derajat tinggi). Demikian juga terapi eksisi dapat
ditujukan untuk LISDR dan LISDT. Perbedaan antara terapi destruksi dan
terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak mengangkat lesi tetapi pada
terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.13

1. Terapi NIS dengan destruksi local

Tujuannya metode ini untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang


mengandung epitel abnormal yang nkelak akan digantikan dengan epitel
skuamosa yang baru.11,14
Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan cara
mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan suhu 00 C. Pada suhu
sekurang-kurangnya 250Csel-sel jaringan termasuk NIS akan mengalami
nekrosis. Sebagai akibat dari pembekuan sel-sel tersebut, terjadi perubahan
tingkat seluller dan vaskular, yaitu: 1. sel-sel mengalami dehidrasi dan
mengkerut; 2.konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; 3. Syok termal dan
denaturasi kompleks lipid protein; dan 4. Status umum sistem
mikrovaskular. Pada saat ini hampir semua alat menggunakan N20.13,14
Elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan
kedalaman 2-3mm. Lesi NIS 1 yang kecil di lokasi yang keseluruhannya
terlihat pada umumnya dapat disembuhkan dengan efektif.11,13
Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan jaringan lebih luas
(sampai kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan elektrokauter tapi harus
dilakukan dengan anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks dapat
18

dipengaruhi, dianjurkan hanya terbatas pada NIS1/2 dengan batas lesi yang
dapat ditentukan.11
CO2 Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium,
nitrogen dan gas CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang
10,6 u. Perbedaan patologis dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu
penguapan dan nekrosis.11

2. Terapi NIS dengan eksisi

Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk kerucut


pada serviks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan
untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks11

Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput


sampel kecil jaringan serviks.11

Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus


listrik yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal
kanker serviks11
19

Trakelektomi radikal (radical trachelectomy) : Dokter bedah


mengambil leher rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah bening di
panggul. Pilihan ini dilakukan untuk wanita dengan tumor kecil yang ingin
mencoba untuk hamil di kemudian hari13

Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk


mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).
Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,
dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,
ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :
- Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
- Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung
telur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya14
20

b. Terapi Kanker Serviks Invasif14


1. Pembedahan
2. Radioterapi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel
kanker. Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II
B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan
tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah
mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau
bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan
sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika
urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan
diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga
panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif
pada stadium IV A. Ada 2 macam radioterapi, yaitu :13,14
- Radiasi eksternal: sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
- Radiasi internal: zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan
langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu
penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali
selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah :
21

- Iritasi rektum dan vagina


- Kerusakan kandung kemih dan rectum
- Ovarium berhenti berfungsi.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh
melakukan hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi
lebh sempit dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika
melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk
menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi
juga bisa timbul diare dan sering berkemih.11,14

3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya
untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan
pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat
didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat
diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal
lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang
kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. 13,14
Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol
penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh.
Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai
paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi
kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan
agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan
Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP
(Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan
lain – lain. Cara pemberian kemoterapi dapat bsecara ditelan, disuntikkan dan
diinfus.12,14
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi
awal/bersama terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah
cisplatin, flurouracil. Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering digunakan
22

untuk kanker serviks stage IVB / recurrent adalah: mitomycin. pacitaxel,


fosamide. Topotecan telah disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplastin
untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak
dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul
kembali / menyebar ke organ lain.12,14
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
- Terapi utama pada kanker stadium lanjut
- Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil
pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal
dan mengurangi resiko kekambuhan kanker.
- Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran
tumor
- Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan
ketidaknyamanan dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut /
kanker yang kambuh)
- Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
Efek samping dari kemoterapi adalah :14
- Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat
beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.
- Mual dan muntah
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti
mual sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.
- Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare
sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.
Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah
dan sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.
Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan
olahraga.13,14
- Sariawan
- Rambut rontok
23

Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga


minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah
didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.
- Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari
tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.
- Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum
tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah
sel darah merah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah
putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test
darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk
memastikan jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel
darah dapat menyebabkan:
 Mudah terkena infeksi: Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena
leukosit adalah sel darah yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga
beberapa obat kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan leukosit.
 Perdarahan : Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan
darah, apabila jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan,
ruam, dan bercak merah pada kulit.
 Anemia : Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan
penurunan Hb (Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah
merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan lemah, mudah
lelah, tampak pucat. 13,14
4. Terapi paliatif (supportive care) yang lebih difokuskan pada peningkatan
kualitas hidup pasien. Contohnya: Makan makanan yang mengandung nutrisi,
pengontrol sakit (pain control). Manajemen Nyeri Kanker Berdasarkan
kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
- Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
- Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok
opioid ringan seperti kodein dan tramadol
24

- Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid
kuat seperti morfin dan fentanil13
F. Pencegahan15,16,17

a. Pencegahan primer
1. Menghindari faktor-faktor risiko
Misalnya tidak berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan,
penggunaan kondom (untuk mencegah penularan infkesi HPV), tidak
merokok, selalu menjaga kebersihan, menjalani pola hidup sehat, melindungi
tubuh dari paparan bahan kimia (untuk mencegah faktor-faktor lain yang
memperkuat munculnya penyakit kanker ini).15
2. Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman bagi
wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan
kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan
virus ketika masuk ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Vaksin dibuat
dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang
merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat
imunogenik kuat. Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin:
- Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat
terlindung dari infeksi HPV.
- Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel
yang terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.16
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang
kuat, bersifat lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan
bersifat melindungi terhadap infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini,
antibodi humoral sangat berperan besar dan antibodi ini adalah suatu virus
neutralising antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV dalam percobaan
invitro maupun invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase
seroconversion dan kemudian menurun. 15,16
Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang
bersifat intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada
infeksi ini. Selanjutnya protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari
25

virus HPV dan partikel virus tersebut akan terkumpul pada permukaan sel
epitel tanpa ada proses kerusakan sel dan proses radang dan tidak terdeteksi
oleh antigen presenting cell dan makropag. Oleh karena itu partikel virus dan
kapsidnya terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di
mana kedua organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam proses
kekebalan tubuh. Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut
bersifat protektif terhadap infeksi virus HPV.16
Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui uji
klinis, yakni Cervarik dan Gardasil :
- Cervarix adalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang
diproduksi oleh Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada
preparat ini, Protein L1 dari HPV diekspresikan oleh recombinant
baculovirus vector dan VLP dari kedua tipe ini diproduksi dan kemudian
dikombinasikan sehingga menghasilkan suatu vaksin yang sangat
merangsang sistem imun . Preparat ini diberikan secara intramuskuler
dalam tiga kali pemberian yaitu pada bulan ke 0, kemudian diteruskan
bulan ke 1 dan ke 6 masing-masing 0,5 ml
- Gardasil adalah vaksin quadrivalent 40 μg protein HPV 11 L1 HPV (
GARDASIL yang diproduksi oleh Merck) Protein L1 dari VLP HPV tipe
6/11/16/18 diekspresikan lewat suatu rekombinant vektor Saccharomyces
cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc mengandung 20μg protein HPV 6 L1, 40
μgprotein HPV 11 L1, 20 μg protein HPV18 L1. Tiap 0,5 ml mengandung
225 amorph aluminium hidroksiphosphatase sulfat. Formula tersebut juga
mengandung sodium borat. Vaksin ini tidak mengandung timerasol dan
antibiotika. Vaksin ini seharusnya disimpan pada suhu 20 – 80 C17

Rekomendasi pemberian vaksin


Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan
sebelum individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan pada
wanita usia 10 tahun. Berdasarkan pustaka vaksin dapt diberikan pada
wanita usia 10-26 tahun (rekomendasi FDA-US), penelitian memperlihatkan
vaksin dapat diberikan sampai usia 55 tahun15,16
26

Dosis dan cara pemberian vaksin:


Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk
Cervarix diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan
6 (Dianjurkan pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster
(vaksin ulangan), respon antibodi pada pemberian vaksin sampai 42 bulan,
untuk menilai efektifitas vaksin diperlukan deteksi respon antibodi. Bila
respon antibodi rendah dan tidak mempunyai efek penangkalan maka
diperlukan pemberian Booster. Vaksin dikocok terlebih dahulu sebelum
dipakai dan diberikan secara muskuler sebanyak 0,5 dan sebaiknya
disuntikkan pada lengan (otot deltoid).15,16,17
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan
skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker
serviks secara dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan.
Perkembangan kanker serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif
ke invasive memerlukan waktu sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan
sitologi merupakan metode sederhana dan sensitif untuk mendeteksi karsinoma
prakanker. Bila diobati dengan baik, karsinoma prakanker mempunyai tingkat
penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada fase invasif hanya
memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan pemeriksaan
sitologi dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara-negara
maju. Pencegahan dengan pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat
kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun.16,17
Test Pap / Pap Smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau
sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian
sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan
apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia,
dengan secara teratur melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian
akibat kanker serviks. Pap smear dapat digunakan sebagai screening tools karena
memiliki sensitivitas: sedang (51-88%) dan spesifisitas: tinggi (95-98%)16,17
Rekomendasi skrining
27

Gambar. Rekomendasi skrining Pap Smear

IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)


IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan
asam asetat 3–5% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh tenaga medis
yang terlatih. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan
warna pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai
normal atau abnormal. 16,17
Program Skrining Oleh WHO :
1. Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
2. Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
3. Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun
4. Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60
tahun.
5. Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup
memiliki dampak yang cukup signifikan.
28

6. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1
tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun.

HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar dari tes
Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou menunjukkan sel
skuamosa atipikal signifikansi ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka
pemeriksaan tambahan dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi. 16,17
Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara
mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui
golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik HCII atau dengan
metode PCR, uji DNA HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode
DNA-HPV Micro Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear
Array HPV Genotyping Test. 16,17
Meode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV tanpa
mengetahui genotipe secara spesifik
Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui keberadaan
HPV dengan memperkirakan kuantitas/jumlah virus tanpa mengetahui genotipe
HPV-nya. Metode Multiplex HPV Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi 24
genotipe HPV. Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 21
genotipe HPV. Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan untuk
mendeteksi 37 genotipe HPV. 16,17
Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society, the
American College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for
Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US Preventive Services Task Force
menetapkan protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut :
- Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan
hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan
umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada
karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang
berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan
29

berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya
sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
- Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan
Pap’s smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala
besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV yang negatif
mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena
prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia
29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini
meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi
ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya
akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif
yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila
ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi
peningkatan risiko kanker serviks.
- Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan
Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun.
- Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Pap’s smear dan
pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3
tahun kemudian.
- Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif. 16,17

G. Prognosis1,9,10,12

Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah,10,12:


a. Umur penderita
b. Keadaan umum
c. Tingkat klinik keganasan
d. Sitopatologi sel tumor
e. Kemampuan ahli atau tim ahli yang menanganinya
f. Sarana pengobatan yang ada
30

Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5


Tahun
0 Karsinoma insitu 100
I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus tetapi 60
meluas ke dinding pelvis
III Meluas ke dinding pelvis dan 33
atau sepertiga bawah vagina
atau hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung 7
kemih atau rektum atau meluas
keluar pelvis sebenarnya

Ciri-ciri karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan


respons terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun
setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki resiko
tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat
diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi
dalam 2 tahun. 1,9,10,12
31

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat diimpulkan bahwa:


1) Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut
kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim
atau serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak
vagina.
2) Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human
Papilloma (HPV). Faktor resiko yang dapat mempengaruhi terjadinya
Carcinoma cervix antara lain, pola hubungan seksua;, paritas banyak,
konsumsi rokok, kontrasepsi oral, factor social dan ekonomi, serta
adanya defisiensi gizi
3) Manifestasi yang muncul biasanya belum khas pada stadium dini,
hanya dapat berupa adanya fluor albus dengan sedikit darah, atau
perdarahan post coital. Pada stadium lanjut gejala dapat berupa
perdarahan yang hebat , serta fluor albul yang berbau, dan nyeri perut
hebat. Dapat pula disertai dengan adanya penurunan berat badan yang
drastic.
4) Dalam mendiagnosis carcinoma cervix perlu dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
berupa IVA, Pap smear, biopsy.
5) Penatalaksanaan dibagi menjadi terapi lesi prekanker serviks (NIS) dan
terapi kanker serviks invasive.
6) Pencegahan dapat berupa pencegahan primer berupa menghidari
paparan dan factor resiko, dan pencegahan sekunder berupa deteksi
dini.
3.2 Saran
Menghindari factor resiko, melakukan vaksinasi sebagai pencegahan
primer, serta melakukan deteksi dini terhadap kanker serviks dapat
mengurangi terjadinya kasus karsinoma cerviks.
32

DAFTAR PUSTAKA

1. Barakat RR, Berchuck A, Markman M, Randall ME. Principles and Practice of


Gynecologic Oncology, 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins; 2013. (598)
2. Callahan T, Caughey AB. Blueprints Obstetrics & Gynecology, 6th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013. (369)
3. Creasman, DiSaia. Clinical Gynecologic Oncology, 7th ed. Philadephia:
Saunders Elsevier; 2007. (8)
4. De Vita VT, Lawrence TS, Rosenberg SA. Cancer Principles & Practice of
Oncology Primer of The Molecular Biology of Cancer. Philadephia: Lippincott
Williams and Wilkins; 2011. (385)
5. Dutta DC, Konar H. DC Dutta’s Textbook of Gynecology Including
Contraception. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2013. (336)
6. Edmons DK. Dewhurst’s Textbook of Obstetrics & Gynecology, 8th ed.
Oxford: Wiley-Blackwell; 2012. (747)
7. Lentz GM, Lobo RA, Gershenson DM, Katz VL. Comprehensive Gynecology,
6th ed. Philadephia: Saunders Elsevier; 2012. (649)
8. Neal AJ, Hoskin PJ. Clinical Oncology Basic Principles and Practice, 4th ed.
Boca Raton: Hodder Arnold; 2009. (200)
9. Sarwono S. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2009.
10. Schorge JO, Schaffer JI, Malvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG. Williams Gynecology. China: McGraw-Hill; 2008. (1285)
11. Setche ll ME, Shepherd JH. Shaw’s Textbook of Operative Gynaecology, 7th
ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2013. (293)
12. Smith RP. Netter’s Obstetrics and Gynecology, 2nd ed. Philadephia: Saunders
Elsevier; 2008. (247)
13. American Cancer Society. Cervical Cancer. Atlanta; 2014.
14. Colombo N, Carinelli S, Colombo A, Marini C, Rollo D, Sessa C. Cervical
Cancer: ESMO Clinical Practice Guidelines For Diagnosis, Treatment and
Follow Up. Annals of Oncology. Oxford: Oxford University Press; 2012.
33

15. Janicek MF, Hervy, EA. Cervical Cancer: Prevention, Diagnosis, and
Therapeutics. New York: A Cancer Journal of Clinicians; 2010.
16. Massad LS, Mark HE, Warner KH, Hormuzd AK,Walter KK, Mark S,
Solomon D, Wentzensen N, Herschel WL. Updated Consensus Guidelines for
The Management of Abnormal Cervical Cancer Screening Tests and Cancer
Precursors. American Society for Colposcopy and Cervical Pathology. Journal
of Lower Genital Tract Disease. Vol 17. No. 5; 2013.
17. WHO. Guidelines for Screening and Treatment of Precancerous Lesions for
Cervical Cancer Prevention. Switzerland: WHO Press; 2013.
18. Sarwono, P. Buku Acuan Nasional Onkologi ginekologi. Yayasan bina
pustaka; 2009.

Anda mungkin juga menyukai

  • Buku Pneumonia COVID 19 - PDPI 2020 PDF
    Buku Pneumonia COVID 19 - PDPI 2020 PDF
    Dokumen67 halaman
    Buku Pneumonia COVID 19 - PDPI 2020 PDF
    amdita
    100% (3)
  • Refka Evy
    Refka Evy
    Dokumen42 halaman
    Refka Evy
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Presentation 2
    Presentation 2
    Dokumen10 halaman
    Presentation 2
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • KULIT Aldhy
    KULIT Aldhy
    Dokumen150 halaman
    KULIT Aldhy
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Presentation 5
    Presentation 5
    Dokumen9 halaman
    Presentation 5
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Presentation 4
    Presentation 4
    Dokumen8 halaman
    Presentation 4
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen8 halaman
    Presentation 1
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Kasus
    Kasus
    Dokumen2 halaman
    Kasus
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Presentation 3
    Presentation 3
    Dokumen7 halaman
    Presentation 3
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Presentation 2
    Presentation 2
    Dokumen10 halaman
    Presentation 2
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen21 halaman
    Bab Ii
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Kasus 2
    Kasus 2
    Dokumen20 halaman
    Kasus 2
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Kasus 3
    Kasus 3
    Dokumen3 halaman
    Kasus 3
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Bronko Esofagus
    Anatomi Bronko Esofagus
    Dokumen32 halaman
    Anatomi Bronko Esofagus
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Ruptur Esofagus
    Ruptur Esofagus
    Dokumen11 halaman
    Ruptur Esofagus
    Eko Dyah Puspitasari
    Belum ada peringkat
  • 3494 128501 Bimbingan
    3494 128501 Bimbingan
    Dokumen1 halaman
    3494 128501 Bimbingan
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Weekly Report
    Weekly Report
    Dokumen13 halaman
    Weekly Report
    Muhamad Arief
    Belum ada peringkat
  • Esofagitis Korosif
    Esofagitis Korosif
    Dokumen21 halaman
    Esofagitis Korosif
    NiLuh Fency
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Bronko Esofagus
    Anatomi Bronko Esofagus
    Dokumen25 halaman
    Anatomi Bronko Esofagus
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Buletin Diare Final
    Buletin Diare Final
    Dokumen44 halaman
    Buletin Diare Final
    Cynthia Dewi Maharani
    100% (1)
  • Bedah Minor
    Bedah Minor
    Dokumen25 halaman
    Bedah Minor
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Laporan Manajemen Apotik Aldhy
    Laporan Manajemen Apotik Aldhy
    Dokumen17 halaman
    Laporan Manajemen Apotik Aldhy
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka
    Tinjauan Pustaka
    Dokumen5 halaman
    Tinjauan Pustaka
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Lapsuspterigium Aldhy Wijaya
    Lapsuspterigium Aldhy Wijaya
    Dokumen32 halaman
    Lapsuspterigium Aldhy Wijaya
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Lapsus
    Lapsus
    Dokumen24 halaman
    Lapsus
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Chapter II
    Chapter II
    Dokumen22 halaman
    Chapter II
    Roni Ananda Perwira Harahap
    Belum ada peringkat
  • Bab I1
    Bab I1
    Dokumen1 halaman
    Bab I1
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen15 halaman
    Bab Iii
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Ceklist Implan
    Ceklist Implan
    Dokumen1 halaman
    Ceklist Implan
    Nur Safriyanti
    Belum ada peringkat