Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Diare
a. Definisi Diare
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar
dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam sehari
(Depkes RI, 2011).
Diare adalah pengeluaran buang air besar dengan konsistensi
feses lembek atau cair tiga kali atau lebih per hari yang frekuensi
pengeluarannya lebih dari individu normal. Ini biasanya merupakan
gejala dari adanya infeksi gastrointestinal, yang dapat disebabkan oleh
berbagai organisme bakteri, virus dan parasit. Infeksi dapat menyebar
melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi atau dari seseorang
yang kebersihannya buruk. Diare berat menyebabkan hilangnya cairan,
dan mungkin dapat mengancam jiwa terutama pada anak-anak dan
seseorang yang mengalami malnutrisi atau yang memiliki gangguan
imunitas (WHO, 2015).
Diare adalah buang air besar yang terjadi pada bayi dan anak yang
sebelumnya nampak sehat, dengan frekuensi tiga kali atau lebih per hari,
disertai perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah
(Yusuf Sulaiman, 2011).
b. Etiologi Diare
1) Diare Infeksi
Diare yang disebabkan infeksi biasanya lebih sering dikarenakan
virus. Pada bayi, virus yang banyak menyebabkan diare adalah
rotavirus. Diare yang disebabkan infeksi lebih sering bersifat akut
dibanding kronis. Sebagian kejadian luar biasa diare disebabkan oleh

6
7

infeksi Eschericia coli di mana sebagian masyarakat tidak memiliki


kekebalan terhadap bakteri tersebut (Rubenstein, D et al, 2007).
a) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
Infeksi enteral ini meliputi :
(a) Infeksi bakteri : Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Acromonas dan sebagainya.
(b) Infeksi virus : Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-
lain.
(c) Infestasi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolityca, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans)
(Staff Pengajar IKA FK UI, 2007).
b) Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat
pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA), Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun
(Staff Pengajar IKA FK UI, 2007).
2) Faktor Malabsorbsi
a) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa
dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah
intoleransi laktosa.
b) Malabsorbsi lemak
c) Malabsorbsi protein (Staff Pengajar IKA FK UI, 2007).
3) Keracunan Makanan
Salmonella typhi bertanggung jawab atas 73% keracunan
makanan akibat bakteri. Infeksi S. enteridis akibat telur dan produksi
unggas sering terjadi. Keracunan makanan yang disebabkan
stafilokokus terjadi setelah mengkonsumsi daging dan produk susu
8

yang belum dimasak, dan penyebabnya adalah toksis bakteri


(Rubenstein, D et al, 2007).
4) Diare Noninfeksi
Keadaan berikut harus dipikirkan :
(a) Konsumsi obat-obatan, diantaranya pencahar (sering);
(b) Divertikulitis (sering);
(c) Kanker kolon, kadang-kadang disertai diare palsu sekunder akibat
obstruksi parsial (biasanya bergantian dengan serangan
konstipasi);
(d) Sindrom iritasi usus ( iritable bowel syndrome) (sering);
(e) Kolitis ulseratif dan penyakit Crohn;
(f) Sistem malabsorpsi (Rubenstain, D et al, 2007).
c. Epidemiologi
Sekitar lima juta anak di seluruh dunia meninggal karena diare.
Di Indonesia pada tahun 70 sampai 80-an, prevalensi penyakit diare
sekitar 200-400 per 1.000 penduduk per tahun. Dari angka prevalensi
tersebut, 70-80% menyerang anak di bawah usia lima tahun (balita).
Golongan usia dini mengalami 2-3 episode diare per tahun. Diperkirakan
kematian anak akibat diare sekitar 200-250 ribu setiap tahunnya
(Widoyono, 2011).
Pada tahun 2000 terdapat kecenderungan peningkatan kejadian
diare, 1.078 (1996) menjadi 1.278 per 1.000 anak. Pada tahun 2003
diperkirakan 8 dari 10 kematian terjadi pada anak di bawah 2 tahun
dengan angka kesakitan diare 374 per 1.000 penduduk dan episode pada
balita 1,08 kali per tahun (Purnamasari dkk, 2011).
d. Klasifikasi Diare
Menurut Sudoyo, W. (2009) Diare dapat diklasifikasikan
berdasarkan :
9

1) Lama waktu diare :


a) Akut
Diare yang perlangsungannya lebih dari 3 kali sehari,
berlangsung kurang dari 14 hari dan tidak mengandung darah
(WHO, 2009).
b) Kronik
Diare yang berlanjut sampai 14 hari atau lebih dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama
masa diare (Suratmaja, 2005).
2) Mekanisme patofisiologis :
a) Osmotik
b) Sekretorik
3) Berat ringan diare
4) Penyebab infeksi atau non infeksi
5) Penyebab organik atau fungsional
e. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menimbulkan diare adalah :
1) Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga
usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare (Staff Pengajar IKA FK UI,
2007).
2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya oleh toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga
usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi
rongga usus (Staff Pengajar IKA FK UI, 2007).
10

3) Gangguan motilitas usus


Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare (Staff Pengajar
IKA FK UI, 2007).
f. Gejala Klinis Diare
Gejala awal diare ditandai dengan bayi/anak menjadi cengeng,
gelisah, suhu badan dapat meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak
ada, kemudian timbul diare. Tinja yang dieksresikan makin cair,
mungkin mengandung darah atau lendir, warna tinja berubah menjadi
kehijauan karena tercampur empedu. Dikarenakan seringnya buang air
besar, anus dan sekitarnya lecet yang disebabkan tinja yang keluar
semakin lama semakin asam akibat banyaknya asam laktat yang
terbentuk dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus
(Suraatmaja, 2005).
Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit, dapat
terjadi gejala dehidrasi yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Kehilangan berat badan
a) Dehidrasi ringan : bila terjadi penurunan berat badan 2-5%
b) Dehidrasi sedang : bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
c) Dehidrasi berat : bila terjadi penurunan berat badan > 10%
(Suraatmaja, 2012).
11

2) Skor Maurice King


Tabel 2.1 Skor Maurice King (Sodikin, 2011)
Bagian tubuh yang Nilai untuk gejala yang ditemukan
diperiksa 0 1 2
Gelisah,
Mengigau,
cengeng,
Keadaan umum Sehat koma atau
apatis,
syok
ngantuk
Sangat
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang
kurang
Sedikit Sangat
Mata Normal
cekung cekung
Sedikit Sangat
Ubun-ubun besar Normal
cekung cekung
Kering &
Mulut Normal Kering
sianosis
Kuat Sedang (120- Lemah >
Denyut nadi/menit
<120 140) 140

Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan skor Maurice King:


a) Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut “dicubit”
selama 30-60 detik kemudian dilepas.
Jika kulit kembali normal dalam waktu:
(a) 1 detik : turgor agak kurang (dehidrasi ringan)
(b) 1-2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)
(c) 2 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat)
b) Berdasarkan skor yang ditemukan pada penderita, dapat
ditentukan derajat dehidrasinya:
(a) Skor 0-2 : dehidrasi ringan
(b) Skor 3-6 : dehidrasi sedang
(c) Skor 7-12 : dehidrasi berat (Sodikin, 2011).
12

3) Berdasarkan MTBS (Management Terpadu Balita Sakit)


Tabel 2.2 Management Terpadu Balita Sakit (Suraatmaja, 2012)
Terdapat dua atau lebih dari
tanda-tanda berikut:
a) Letargis atau tidak sadar
b) Mata cekung
DEHIDRASI BERAT
c) Tidak bisa minum atau
malas minum
d) Cubitan kulit perut kembali
sangat lambat
Terdapat dua atau lebih tanda-
tanda berikut:
a) Gelisah, rewel/marah
DEHIDRASI
b) Mata cekung
RINGAN/SEDANG
c) Haus, minum dengan lahap
d) Cubitan kulit perut
kembalinya lambat
Tidak cukup tanda-tanda untuk
diklasifikasikan sebagai
TANPA DEHIDRASI
dehidrasi berat atau
ringan/sedang

g. Diagnosis
a) Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal seperti lama
diare berlangsung, frekuensi diare, volume diare, konsistensi
tinja, warna, bau, ada atau tidaknya lendir dan darah, disertai
muntah atau tidak, ada demam atau tidak. Tanyakan pula tingkah
laku anak (rewel,gelisah, lemah), buang air kecil, riwayat makan
dan minum, penderita di sekitar, riwayat obat-obatan.(Setiati,
2014)
13

Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala


klinik tergantung penyebab dasarnya. Keluhan diarenya
berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus
biasanya berjumlah banyak, tinja seperti air yang sering
berhubungan dengan malabsorpsi dan sering disertai dehidrasi.
Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja
yang berjumlah sedikit tapi sering , bercampur darah dan adanya
tenesmus ( sensasi ingin ke belakang). Pasien dengan diare akut
infektif datang dengan keluhan khas yaitu mual, muntah, nyeri
abdomen, demam, tinja sering malabsorptif atau berdarah
bergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara umum, patogen
usus halus tidak invasif dan patogen ileokolon lebih mengarah ke
invasif. Muntah yang terjadi beberapa jam sejak mengkonsumsi
makanan akan mengarahkan kita pada kejadian keracunan
makanan karena toksin yang dihasilkan.(Setiati, 2014)
b) Pemeriksaan fisik
1) Periksa keadaan umum,kesadaran, tanda-tanda vital dan berat
badan.
2) Selidiki tanda-tanda dehidrasi : rewel atau gelisah, letargi
,kesadaran menurun, mata cekung, cubitan kulit perut
kembali lambat, haus atau minum lahap,malas atau tidak
dapat minum, ubun-ubun cekung, air mata berkurang
atautidak ada, keadaan mukosa mulut.
3) Tanda-tanda ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit:
kembung akibat hipokalemia, kejang akibat gangguan
natrium, napas cepat dan dalam akibat asidosis metabolik.
(Tanto, 2014).
c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang tidak selalu dibutuhkan, namun
beberapa pemeriksaan yang biasanya diperlukan adalah Darah :
darah lengkap, serum elektrolit, glukosa darah, analisa gas darah,
14

kultur dan kepekaan terhadap antibiotik , Urin : urin lengkap,


kultur dan tes kepekaan antibiotik. Dan Tinja : feses lengkap,
kultur dan tes kepekaan antibiotik.(Setiati, 2014)
1) Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium
tidak dilakukan. Pemeriksaan makroskopik meliputi
pemeriksaan warna tinja, konsistensi, bau, adanya lendir,
adanya darah dan adanya busa. Tinja yang berbusa
menunjukkan adanya gas dalam tinja akibat fermentasi
bakteri. Tinja yang berminyak, lengket dan berkilat
menunjukkan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja
menggambarkan adanya kelainan di kolon, khusunya akibat
infeksi bakteri. Pemeriksaan PH tinja menggunakan kertas
lakmus dapat dilakukan untuk menentukan adanya kejadian
asam dan basa dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah
asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi
laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke
usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial.Bila
Ph tinja <6 dapat dianggap sebagai malabsorpsi laktosa. Ph
normal tinja 6-6,5.(Setiati, 2014)
2) Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya
sejumlah besar leukosit dalam tinja yang menunjukkan
adanya proses inflamasi. Pemeriksaan leukosit tinja dengan
cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan
diberi ½ tetes eosin atau NaCl kemudian diperiksa dengan
mikroskop cahaya. ( Suratmaja, 2007)
15

h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal diare yang dicanangkan pemerintah untuk
mengendalikan angka kejadian diare di Indonesia adalah LINTAS diare
(Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
1) Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai
dari rumah tangga dengan pemberian oralit osmolaritas rendah, dan
bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah
sayur, air matang. Selain itu oralit dapat dibuat dengan cara
memasukkan satu sendok teh gula pasir, seperempat sendok teh garam
dapur dan satu gelas (200 cc) air matang kemudian aduk rata dan
larutan gula-garam siap untuk digunakan. Oralit saat ini yang beredar
di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah,
yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan
cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang
hilang (Kemenkes RI, 2011; Wulandari, 2012).
a) Diare tanpa dehidrasi
- Umur <1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak diare
- Umur 1-4 tahun : ½-1 gelas setiap kali anak diare
- Umur ≥ 5 tahun : 1- 1 ½ gelas setiap kali anak diare
b) Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Larutan oralit diberikan dalam waktu 3 jam pertama sebanyak 75
cc/KgBB
c) Diare dengan dehidrasi berat
Rehidrasi intravena 100 cc/KgBB cairan ringer laktat atau ringer
asetat dengan ketentuan
- Umur < 1 tahun : pertama berikan 30 cc/KgBB dalam 1 jam,
selanjutnya 70 cc/KgBB dalam 5 jam
- Umur ≥ 1 tahun : pertama berikan 30 cc/KgBB dalam 30
menit , selanjutnya 70 cc/KgBB dalam 2,5 jam.\
16

2) Berikan obat zinc


Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam
tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide
Synthase), dimana eksresi enzim ini meningkat selama diare dan
mengakibatkan hipereksresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare (Kemenkes RI, 2011).
Suplementasi seng yang diberikan selama diare dapat
mengurangi lama dan tingkat keparahan dari episode diare dan jika
diberikan selama 14 hari mulai dari saat berlangsungnya dan setelah
diare, dapat mengurangi insidensi diare dalam waktu 2-3 bulan
(Manoppo, 2010).
Zinc diberikan 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah
berhenti pada anak. Dapat diberikan dengan cara dikunyah atau
dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.
a) Umur < 6 bulan : diberi 10 mg ( ½ tablet ) per hari
b) Umur > 6 bulan : diberi 20 mg ( 1 tablet ) per hari
3) Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk
memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat
dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang
masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum
susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6
bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan
padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan
sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan (Kemenkes, 2011).
4) Pemberian antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena
kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri.
17

Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah


(sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera (Kemenkes RI,
2011).
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak
yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti
muntah tidak dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak
mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan
sebagian besar menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa
berakibat fatal (Kemenkes RI, 2011).
Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua
penderita diare akut. Antibiotik diindikasikan pada pasien diare yang
disertai dengan demam, feses berdarah, leukosit pada feses,suspek
kolera dan infeksi berat lainnya. Menurut PERMENKES no 2406
tahun 2011 mengenai pemakaian antibiotik menyatakan bahwa terapi
antibiotik dapat digunakan sebagai terapi empiris dan definitif .
Antibiotik sebagai terapi empiris yang digunakan adalah tetrasiklin,
doxyciclin, cotrimoxazole dan eritromisin dengan jangka waktu atau
lama pemberian antibiotik yang disarankan adalah 2-3 hari . Setelah
itu, maka harus segera dievaluasi berdasarkan kondisi klinis dan hasil
pemeriksaan seperti lab dan mikrobiologi. Apabila bakteri penyebab
diare diketahui maka dapat diberikan antibiotik pada anak sebagai
berikut. ( Kemenkes, 2011) :
bakteri Antibiotik
Aeromonas Trimetoprim/sulfametoksasol
Campylobacter Eritromisin
Clostridium diffficale Vankomisin atau metronidazol
Escherichia coli Trimetoprim/sulfametoksasol
Salmonella Ampisili/kloramfenikol /cefotaxim
Shigella Trimetoprim/sulfametoksasol,
cefixim,ciprofloxacin
18

Vibrio cholerae Tetrasiklin/doksisiklin atau


Trimetoprim/sulfametoksasol
Sumber :Behman,Kliegman dan Arvin. 2012. Ilmu kesehatan anak edisi
15. Jakarta;EGC
5) Pemberian nasehat
Orang tua diberikan edukasi mengenai kapan anaknya harus
dibawa kembali ke pusat pelayanan kesehatan, yakni bila ditemukan
tanda-tanda sebagai berikut : demam, tinja berdarah, makan atau
minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik
dalam 3 hari. Orang tua dan pengasuh juga diajarkan cara menyiapkan
oralit yang benar (IDAI, 2009).

Gambar 2.1 Cara Membuat & Memberikan Oralit (Kemenkes,


2011)
Penanganan diare dapat dilakukan sesuai dengan derajat
dehidrasi yakni sebagai berikut :
A. Rencana Terapi A : Penanganan Diare di Rumah
Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah :
Beri cairan tambahan, beri tablet zinc, lanjutkan pemberian makan, kapan
harus kembali.
1. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)
a. Jelaskan kepada ibu :
19

- Pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan


tambahan yang utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama
pada setiap kali pemberian.
- Jika anak memperoleh ASI ekslusif, beri oralit atau air matang
sebagai tambahan.
- Jika anak tidak memperoleh ASI ekslusif, beri 1 atau lebih
cairan berikut ini : oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin)
atau air matang.
Anak harus diberi larutan oralit di rumah jika :
- Anak telah diobati dengan rencana tipe B atau C dalam
kunjungan ini
- Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah
parah.
b. Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6
bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah.
c. Tunjukkan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang
harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairan sehari-
hari :
< 2 tahun 50 sampai 100 ml setiap kali BAB
≥ 2 tahun 100 sampai 200 ml setiap kali BAB
Katakan kepada ibu :
- Agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari
mangkuk/cangkir/gelas.
- Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi
dengan lebih lambat.
- Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
2. Beri tablet zinc
- Pada anak berumur 2 bulan ke atas, beri tablet Zinc selama 10
hari dengan dosis :
o Umur < 6 bulan : 1/2 tablet (10 mg) per hari
o Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari
20

3. Lanjutkan Pemberian Makan/ASI


Kapan Harus Kembali (WHO, 2009).
B. Rencana Terapi B : Penanganan Dehidrasi Sedang/Ringan

Beri oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.

1. Tentukan jumlah Oralit untuk 3 jam pertama


Sampai 4 4-12
Umur 12-24 bulan 2-5 tahun
bulan bulan
Berat
< 6 kg 6 - 10 kg 10 – 12 kg 12 – 19 kg
Badan
Jumlah
200 – 400 400 - 700 700 - 900 900 - 140
Cairan
Jumlah oralit yang diperlukan = 75 ml/kg berat badan.
a. Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman di atas,
berikan sesuai kehilangan cairan yang sedang berlangsung.
b. Umur anak kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, beri juga
100 – 200 ml air matang selama periode ini.
c. Mulailah memberi makan segera setelah anak ingin makan.
d. Lanjutkan pemberian ASI.
2. Tunjukkan kepada ibu cara memberikan larutan Oralit.
a. Minumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari cangkir / mangkok /
gelas.
b. Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi
dengan lebih lambat.
c. Lanjutkan ASI selama anak mau.
3. Berikan tablet Zinc selama 10 hari
Setelah 3 jam :
a. Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya.
b. Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
4. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai :
a. Tunjukkan cara menyiapkan larutan oralit di rumah.
21

b. Tunjukkan berapa banyak larutan oralit yang harus diberikan di


rumah untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan.
c. Beri bungkus oralit yang cukup untuk dehidrasi dengan
menambahkan 6 bungkus lagi sesuai yang dianjurkan dalam
Rencana Terapi A.
d. Jelaskan 4 aturan perawatan di rumah :
1) Beri cairan tambahan
2) Lanjutkan pemberian makan
3) Beri tablet Zinc selama 10 hari
Kapan harus kembali (WHO, 2009).
C. Rencana Terapi C : Penanganan Dehidrasi Berat dengan Cepat
Pemberian Pemberian
pertama berikut 70
Umur
30 ml/kg ml/kg
selama : selama :
Bayi
(di bawah
1 jam* 5 jam
umur 12
bulan)
Anak
(12 bulan
30 menit* 2 1/2 jam
sampai 5
tahun)
1. Beri cairan intravena secepatnya, jika anak bisa minum, beri oralit
melalui mulut, sementara infus disiapkan. Beri 100 ml/kg/BB cairan
Ringer Laktat atau Ringer Asetat (atau jika tak tersedia, gunakan
larutan NaCL), yang dibagi sebagai berikut :
*Ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba
 Periksa kembali anak setiap 15 – 30 menit. Jika status hidrasi
belum membaik, beri tetesan intravena lebih cepat.
22

2. Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum
: misalnya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri anak
tablet Zinc sesuai dosis dan jadwal yang dianjurkan.
 Periksa kembali bayi setelah 6 jam atau setelah 3 jam.
Klasifikasikan dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang
sesuai (A, B atau C) untuk melanjutkan penanganan.
3. Rujuk SEGERA untuk pengobatan intravena
4. Jika anak bisa minum, beri ibu larutan oralit dan tunjukkan cara
meminumkan pada anak sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan.
5. Mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit, melalui pipa nasogastrik
atau mulut : beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg).
 Periksa kembali anak setiap 1-2 jam :
- Jika anak muntah terus-menerus atau perut makin kembung, beri
cairan lebih lambat.
- Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak
untuk pengobatan intravena.
 Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi.
Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk
melanjutkan penanganan.
CATATAN :
 Jika mungkin amati anak sekurang-kurangnya 6 jam setelah
rehidrasi untuk meyakinkan bahwa ibu dapat mempertahankan
hidrasi dengan pemberian cairan oralit per oral (WHO, 2009).

i. Komplikasi
1) Gangguan elektrolit
a) Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L
memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah
menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan
23

kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena


dapat menimbulkan terjadinya edema otak.(Yusuf, 2011).
b) Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan
yang mengandung sedikit garam dapat menyebabkan terjadinya
hiponatremia ( Na+ <130 mmol/L). Hiponatremia sering terjadi
pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat
dengan edema. Oralit terbukti aman dan efektif untuk terapi ini.
(Yusuf, 2011).
c) Hiperkalemia
Jika K+ >5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian
kalsium glukonase 10%n0,5 -1 ml/kgBB IV pelan-pelan dalam
5-10 menit dengan monitoring detak jantung. (Yusuf, 2011).
2) Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau
hilangnya basa pada cairan ekstraselular. Sebagai kompensasi
asidosis metabolik maka terjadi alkalosis respiratorik yang ditandai
dengan pernafasan yang dalam dan cepat. Pemberian oralit yang
cukup mengandung bikarbonat atau sitrat dapat memperbaiki
asidosis. (Yusuf, 2011).
3) Penurunan Berat Badan
4) Kematian
24

4. Kerangka Teori

Etiolog

a. Infeksi:
bakteri,virus,parasit,
jamur.
b. Non infeksi :
Malabsorpsi,
keracunan
makanan, alergi
efek obat-obatan,
sebab lain

Kejadian Diare
Pada Balita
Faktor risiko

a. Faktor Perilaku
- Pemberian ASI
eksklusif
- Kebiasaan cuci tangan
- Penyimpanan/
penyediaan makanan
yang tidak higienis

b. faktor lingkungan dan


penderita
- Ketersediaan air bersih
- Kebersihan lingkungan
- Umur anak
- Kurang gizi/malnutrisi
- Imunodefisiensi
- Campak

Gambar 2.2 Kerangka Teori (Depkes RI, 2011)


25

5. Kerangka Konsep

Variabel Bebas

a. Umur
b. jenis kelamin
c. skor dehidrasi Variabel Terikat
d. lama kejadian
e. gejala masuk puskesmas Balita penderita
f. terapi yang diberikan Diare
g. Waktu kejadian

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

B. Landasan Teori
Diare masih merupakan masalah diberbagai tempat diseluruh dunia,
dikarenakan diare menjadi penyebab kematian kedua pada anak di bawah 5 tahun
di dunia. Sekitar satu dari lima kematian anak dikarenakan diare, angka kematian
diare mencapai 1,5 juta kematian setiap tahunnya (WHO & UNICEF, 2009).
Pada kebanyakan kasus diare, kematian disebabkan oleh dehidrasi
(WHO, 2006). Diare mengakibatkan terjadinya kehilangan sejumlah besar air dan
elektrolit, terutama natrium dan kalium (Nelson, 2012).
Dehidrasi dari diare dapat dicegah dengan memberikan tambahan cairan
di rumah, sehingga ini dapat ditangani dengan simple, efektif dan murah dalam
sebuah masyarakat (WHO, 2006). Dimana program ini meliputi program
pencegahan dan program penatalaksanaan awal yang cukup efektif, murah dan
sederhana. Pekerja kesehatan telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat
menyangkut cara pencegahan dan penanganan penyakit diare. Peranan wanita/ibu
dalam pelaksanaan program kesehatan ini dianggap penting dalam konteks rumah
tangga, sehingga pengetahuan wanita/ibu perlu diperluas untuk menyukseskan
program kesehatan (Nelson, 2012).
26

Anda mungkin juga menyukai

  • Presentation 5
    Presentation 5
    Dokumen9 halaman
    Presentation 5
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Presentation 2
    Presentation 2
    Dokumen10 halaman
    Presentation 2
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Kasus
    Kasus
    Dokumen2 halaman
    Kasus
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen8 halaman
    Presentation 1
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • KULIT Aldhy
    KULIT Aldhy
    Dokumen150 halaman
    KULIT Aldhy
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Presentation 4
    Presentation 4
    Dokumen8 halaman
    Presentation 4
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Presentation 2
    Presentation 2
    Dokumen10 halaman
    Presentation 2
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Presentation 3
    Presentation 3
    Dokumen7 halaman
    Presentation 3
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Kasus 2
    Kasus 2
    Dokumen20 halaman
    Kasus 2
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Kasus 3
    Kasus 3
    Dokumen3 halaman
    Kasus 3
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • SALURAN NAFAS
    SALURAN NAFAS
    Dokumen25 halaman
    SALURAN NAFAS
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Buku Pneumonia COVID 19 - PDPI 2020 PDF
    Buku Pneumonia COVID 19 - PDPI 2020 PDF
    Dokumen67 halaman
    Buku Pneumonia COVID 19 - PDPI 2020 PDF
    amdita
    100% (3)
  • Refka Evy
    Refka Evy
    Dokumen42 halaman
    Refka Evy
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Bronko Esofagus
    Anatomi Bronko Esofagus
    Dokumen32 halaman
    Anatomi Bronko Esofagus
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • ESOFAGITIS KOROSIF
    ESOFAGITIS KOROSIF
    Dokumen21 halaman
    ESOFAGITIS KOROSIF
    NiLuh Fency
    Belum ada peringkat
  • Bedah Minor
    Bedah Minor
    Dokumen25 halaman
    Bedah Minor
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Laporan Manajemen Apotik Aldhy
    Laporan Manajemen Apotik Aldhy
    Dokumen17 halaman
    Laporan Manajemen Apotik Aldhy
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Bab I1
    Bab I1
    Dokumen1 halaman
    Bab I1
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Ruptur Esofagus
    Ruptur Esofagus
    Dokumen11 halaman
    Ruptur Esofagus
    Eko Dyah Puspitasari
    Belum ada peringkat
  • Weekly Report
    Weekly Report
    Dokumen13 halaman
    Weekly Report
    Muhamad Arief
    Belum ada peringkat
  • Kedokteran Tadulako
    Kedokteran Tadulako
    Dokumen1 halaman
    Kedokteran Tadulako
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Lapsus
    Lapsus
    Dokumen24 halaman
    Lapsus
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Chapter II
    Chapter II
    Dokumen22 halaman
    Chapter II
    Roni Ananda Perwira Harahap
    Belum ada peringkat
  • Ceklist Implan
    Ceklist Implan
    Dokumen1 halaman
    Ceklist Implan
    Nur Safriyanti
    Belum ada peringkat
  • Lapsuspterigium Aldhy Wijaya
    Lapsuspterigium Aldhy Wijaya
    Dokumen32 halaman
    Lapsuspterigium Aldhy Wijaya
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka
    Tinjauan Pustaka
    Dokumen5 halaman
    Tinjauan Pustaka
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat
  • Buletin Diare Final
    Buletin Diare Final
    Dokumen44 halaman
    Buletin Diare Final
    Cynthia Dewi Maharani
    100% (1)
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen15 halaman
    Bab Iii
    aldhyfebina
    Belum ada peringkat