Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja harus dikelola sebagaimana dengan aspek lainnya dalam

perusahaan setiap operasi, produksi, logistic, sumber daya manusia, keuangan dan pemasaran.

Aspek K3 tidak akan bias berjalan seperti apa adanya tanpa adanya intervensi dari manajemen

berupa upaya terencana untuk mengelolanya. Karena itu, ahli K3 sejak awal tahun 1980an

berupaya meyakinkan semua pihak, khususnya manajemen organisasi untuk menempatkan aspek

K3 setara dengan unsur lain dalam organisasi. (safety management).

Pemerintah mengeluarkan undang-undang No1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

yang menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapakan keselamatannya dalam

melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan produktifitas nasional dan dikeluarkannya.

Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.555K/26/MPE/1995 tentang Keselamatan dan

Kesehatan Kerja di Pertambangan Umum. Hal ini merupakan bukti bahwa Pemerintah telah

memberikan perhatian yang besar terhadap perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja

karyawan dalam industry khususnya dalam industry pertambangan.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan

dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka

kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan)

menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi

karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang

memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992

tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan

upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat

dan lingkungan disekitarnya.

Keadaan sakit atau gangguan kesehatan pada tenaga kerja menurunkan kemampuan tenaga

kerja untuk bekerja fisik, melemahkan ketajaman berfikir untuk mengambil keputusan yang

cepat dan tepat, serta menurunkan kewaspadaan dan kecermatan dengan akibat tenaga kerja yang

bersangkutan rentan terhadap terjadinya kecelakaan kerja (Suma’mur, 2009 : 13).

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum

diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di

bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan

daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit

menghadapi pasar global karena mengalami ketidak efisienan pemanfaatan tenaga kerja

(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu

tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu

memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Menurut Suma’mur (2009 : 414) perlindungan keselamatan pekerja melalui upaya teknis

pengamanan tempat, mesin, peralatan dan lingkungan kerja wajib diutamakan. Namun kadang-

kadang resiko terjadinya kecelakaan masih belum sepenuhnya dapat dikendalikan, sehingga

digunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang menjadi alternatif terakhir yaitu kelengkapan dari

segenap upaya teknis pencegahan kecelakaan. Pencegahan kecelakaan ditujukan kepada

lingkungan, mesin, alat kerja, perkakas kerja, dan manusia. Lingkungan harus memenuhi syarat -
syarat lingkungan kerja yang baik, keadaan gedung yang selamat, dan perencanaan yang baik

(Suma’mur,2009 : 412).

Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan

memiliki risiko yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kelancaran operasi,

menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan penyakit akibat kerja maka

diperlukan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan pertambangan.

Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja dari risiko

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan

di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta tempat

kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif, sehingga akan meningkatkan

produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya

dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia.

Oleh karena itu, kami membahas tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di salah satu industri

yaitu industri pertambangan batu bara yang merupakan industri besar diwilayah Indonesia.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik meneliti tentang “Identifikasi Resiko

Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja di Perusahaan Tambang Batu Bara PT Gea Lestari Desa

Pauh Kecamatan Tempino Mestong Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi Tahun 2014”

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya Identifikasi Resiko

Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja di Perusahaan Tambang Batu Bara PT Gea Lestari Desa

Pauh Kecamatan Tempino Mestong Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi Tahun 2014
1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1Tujuan Umum

Diketahuinya Identifikasi Resiko Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja di Perusahaan

Tambang Batu Bara PT Gea Lestari Provinsi Jambi Tahun 2014.

1.3.2.Tujuan Khusus

a. Diketahui identifikasi resiko kecelakaan kerja pada pekerja batubara.

b. Diketahui identikasi penyakit akibat kecelakaan kerja pada pekerja batubara.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan K 3 dalam rangka menyimpulkan masalah

yang telah diteliti.

b. Institusi Jurusan Kesehatan Lingkungan

Menambah referensi pengetahuan tentang identifikasi resiko kecelakaan dan penyakit

akibat kerja di perusahaan tambang batubara.

c. Bagi perusahaan batubara

Diharapkan dapat memperhatikan atau melengkapi alat pelindung diri agar tidak

terjadi resiko kecelakaaan atau penyakit untuk keselamatan kerja bagi pekerja di

perusahaan Batubara.

d. Penelitian selanjutnya

Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat lebih disempurnakan lagi dari penelitian

yang sudah dilakukan.

1.5 Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dari penulisan proposal ini adalah :


a. Jumlah dan jenis APD yang digunakan.

b. Mengidentifikasi penyakit pada pekerja.

c. Dilakukan pada tahun 2014.

d. Tempat pelaksanaan penelitian di perusahaan Batu bara Desa Pauh Kecamatan Tempino

Mestong Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEMPAT KERJA

2.1.1 Pengertian Tempat kerja

Tempat kerja merupakan salah satu aspek yang perting dalam penyelenggaraan kegiatan

kerja. Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 1 ayat 1,

yang dimaksud tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak

atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan

suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja

ialah semua orang ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekeliling merupakan bagian-

bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Tempat-tempat kerja tersebar pada

segenap kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industry, pertambangan, perhubungan, pekerjaan

umum, jasa, dan lain-lain (Suma’mur,2009).

Tambang adalah suatu tempat kegiatan penambangan yang dilakukan untuk mendapatkan

bahan galian. Tambang permukaan adalah suatu sistem penambangan untuk mendapatkan bahan

galian yang kegiataannya dilakukan diatas permukaan tanah atau dari atas permukaan air

(Kepmentamben 555/1995).

2.1.2 Sumber bahaya

Bahaya merupakan sesuatu keadaan yang memungkinkan atau berpotensi terhadap

terjadinya kejadian kecelakaan berupa cidera, penyakit, kematian, kerusakan, atau

ketidakmampua melaksanakan fungsi operasional yang telah ditetapkan (Tarwakal, 2008).


2.2 Kecelakaan kerja

2.2.1 Pengertian kecelakaan kerja

Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja

pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kejelakaan terjadi disebabkan oleh

pekerja atau pada waktu melaksankan pekerjaan (Suma’mur, 1993)

Kecelakaan tambang adalah setiap kecelakaan yang menimpa pekerja tambang atau orang

yang menimpa pekerja tambang atau orang yang mendapat izin masuk pada kegiatan usaha

pertambangan (Kepmentamben 555/1995).

Pada dasarnya kecelakaan kerja disebabkan oleh dua hal yaitu tindakan manusia yang

tidak aman (unsafe action) dan keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition). Dari

penyelidikan-penyelidikan, ternyata factor manusia dalam timbulnya mecelakaan sangat penting.

Selalu ditemui dari hasil-hasil penelitian, bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian

atau kesalahan manusia. Bahkan ada suatu pendapat, bahwa penyebab langsung atau tidak

langsung semua kecelakaan adalah dikarenakan factor manusia (Suma’mur, 1993).

2.2.2 Klasifikasi kecelakaan kerja

Menurut organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Tahun 1962 Klasifikasi kecelakaan

kerja diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan dalam Triwibono (2013 : 95) adalah

sebagai berikut:

a. Menurut jenis kecelakaan:

1) Terjatuh. Tertimpa benda.

2) Tertumbuk atau terkena benda.


3) Terjepit benda.

4) Gerakan-gerakan yang melebihi kemampuan.

5) Pengaruh suhu tinggi.

6) Terkena arus listrik.

7) Kontak dengan bahan berbahaya atau radiasi.

b. Menurut penyebab kecelakaan:

1) Mesin, misalnya mesin pembangkit listrik, mesin penggergajian kayu.

2) Alat angkut, alat angkut darat, udara, dan alat angkut air.

3) Peralatan lain, misalnya : dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alat

listrik.

4) Bahan-bahan, zat-zat, dan radiasi, misalnya : bahan peledak, gas, zat-zat kimia.

5) Lingkungan kerja ( diluar bangunan, didalam bangunan, dan dibawah tanah).

c. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan:

1) Patah tulang.

2) Dislokasi (kesleo).

3) Regang otot (urat).

4) Memar dan luka dalam yang lain.

5) Amputasi. Luka dipermukaan.

6) Gegar atau remuk.

7) Luka bakar.

8) Keracunan-keracunan mendadak.

9) Pengaruh radiasi.

d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka:


1) Kepala

2) Leher

3) Badan

4) Anggota gerak atas

5) Anggota gerak bawah

6) Banyak tempat

7) Letak lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut.

2.2.3 Risiko Kecelakaan Kerja

Risiko adalah satu kemungkinaan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada periode

waktu tertentu atau siklus operasi tertentu (Tarwaka, 2008).

2.2.4 Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja

Menurut Ramli (2010 : 18) kerugian dikategorikan atas kerugian langsung (direct cost)

dan kerugian tidak langsung (indirect cost). Kerugian langsung misalnya cedera pada tenaga

kerja dan kerugian pada sarana produksi. Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang tidak

terlihat sehingga sering disebut juga sebagai kerugian tersembunyi (hidden cost) misalnya

kerugian akibat terhentinya proses produksi, penurunan produksi, klaim atau ganti rugi, dampak

sosial, citra dan kepercayaan konsumen.

a. Kerugian langsung

Kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan dan

membawa dampak terhadap organisasi seperti berikut :

1) Biaya pengobatan dan kompensasi


Kecelakaan mengakibatkan cedera, baik cedera ringan, berat, cacat atau menimbulkan

kematian. Cedera ini akan mengakibatkan tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik

sehingga mempengaruhi produktivitas. Jika terjadi kecelakaan perusahaan harus

mengeluarkan biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan sesuai ketentuan yang berlaku.

2) Kerusakan sarana produksi

Kerugian langsung lainnya adalah kerusakan sarana produksi akibat kecelakaan

seperti kebakaran, peledakan, dan kerusakan. Banyak pengusaha yang terlena dengan adanya

jaminan asuransi terhadap aset organisasinya. Namun kenyataannya, asuransinya tidak akan

membayar seluruh kerugian yang terjadi, karena ada hal-hal yang tidak termasuk dalam

lingkup asuransi, seperti kerugian terhentinya produksi, hilangnnya kesempatan pasar atau

pelanggan.

b. Kerugian tidak langsung

Kerugian jam kerja Jika terjadi kecelakaan, pasti akan terhenti sementara untuk

membantu korban yang cedera, penanggulangan kejadian, perbaikan kerusakan atau

penyelidikan kejadian.

1) Kerugian produksi

Kecelakaan juga membawa kerugian terhadap proses produksi akibat kerusakan atau

cedera pada pekerja. Perusahaan tidak bisa berproduksi sementara waktu sehingga

kehilangan peluang untuk mendapat keuntungan.

2) Kerugian sosial
Kecelakaan juga membawa kerugian terhadap produksi-produksi akibat kerusakan

atau cedera pada pekerja. Perusahaan tidak bisa berproduksi sementara waktu sehingga

kehilangan peluang untuk mendapat keuntungan.

3) Citra dan kepercayaan konsumen

Kecelakaan menimbulkan citra negatif bagi organisasi karena dinilai tidak peduli

keselamatan, tidak aman atau merusak lingkungan.

2.3.4 Penyebab Kecelakaan

Menurut Ramli (2010 : 30) alam proses terjadinya kecelakaan terkait 4 (empat) unsur

produksi yaitu People, Equipment, Material, Environment (PEME) yang saling berinteraksi dan

bersama-sama menghasilkan suatu produk dan jasa. Kecelakaan terjadi dalam proses interaksi

tersebut yaitu ketika terjadi kontak antara manusia dengan alat, material, dan lingkungan dimana

dia berada.

Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat atau material yang kurang baik atau

berbahaya. Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak aman seperti

ventilasi, penerangan, kebisingan, atau suhu yang tidak aman melampaui ambang batas.

Disamping itu, kecelakaan juga dapat bersumber dari manusia yang melakukan kegiatan di

tempat kerja menangani alat atau material.

Faktor penyebab kecelakaan menurut H.W. Heinrick (1930) dalam Ramli (2010 : 33)

dengan teori dominonya yang menggolongkan atas :

1) Tindakan tidak aman dari manusia (unsafe action), misalnya tidak mau menggunakan alat

keselamatan dalam bekerja, melepas alat pengaman atau bekerja sambil bergurau. Tindakan

ini dapat membahayakan dirinya atau orang lain yang dapat berakhir dengan kecelakaan.
2) Kondisi tidak aman (unsafe condition) yaitu kondisi di lingkungan kerja baik alat, material

atau lingkungan yang tidak aman dan membahayakan. Sebagai contoh lantai yang licin,

tangga yang rusk dan patah, penerangan yang kurang baik atau kebisingan yang melampaui

batas aman yang diperkenankan.

Sedangkan sumber penyebab dasar menurut Suardi (2005 : 6) dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu :

a) Faktor perorangan antara lain :

- Kurang pengetahuan

- Kurang keterampilan

- Motivasi kurang baik

- Masalah fisik dan mental

b) Faktor pekerjaan antara lain :

- Standar kerja yang kurang baik

- Standar perencanaan yang kurang tepat

- Standar pembelian yang kurang tepat

- Retak akibat pemakaian setelah lama dipakai

- Pemakaian abnormal

Dari penyebab dasar inilah timbul keadaan yang disebut substandar atau tidak aman

(unsafe), yang berupa gejala-gejala dari kondisi dan perbuatan yang tidak aman. Dengan

memakai istilah standar atau aman kita dapat memberikan suatu ukuran tertentu yang aman,

ukuran yang digunakan. Yang tidak memenuhi standar tersebut disebut substandar (unsafe)

kondisi dan perbuatan tidak aman ini timbul sebagai akibat dari adanya penyebab dasar (basic

causes).
 Kondisi dan tindakan yang tidak aman antara lain :

(1) Tindakan tidak aman yang sering dijumpai antara lain :

- Menjalankan yang bukan tugasnya,gagal memberikan peringatan Melepaskan alat

pengaman atau membuat alat pengaman tidak berfungsi

- Menggunakan peralatan yang rusak

- Tidak memakai alat pelindung diri

- Memuat sesuatu secara berlebihan

- Menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya

- Mengangkat berlebihan

- Posisi yang tidak tepat

- Melakukan perbaikan pada waktu mesin masih berjalan

- Bersendu gurau

- Bertengkar

- Berada dalam pengaruh alkohol atau obat-obatan

(2) Kondisi yang tidak aman yang sering dijumpai antara lain :

- Pengamanan tidak sempurna

- Alat pelindung diri yang tidak memenuhi syarat

- Bahan atau peralatan kerja yang telah rusak

- Gerak tidak leluasa karena tumpukan benda

- Sistem tanda bahaya tidak memenuhi syarat

- House keeping dan lay out yang jelek

- Lingkungan kerja yang mengandung bahaya.


Sedangkan teori Frank Bird yang menggolongkan atas sebab langsung (immediate cause)

dan faktor dasar (basic cause). Penyebab langsung kecelakaan adalah pemicu yang langsung

menyebabkan terjadinya kecelakaan.

Penyebab tidak langsung (basic causes ) merupakan faktor yang turut memberikan

kontribusi terhadap kejadian tersebut, misalnya dalam kasus terpeleset tersebut karena terburu-

buru atau kurangnya pengawasan dilingkungan kerja.

Disamping faktor manusia, ada faktor lain yaitu ketimpangan sistem manajemen seperti

perencanaan, pengawasan, pelaksanaan, pemantuan dan pembinaan. Dengan demikian penyebab

kecelakaan tidak selalu tunggal tetapi bersifat multi causal sehingga penanganannya harus secara

terencana dan komprehensip yang mendorong lahirnya konsep sistem manajemen keselamatan

dan kesehatan kerja.

2.3.5 Pencegahan Kecelakaan

Menurut Ramli (2010 : 37) prinsip mencegah kecelakaan sebenarnya sangat sederhana

yaitu dengan menghilangkan faktor penyebab kecelakaan yang disebut tindakan tidak aman dan

kondisi tidak aman. Namun dalam praktiknya tidak semudah yang dibayangkan karena

menyangkut berbagai unsur yang saling terkait mulai dari penyebab langsung, penyebab dasar,

dan latar belakang oleh karena itu berkembang berbagai pendekatan pencegahan kecelakaan

beberapa diantaranya dibahas berikut ini :

a. Pendekatan Energi

Sesuai dengan konsep industri, kecelakaan bermula karena adanya sumber energi yang

mengalir mencapai penerima (recipient). Karena itu pendekatan energi yang mengendalian

kecelakaan melalui 3 titik yaitu pada sumbernya, pada aliran energi (path way) dan pada
penerima.

1) Pengendalian pada sumber bahaya

Bahaya sebagai sumber terjadinya kecelakaan dapat dikendalikan langsung pada

sumbernya dengan melakukan pengendalian teknis atau administratif.

2) Pendekatan pada jalan energi

Pendekatan berikutnya dapat dilakukan dengan penetrasi pada jalan energi sehingga

intensitas energi yang mengalir ke penerima dapat dikurangi.

3) Pengendalian pada penerima

Pendekatan berikutnya adalah melalui pengendalian terhadap penerima baik manusia,

benda atau material.pendekatan ini dapat dilakukan jika pengendalian pada sumber atau

jalannya energi tidak dapat dilakukan secara efektif. Oleh karena itu perlindungan diberikan

pada penerima dengan meningkatkan ketahanannya menerima energi yang datang.

b. Pendekatan Manusia

Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan 85 %

kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan tidak aman. Karena itu untuk

mencegah kecelakaan dilakukan berbagai upaya pembinaan unsur manusia untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga kesadaran K3 meningkat.

c. Pendekatan Teknis

Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses maupun

lingkungan kerja yang tidak aman.


d. Pendekatan Administratif

Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :

1) Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan bahaya dapat

dikurangi

2) Penyediaan alat keselamatan kerja

3) Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3

4) Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja.

e. Pendekatan Manajemen

Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak kondusif sehingga

mendorong terjadinya kecelakaan.

2.4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.4.2 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja secara filosofis adalah suatu upaya dan pemikiran untuk

menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani diri manusia pada umumnya

dan tenaga kerja pada khususnya beserta hasil karya menuju masyarakat yang adil, makmur dan

sejahtera (Tarwaka, 2008).

Keselamatan dan kesehatan kerja secara hukum merupakan suatu upaya perlindungan

agar setiap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja senantiasa dalam keadaan

sehat dan selamat serta sumber-sumber proses produksi dapat dijalankan secara aman, efisien,

dan produktif (tarwaka, 2008).


2.4.3 Tujuan usaha keselamatan dan kesehatan kerja

Anda mungkin juga menyukai