Anda di halaman 1dari 2

Kemiskinan merupakan masalah yang cukup kompleks.

Kemiskinan dianggap sebagai


penyakit sosial yang paling dahsyat dan menjadi musuh utama dalam pencapaian tujuan
pembangunan negara. Kemiskinan bukan saja dilihat sebagai fenomena ekonomi semata-mata,
tetapi juga sebagai masalah sosial dan politik, karena kemiskinan dianggap penyakit ekonomi, sosial
dan politik, maka membasmi kemiskinan menjadi prioritas utama. Dalam upaya mengidentifikasi
orang miskin terdapat dua hal yang harus lebih dahulu ditentukan, yaitu suatu pengukuran
kebutuhan hidup minimum (standard of living) dan penentuan garis kemiskinan. Kebutuhan hidup
sebuah keluarga merupakan konsep multi dimensi yang mencakup aspek konsumsi, non konsumsi
dan jasa yang digunakan untuk membedakan kebutuhan dasar suatu keluarga dengan keluarga
lainnya.

Sajogyo (1977:35) menetapkan garis kemiskinan berdasarkan penghasilan rumah tangga


senilai 360 Kg beras per tahun di perkotaan dan 240 Kg beras per tahun di pedesaan. Pengukuran
garis kemiskinan ini menurut Sajogyo dapat dipakai untuk memperbandingkan tingkat hidup antar
zaman dan antar ragam nilai rupiah.

Daerah pedesaan:

a) Miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 320 kg nilai tukar beras per orang
per tahun.

b) Miskin sekali: bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 240 kg nilai tukar beras per
orang per tahun.

c) Paling miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 180 kg nilai tukar beras per
orang per tahun.

Daerah perkotaan :

a) Miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 480 kg nilai tukar beras per orang
per tahun.

b) Miskin sekali: bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 380 kg nilai tukar beras per
orang per tahun.

c) Paling miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 270 kg nilai tukar beras per
orang per tahun.

Defenisi kemiskinan menurut pemerintah sebagaimana disebutkan oleh Bappenas di atas,


juga oleh Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN (1996) mendefinisikannya sebagai berikut:
“Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri
dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun
fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya”.

Biro Pusat Statistik (BPS). Tingkat kemiskinan didasarkan kepada jumlah rupiah konsumsi
berupa makanan yaitu kurang dari 2100 kalori per orang per hari (dari 52 jenis komoditi yang
dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada di lapisan bawah), dan konsumsi non
makanan (dari 25 jenis komoditi non makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan
antara wilayah pedesaan dan perkotaan).
1. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis
Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per
bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

2. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan
yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar
makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu,
sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll)

3. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang,
pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis
komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Anda mungkin juga menyukai