Anda di halaman 1dari 27

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT EFUSI PLEURA

DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Septiyanti, S.Kep., M.Pd

DISUSUN OLEH:
ANI ASTRIA P05120317 007
APRILIANI NUR AISIYAH P05120317 008
ELWINA DWI PUTRI P05120317 012
TANTRI SULISTIA APSARI P05120317 039
TITA TRI PAMELA P05120317040
WAHYUDI RAHMADANI P05120317 042
XENNA PUTRI JHODI P05120317 044

PRODI DIV KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


BENGKULU

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Selesainya
penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini kami sampaikan terima kasih.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi mahasiswa keperawatan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan khususnya pada pasien efusi pleura.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu, September 2018

penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pleura adalah membrane tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis
dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu didaerah hilus arteri dan
mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena
bonkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara histologist kedua lapisan
ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan
pembuluh getah bening (Harrison, 2000).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus efusi pleura
di seluruh dunia cukup tinggi menduduki urutan ketiga setelah kanker paru,
sekitar 10-15 juta dengan 100-250 ribu kematian tiap tahunnya. Efusi pleura
suatu disase entity dan merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang
dapat mengancam jiwa penderita. Tingkat kegawatan pada efusi pleura
ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan pembentukan cairan dan tingkat
penekanan paru .Efusi pleura menempati urutan ke empat distribus 10
penyakit terbanyik setelah kanker paru yaitu dengan jumlah 76 dari 808 orang
dengan prevalensi 9,14% ( Alsagaf, 2010).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit efusi pleura?
2. Apa saja klasifikasi efusi pleura?
3. Apa saja etiologi pada penyakit efusi pleura?
4. Bagaimana patofisiologi pada penyakit efusi pleura?
5. Apa saja manifestasi klinis yang ada pada penyakit efusi pleura?
6. Bagaimana WOC pada penyakit efusi pleura?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada penyakit efusi pleura?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit efusi pleura?
9. Apa saja diagnose yang ada pada penyakit efusi pleura?
10. Bagaimana konsep askep pada penyakit efusi pleura?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mahasiswa mampu memahami mengenai konsep penyakit efusi pleura`
2. Mahasiswa mampu memahami Konsep askep penyakit efusi pleura`

D. MANFAAT PENULISAN
Penulisan berharap dari adanya penulisan makalah ini dapat memberikan
manfaat kebanyak pihak, diantaranya:
1. Bagi penulis, memberikan gambaran penyakit efusi pleura secara umum
maupun terperinci
2. Bagi mahasiswa, dapat dianfaatkan dan digunakan oleh teman-teman
sebagai bahan referensi terkait penyakit efusi pleura.
3. Pihak umum, sebagai bahan bacaan dan sebagai sumber informasi
mengenai penyakit efusi pleura.
BAB II
KONSEP TEORITIS EFUSI PLEURA

A. PENGERTIAN EFUSI PLEURA


Efusi Pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh
cairan (terjadi penumpukan cairan dalam rongga pleura) (Somantri, 2009).
Efusi pleura merupakan suatu kelainan yang mengganggu system
pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis daris suatu penyakit, melainkan
hanya merupakan gejalan atau komplikasi dari suatu penyakit
(Muttaqin,2008).

B. KLASIFIKASI EFUSI PLEURA


Terdapat 2 klasifikasi dalam penyakit efusi pleura, yaitu sebagai berikut
(somantri, 2009):
1. Pleura viseralis
Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial yang
tipis (tebalnya tidak lebih dari 30µm), diantara celah-celah sel ini terdapat
beberapa sel limfosit.
2. Pleura parietalis
Lapisan pleura parietalis merupakan jaringan yang paling tebal dan
terdiri atas sel-sel mesotelial serta jaringan ikat (jaringan kolagen den
serat-serat elastik).

C. ETIOLOGI
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan dibagi lagi menjadi trasudat,
eksudat, dan hemoragi (arif Muttaqin, 2008) :
1. Trasudat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindrom nefrotik, asites ( oleh karena sirosis hepatis), sindrom vena kava
superior, tumor, dan sindrom meigs.
2. Esudat disebabkan oleh infeksi, TB, Pneumonia, tumor, infark paru,
radiasi, dan penyakit kolagen.
3. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru
dan tuberculosis.

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.
Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan
interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam
rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar
pleura.
Pada umumnya efusi karena penyakit pleura hamper mirip plasma
(eskudat), sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat
plasma (transudat). Efusi yang berhubungan dengan pleuritis disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder (akibat samping)terhadap
peradangan atau adanya neoplasma.
Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi
payah/gagal jantung kongesif. Saat jantung tidak dapa memompakan darahnya
secara maksimal ke seluruh tubuh maka akan terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya timbul hipertensi kapiler siskemik
dan cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut menjadi
bocor dan masuk kedalam pleura. ditambah dengan adanya penurunan
reabsorbsi cairan tadi oleh kelenjar limfe di pleura megakibatkan
pengumpulan cairan yang abnormal/ berlebihan. Hipoalbuminemia ( missal
pada klien nefrotik sindrom, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites dan
edema anasarka) akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukn
cairan pleura dan reabsorbsi yang berkurang. Hal tersebut dikarenakan adanya
penurunan pada tekanan onkotik intravascular yang mengakibatkan cairan
akan lebih mudah masuk ke dalam rongga pleura.
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru, sebagian akan
bergantung pada kekakuan relatif paru dan dinding dada. Pada volume paru
dalam batas pernapasan normal, dinding dada cenderung recoil ke luar
sementara paru-paru cenderung untuk recoil ke dalam.(Irman Somantri)

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan
yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada
(biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau
bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama
sekali. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: (Brunner & Suddarth, 2000)
1. Batuk kadang berdarah
2. Demam, menggigil
3. Pernafasan yang cepat
4. Lemas progresif disertai penurunan berat badan
5. Asites
6. Dipsnea
7. Cemas
F. WOC

TB paru Gagal jantung kiri Karsinoma Mediastinum

Pneumonia Gagal ginjal Karsinoma paru

Ateleksis Inflamasi Tekanan hidrostatik Permeabilitas kapiler


dipembuluh darah

Tekanan onkotik koloid


Cairan di pleura
Tekanan negative
intrapleura

Permeabilitas kapiler Akumulasi/penimbunan


cairan di kavum pleura

Fungsi pleura

Pengembangan Paru
Gangguan pola nafas

Gangguan ventilasi defusi

Pa O2 Penurunan suplai Metabolisme Penurunan suplai Sesak nafas


oksigen ke otak Meningkat oksigen ke jaringan
Pa CO2
Tindakan
Sekret invasif
Hipoksia serebral Kebutuhan peningkatan
energi metabolism
meningkat anaerob
Ganggguan Koping tidak
bersihan jalan Metabolisme efektif
napas Resiko gangguan
pefusi serebral Gangguan anaerob
Gangguan pemenuhan
Produksi
pertukaran gas nutrisi Kecemasan
asam laktat

Kelemahan
fisik umum

Intoleransi aktivitas
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada flouroskopi maupun foto thoraks PA cairan yang kurang dari 300cc
tidak bisa terlihat, mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukan
kostofrenikus. Pada efusi pleura subpulmonal, meskipun cairan pleura lebih
dari 300cc, frenicocostalis tampak tumpul dan diafragma kelihatan meninggi.
Untuk memastikannya, perlu dilakukan dengan foto thoraks lateral dari sisi
yang sakit (lateral dekubitus).(Muttaqin, 2008):
1. Pemeriksaan Radiologi
a. Biopsi pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura
melalui biopsi jalur perkutaneus. Biopsy ini dilakukan untuk
mengetahui adanya sel- sel ganas atau kuman- kuman penyakit
(biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura).
b. Pengukuran fungsi paru (spirometri)
Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara resudial ke
kapasitas total paru, dan penyakit pleural pada tuberculosis kronis
tahap lanjut. Kapasitas total paru adalah volume maksimal
pengembangan paru- paru dengan usaha inspirasi yang sebesar-
besarnya kira- kira 5800 ml. (Syaifuddin, 2009).
c. Pemeriksaan laboratorium
Memeriksa cairan pleura agar dapat menunjang intervensi lanjutan.
Analisa cairan pleura dapat dinilai untuk mendeteksi kemungkinan
penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil
thorakosentesis secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan
hemoragi, eksudat, dan transudat.
 Haemorragic pleural effusion, biasanya terjadi pada klien dengan
adanya keganasan paru atau akibat infark paru terutama
disebabkan tuberculosis.
 Yellow exudates pleural effusion, terutama terjadi pada keadaan
gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan
perikarditis konstriktif.
 Clear transudate pleural effusion, sering terjadi pada klien dengan
keganasan ekstrapulmoner.
d. Pemeriksaan darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit
yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah
limfosit masih dibwah normal. Laju endap darah mulai meningkat.
Jika penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal, dan
jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah
normal lagi. Bisa juga didapatkan anemia ringan dengan gambaran
normokron dan normositer, gama globulin meningkat dan kadar
natrium darah menurun.
e. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan
ditemukannnya kuman BA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat
dipastikan. Kriteria BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.

H. PENATALAKSANAANMEDIS DAN KEPERAWATAN (BRUNNER &


SUDDARTH, 2000)
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyabab yang
mendasari untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk
menghilangkan rasa tidak nyaman serta dispnea. Pengobatan spesifik
diarahkan pada penyebab yang mendasari.
1. Torasentesis, ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan
pengosongan cairan. Indikasi untuk melakukan torakosentesis adalah:
(1) menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan
dalam rongga pleura,
(2) bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal,
(3) bila terjadi reakumulasi cairan.
2. Selang dada dan drainase water –seal mungkin diperlukan untuk
pneumotoraks (kadang merupakan akibat torasentesis berulang).
 Water Seal Drainase
 WSD (Water Seal Drainase) adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk
mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.
a. Indikasi :
 Pneumo thoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus.
 Hemo thoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah
thorak
 Efusi pleura
 Empiema Karen penyakit paru serius dan kondisi inflamasi
b. Tujuan pemasangan WSD:
 Untuk mengeluarkan udara, caiaran atau darah rongga pleura.
 Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura.
 Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian.
 Untuk mencegah reflex drainase kembali kedalam rongga dada.
c. Tempat pemasangan WSD:
 Apical
 Letak selang pada interkosta III mid klavikula
 Dimasukkan secara antero lateral
d. Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
 Basal
 Letak selang pada interkostal V-V1 atau interkostal VIII-IX mid aksiller
e. Fungsiuntuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura
Jenis WSD:
 Sistem 1 botol .sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada
pasien dengan simple pneumotoraks
 Sistem dua botol pada system ini btol pertama mengumpulkan cairan/drainase
dan botol kedua adalah botol waterseal
 Sistem tiga botol , botol penghisap control ditambahkan kesistem dua
botol.sistem tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.
f. Komplikasi pemasangan WSD:
 Komplikasi primer: perdarahan, edema paru, tension pneumotoraks, atrial
aritmia
 Komplikasi sekunder: infeksi, emfiema
g. Obat dimasukkan kedalam ruang pleural untuk mengobliterasi ruang
pleura dan mencegah penumpukan cairan lebih lanjut.
h. Modalitas pengobatan lainnya: Radiasi dinding dada, operasi
pleurektomi dan terapi diuretic.
i. yang berhubungan dengan penyebab yang mendasari efusi pleural.

`
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT EFUSI
PLEURA

A. PENGKAJIAN (Irman Somantri,2009)


1. Biodata
Nama, umur, agama, alamat, pendidikan,pekerjaan, tanggal masuk
rumah sakit dan lain-lainnya.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimptomatik, gejala yang timbul
sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Pnoumonia akan
menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritik, ketika efusi
sudah membesar dan menyebar kemungkinan timbul dispnea dan
batuk. Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan napas pendek.
Tanda fisik meliputi deviasu trakea menjauhi sisi yang terkena,
dullness pada perkusi, dan penurunan bunyi pernapasan pada sisi yang
terkena .
b. Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan efusi pleura terutama akibat adanya infeksi non
pleura biasanya mempunyai riwayat penyakit tuberkolosis paru.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ditemukan data penyakit yang sama ataupun diturunkan dari
anggota keluarganya yang lain, terkecuali penularan infeksi
tuberkolosis yang menjadi faktor penyebab timbulanya efusi pleura.
3. Pemeriksaan fisik
a. Pada klien efusi pleura bentuk hemitorak yang sakit mencembung,
kosta mendatar, ruang interkosta melebar, pergerakan pernapasan
menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemotorak kontralateral
yang diketahui dari posisi trakea dan iktus kordis. PR cenderung
meningkat dan klien biasanya dispnea.
b. Vocal premitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 CC. disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yag sakit.
c. Suara perkusi redup sampai sampai pekak bergantung pada jumlah
cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka
pada pemeriksaan ekskursi diafragma akan didapatkan adanya
penurunan kemampuan pengemangan diafragma.
d. Auskultasi suara napas menurun sampai menghilang, egofani.
4. Pemeriksaan menunjang
Diagnosa yang pasti bisa didapatkan melalui tindakan torakosentesis
dan biopsi pleura pada beberapa kasus.
a. Sinar tembus dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral
lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horizontal
dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang
bisa berasal dari luar atau dari dalam paru-paru itu sendiri.
Hal lain yang terdapat terlihat dalam foto dada efusi pleura adalah
terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan.
Akan tetapi, bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan
cairan, mediastinum akan tetapi pada tempatnya.
b. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostic
maupun terapeutik. Torakosentesis sebaiknya dilakukan pada posisi
duduk. Lokasi aspirasi adalah pada bagian bawah paru di sela iga ke-9
garis aksila posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau
16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1.000-1.500 CC
pada setiap kali aspirasi. Jika aspirasi dilakukan sekaligus dalam
jumlah banyak, maka akan menimbulkan syok pleural ( hipotensi )
atau edema paru. Edema paru terjai karena paru-paru terlalu cepat
mengembang.
Table. Perbedaan cairan Transudat dan Eksudat

Transudat Eksudat
1. Warna 1. Kuning pucat, jernih 1. Jernih keruh, purulen,
hemoragik
2. Bekuan 2. – 2. -/+
3. Berat jenis 3. <1018 3. > 1018
4. Leukosit 4. <1000/ul 4. Bervariasi, > 1000/ul
5. Eritrosit 5. Sedikit 5. Biasanya banyak
6. Hitung 6. MN(limfosit/Mesotel) 6. Terutama
jenis polimorfonuklear (PMN)
7. Protein 7. <50% 7. >50%
total
8. LDH 8. <60% 8. >60%
9. Glukosa 9. =plasma 9. =/plasma
10. Fibrinogen 10. 0,3-4 % 10. 4-6 % atau lebih
11. Amilase 11. - 11. >50% serum
12. bakteri 12. - 12. -/+
Sumber: Black, J.M., dan Jacob,E.M.,1993

c. Biopsi pleura
Pemeriksaan hisstologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura
dapat menunjukkan 50 – 75 % diagnosis kasus pleuritis tuberkolosis
dan tumor pleura. bila hasil biopsi pertama tidak memuaskan dapat
dilakukan biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotoak,
hemotorak, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
d. Pendekatan pada efusi yang tidak terdiagnosis .
5. Pemeriksaan penunjang lainnya :
a. Bronkoskopis : pada kasus – kasus neoplasma, korpus alienum abses
paru.
b. Scanning isotop : pada kasus – kasus dengan emboli paru.
c. Torakoskopi ( fiber – optic pleuroscopy ) : pada kasus dengan
neoplasma atau TBC.
6. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan klien dengan efusi pleura adalah dengan mengatasi
penyakit yang mendasarinya, mencegah re-accumulation cairan dan
mengurangi ketidaknyamanan dan dispnea.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ()
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru
2. Resiko gangguan pefusi jaringan otak berhubungan dengan Penurunan
suplai oksigen ke otak
3. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan metabolisme
meningkat
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Penurunan suplai oksigen ke
jaringan
C. INTERVENSI
NO Diagnosa Perencanaan RASIONAL
Keperawatan NOC NIC
1. Pola nafas Respon penyapihan Penyapihan
tidak efektif, ventilasi mekanik: ventilator mekanik
yang dewasa 1. Pertimbangkan
berhubungan Setelah dilakukan asuhan kesiapan klien
dengan keperawatan …x24 jam dalam proses
Penurunan diharapkan menunjukkan penyapihan
ekspansi NOC Respon penyapihan (misalnya secara
paru ( ventilasi mekanik: hemodinamik,
Akumukasi dewasa dibuktikan kondisi yang
dari udara dengan indikator : membutuhkan
1. Tingkat pernapasan ventilasi sudah
spontan teratasi, kondisi
2. Irama pernapasan sudah optimal
spontan untuk penyapihan)
3. Kedalaman inspirasi 2. Monitor status
spontan cairan dan
4. PaO2 (tekanan parsial elektrolit yang
oksigen dalam darah optimal
arteri) 3. Posisiskan klien
5. PaCO2 (tekanan agar dapat
persial dioksida menggunakan otot
dalam darh arteri) penyapihan terbaik
6. Keseimbangan dan optimalkan
ventilasi perfusi fungsi
Dengan level: diafragma/penurun
1).Deviasi berat dari an diafragma
kisaran normal 4. Berikan fisioterapi
2).Deviasi yang cukup dad yang sesuai
besar dari kisaran 5. Buat jadwal untuk
normal mengkoordinasika
3).Deviasi sedang dari n aktivitas klien
kisaran normal yang lain dengan
4).Deviasi ringan dari percobaan
kisaran normal penyapihan
5).Tidak ada deviasi dari 6. Monitor gejala
kisaran normal. kelelahan otot
Nilai yang diharapkan pernafasan ( misal
yaitu: 4-5 perubahan nilai
PaCO2, secara
tiba-tiba, ventilasi
yang cepat dan
lambat, pergerakan
dinding abdomen),
hipoksemia, dan
hipoksia jaringan
ketika penyapihan
sedang dalam
proses
7. Gunakan relaksasi
yang sesuai
8. Berikan beberapa
peralatan klien
untuk mengontrol
selama penyapihan
9. Instruksikan klie
mengenai
perubahan
pengaturan
ventilator yang
meningkat selama
proses pernafasan
10. Berikan klien
dukunngan positif
dan laporan
berkala mengenai
perkembangan
klien
11. Instruksikan
kepada klien dan
keluarga mengenai
apa yang
diharapkan selama
proses berkala
penyapihan,
2 Resiko Perfusi jaringan: Monitor tekanan
gangguan serebral intracranial:
pefusi Setelah dilakukan asuhan 1. Berikan informasi
jaringan keperawatan …x24 jam kepada pasien dan
serebral diharapkan menunjukkan keluarga/orang
berhubungan NOC perfusi jaringan penting lainnya
dengan serebral dibuktikan 2. Ceksistem lampu
Penurunan dengan indikator : diperangkat alat
suplai 1. Tekanan intrakraial medis
oksigen ke 2. Tekanan darah sistolik 3. Rekam pembacaan
otak 3. Tekanan darah tekanan TIK
diastolic 4. Monitor tekanan
4. Nilai rata-rata tekanan aliran darah otak
darah 5. Monitor intake dan
5. Hasil serebral output
angiogram 6. Monitor tekanan
Dengan level: selang untuk
1).Deviasi berat dari gelembung udara,
kisaran normal puing-puing, atau
2).Deviasi yang cukup darah beku
besar dari kisaran 7. Sesuaikan kepala
normal tempat tidur untuk
3).Deviasi sedang dari mengoptimalkan
kisaran normal perfusi serebral
4).Deviasi ringan dari 8. Berikan ruang
kisaran normal untuk perawatan
5).Tidak ada deviasi dari agar
kisaran normal. meminimalkan
Nilai yang diharapkan elevasi TIK
yaitu: 4-5 9. Monitor tingkat
CO2 dan
pertahankan dalam
parameter yang
ditentukan
10. Berikan agen
farmakologis untuk
mempertahankan
TIK dalam
jangkauan tertentu`
3 Gangguan Status nutrisi Manajemen nutrisi
pemenuhan Setelah dilakukan asuhan 1. Tentukan gizi
nutrisi keperawatan …x24 jam pasien dan
berhubungan diharapkan menunjukkan kemampuan pasien
dengan NOC status nutrisi untuk memenuhi
metabolisme dibuktikan dengan kebutuhan gizi.
meningkat indikator : 2. Intruksikan pasien
1. Asupan gizi mengenai
2. Asupan makanan kebutuhan nutrisi
3. Asupan cairan (yaitu membahas
4. Energy pedoman diet dan
5. Hidrasi piramida makanan)
Dengan level: 3. Tentukan jumlah
1). Sangat menyimpang kalori dan jenis
dari rentang normal nutrisi yang
2). Banyak menyimpang dibutuhkan untuk
dari rentang normal memenuhi
3). Cukup menyimpang persyaratan gizi.
dari rentang normal 4. Atur diet yang
4). Sedikit menyimpang diperlukan
dari rentang normal 5. Lakukan atau
5). Tidak menyimpang bantu pasien
dari rentang normal terkait dengan
Nilai yang diharapkan perawatan mulut
yaitu: 4-5 sebelum makan.
6. Berikan obat-
obatan sebelum
makan (misalnya,
penghilang rasa
sakit, antiemetik),
jika diperlukan
7. Anjurkan keluarga
untuk membawa
makanan favorit
pasien sementara
pasien berada
dirumah sakit atau
fasilitas perawatan,
yang sesuai.
8. Anjurkan pasien
mengenai
modifikasi diet
yang diperlukan
(misalnya, NPO,
cairan bening,
cairan penuh,
lembut, atau diet
sesuai toleransi).
9. Pastikan diet
mencakup
makanan tinggi
kandungan serat
untuk mencegah
konstipasi
10. Anjurkan pasien
untuk memantau
kalori dan intake
makanan
(misalnya, buku
harian makanan)
isik Intoleransi Toleransi terhadap Terapi aktivitas
aktifitas aktivitas 1. Pertimbangkan
berhubungan Setelah dilakukan asuhan kemampuan klien

dengan keperawatan …x24 jam dalam

Penurunan diharapkan menunjukkan berpartisipasi

suplai NOC toleransi terhadap melalui aktivitas

oksigen ke aktivitas dibuktikan spesifik

jaringan dengan indikator : 2. Pertimbangkan


1. Saturasi oksigen ketika komitmen klien
beraktivitas untuk
2. Frekuensi nadi ketika meningkatkan
beraktivitas frekuensi dan jarak
3. Frekuensi pernafasan aktivitas
ketika beraktifitas 3. Bantu klien untu8k
4. Tekanan darah sistolik mengidentifikasi
ketika beraktivitas aktivitas yang
5. Tekanan darah diinginkan
diastolik ketika 4. Bantu klien untuk
beraktivitas menjadwalkan
Dengan level: waktu-waktu
1). Sangat terganggu spesifik terkait
2). Banyak terganggu dengan aktivitas
3). Cukup terganggu harian
4). Sedikit terganggu 5. Bantu klien dan
5). Tidak terganggu keluarga untuk
Nilai yang diharapkan mengidentifikasi
yaitu 4-5 kelemahan dalam
level aktivitas
tertentu
6. Bantu dengan
aktivitas fisik
secara teratur
(misalnya,
ambulasi,
transfer/perpindaha
n, berputar dan
kebersihan diri),
sesuai kebutuhan.
7. Ciptakan
lingkungan yang
aman untuk dapat
melakukan
pergerakan otot
secara berkala
sesuai dengan
indikasi
8. Berikan
kesempatan
keluarga untuk
terlibat dalam
aktivitas, dengan
cara yang tepat
9. Monitor respon
emosi, fisik, sosial,
dan spiritual
terhadap aktivitas
10. Bantu klien dan
keluarga
memantau
perkembangan
klien terhadap
pencapaian tujuan
yang diharapkan.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak
diantara permukaan viseral dan parietal, adalah proses penyakit primer yang
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain. Definisi lain dari efusi pleura merupakan suatu kelainan yang
mengganggu system pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis daris suatu
penyakit, melainkan hanya merupakan gejalan atau komplikasi dari suatu
penyakit (Muttaqin,2008).

B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, MC dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Jakarta : EGC

Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Interna Publishing

Price, SA & Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Somantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan edisi 2.


Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai