Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GERONTIK
“HIPERTENSI”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Keperawatan Gerontik
Di Puskesmas Gribig

Oleh : Farhanah
Nim : 201820461011096

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
I. DEFINISI
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg. Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection (JIVC)
sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai
derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi
sampai hipertensi maligna. Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan
diastoliknya antara 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya
antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg
atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap
lebih serius dari peningkatan sistolik (Tyani, Utomo, & Hasneli , 2015).
II. KLASIFIKASI HIPERTENSI
Klasifikasi hipertensi menurut WHO, yaitu:
1. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg
dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg
2. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan
diastolik 91-94 mmHg
3. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and Treatment
of Hipertension, yaitu:
1. Diastolik
a. < 85 mmHg : Tekanan darah normal
b. 85 – 99 mmHg : Tekanan darah normal tinggi
c. 90 -104 mmHg : Hipertensi ringan
d. 105 – 114 mmHg : Hipertensi sedang
e. >115 mmHg : Hipertensi berat
2. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)
a. < 140 mmHg : Tekanan darah normal
b. 140 – 159 mmHg : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi
c. > 160 mmHg : Hipertensi sistolik teriisolasi
Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang
mendadak (sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada penderita
hipertensi, yg membutuhkan penanggulangan segera yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan timbulnya atau telah terjadi
kelainan organ target (otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan pembuluh
darah).Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya
tekanan darah, diantaranya yaitu:
1. Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan
obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau
progresif target akut atau progresif. Kenaikan TD mendadak yg disertai
kerusakan organ target yang progresif dan di perlukan tindakan penurunan TD
yg segera dalam kurun waktu menit/jam.
2. Hipertensi Urgensi
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa
adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif bermakna tanpa
adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif dan tekanan
darah perlu diturunkan dalam beberapa jam. Penurunan TD harus dilaksanakan
dalam kurun waktu 24-48 jam (penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan
lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari) (Damayantie, Heryani, &
Muazir, 2018).
III. ETIOLOGI
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik
(idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya hipertensi:
1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran
pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi Primer
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti
genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin
angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas. Ciri lainnya yaitu: umur (jika umur
bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari
perempuan), ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih), kebiasaan hidup
(konsumsi garam yang tinggi melebihi dari 30 gr, kegemukan atau makan
berlebihan, stres, merokok, minum alcohol, dan minum obat-obatan
(ephedrine, prednison, epineprin).
2. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal, diabetes
melitus, stroke.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada:
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer (Ferayanti, Erwanto, & Sucipto, 2017)
IV. TANDA DAN GEJALA
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001) manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu: mengeluh sakit kepala, pusing lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah,
mual muntah, epistaksis, kesadaran menurun.
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah:
1. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.
2. Sakit kepala
3. Pusing / migraine
4. Rasa berat ditengkuk
5. Penyempitan pembuluh darah
6. Sukar tidur
7. Lemah dan lelah
8. Nokturia
9. Azotemia
10. Sulit bernafas saat beraktivitas (Ferayanti, Erwanto, & Sucipto, 2017)
V. PATOFOSIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.
Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer. Pada usia
lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan
kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel
jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan
dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II
berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi
kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang
menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan
darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada
organ-organ seperti jantung (Tyani, Utomo, & Hasneli , 2015).
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:
1. Pemeriksaan yang segera seperti:
a. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel
terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko
seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
b. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.
c. Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
d. Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi.
f. Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).
g. Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi.
h. Kadar aldosteron urin/serum: untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab).
i. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
j. Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.
k. Steroid urin: Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.
l. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel
kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana
luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
m. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
1. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
yang pertama):
a. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal / ureter.
b. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
d. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT scan.
USG untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien
(Ferayanti, Erwanto, & Sucipto, 2017).
V. KOMPLIKASI
Efek pada organ, otak (pemekaran pembuluh darah, perdarahan, kematian sel
otak: stroke), ginjal (malam banyak kencing, kerusakan sel ginjal, gagal ginjal),
jantung (membesar, sesak nafas, cepat lelah, gagal jantung).
IV. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
1. Terapi tanpa Obat  Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat.
Terapi tanpa obat ini meliputi: diet destriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr
menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh.
2. Penurunan berat badan
3. Penurunan asupan etanol
4. Menghentikan merokok
5. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam
olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan
lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-
87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar
antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x
perminggu dan paling baik 5 x perminggu
6. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi:
a. Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada
subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek
dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik
seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti
kecemasan dan ketegangan.
b. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk
dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks Pendidikan
Kesehatan (Penyuluhan).
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
7. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja
tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita
dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur
hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi (Joint National Committee On Detection, Evaluation And Treatment Of
High Blood Pressure, Usa, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat
beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat
tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang
ada pada penderita (Damayantie, Heryani, & Muazir, 2018)
V. PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya
hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi
garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
a. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak
terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
b. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
c. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
d. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.

2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita
hipertensi berupa:
a. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun
dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
b. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara
normal dan stabil mungkin.
c. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
d. Batasi aktivitas.
A. Diit Hipertensi
1. Konsumsi lemak dibatasi
2. Konsumsi kolesterol dibatasi
3. Konsumsi kalori dibatasi untuk yang terlalu gemuk atau obese
4. Makanan yang boleh dikonsumsi
a. Sumber kalori (beras,tales,kentang,macaroni,mie,bihun,tepung-tepungan,
gula).
b. Sumber protein hewani (daging,ayam,ikan,semua terbatas kurang lebih 50
gram perhari, telur ayam,telur bebek paling banyak satu butir sehari, susu tanpa
lemak).
c. Sumber protein nabati (kacang-kacangan kering seperti tahu,tempe,oncom).
d. Sumber lemak (santan kelapa encer dalam jumlah terbatas).
e. Sayuran (sayuran yang tidak menimbulkan gas seperti
bayam,kangkung,buncis, kacang panjang, taoge, labu siam, oyong, wortel).
f. Buah-buahan (semua buah kecuali nangka, durian, hanya boleh dalam jumlah
terbatas).
g. Bumbu (pala, kayu manis,asam,gula, bawang merah, bawang putih, garam
tidak lebih 15 gram perhari).
h. Minuman (teh encer, coklat encer, juice buah).
5. Makanan yang tidak boleh dikonsumsi
a. Makanan yang banyak mengandung garam.
b. Makanan yang banyak mengandung kolesterol
c. Makanan yang banyak mengandung lemak jenuh.
d. Lemak hewan: sapi, babi, kambing, susu jenuh, cream, keju, mentega.
e. Makanan yang banyak menimbulkan gas.
6. Obat Tradisional Untuk Hipertensi
Banyak tumbuhan obat yang telah lama digunakan oleh masyarakat secara
tradisional untuk mengatasi hipertensi atau tekanan darah tinggi. Hal yang perlu
diinformasikan kepada masyarakat adalah cara penggunaannya, dosis, serta
kemungkinan adanya efek samping yang tidak diketahui. Obat – obat tradisional
tersebut diantaranya:
a. Buah Belimbing
Buah ini dapat mengontrol tekanan darah dalam keadaan normal dan juga
bisa menurunkan tekanan darah bagi mereka yang sudah mengalaminya. Caranya
yaitu buah belimbing yang sudah masak diparut halus. Kemudian parutan
belimbing diperas sehingga menjadi satu gelas sari belimbing. Air perasan ini
diminum setiap pagi, lakukan selama tiga minggu sampai satu bulan. Setelah satu
bulan sari belimbing ini dapat diminum dua hari sekali. Tidak perlu menambahkan
gula pasir atau sirup pada air perasan. Bagi mereka yang sudah terlanjur menderita
hipertensi, sebaiknya gunakan buah belimbing yang besar sehingga air perasannya
lebih banyak.
b. Daun Seledri
Cara penggunaannya dengan menumbuk segenggam daun seledri sampai
halus, saring dan peras deengan kain bersih dan halus. Air saringan usahakan satu
gelas diamkan selama satu jam, kemudian diminum pagi dan sore dengan sedikit
ampasnya yang ada di dasar gelas. Menurut penelitian daun seledri bisa
memperkecil fluktuasi kenaikan tekanan darah.
c. Bawang Putih
Caranya dengan memakan langsung tiga siung bawang putih mentah setiap
pagi dan sore hari. Pilih bawang putih yang kulitnya berwarna coklat kehitaman
karena mutunya lebih baik. Jika tidak mau memakannya dalam keadaan mentah
bisa direbus atau dikukus dulu. Namun karena banyak zatnya yang bisa berkhasiat
yang dapat ikut larut ddalam air rebusannya, sebaiknya ditambaah menjadi 8
sampai 9 siung sekali makan.
d. Buah Mengkudu / Pace
Buah ini sebagai alternatif untuk menekan hipertensi. Caranya hampir sama
dengan buah belimbing, yaitu dengan cara memarut halus, kemudian diperas
memakai kain kassa yang bersih, diambil airnya. Minum sari mengkudu setiap
pagi dan sore hari secara teratur
e. Avokad
Caranya lima daun avokad dicuci bersih, kemudian direbus dengan 4 gelas
air putih. Tunggu air rebusan hingga menjaadi 2 gelas, saring. Satu gelas diminum
pagi hari, satu gelas lagi diminum sore hari.
f. Melon
g. Semangka
h. Mentimun (Damayantie, Heryani, & Muazir, 2018)
IX. PENGKAJIAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
2. Sirkulasi
Gejala : giwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup,
penyakit serebrovaskuler.
Tanda : kenaikan TD, nadi (denyutan jelas), frekuensi / irama (takikardia,
berbagai disritmia), bunyi jantung (murmur, distensi vena jugularis, ekstermitas,
perubahan warna kulit), suhu dingin (vasokontriksi perifer), pengisian kapiler
mungkin lambat.
3. Integritas Ego
Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor
stress multiple (hubungsn, keuangan, pekerjaan).
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan
yang meledak, otot muka tegang (khususnya sekitar mata), peningkatan pola bicara.
4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (infeksi, obstruksi, riwayat
penyakit ginjal).
5. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol, mual, muntah, riwayat penggunaan diuretik.
Tanda : BB normal atau obesitas, edema, kongesti vena, peningkatan JVP,
glikosuria.
6. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing / pening, sakit kepala, episode kebas, kelemahan pada
satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (penglihatan kabur, diplopia), episode epistaksis.
Tanda : perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori
(ingatan), respon motorik (penurunan kekuatan genggaman), perubahan retinal optik.
7. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri
abdomen.
8. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea
nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda : distress respirasi / penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas
tambahan (krekles, mengi), sianosis.
9. Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan.
Tanda : episode parestesia unilateral transien.
10. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala : faktor resiko keluarga (hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM ,
penyakit serebrovaskuler, ginjal), faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon
lain, penggunaan obat / alkohol.
B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
4. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang
diderita klien.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit.
RENCANA KEPERAWATAN

DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX
KOLABORASI
1 Resiko tinggi terhadap NOC : NIC :
penurunan curah jantung
 Cardiac Pump effectiveness Cardiac Care
berhubungan dengan
 Circulation Status  Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lok
peningkatan afterload,
 Vital Sign Status durasi)
vasokonstriksi, Kriteria Hasil:  Catat adanya disritmia jantung
hipertrofi/rigiditas  Tanda Vital dalam rentang normal
 Catat adanya tanda dan gejala penurunan card
ventrikuler, iskemia (Tekanan darah, Nadi, respirasi) putput
miokard  Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada
 Monitor status kardiovaskuler
kelelahan  Monitor status pernafasan yang menanda
 Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak gagal jantung
ada asites  Monitor abdomen sebagai indicator penuru
 Tidak ada penurunan kesadaran perfusi
 Monitor balance cairan
 Monitor adanya perubahan tekanan darah
 Monitor respon pasien terhadap efek pengoba
antiaritmia
 Atur periode latihan dan istirahat un
menghindari kelelahan
 Monitor toleransi aktivitas pasien
 Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu
ortopneu
 Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, a
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
DAFTAR PUSTAKA

Damayantie, N., Heryani, E., & Muazir. (2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
penatalaksanaan Hipertensi oleh penderita di Wilayah Kerja Puskesmas Sekernan Ilir
Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2018. jurnal ners dan kebidanan.
Ferayanti, N., Erwanto, R., & Sucipto, A. (2017). EFEKTIVITAS TERAPI RENDAM KAKI
AIR HANGAT DAN RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP TEKANAN
DARAH. jurnal keperawatan dan pemikiran ilmihan.
Tyani, E. S., Utomo, W., & Hasneli , Y. (2015). EFEKTIFITAS RELAKSASI OTOT
PROGRESIF TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI
ESENSIAL. JOM Vol. 2 No. 2.

Anda mungkin juga menyukai