Anda di halaman 1dari 9

ISSN 1907-0799

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TANAH MELALUI SISTEM AGROFORESTRI


Increasing Soil Productivity through Agroforestry System

Erna Suryani1 dan Ai Dariah2


erna_suryani2004@yahoo.com; aidariah@yahoo.com
1
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12 Bogor 16114
2
Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12 Bogor 16114

Naskah diterima 11 Januari 2012; hasil evaluasi 18 Juni 2012; hasil perbaikan 20 Desember 2012

ABSTRAK
Rendahnya tingkat kesuburan tanah dan tingginya unsur yang bersifat meracun sebagai akibat tingginya intensitas hujan
(>2.500 mm/tahun) merupakan penyebab utama rendahnya produktivitas tanah di daerah tropika basah, seperti Indonesia. Pada
kondisi ini, diharapkan sistem agroforestri dapat menjadi solusinya. Terdapat tiga komponen dalam agroforestri, yaitu kehutanan,
pertanian dan peternakan. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai Wanatani yang berarti menanam pepohonan di
lahan pertanian. Pohon-pohon memilki perakaran dalam dan menyebar secara intensif pada lapisan tanah bawah mengurangi
pencucian hara secara vertikal maupun horisontal. Penutupan tanah oleh vegetasi melindung tanah dan erosi. Peran tersebut
menjadikan agroforestri mampu bertindak sebagai salah satu tindakan konservasi tanah dan air, selain menghasilkan beberapa jenis
produk yang memilik nilai ekonomi tinggi. Kondisi demikian sekaligus menempatkan agroforestri sebagai sistem pengelolaan lahan
yang berkelanjutan.

Kata kunci : Produktivitas tanah rendah, zona tropika basah, pengelolaan lahan berkelanjutan, agroforestri

ABSTRACT

The low soil fertility and high toxic elements caused by high rainfall (>2,500 mm/year) is the main factor responsible for
the low soil productivity in the humid tropical zone, like Indonesia. In this condition, agroforestry system is expected to be solution.
There are three components of agroforestry: silviculture, agriculture and livestock. Agroforestry in Indonesian is called Wanatani
that means planting trees in agricultural land. Trees have deep rooting and spread intensively in subsoil may reduce leaching nutrient
both vertically and horizontally. Cover crop protected soil from erosion. This role makes agroforestry as one form of soil and water
conservation practices, produced some products that have a high economic value. This situation allowed agroforestry as a system of
sustainable land management.

Keywords : Low soil productivity, humid tropical zone, sustainable land management, agroforestry

C
urah hujan tinggi (>2.500 mm/tahun) 31,8% dari total luas wilayah Indonesia
adalah faktor utama penyebab erosi dan (Subagyo et al., 2000). Berdasarkan Keys to
pencucian hara di daerah tropika basah. Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010), tanah
Air yang mengalir melalui pori-pori tanah tersebut sebagai Ultisols dan Oxisols. Kedua
melarutkan dan membawa unsur hara ke lapisan tanah tersebut dicirikan oleh kandungan basa
yang lebih dalam, sehingga tidak dapat rendah dan Al serta Fe tinggi.
dimanfaatkan oleh tanaman. Kondisi ini semakin
Kondisi kesuburan tanah yang rendah
diperparah oleh pertumbuhan akar yang dibatasi
menyebabkan sebagian besar lahan ditinggalkan
oleh lapisan kaya Al dan Fe (Szoot et al., 1991;
oleh penggarapnya, lahan ditumbuhi alang-alang
Hairiah, 2000a). Tanah tersebut merupakan ciri
khas yang menyebar di sebagian besar wilayah dan semak, bahkan dibiarkan terlantar. Pada
Indonesia. Di Sumatera tanah tersebut menyebar kondisi ini, diharapkan sistem agroforestri dapat
sekitar 15,4 juta ha, di Kalimantan sekitar 26,5 membantu meningkatkan produktivitas tanah.
juta ha dan di Papua sekitar 11,5 juta ha atau Lundgren dan Ranitree (1983); Nair (1984);

101
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 6 No. 2, Desember 2012

Sanchez et al. (1997) mengemukakan tanaman atau ternak secara bersamaan atau
pohon-pohonan berperakaran dalam pada sistem berurutan pada unit lahan yang sama, dan
agroforestri dapat membantu meningkatkan dan menerapkan cara-cara pengelolaan yang
memelihara hara tanah, menekan erosi sekaligus sesuai dengan kebudayaan penduduk
mengkonservasi air, disamping menghasilkan setempat.
beberapa jenis produk yang memiliki nilai  Satjapradja (1981) mengemukakan Agro-
ekonomi tinggi . forestry adalah suatu metode penggunaan
lahan secara optimal yang mengkombinasi-
Paper ini bertujuan mengkaji efektifitas
kan sistem-sistem produksi biologis berotasi
sistem agroforestri dalam meningkatkan
pendek dan panjang (suatu kombinasi
produktivitas tanah sekaligus mengkonservasi,
produksi kehutanan dan produksi biologis
sehingga sistem ini dapat dijadikan sebagai
lainnya) berdasarkan asas kelestarian secara
pilihan model pertanian berkelanjutan untuk
bersamaan atau berurutan di dalam atau di
meningkatkan perekonomian masyarakat daerah
luar kawasan hutan dengan tujuan mencapai
tropika basah, seperti Indonesia.
kesejahteraan masyarakat.
 Vegara (1982) mendefinisikan Agroforestry
AGROFORESTRI DAN PERTANIAN sebagai sistem pemanfaatan lahan
BERKELANJUTAN berkelanjutan yang dapat memelihara atau
meningkatkan total hasil dengan
Definisi mengkombinasikan tanaman pangan (annual)
dengan tanaman pohon-pohonan (perennial)
Dalam bahasa Indonesia Agroforestry dan/atau ternak dalam suatu unit lahan, baik
dikenal sebagai Wanatani, yaitu menanam dalam kurun waktu yang bersamaan atau
pepohonan di lahan pertanian. Konsep berbeda dengan pengelolaan yang sesuai
Agroforestry dirintis pertama kali oleh Canadian dengan karakteristik sosiokultural, kondisi
International Development Centre, yaitu lembaga ekonomi dan lahan.
yang bertugas mengidentifikasi prioritas  Nair (1989) mengemukakan bahwa
pembangunan bidang kehutanan di negara- Agroforestri adalah nama kolektif untuk
negara berkembang pada tahun 1970-an. Hasil sistem-sistem penggunaan lahan, dimana
identifikasi menunjukkan hutan-hutan di negara tanaman berkayu (pohon-pohonan, perdu,
berkembang belum dimanfaatkan secara optimal. jenis-jenis palm, bambu, dan sebagainya)
Di pihak lain ditemukan kegiatan-kegiatan yang ditanam bersamaan dengan tanaman
mengarah pada pengrusakan lingkungan. pertanian, dan/atau hewan dengan tujuan
Kegiatan tersebut perlu dicegah melalui tertentu dalam suatu bentuk pengaturan
pengelolaan lahan yang dapat mengawetkan spasial atau urutan temporal dan
lingkungan fisik secara efektif, sekaligus dapat didalamnya terdapat interaksi-interaksi
memenuhi kebutuhan pangan, papan dan ekologi dan ekonomi diantara berbagai
sandang bagi manusia. Berikut beberapa definisi komponen yang bersangkutan.
Agroforestry:
 International Council for Research in Berdasarkan definisi di atas dapat
Agroforestry (ICRAF) mendefinisikan disimpulkan bahwa agroforestri mempunyai ciri-
Agroforestry sebagai suatu sistem ciri, yaitu: 1) suatu sistem pengelolaan lahan
pengelolaan lahan yang berasaskan yang berasaskan kelestarian, 2) mengkombinasi-
kelestarian dalam meningkatkan hasil lahan kan produksi tanaman pertanian (termasuk
secara keseluruhan, mengkombinasikan pohon-pohonan), tanaman kehutanan dan
produksi tanaman (termasuk tanaman peternakan secara bersamaan atau berurutan
pohon-pohonan) dan tanaman hutan dan/ pada suatu unit lahan, 3) pengelolaan lahan

102
Erna Suryani dan Ai Dariah : Peningkatan Produktivitas Tanah Melalui Sistem Agroforestri

sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat, berbagai jenis tanaman berbasis pohon yang
dan 4) bertujuan mencapai kesejahteraan ditanam dan dipelihara dengan pola dan
masyarakat. ekosistem menyerupai hutan. Ciri utama sistem
agroforestri kompleks adalah kenampakan fisik
Agroforestri terdiri dari tiga komponen
dan dinamika di dalamnya menyerupai ekosistem
pokok yaitu kehutanan, pertanian dan peternak-
hutan, baik hutan primer maupun hutan
an (Hairiah et at., 2003). Namun peneliti lain
sekunder (Hairiah et al., 2003).
(Vegara, 1982; Lundgren dan Raintree, 1983;
Nair, 1984) mengemukakan bahwa agroforestri
terdiri atas Agrisilvikultur, yaitu pengelolaan Agroforestri sebagai praktek pertanian
lahan yang mengkombinasikan komponen berkelanjutan
kehutanan dengan pertanian, Silvopastura, yaitu
pengelolaan lahan yang mengkombinasikan Konsep pertanian berkelanjutan adalah
komponen kehutanan dengan peternakan, dan integrasi dari tiga tujuan utama, yaitu: 1)
Agrosilvopastura, yaitu pengelolaan lahan yang kesehatan lingkungan, 2) keuntungan ekonomi,
mengkombinasikan komponen pertanian dengan dan 3) keadilan sosial ekonomi (Vegara, 1982).
kehutanan dan peternakan. Selain tiga bentuk di FAO (1995) mengemukakan pertanian
atas, Nair (1987) menambahkan sistem lain berkelanjutan adalah pengelolaan dan konservasi
yang dapat dikategorikan sebagai agroforestri, sumberdaya alam yang berorientasi pada
yaitu: Silvofishery, yaitu pengelolaan lahan yang teknologi untuk menjamin kebutuhan manusia
mengkombinasikan komponen kehutanan pada masa sekarang dan akan datang. Pertanian
dengan perikanan dan Apiculture, yaitu budidaya berkelanjutan akan melindungi sumberdaya
lebah atau serangga yang dilakukan dalam lahan, air, tanaman dan sumberdaya hewan
komponen kehutanan. dengan teknologi yang sesuai, serta mengun-
tungkan secara ekonomi, dan dapat diterima
Dalam perkembangan berikutnya de secara sosial tanpa merusak lingkungan.
Foresta dan Michon (1997) mengklasifikasikan
agroforestri menjadi dua kelompok, yaitu 1) Keberlanjutan sistem penggunaan lahan
sistem agroforestri sederhana (Simple-Agro- tergantung pada fleksibilitas penggunaan lahan
forestry), dan 2) sistem agroforestri komplek tersebut dalam lingkungan yang terus berubah.
(Complex-Agroforestry). Sistem agroforestri Adanya keanekaragaman sumberdaya yang
sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana tinggi pada tingkat usahatani akan menunjang
pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan fleksibilitas penggunaan lahan tersebut
satu jenis atau lebih tanaman semusim. (Reijntjes, 1999). Dengan demikian agroforestri
Pepohonan dapat ditanam sebagai pagar merupakan sistem penggunaan lahan yang
mengelilingi petak lahan tanaman pangan, mendukung pertanian berkelanjutan, karena
secara acak dalam petak lahan, atau dengan disamping memiliki konstribusi produksi yang
pola lain, misalnya berbaris dalam larikan nyata dan beragam, juga fungsi konservatif
sehingga membentuk lorong/pagar. Jenis pohon terhadap lingkungan dan keadaan sosial,
yang ditanam bernilai ekonomi tinggi, seperti sehingga menjamin ekonomi yang lebih luas dan
kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao, jati dan keamanan pangan lebih tinggi (FAO, 1989).
mahoni atau memiliki nilai ekonomi rendah
namun sangat penting untuk lingkungan, seperti
PERAN SISTEM AGROFORESTRI DALAM
dadap, lamtoro dan kaliandra. Sedangkan
MENGATASI DEGRADASI LAHAN
tanaman semusim adalah padi, jagung, kacang
tanah, ubi kayu, dan lain sejenisnya, atau
Degradasi lahan adalah proses penurunan
dengan pakan ternak.
kualitas lahan, baik fisik, kimia (peningkatan
Sistem agroforestri kompleks adalah suatu kemasaman tanah, penurunan kandungan unsur
sistem pertanian menetap yang terdiri dan hara) maupun biologi (penurunan aktivitas

103
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 6 No. 2, Desember 2012

biologi tanah), salinisasi dan pencemaran tanah yang lebih curam yang beresiko tinggi terhadap
(Young, 1997). Barrow (1991) mengemukakan erosi. Menurut Cooper et al. (1996) sistem
bahwa degradasi lahan dicirikan oleh status hara agroforestri berperan sebagai tindakan konser-
dan kapasitas menahan air sangat rendah, dan vasi tanah untuk menghindari dan mengatasi
telah mengalami kerusakan serta kehilangan degradasi lahan dan penggunaan lahan yang
fungsi hidrologi dan ekonomi. berkelanjutan melalui penciptaan penutupan
tanah oleh vegetasi agroforestri yang melindung
tanah dan erosi. Tabel 1 menampilkan indeks
Kesuburan tanah tutupan lahan (C) pada berbagai penggunaan
lahan (U.S Forest Service, 1980 dalam Asdakh,
Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah
2002).
mendukung pertumbuhan tanaman pada kondisi
iklim dan lingkungan yang sesuai. Menurut Tabel 1. Indeks C pada berbagai penggunaan
Barrow (1991) memelihara dan mempertahankan lahan (lereng 0-30%)
kesuburan tanah melalui penggunaan lahan
Tipe penggunaan
dalam kondisi ekosistem alami akan mem- Kondisi tanah Nilal C
lahan
pertahankan produksi tetap lestari. Agroforestri Tanah kosong Sedang kasar 0,30-0,60
sebagai suatu sistem pengelolaan lahan yang 0,20-0,50
berasaskan kelestarian memiliki kesamaan Ladang garapan Berat, tanpa vegetasi 0,30-0,60
dengan ekosistem alami, sesuai yang dikemuka- Berat dengan vegetasi 0,20-0,50
Berpasir tanpa vegetasi 0,20-0,25
kan oleh Young dalam Suprayogo et al. (2003)
Berpasir dengan vegetasi 0,10-0,25
bahwa sistem agroforestri dapat menggantikan
Padang rumput Berat 0,15-045
fungsi ekosistem hutan (alami) sebagai pengatur Berpasir 0,05-0,25
siklus hara dan pengaruhnya terhadap Hutan/ - 0,05-0,25
lingkungan. bervegetasi
Agroforestri ditujukan untuk memaksimal- Sumber: U.S Forest Service. (1980) dalam Asdak
kan penggunaan energi matahari, meminimalkan (2002)
kehilangan unsur hara, mengoptimalkan
efesiensi penggunaan air dan meminimalkan Berdasarkan tabel tersebut, penutupan
runoff serta erosi. Menurut Young dalam tanah dengan sistem agroforestri (menyerupai
Suprayogo el at. (2003) ada empat keuntungan hutan) memiliki koefisien C yang relatif lebih
penerapan agroforestri, yaitu: memperbaiki rendah (0,05 - 0,25) dibandingkan dengan tipe
kesuburan tanah, menekan erosi, mencegah penggunaan lahan lain. Hal ini mengindikasikan
perkembangan hama dan penyakit, dan menekan bahwa sistem agroforestri menjadikan tanah
populasi gulma. Lebih lanjut dijelaskan, terhadap mempunyai kemampuan menyerap air lebih
kesuburan tanah sistem agroforestri berperan tinggi, sehingga dapat mengurangi aliran
dalam hal mempertahankan kandungan bahan permukaan.
organik tanah, mengurangi kehilangan hara ke Penelitian Suryani et al. (2004) di DAS
lapisan lebih bawah, menambah hara N hasil Cijalupang menemukan bahwa hutan mempunyai
penambatan N bebas dan udara, memperbaiki bilangan kurva (CN) aliran permukaan terendah
sifat fisik tanah, dan adanya interaksi antara yang mengindikasikan kemampuan penggunaan
komponen ekologis dan ekonomis. lahan ini meretensi air hujan paling tinggi.
Kemampuan meretensi air hujan cukup tinggi
Erosi tanah lainnya adalah kebun campuran (kombinasi
tanaman pohonan dan pangan), semak dan
Perubahan lingkungan di daerah tropika perkebunan teh, kemudian diikuti oleh sawah.
berkaitan erat dengan pembukaan hutan, dimana Tegalan mempunyai kemampuan meretensi air
terjadinya pergeseran lahan pertanian ke daerah hujan rendah, sedangkan pemukiman paling
bagian tengah dan hulu pada kemiringan lahan rendah (Tabel 2).

104
Erna Suryani dan Ai Dariah : Peningkatan Produktivitas Tanah Melalui Sistem Agroforestri

Tabel 2. Bilangan kurva aliran permukaan PEMILIHAN JENIS TANAMAN DALAM


penggunaan lahan tahun 1990 - 2002 SISTEM AGROFORESTRI
Tipe penggunaan Tahun 1990 Tahun 2002
lahan CN I (mm) CN I (mm) Freenstra (2000) mengemukakan bahwa
Hutan 52,57 45,83 52,66 45,67
dalam pelaksanaan agroforestri sebagai
Kebun campuran 58,20 36,49 58,80 35,59 pertanian berkelanjutan perlu memperhatikan
Semak 59,12 35,13 59,16 35,07 beberapa hal, yaitu: 1) pemilihan jenis tanaman
Perkebunan teh 59,39 34,74 59,49 34,59 yang sesuai dengan lokasi dan kondisi pertanian
Sawah 59,50 34,58 59,50 34,58 setempat, 2) diversifikasi tanaman dan cara
Tegalan 63,25 29,52 63,25 29,52 bertani yang dapat memperluas stabilitas
Pemukiman 65,90 26,29 65,94 26,24 biologis dan ekonomis, 3) pengelolaan tanah
Rata-rata 59,70 34,29 59,83 34,11 untuk memperluas dan menjaga kualitas tanah,
4) penggunaan input yang efisien dan ramah
Sumber: Suryani et al. (2004)
lingkungan, dan 5) perhatian terhadap tujuan
Keterangan : I = kemampuan meretensi ar (mm), CN
= curve number dan cara hidup petani.
Pemilihan jenis tanaman merupakan hal
penting dalam sistem agroforestri. Persoalan
Pada daerah-daerah berlereng, penanam-an yang sering muncul dalam pemilihan jenis
sistem agroforestri dapat menggunakan sistem tanaman adalah toleransi tanaman terhadap
Sloping Agricultural Land Technology (SALT), kejenuhan Al dan kemasaman tinggi, unsur hara
suatu bentuk Alley Cropping (tanaman lorong). rendah (terutama P dan K) dan toleransi
Sistem SALT telah dipraktekan di Mindanao terhadap naungan (Norman et al., 1995), serta
Baptist Rural Life Center, Davao Del Sur yang kemampuan untuk berkompetisi dalam
menunjukkan bahwa cara bercocok tanam dan mendapatkan air, hara, dan cahaya (Sanchez,
pengaturan letak tanaman, terutama di daerah 1995). Strategi yang dapat dilakukan untuk
berlereng, sangat berperan dalam memilih tanaman yang toleran terhadap
mengkonservasi tanah dan air, serta produksi kemasaman tinggi adalah: 1) modifikasi genetik,
hasil pertanian. Penggunaan mulsa lamtoro dan 2) inventarisasi tanaman. Tabel 3
(Leucaena leucocephala) dapat meningkatkan menyajikan beberapa jenis tanaman yang toleran
kesuburan tanah dan bahaya erosi, serta terhadap kemasaman tinggi yang dapat ditanam
pendapatan petani dapat ditingkatkan. pada sistem agroforestri.
Pertimbangan lain adalah tanaman yang
memiliki perakaran dalam dengan tajuk yang
tidak terlalu lebar. Pohon dengan perakaran
dalam dan menyebar secara intensif pada
lapisan tanah bawah dapat mengurangi
pencucian hara secara vertikal maupun
horisontal. Sedangkan penyebaran akar pohon
yang dangkal akan menimbulkan kompetisi
dengab tanaman semusim yang mengakibatkan
hambatan pertumbuhan. Hambatan
pertumbuhan dapat terjadi secara langsung
(pengaruh alelopati) atau tidak langsung
(berkurangnya intensitas cahaya akibat naungan
Gambar 1. Sketsa salah satu sistem atau kekurangan hara dan air akibat terlalu
penanaman agroforestri pada dekat).
daerah berlereng

105
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 6 No. 2, Desember 2012

Tabel 3. Beberapa jenis tanaman yang toleran menggunakan tajuk yang lebar perlu pengaturan
terhadap kemasaman tinggi yang jarak tanam atau pengaturan pemangkasan
dapat ditanam pada sistem agroforestri (Hairiah, 2000a). Tabel 4 menyajikan beberapa
Kelompok tanaman Nama tanaman jenis tanaman dengan kedalaman perakaran dan
Tanaman pangan Padi sebaran tajuk yang berbeda. Sedangkan
Palawija Jagung, kacang tanah, beberapa pohon yang berpotensi untuk
kacang tunggak, gude digunakan dalam sistem agroforestri disajikan
Tananian tahunan (cash Kopi, karet pada Tabel 5. Selain pertimbangan di atas, jenis
crop)
tanaman yang tahan terhadap naungan perlu
Tanaman buah-buahan Rambutan, nangka, dipertimbangkan, diantaranya talas dan tanaman
durian, cempedak, duku,
mangga, jambu air, jambu
rempah. Hasil penelitian Prasetyo (2004) bahwa
biji, jambu mente, sirsak pertumbuhan kapulaga di bawah naungan 70%
Pohon penghasil kayu Sungkai, jati seberang, (umur 6 tahun) lebih baik dibandingkan tanpa
pulai, bulangan, sengon naungan sama sekali.
putih, mahoni, mangium
Selain berperan sebagai “jaring hara”, akar
Tanaman pagar Petaian, gamal, flemingia,
pohon juga diharapkan dapat menyumbangkan
Iamtoro
Tanaman legume Orok-orok, calopo, centro,
hara seperti nitrogen, kalsium, dan fosfor.
penutup tanah (LCC) kacang asu, kacang Pasokan nitrogen dapat dilakukan dengan
benguk penanaman jenis tanaman yang mampu
Sumber Hairiah et al. (2000b) menambat nitrogen dan udara. Menurut Vegara
(1982) nitrogen bebas dan udara dapat
Naungan tajuk dapat mengurangi dikonversi menjadi ammonia yang siap
intensitas cahaya. Untuk mengurangi efek dimanfaatkan oleh tanaman melalui bakteri
negatif ini perlu dipertimbangkan jenis tanaman rhizobium yang berasosiasi dengan akar
pohon dengan tajuk tidak terlalu lebar, jika tanaman leguminosa.

Tabel 4. Beberapa jenis tanaman dengan kedalaman akar dan sebaran tajuk
Nama tanaman Kedalaman perakaran Sebaran tajuk
Lamtoro Dangkal Menyebar, perlu 3-5 pangkasan per tahun
Kaliandra Sedang Menyebar, perlu 3-5 pangkasan per tahun
Gamal Dangkai Menyebar, perlu 3-5 pangkasan per tahun
Dadap Sedang Menyebar, perlu 3-5 pangkasan per tahun tetapi kurang tahan terhadap
pangkasan
Petaian Dalam Terpusat di tengah, pangkasan maksimal 3 kali per tahun
Sungkai Sangat dangkal Sempit
Jengkol Dangkal Sedang
Petai Dangkal Menyebar
Sengon Dangkal Menyebar
Jambu air Dangkal Sedang
Melinjo Dangkal Sempit
Kapuk Dalam Menyebar
Jambu mete Dalam Sedang
Nangka Sangat dalam Sedang
Mangga Sangat dalam Sedang
Durian Sangat dalam Sedang
Sumber : Hairiah et al. (2000a)

106
Erna Suryani dan Ai Dariah : Peningkatan Produktivitas Tanah Melalui Sistem Agroforestri

Ketersediaan fosfor di dalam tanah pada kerugian akibat fluktuasi harga pasar.
umumnya cukup tinggi, namun ketersediaannya Sedang dan segi ekologi dapat
sangat terbatas. Oleh karena itu pemilihan jenis menghindarkan gagal panen sebagaimana
tanaman yang dapat berasosiasi dengan fungi dapat terjadi pada penanaman satu jenis
dalam membentuk mikoriza sangat diperlukan, tanaman (monokultur).
baik ektomikoriza maupun endomikoriza.
• Kemandirian (Self-regulation). Diversifikasi
Dilaporkan bahwa selain fosfat, fungi juga dapat
yang tinggi dalam agroforestri diharapkan
menyediakan nitrogen, kalium, kalsium, sulfur,
mampu memenuhi kebutuhan pokok
dan tembaga. Penyerapan ini bisa dilakukan oleh
masyarakat dan petani kecil, sekaligus
hifa-hifa fungi Iebih dari 4 cm dan permukaan
melepaskan dan ketergantungan terhadap
akar. Dengan demikian, mikoriza dapat
produk luar. Kemandirian sistem akan lebih
memperluas penyerapan hara dan dalam tanah
(Mukerji et al, 1991; Smith dan Read, 1997). baik dalam arti tidak memerlukan banyak
input, seperti pupuk, pestisida dibandingkan
sistem monokultur.
KEUNGGULAN, KELEMAHAN, DAN • Stabilitas (Stability). Praktek agroforestri
TANTANGAN SISTEM AGROFORESTRI yang memiliki diversitas dan produktivitas
yang optimal mampu memberikan hasil yang
Keunggulan
seimbang sepanjang pengusahaan lahan,
sehingga dapat menjamin stabilitas dan
Tujuan akhir program agroforestri adalah
meningkatkan kesejahteraan petani, terutama kebelanjutan pendapatan petani.
yang berada di sekitar hutan, yaitu dengan
meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam Kelemahan
memperbaiki dan memelihara lingkungan. Tujuan
tersebut dapat tercapai dengan mengoptimalkan Selain mempunyai keunggulan, sistem
interaksi positif antara berbagai komponen agroforestri juga mempunyai kelemahan, yaitu:
penyusunnya (pepohonan, tanaman pertanian,
• Kesulitan visual. Kemiripan dengan vegetasi
ternak/hewan) atau interaksi antara komponen-
hutan alam merupakan kesulitan
komponen tersebut dengan lingkungannya.
membedakannya dalam penginderaan jarak
Dalam hal ini ada beberapa keunggulan
agroforestri dibandingkan sistem penggunaan jauh (remote sensing). Kebanyakan sistem
lahan lainnya, yaitu: agroforestri dikelompokkan sebagai hutan
sekunder, hutan rusak atau belukar,
• Produktivitas (Productivity). Hasil penelitian
sehingga disatukan ke dalam kelompok lahan
menunjukkan bahwa produk total sistem
yang menjadi target rehabilitasi lahan dan
campuran dalam agroforestri lebih tinggi
hutan.
dibandingkan dengan sistem monokultur
(penanaman satu jenis tanaman). Kegagalan • Kesulitan mengukur produktivitas. Ahli
satu komponen/jenis tanaman pada sistem ekonomi pertanian terbiasa dengan pola
tanaman campuran dapat ditutupi oleh pertanian yang teratur, sedangkan dalam
keberhasilan komponen/jenis tanaman agroforestri tidak demikian, terdapat
lainnya. berbagai jenis pohon dan semak yang belum
• Diversitas (Diversity). Adanya kombinasi jelas nilai ekonominya. Masih kurangnya
dua komponen atau lebih pada sistem pengetahuan petani tentang interaksi pohon
agroforestri menghasilkan diversitas dengan tanamàn lainnya misalnya semak,
(keragaman) yang tinggi, baik menyangkut atau tanaman semusim lainnya, kadang
produk maupun jasa. Dengan demikian dan menimbulkan masalah yang merugikan
segi ekonomi dapat mengurangi risiko petani.

107
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 6 No. 2, Desember 2012

Ancaman keberlanjutan sistem agroforestri. Kondisi kesuburan tanah


yang rendah dan tingginya tingkat kemasaman
Sistem agroforestri dianggap sebagai tanah mengharuskan pemilihan jenis tanaman
sistem pertanian yang kurang populer di tengah yang toleransi tinggi terhadap kondisi tersebut
masyarakat karena besarnya jenis dan dan memiliki perakaran dalam serta dapat
ketidakteraturan dalam penanaman, dan hal ini menyumbangkan hara ke dalam tanah. Selain itu
dianggap kurang produktif dibanding dengan perlu dipertimbangkan lebar tajuk tanaman
sistem pertanian modern. hubungannya dengan naungan.
Pengusahan lahan agroforestri yang luas-
nya jutaan hektar belum secara resmi dimasukan
dalam salah satu kategori penggunaan lahan. Hal
DAFTAR PUSTAKA
ini terbukti dengan tidak adanya bukti
Asdakh, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan
kepemilikan oleh petani sehingga lahan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
agroforestri dianggap sebagai hutan negara yang Press. Yogyakarta.
setiap saat dapat dialihfungsikan ke penggunaan
Barrow, C.J. 1991. Land Degradation: Develop-
lain. Ketidakpastian kepemilikan ini mengakibat-
ment and Breakdown of Terrestial
kan enggannya petani untuk melanjutkan sistem
Enviroment. Great Britain. Cambridge
pengelolaan yang sudah atau sedang dibangun. University Press.
Belum adanya data yang akurat mengenai Cooper, PJM, Leakey, RRB, Rao, MR. Reynolds,
luasan dan penyebaran lahan agroforestri, L. 1996. Agroforestry and Mitigation of
berhubungan dengan belum diakuinya sistem ini Land Degradation in the Humid and Sub
sebagai salah satu bentuk penggunaan lahan. Humid Tropical of Africa. Experimental
Akibatnya upaya untuk memberikan dukungan, Agriculture 32: 249-261.
bimbingan pengembangannya menjadi sangat de Foresta, H, Michon, G. 1997. The agroforest
minim dibandingkan dengan penggunaan lahan alternative to imperata grasslands: when
lain, seperti yang diberikan terhadap sawah, smallholder agriculture and forestry
kopi, kelapa, HTI dan sistem monokultur lainnya. reach sustainability. Agroforestry sys-
tems 36:105-120.
FAO. 1989. Forestry and Food Security. FAO
PENUTUP Forestry Paper 90. FAO, Rome. FAO.
1995. Planning for Sustainable Use of
Agroforestri atau wanatani adalah suatu Land Resources. Toward a New
sistem pengelolaan lahan yang memadukan tiga Approach. FAO Land and Water Bulletin.
komponen pokok yaitu kehutanan, pertanian dan FAO, Rome.
peternakan. Interaksi komponen tersebut Freenstra, 0. 2000. What is sustainable
menjadikan sistem agroforestri memiliki agriculture?. http://www.sarep.ucdavis.
keunggulan dibandingkan penggunaan lahan lain, edu/ concept. Htm
baik dalam hal produktivitas, diversitas,
Hairiah, K, Utami, SR, Suprayogo, D, Widianto,
kemandirian maupun stabilitas produk. Peran
Sitompul, SM, Sunaryo, Lusiana, B,
agroforestri dengan berbagai bentuknya telah Mulia, R, van Nordwijk, M, Cadisch, G.
terbukti sebagai sistem penggunaan lahan 2000a. Agroforestri pada tanah masam
berkelanjutan yang mampu bertindak sebagai di daerah tropika basah: pengelolaan
salah satu tindakan konservasi tanah dan air interaksi antara pohon-tanaman se-
pada lahan marginal melalui perbaikan dan musim. International Centre for Research
pemeliharaan kesuburan tanah, menekan erosi, in Agroforestry (ICRAF). Bogor.
disamping menghasilkan beberapa jenis produk Hairiah, K, Widianto, Utami, SR, Suprayogo, D,
yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pemilihan Sunaryo, Sitompul, SM, Lusiana, B,
jenis tanaman merupakan kunci penting dalam Mulia, R, van Nordwijk, M, dan Cadisch,

108
Erna Suryani dan Ai Dariah : Peningkatan Produktivitas Tanah Melalui Sistem Agroforestri

G. 2000b. Pengelolaan tanah masam Smith, S.E. and D.J. Read. 1997. Mycorrhizal
secara biologi. International Centre for symbiosis. Academic Press. San Diego.
Research in Agroforestry (ICRAF). Bogor. Soil Survey Staff. 2003. Keys to Soil
Hairiah, K, Sardjono, MA, Sabarmirdin, S. 2003. Taxonomy. 2nd edition. Natural
Pengantar Agroforestri. Indonesia World Resources Conservation Service. USDA.
Agroforestry Centre (ICRAF), Southeast Subagyo, H., Nata Suharta, dan Agus B
Asia Regional Office. PO Box 161 Bogor, Siswanto. 2000. Tanah-tanah Pertanian
Indonesia. di Indonesia. Dalam. Sumberdaya Lahan
Lundgren, B, Raintree, JB. 1983. Sustained Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat
Agroforestry. In: Nestel, B (Ed.), Agri- Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan
cultural Research for Development: Litbang Pertanian. Deptan.
Potentials and Challenge in Asia. ISNAR. Suprayogo, H., D.K. Hairiah, N. Wijayanto,
The Hague. Sunaryo, dan M. Noordwijk. 2003.
Peran Agroforestri pada Skala Plot:
Mukerji, K.G., Jagpal, R, Bali, M, and Rani, R.
Analisis Komponen Agroforestri sebagai
1991. The importance of mycorrhiza for
Kunci Keberhasilan atau Kegagalan
roots. In: McMichael, B.L. and Persson, Pemanfaatan Lahan Indonesia. World
H. (Ed.). Plant roots and their Agroforestry Centre (ICRAF), Southeast
environment. Elsevier. Amsterdam. Asia Regional Office. P0 Box 161 Bogor,
Nair, PKR. 1984. Classification of agroforestry Indonesia
system. Agroforestry systems 3:97-128 Suryani, E., M. Ardiansyah, S.D. Tarigan, dan F.
Norman, MiT, Pearson, CI, Sean, POE. 1995. Agus. 2004. Kesesuaian penggunaan
The ecology of tropical food crop. lahan sebagai upaya meningkatkan
Cambridge University Press. New York. kualitas Daerah Aliran Sungai: Suatu
studi di DAS Cijalupang, Jawa Barat.
Prasetyo. 2004. Budidaya kapulaga sebagai Makalah disampaikan pada Kongres
tanaman sela pada tegakan sengon. Nasional V MKTI, Yogyakarta 10-11
Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Desember 2004
Volume 6, No. 1: 22-31.
Szoot, L.T., E.C.M. Fernandes, P.A. Sanchez.
Sanchez, PA. 1995. Science in agroforestry. 1991. Soil-Plant Interaction in Agro-
Agroforestry Systems 3.0:5-55. forestry Sistems. In: Jarvis, PG (Ed).
Agroforestry Principle and Practice.
Sanchez, PA, Buresh, RJ, Leakey, RRB. 1997.
Proceedings of an International
Trees, soils, and food security. Conference 23-28 July 1989 at the
Philosophical transactions of the Royal University of Edinburgh, Edinburgh.
Society, series A, 355. London. Elsevier. Amsterdam.
Satjapradja, D. 1981. Agroforestri di Indonesia, Vegara, NT. 1982. New Directions in
Pengertian dan Implementasinya. Maka- agroforestry: The potential of tropical
lah. Seminar Agroforestri dan Perladang- legume trees. East-West Centre and
an, Jakarta. United Nations University. Honolulu.

109

Anda mungkin juga menyukai