Anda di halaman 1dari 11

PENGENDALIAN BANJIR PERKOTAAN DENGAN POLA

PARTISIPASI MASYARAKAT PAMEKASAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN


Banjir merupakan suatu masalah yang sampai saat masih perlu adanya
penanganan khusus dari berbagai pihak, baik dari pemerintah maupun
masyarakat. Banjir bukan masalah yang ringan. Banjir dapat terjadi akibat
naiknya permukaan air lantaran curah hujan yang diatas normal,
pembuangan sampah sembarangan, perubahan suhu, tanggul/
bendungan yang bobol, pencairan salju yang cepat, terhambatnya aliran
air di tempat lain (Ligal, 2008). Sedikitnya ada lima faktor penting
penyebab banjir di Indonesia yaitu faktor hujan, faktor hancurnya retensi
Daerah Aliran Sungai (DAS), faktor kesalahan perencanaan pembangunan
alur sungai, faktor pendangkalan sungai dan faktor kesalahan tata
wilayah dan pembangunan sarana dan prasarana. Banjir hampir terjadi di
setiap musim penghujan tiba, banjir datang tanpa mengenal tempat dan
siapa yang menghuni tempat tersebut. Banjir bisa terjadi di wilayah
pemukiman, persawahan, jalan, ladang, tambak, bahkan di perkotaan.
Bencana banjir tidak dapat dihindari, tetapi dapat diminimalisir
dampaknya dengan cara penaggulangan terhadap banjir.
Salah satu permasalahan Perkotaan Pamekasan serta telah menjadi issu
strategis dan actual di kalangan masyarakat Pamekasan selama kurun
waktu 4 (tiga) tahun terakhir ini yaitu terjadinya banjir perkotaan setiap
tahun saat musim hujan tiba, dimana intensitas dan ekstensitas banjir
semakin meluas baik di kawasan permukiman, perkantoran, perdagangan
& jasa, kawasan pertanian dan kawasan lainnya, dan tentunya telah
menimbulkan banyak kerugian baik bersifat material maupun immaterial.
1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penanganan Banjir di Kabupaten Pamekasan?


2. Faktor Penyebab Banjir?

I.3. Tujuan Penelitian


1. Mengetahui titik banjir dan lama genangan di Kabupaten Pamekasan
2. Penurunan luas genangan banjir dengan pola partisipatif.
I.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi terhadap masyarakat titik lokasi rawan banjir
dan penganannya;
2. Membuka akses antara masayarakat dengan pemerintah daerah
untuk menangani banjir bersama dengan pola partisipatif.

BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1. Banjir
Banjir yang terjadi di Kabupaten Pamekasan merupakan banjir
limpasan yang disebabkan oleh luapan air Sungaidan saluran
pembuang maupun irigasi. Luapan Sungai dan saluran diakibatkan oleh
kapasitas sungai yang tidak mampu lagi menampung air hujan karena
pendangkalan. Pendangkalan yang terjadi disebabkan oleh endapan
lumpur, dan sampah yang terbawa oleh air sungai. Pada saat musim
hujan, intensitas curah hujan yang tinggi akan melebihi kapasitas
sungai dan akan meluap dan menggenangi lahan yang berada di kanan
kiri sungai dan saluran. Faktor lain yang menyebabkan banjir adalah
degradasi lahan pada sempadan sungai maupun saluran. Daerah
sempadan sungai dan saluran yang seharusnya memiliki peranan
penting untuk mempertahankan sungai dan saluran telah berubah
fungsi menjadi lahan pemukiman. Bangunan-bangunan yang didirikan
di daerah sempadan Sungai dan saluran selain mempersempit lebar
sungai juga akan mempengaruhi kondisi air sungai dan saluran.
Pembuangan limbah rumah tangga dan sampah akan menyebabkan
menurunnya kualitas air sungai dan saluran dimana kondisi air sungai
dan saluran akan berubah warna dan berbau juga meningkatkan
pendangkalan pada sungai maupun saluran.
2.2. Kerentanan Banjir
Kerentanan (vulnerability) merupakan rangkaian kondisi yang
menentukan suatu bahaya (baik bahaya alam maupun bahaya buatan)
yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana (disaster). Banjir
menjadi bencana jika terjadi pada daerah yang rentan. Kerentanan
banjir merupakan suatu kondisi yang menunjukkan mudah tidaknya
suatu daerah terlanda dan tergenang banjir (Dibyosaputro,1988 dalam
Kurnianto, 2010). Setiap daerah dengan kondisi fisik 5 yang berbeda
akan memiliki tingkat kerentanan yang berbeda pula. Ada daerah yang
sangat rentan terhadap banjir dan ada pula yang tidak rentan terhadap
banjir. Tingkat kerentanan banjir dapat diketahui dengan
memanfaatkan data dengan pendekatan bentuk lahan, iklim, hidrologi
dan curah hujan. Dengan demikian, tingkat kerentanan banjir pada
suatu wilayah dapat diketahui secara tidak langsung dengan
menggunakan pendekatan karakteristik lahan pada setiap satuan
bentuk lahan yang ada.
Bencana banjir pada umumnya diakibatkan oleh intensitas curah hujan
yang tinggi. Apabila peningkatan curah hujan tidak di imbangi dengan
infiltrasi dan air larian yang baik maka air akan melebihi kapasitas,
sehingga mengakibatkan limpasan. Dalam daur hidrologi masukan
berupa curah hujan akan di distribusikan kedalam beberapa cara, yaitu
air lolos (throughfall), aliran batang (steamfall), dan air hujan langsung
ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian,
evaporasi dan air infiltrasi. Aliran batang dan air lolos erat kaitannya
dengan penggunaan lahan sedangkan air larian dan air infiltrasi
dipengaruhi oleh parameter kemiringan lereng dan jenis tanah.
2.3. Curah Hujan
Presipitasi atau curah hujan merupakan faktor utama yang
mengendalikan berlangsungnya daur hidrologi dalam suatu wilayah
DAS. Proses terjadinya presipitasi diawali ketika sejumlah uap air di
atmosfir bergerak ketempat yang lebih tinggi karena terdapat
perbedaan tekanan uap air. Uap air bergerak dari tempat uap air lebih
besar ketempat tekanan uap air lebih kecil. Uap air yang bergerak ke
tempat lebih tinggi (dengan suhu udara menjadi lebih rendah) tersebut
pada ketinggian tertentu akan mengalami kondisi penjenuhan dan
apabila hal ini diikuti dengan terjadinya kondensasi maka uap air
tersebut akan berubah bentuk menjadi butiran-butiran air hujan.
Secara ringkas dan sederhana, terjadinya hujan terutama karena
adanya perpindahan massa air basah ketempat yang lebih tinggi
sebagai respon adanya beda tekanan udara antara dua tempat yang
berbeda ketinggiannya. Namun demikian mekanisme berlangsungnya
hujan melibatkan tiga faktor utama, dengan kata lain akan terjadi
hujan apabila berlangsung tiga kejadian berikut: 1. Kenaikan massa
uap air ketempat lebih tinggi sampai saatnya atsmosfer menjadi jenuh.
2. Terjadinya kondensasi atas partikel-partikel uap air di atsmosfer 3.
Partikel-partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan
waktu untuk kemudian jatuh ke bumi dan permukaan laut (sebagai
hujan) karena gaya gravitasi.
2.4. Infiltrasi Tanah
Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan)
masuk ke dalam tanah. Aliran air masuk ke dalam tanah sebagai akibat
gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi (gerakan air ke
arah vetikal). Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi di
batasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Dibawah pengaruh
gravitasi, air hujan mengalir vertikal ke dalam tanah melalui profil
tanah. Pada sisi yang lain gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut
tegak lurus ke atas, ke bawah dan ke arah horizontal 7 (lateral). Gaya
kapiler tanah ini bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori relatif
kecil. Pada tanah dengan pori-pori besar, gaya ini dapat di abaikan
pengaruhnya dan air mengalir ke tanah yang lebih dalam oleh
pengaruh gaya gravitasi. Proses infiltrasi dipengaruhi beberapa faktor,
antara lain tekstur dan struktur tanah, persediaan air awal
(kelembapan awal), kegiatan biologi dan unsur organik, jenis dan ke
dalam seresah, dan tumbuhan bawah atau tajuk penutup tanah
lainnya. Tanah remah akan memberikan kapasitas infiltrasi lebih besar
dari tanah liat. Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas
lebih kecil di bandingkan tanah dalam keadaan kering. Tekstur dan
struktur tanah mempengaruhi penyebaran pori-pori yang pada
gilirannya dapat mempengaruhi laju infiltrasi, kemampuan tanah dalam
menampung air (kelempaban tanah), pertumbuhan tanaman, dan
proses-proses bilogis dan hidrologis lainnya. Tekstur tanah biasanya
mengacu pada jumlah fraksi tanah yang dikandungnya. Sedangkan
kecenderungan butir-butir tanah yang membentuk gumpalan tanah
atau menunjukkan keremahan tanah dalam hal ini menandakan
struktur tanah. Struktur tanah dipengaruhi oleh struktur tanah, lahan
organik, tipe mineral serta kegiatan biologis. Tekstur tanah juga
memempengaruhi kecepatan infiltrasi tanah, penetrasi dan
kemampuan pengikatan air oleh tanah serta merupakan satu-satunya
sifat fisik tanah yang tetap dan tidak mudah diubah oleh tangan
manusia.
2.5. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan berkaitan dengan proses intersepsi air hujan
(rainfall interception loss) yaitu proses ketika air hujan jatuh pada
permukaan vegetasi, tertahan beberapa saat, untuk kemudian
diuapkan kembali ke atsmosfer atau diserap oleh vegetasi yang
bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah
hujan dan setelah hujan berhenti sampai permukaan tajuk vegetasi
menjadi kering kembali. Setiap kali air hujan jatuh pada penggunaan
lahan yang memiliki vegetasi, sebagian air yang tidak mencapai
permukaan tanah dan dengan demikian tidak berperan dalam
membentuk air larian atau air tanah. 8 Air hujan yang jatuh diatas
penggunaan lahan dengan vegetasi yang lebat untuk sementara akan
ditampung oleh tajuk, batang, cabang vegetasi. Air hujan jatuh pada
permukaan tajuk vegetasi akan mencapai permukaan tanah melalui
dua proses mekanis, yaitu air lolos langsung (throughfall) dan aliran
batang (steamflow). Air lolos jatuh berlangsung ke permukaan tanah
melalui ruangan antar tajuk/daun atau menetes melaui daun, batang
dan cabang. Sedangkan aliran batang adalah air hujan yang dalam
perjalannnya mencapai permukaan tanah mengalir melalui batang
vegetasi, sehingga berkurangnya air hujan yang sampai di permukaan
tanah oleh adanya proses intersepsi cukup besar. Dari keseluruhan
evapotranspirasi, besarnya intersepsi bervariasi antara 35-55%.
Sebaliknya, pada penggunaan lahan yang tidak bervegetasi air hujan
yang turun akan langsung menuju permukaan tanah untuk kemudian
melalui tahap proses infiltrasi tanah dan menjadi air larian. Secara
teoristis, bila kapasitas infiltrasi tanah diketahui, volumen air larian dari
suatu curah hujan dapat dihitung dengan cara mengurangi besarnya
curah hujan dengan air infiltrasi ditambah genangan air oleh cekungan
permukaan tanah (surface detention) dan air intersepsi. Laju infiltrasi
ditentukan oleh: 1. Jumlah air yang tersedia di permukaan tanah 2.
Sifat permukaan tanah 3. Kemampuan tanah untuk mengosongkan air
di atas permukaan tanah Dari ketiga unsur di atas, ketersediaan air
(kelembapan tanah) adalah yang terpenting karena ia akan
menentukan besarnya tekanan potensial pada permukaan tanah.
Pertumbuhan vegetasi memerlukan tingkat kelembapan tanah tertentu.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kelembapan tanah pada tingkat
tertentu dapat menentukan bentuk tata guna lahan. Keadaan tajuk
penutup tanah yang rapat dapat mengurangi jumlah air hujan yang
sampai ke permukaan tanah, dan dengan demikian mengurangi
besarnya air infiltrasi. Sementara sistem perakaran vegetasi dan
seresah yang dihasilkannya dapat membantu menaikkan permeabilitas
tanah, dan dengan demikian, meningkatkan laju infiltrasi.
2.6. Pola Partisipatif Dalam Penangan Banjir
Pelibatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan operasional &
pemeliharaan saluran pembuang/ sungai dan tertuang dalam sebuah
program inovasi BERSUa SAhaBaT “Bersih Sungai dan Saluran Bersama
Masyarakat” dan program ini adalah sebuah program pengendalian
banjir melalui pola Partisipasi Masyarakat dalam operasional dan
pemeliharaannya.

BAB III
PEMBAHASAN DAN PENUTUP

3.1 FAKTOR PENYEBAB BANJIR


1. Kapasitas sungai (Semajid, Kloang, Limbung Bunter, Sumber Payung
maupun dan Kali Jombang) yang semakin berkurang, baik akibat
pendangkalan longsor ;
2. Kondisi Drainase dan Saluran Pembuang, yang tidak berfungsi optimal,
baik akibat pendangkalan dan banyaknya sampah yang menghambat
aliran air ;
3. Perubahan fungsi lahan yang semakin cepat, daerah resapan dan
tampungan/ kantong air berubah fungsi menjadi kawasan perumahan,
komersil dan pertambangan ;
4. Perilaku masyarakat yang kurang baik, seperti membuang sampah dan
mendirikan bangunan di saluran /sungai ;
5. Curah hujan yang tinggi dan merata dan back water.

3.2. STRATEGI PENANGANAN


1. Penanganan harus dilakukan secara komprehensif dan terintegratif ;
2. Melibatkan kerjasama dengan para pihak ;
3. Peningkatan jumlah kantong2 air ;
4. Peningkatan kapasitas dan fungsi sungai/saluran ;
5. Peningkatan peran serta masyarakat/ Pola partisipatif ;
6. Kampanye perilakuan hidup bersih dan sehat.
3.3. PROGRAM KEGIATAN
1. Normalisasi dan pembangunan parapet sungai (Kali Kloang, Afvour
Gurem, Semajid) ;
2. Normalisasi dan Pembangunan Parapet Saluran Pembuang
(Klampar, Blumbungan / Mantendan Sentaman) ;
3. Pembangunan Box Culvert pada cross jalan (Jln. Jokotole,
Kabupaten dan Dirgahayu) ;
4. Pembangunan/Rehabilitasi Tebing Penahan Longsor (Sheet Pile,
Plengsengan, dan Bronjong) ;
5. Pembangunan/Rehabilitasi Tampungan Air dan Bangunan
Pengendali Banjri (Long Storage, Dam, Embung)
6. Pengembangan Program BersuaSahabat (Bersih sungai dan Saluran
Bersama Masyarakat) ;
7. Pengadaan Pompa Penyedot ;
8. Pengadaan Papan Himbauan.

3.4. HASIL YANG TELAH DICAPAI


Dengan adanya penanganan banjir yang dilakukan mulai tahun 2014,
memberikan hasil yang positif. Adapun hasilnya dapat dijelaskan pada
gambar dan tabel berikut ini:

Luas Tinggi Lama


Tahun Uraian Genangan Genangan Genangan
(Ha) (cm) (jam)
Luas Tinggi Genangan Lama
13 lokasi titik banjir yang Genangan Banjir yang terjadi Genangan
2015-
menggenangi Pamekasan banjir rata-rata banjir yang
2016
Kota mencapai mencapai 150 terjadi antara
79,7 Ha cm 2-4 jam
Luas
Dilakukan penanggulangan Durasi
Genangan
banjir sehingga daerah Tinggi Genangan Genangan
banjir
genangan banjir tereduksi, Banjir tereduksi banjir
2017 tereduksi
hanya lokasi 1,4,8,9 dan rata-rata berkurang
menjadi
11 yang masih tergenang mencapai 80 cm menjadi 1-2
mencapai
banjir jam lamanya
21,3 Ha
Luas Durasi
Dari 13 Lokasi Banjir di
Genangan Genangan
tahun 2013, daerah Tinggi Genangan
banjir banjir
genangan banjir tereduksi Banjir tereduksi
2018 tereduksi berkurang
cukup signifikan menjadi 3 rata-rata
menjadi menjadi 30
titik lokasi banjir yaitu mencapai 50 cm
mencapai menit-1 jam
lokasi 1,4 dan 11
12,1 Ha lamanya

Dari program penanganan yang telah dijalankan selama tahun 2016 –


2018 didapat hasil yang positif, yaitu berkurangnya lokasi titik banjir,
luas genangan,tinggi genangan, dan lama genangan.
 Luas genangan 79,7 Ha tahun 2016
Tahun 2017 menjadi 21,3 Ha berkurang hingga 73%
Tahun 2018 menjadi 12,1 Ha  berkurang hingga 85%
 Tinggi genangan 150 cm tahun 2016
Tahun 2017 menjadi 80 cm berkurang hingga 53%
Tahun 2018 menjadi 50 cm  berkurang hingga 67%
Terdapat 13 lokasi titik banjir pada
 Lama genangan 2-4 jam tahun 2016
tahun 2016
Tahun 2017 lama genangan 1-2 jam berkurang hingga 50%
Tahun 2018 lama genangan 30 menit-1 jam  berkurang hingga
75%

6
7

Setelah dilakukan penanganan banjir,


pada tahun 2017 lokasi titik banjir
berkurang menjadi 5 lokasi yaitu
lokasi 1,4,8,9,11

tahun 2018 ltitik banjir berkurang signifikan


menjadi 3 lokasi yaitu lokasi 1,4,11
Keterangan :
1) Kawasan JOKOTOLE-1 (Pertokoan Golden) dan sekitarnya.
2) Kawasan JOKOTOLE-2 (Jl. Kartini, Jl. Nugraha, Jl. Darma, Jl.
Bonorogo dan sekitarnya.
3) Kawasan Alun-alun, yang mencakup daerah Jl. Niaga, Jl. Kemuning,
area Masjid, Bank Jatim dan sekitarnya.
4) Kawasan Jl. Kabupaten, Jl. Brawijaya dan Jl. Segara.
5) Kawasan Pasar Gurem dan sekitarnya.
6) Kawasan Jagalan-1 (Jl. Jingga)
7) Kawasan Jagalan-2 (Jl. Jagalan)
8) Kawasan Patemon.
9) Kawasan Trunojoyo.
10) Kawasan Jl. Stadion.
11) Kawasan RSIA Aisyah
12) Kawasan Jl. Sersan Mesrul
13) Kawasan Lemper dan sekitarnya.

3.5. Kesimpulan

Bencana banjir ini sangatlah rawan dan banyak terjadi diberbagai


daerah di negeri kita, misalnya di Jakarta, Bandung, dan kota lainnya
yang tidak kalah besar dan banyak memakan korban, termasuk di
Kabupaten Pamekasan. Sebenarnya penyebab utama dari banjir itu
adalah akibat dari perbuatan manusia sendiri, misalnya saja adanya
penebangan pohon secara liar di hutan, membangun permukiman
tanpa memperhatikan pembuangan serta membangun di sempadan
sungai maupun saluran, maka terjadilah banjir, kemudian adanya
pembuangan sampah sembarangan sehingga mengakibatkan aliran air
tersumbat baik di DAS maupun saluran, maka jadilah banjir. Cara yang
paling efektif untuk mencegah banjir adalah dengan adanya sikap atau
prilaku menjaga kebersihan lingkungan hidup kita utamanya dengan
pola partisipatif baik dalam hal menjaga keberlangsungan manfaat
sarpras publik milik pemerintah maupun hasil swakelola masyarakat.

3.6. Saran

Saran dari penyusun adalah “Marilah Kita Menjaga Lingkungan Ini Agar
Tidak Terjadi Hal-hal yang Tidak Diinginkan Semisal Banjir”. Menjaga
kebersihan lingkungan dan sarpras publik merupakan kewajiban bagi
kita agar terhindar dari bencana banjir yang akan membawa bencana
yang lainnya, seperti kematian yang diakibatkan penyakit yang
menyerang saat banjir.

Penyusun,

FERDIYANTO ARIFIN
NIP. 19780205 200901 1 006

Anda mungkin juga menyukai