Sistem K3 Di Instalasi Laundry RS
Sistem K3 Di Instalasi Laundry RS
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan kerja adalah merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau aplikasi kesehatan
masyarakat didalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya. Kesehatan kerja
bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial
bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan tersebut, melalui usaha-usaha
preventif, promotif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan
akibat kerja atau lingkungan kerja. Kesehatan kerja ini merupakan terjemahan dari “
Occupational Health” yang cenderung diartikan sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi
masalah-masalah kesehatan secara menyeluruh bagi masyarakat pekerja. Menyeluruh dalam arti
usaha-usaha preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif, higine, penyesuaian faktor manusia
terhadap pekerjaannya dan sebagainya (Notoadmojo, 2012).
Tujuan akhir dari kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan
produktif. Tujuan ini dapat tecapai, apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi
syarat-syarat kesehatan kerja. Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya tenaga kerja yang
sehat dan produktif antara lain: suhu ruangan yang nyaman, penerangan atau pencahayaan yang
cukup, bebas dari debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh
atau anggotanya (ergonomic ) dan sebagainya (Notoadmojo, 2012).
Dasar hukum sistem managemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tercantum dalam
undang-undang keselamatan kerja no.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Dalam undang-
undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 23 dinyatakan bahwa K3 harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya
kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit sepuluh orang.
Jika memperhatikan isi dari pasal diatas maka jelaslah rumah sakit, termasuk kedalam kriteria
tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan tidak
hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja dirumah sakit, tapi juga terhadap pasien
maupun pengunjung rumah sakit sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah sakit
menerapkan upaya-upaya K3 di rumah sakit. Instalasi laundry merupakan bagian dari rumah
sakit yang mempunyai resiko penularan penyakit infeksi dan juga terdapat beberapa resiko
bahaya yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit (Depkes RI, 2009).
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan dan
meminimalisirkan dan bila mungkin meniadakannya. Oleh karena itu perlu diadakannya sistem
K3 di instalasi laundry agar penyelenggaraan K3 tersebut lebih efektif, efisien dan terpadu.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1.1. Definisi
Kesehatan kerja adalah merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau aplikasi kesehatan
masyarakat didalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya (Notoadmojo,
2012).
Keselamatan kesehatan kerja adalah merupakan multidisplin ilmu yang terfokus pada penerapan
prinsip alamiah dalam memahami adanya risiko yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan
manusia dalam lingkungan industri ataupun lingkungan diluar industri, selain itu keselamatan
dan kesehatan kerja merupakan profesionalisme dari berbagai disiplin ilmu yaitu fisika, kimia,
biologi dan ilmu perilaku yang diaplikasikan dalam manufaktur, transportasi, penyimpanan dan
penanganan bahan berbahaya (OHSAH 2003).
2.1.2. Tujuan
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antar pekerja dengan pekerjaan dan
lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan
kondisi yang bertujuan untuk : (Depkes RI, 2006)
Memberi pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dan kemungkina
bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkunga pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
Dasar Hukum dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Depkes RI, 2009);
“Tentang kesehatan; bahwa K3 harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat
kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai
karyawan paling sedikit sepuluh orang”
2.3 Manajemen K3 di RS
Menurut Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dinyatakan bahwa upaya K3
harus dilaksanakan di semua tempat kerja khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko
bahaya kesehatan mudah terjangkit penyakit. Jika berdasarkan isi tersebut, maka rumah sakit
termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat
menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap pelaku langsung yang bekerja di rumah
sakit, namun juga pengunjung yang berobat kerumah sakit (Kepmenkes RI, 2007)
Manajemen K3 di RS adalah Suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan K3 di
RS. Upaya K3 di RS menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja, proses kerja dan
lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan.
Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen
K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja (Kepmenkes RI, 2007).
1. Standar Pelayanan Keselamatan dan kesehatan di rumah sakit (K3RS). Adapun bentuk
pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakuan, sebagai berikut; (Kepmenkes RI, 2010)
2. Melakukan Pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja bagi pekerja
3. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja dan
memberikan bantuan kepada pekerja di Rumah Sakit dalam penyesuaian diri baik fisik
maupun mental terhadap pekerjaannya.
4. Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan pajanan di
rumah sakit.
5. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik pekerja
6. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja yang menderita
sakit.
7. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja Rumah Sakit yang akan pensiun
atau pindah kerja
8. Melakukan koordinasi dengan tim panitia pencegahan dan pengendalian infeksi
mengenai penularan infeksi terhadap pekerja dan pasien
9. Melakukan kegiatan surveilans kesehatan kerja
10. Melaksanakan Pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan
kesehatan kerja (pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi,
psikososial dan ergonomi)
11. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan kerja yang disampaikan
kepada direktur rumah sakit dan unit teknis di wilayah kerja rumah sakit
Sarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi oleh mata
maupun teraba panca indera dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan umumnya
merupakan bagian dari suatu bangunan gedung (pintu, lantai, dinding, tiang, kolong gedung,
jendela) ataupun bangunan itu sendiri. Sedangakan prasarana adalah seluruh jaringan/instansi
yang membuat suatu sarana bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan, antara lain :
instalasi air bersih dan air kotor, instalasi listrik, gas medis, komunikasi, dan pengkondisian
udara, dan lain-lain (Depkes RI, 2009).
3. Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya
Barang Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan
atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau
merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
a) Kategori B3
Memancarkan radiasi, Mudah meledak, Mudah menyala atau terbakar, Oksidator, Racun,
Korosif, Karsinogenik, Iritasi, Teratogenik, Mutagenic, Arus listrik.
(1) Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri dan
karakteristiknya.
(2) Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan sesuai sifat dan
karakteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus memprediksi risiko yang
mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi
(3) Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang dilakukan
meliputi pengendalian operasional, pengendalian organisasi administrasi, inspeksi dan
pemeliharaan sarana prosedur dan proses kerja yang aman, pembatasan keberadaan B3 di tempat
kerja sesuai jumlah ambang.
Rumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan barang yang diperlukan. Rekanan
yang akan diseleksi diminta memberikan proposal berikut company profile. Informasi yang
diperlukan menyangkut spesifikasi lengkap dari material atau produk, kapabilitas rekanan, harga,
pelayanan, persyaratan K3 dan lingkungan serta informasi lain yang dibutuhkan oleh rumah
sakit.
Kriteria tenaga K3
a) Rumah Sakit Kelas A
(1) S3/S2 K3 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS
(2) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai
K3 RS
(3) Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2 Kedokteran Okupasi minimal 1 orang
yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(4) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 2 orang yang mendapat pelatihan
khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(5) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan sertifikasi
K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(6) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang mendapat pelatihan
khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(7) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
minimal 2 orang
(8) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan khusus
terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(9) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 2
orang
(1) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3
RS
(2) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan
khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(3) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan sertifikasi
K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(4) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang mendapat pelatihan
khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(5) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
minimal 1 orang
(6) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan khusus
terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(7) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1
orang
(1) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan
khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(2) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan sertifikasi
K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
(3) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS
minimal 1 orang
(4) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1
orang
Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang. Pembinaan dan pengawasan
tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Pembinaan dapat dilaksanakan antara lain
dengan melalui pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis, dan temu konsultasi.
Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah sakit dibedakan
dalam dua macam, yakni pengawasan internal, yang dilakukan oleh pimpinan langsung rumah
sakit yang bersangkutan, dan pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh Menteri kesehatan dan
Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.
Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3 secara tertulis dari masing-
masing unit kerja rumah sakit dan kegiatan K3RS secara keseluruhan yang dilakukan oleh
organisasi K3RS, yang dikumpulkan dan dilaporkan /diinformasikan oleh organisasi K3RS, ke
Direktur Rumah Sakit dan unit teknis terkait di wilayah Rumah Sakit. Tujuan kegiatan
pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah menghimpun dan menyediakan data dan informasi
kegiatan K3, mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan K3; mencatat dan
melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan menyusun dan melaksanakan pelaporan kegiatan K3.
Pelaporan terdiri dari; pelaporan berkala (bulanan, semester, dan tahunan) dilakukan sesuai
dengan jadual yang telah ditetapkan dan pelaporan sesaat/insidentil, yaitu pelaporan yang
dilakukan sewaktu-waktu pada saat kejadian atau terjadi kasus yang berkaitan dengan K3.
Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah mencatat dan melaporkan
pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang tercakup di dalam :
(1) Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan kesehatan lingkungan rumah sakit.
(2) Kejadian/kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya penanggulangan dan tindak lanjutnya.
1. Pengertian Manajemen K3 RS
Manajemen K3 RS merupakan upaya terpadu dari seluruh SDM RS, pasien, serta pengunjung
atau pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja RS yang sehat, aman dan
nyaman termasuk pemukiman masyarakat sekitarnya (Kepmenkes RI, 2007).
1. Sistem Manajemen K3 RS
SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen yang meliputi: struktur organisasi, perencanaan,
pelaksanaan, prosedur, sumber daya, dan tanggungjawab organisasi. Tujuan dari SMK3 RS
adalah menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat supaya tenaga kerja produktif disamping
dalam rangka akreditasi rumah sakit itu sendiri. Prinsip yang digunakan dalam SMK3 adalah
AREC (Anticipation, Recognition, Evaluation dan Control) dari metode kerja, pekerjaan dan
lingkungan kerja (Kepmenkes RI, 2007).
1. Langkah manajemen:
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti
serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen RS mengidentifikasi dan menyediakan
semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya
program K3 di RS.
d) Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di lingkungan RS.
2) Perencanaan
RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem
manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan meliputi:
Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk menentukan tingkat risiko yang
merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK (penyakit akibat kerja).
Sedangkan penilaian faktor risiko merupakan proses untuk menentukan ada tidaknya risiko
dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan
keselamatan.
b). Membuat peraturan. Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar Operasional Prosedur
yang harus dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta harus dikomunikasikan dan
disosialisasikan kepada karyawan dan pihak yang terkait.
b) Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 dan sekaligus
merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.
3) Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas,
terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung
jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab,
penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin.
3) Membuat program K3 RS
1) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang
berhubungan dengan K3.
2) Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan dan
penelitian K3 di RS.
Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan gedung dan proses.
Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana
penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan disinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja
dan meja setrika (Ferdianto, 2010).
Linen kotor diambil dari masing-masing ruangan perawatan, Poli rawat jalan, ruang operasi dan
UGD
c. Proses Pencucian
e. Proses finishing
f. Proses Pendistribusian
2. Proses pencucian
1. Prewash/Flush/Break/Pencucian awal
Linen dimasukkan dalam mesin cuci, lalu petugas menambahkan kimia laundry detergen dan
alkali dan memberikan emulsi apabila terdapat noda darah atau minyak/lemak. Zat kimia ini
ditambahkan menggunakan sendok takaran.
2. Mainwash/Suds wash/Pencucian.
Pada proses ini mesin cuci bekerja secara otomatis bedasarkan program yang diinginkan.
3. Rinse/Fill/Pembilasan.
Pembilasan adalah untuk menghilngkan kimia laundry dari permukaan dan dalam serat-serat
kain sehingga kain akan terbebas dari pengaruh kimia laundry yang dapat membuat serat kain
menjadi kaku/keras.
4. Souring/Penetralan.
Souring/penetralan dapat dilakukan bersamaan saat pembilasan atau dapat dilakukan sendiri
setelah pembilasan selesai.
5. Softening/Pelembutan.
Softener adalah kimia laundry yang difungsikan untuk melembutkan kain dan memberikan
aroma pada hasil pencucian
¢ linen yang masih belum begitu kering (lembab) dikeluarkan dari mesin cuci dengan tangan ke
dalam troli
¢ didorong ke mesin pengeringan. Setelah sampai di mesin pengering, linen yang ada di troli
dimasukkan lagi ke dalam.
¢ Pada saat ini tangan petugas terpapar dengan panas kain dan udara di dalam mesin
Mesin tumbler
¢ tumbler adalah mesin yang sistim kerjanya sama dengan mesin cuci hanya pada mesin tumbler
mediannya adalah udara panas yang dimasukkan dalam drum yang berputar berisikan linen
lembab setelah dicuci,
¢ udara panas tersebut akan membaut linen menjadi kering. Jadwal kerja harian
Standar Pelayanan Keselamatan dan kesehatan di rumah sakit (K3RS). Adapun bentuk pelayanan
kesehatan kerja yang perlu dilakuan, sebagai berikut; (Ferdianto, 2010).
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti
serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen RS mengidentifikasi dan menyediakan
semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya
program K3 di RS.
l) Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di lingkungan RS.
1. Perencanaan
RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem
manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan meliputi:
Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk menentukan tingkat risiko yang
merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK (penyakit akibat kerja).
Sedangkan penilaian faktor risiko merupakan proses untuk menentukan ada tidaknya risiko
dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan
keselamatan.
b). Membuat peraturan. Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar Operasional Prosedur
yang harus dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta harus dikomunikasikan dan
disosialisasikan kepada karyawan dan pihak yang terkait.
d). Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 dan sekaligus
merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.
e). Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan dicatat serta dilaporkan.
1. Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas,
terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung
jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab,
penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin.
3. Membuat program K3 RS
b). Fungsi unit pelaksana K3 RS
1). Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang
berhubungan dengan K3.
2). Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan dan
penelitian K3 di RS.
6). Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol bahaya, mengeluarkan
peraturan dan inisiatif pencegahan.
– Kontaminasi laundry
Potensi Bahaya ;
Cucian kotor yang terkontaminasi dengan darah atau bahan yang berpotensi menular atau berisi
benda tajam.
Potensi Bahaya;
Paparan darah atau bahan yang berpotensi menular lainnya melalui cucian terkontaminasi yang
tidak benar diberi label, atau ditangani.
Solusi;
Ikuti prosedur yang digariskan dalam Standar Patogen terbawa darah, menangani cucian
terkontaminasi seperti:
1. Letakkan cucian basah yang terkontaminasi di tempat yang anti bocor, berikan warna,
kode atau label yang sesuai di lokasi atau tempat yang digunakan.
1. Setiap mencuci cucian basah yang terkontaminasi dan menyajikan kemungkinan wajar
rendam-through atau kebocoran dari kantong atau wadah, cucian harus ditempatkan dan
diangkut dalam kantong atau wadah yang mencegah rendam-melalui dan / atau
kebocoran cairan ke eksterior
1. Cucian yang tercemar harus ditempatkan dan diangkut dalam kantong atau wadah yang
diberi label dengan simbol biohazard atau dimasukkan ke dalam kantong merah sesuai
dengan kode yang ditentukan.
1. Gunakan tas merah atau tas ditandai dengan simbol Biohazard, jika fasilitas di mana
barang-barang yang dicuci tidak menggunakan tindakan pencegahan universal untuk
semua cucian.
Pelabelan Tabel Persyaratan. (Diambil dari Patogen melalui darah dan jangka panjang
Pekerja Perawatan dokumen OSHA 3131).
cucian tas yang terkontaminasi tidak boleh diletakkan dekat dengan tubuh atau diperas
saat pengangkutan untuk menghindari tusukan dari jarum suntik yang tidak dibuang.
Siklus binatu normal harus digunakan sesuai dengan rekomendasi mesin cuci dan
deterjen produsen.
Potensi bahaya;
Paparan yang ditularkan melalui darah patogen melalui kontak dengan cucian terkontaminasi
dengan tidak memakai AP yang sesuai.
Kemungkinan Solusi;
Rumah sakit harus memastikan bahwa karyawan yang memiliki kontak dengan cucian
terkontaminasi mengenakan AP yang tepat seperti yang dibahas dalam Patogen melalui
darah Standard yang ditentukan ketika menangani dan / atau menyortir cucian
terkontaminasi.
Rumah sakit harus memastikan karyawan memakai AP yang sesuai seperti sarung
tangan, baju, pelindung wajah, masker ketika menyortir cucian terkontaminasi.
Penggunaan sarung tangan tebal ketika menyortir cucian yang terkontaminasi dapat
memberikan perlindungan tambahan bagi karyawan.
Sarung tangan utilitas dapat didekontaminasi untuk digunakan kembali jika integritas
sarung tangan tidak terganggu.
Namun, sarung tangan tersebut harus dibuang jika retak, mengelupas, robek, tertusuk,
menunjukkan tanda-tanda lain dari kerusakan, atau ketika tidak berfungsi sebagaimana
semestinya.
Disposable (sarung tangan pakai tidak akan dicuci atau didekontaminasi untuk re-
gunakan.
Potensi bahaya;
Paparan yang ditularkan melalui darah patogen dari cucian terkontaminasi yang berisi benda
tajam.
Kemungkinan Solusi;
Sebuah keselamatan dan program kesehatan yang meliputi prosedur untuk pembuangan yang
tepat dan penanganan benda tajam dan mengikuti praktek yang diperlukan diuraikan dalam
Standar Patogen yang ditularkan melalui darah.
Jarum yang terkontaminasi dan benda tajam tidak akan membungkuk, recapped atau dihapus.
Tidak ada geser atau melanggar diijinkan.
1. Sharps Containerization:
Potensi Bahaya;
Segera atau sesegera mungkin, benda tajam yang terkontaminasi harus dibuang dalam
wadah yang tepat.
Solusi;
Wadah jarum harus tersedia, dan di dekat daerah di mana jarum dapat ditemukan, termasuk
binatu.
1. Berbahaya Kimia
Potensi Bahaya;
Berlabel kimia.
– Muncrat saat menuangkan dari wadah ke wadah yang lebih besar yang lebih kecil.
– Sabun dan deterjen dapat menyebabkan reaksi alergi dan dermatitis.
– Kulit rusak dari sabun atau deterjen iritasi dapat memberikan jalan untuk infeksi atau cedera
jika terkena bahaya kimia atau biologi.
– Jangan bercampur larutan pembersih yang mengandung amonia dan klorin. Ketika dicampur
bersama bahan kimia ini membentuk gas mematikan.
Solusi ;
Menerapkan program tertulis yang memenuhi persyaratan Standar Komunikasi Bahaya (HCS)
untuk menyediakan pelatihan pekerja, label peringatan, dan akses ke MSDS (MSDS).
Pelayanan Medis dan Pertolongan Pertama: Dimana mata atau tubuh seseorang dapat terkena
bahan korosif merugikan, sehingga diperlukan fasilitas yang cocok untuk membasahi cepat atau
pembilasan mata dan tubuh dalam area kerja untuk penggunaan darurat
1. Alergi lateks
Potensi bahaya ;Paparan pekerja alergi lateks mengenakan sarung tangan lateks, sambil
menangani atau menyortir cucian terkontaminasi.
Solusi;
– Gunakan sarung tangan lateks cocok untuk karyawan-sensitif:
– Pengusaha harus menyediakan sarung tangan tepat ketika paparan darah atau bahan yang
berpotensi menular lainnya (OPIM)
– Alternatif harus mudah diakses oleh karyawan yang alergi terhadap sarung tangan biasanya
disediakan
1. Mengangkat / Mendorong
Potensi bahaya;
Berlebihan mencapai / mendorong dan / atau mengangkat cucian berat basah dapat menyebabkan
gangguan muskuloskeletal pekerjaan terkait seperti strain dan keseleo ke belakang atau daerah
bahu.
Solusi;
Menilai area cuci untuk stres ergonomis dan mengidentifikasi dan mengatasi cara untuk
mengurangi stres seperti:
– Gunakan teknik mengangkat yang benar:
– Gunakan alat bantu mekanis untuk mengurangi kebutuhan untuk mengangkat, seperti:
Spring-Loaded Platform Laundry untuk membantu mengangkat cucian berat basah, dan menjaga
binatu pada tingkat kerja seragam nyaman.
Cincin yang secara otomatis membuang beban mereka ke keranjang sehingga pekerja tidak harus
mencapai dalam dan mengeluarkan cucian berat basah secara manual.
Kepada Pekerja
¢ Memeriksakan sedini mungkin keluhan yang terjadi sebelum terjadi keluhan yang lebih
berat.
¢ Meminimalisasi pajanan
¢ Mengenakan Alat Pelindung Diri yang adekuat jika pekerjaan mengharuskan terjadi pajanan
tubuh pada potensi bahaya
Kepada Perusahaan/Instansi
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Rumah sakit merupakan tempat kerja yang unik dan kompleks untuk menyediakan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi rumah sakit
tersebut, maka akan semakin komplek peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan. Kerumitan
tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi bahaya yang sangat besar, tidak hanya
bagi pasien dan tenaga medis, tetapi juga pengunjung rumah sakit.
2. Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana
penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan disinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja
dan meja setrika. Instalasi laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai
resiko penularan penyakit infeksi dan juga terdapat beberapa resiko bahaya yang mempengaruhi
situasi dan kondisi di rumah sakit khususnya di bagian laundry.Dari berbagai potensi bahaya
tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan dan meminimalisirkan dan bila mungkin
meniadakannya.
3.2 Saran
1. Keberhasilan pelaksanaan K3RS sangat tergantung dari komitmen tertulis dan kebijakan
pihak direksi oleh karena itu pihak direksi harus paham tentang kegiatan K3RS
27
2. Pelaksanaan K3RS juga dilakukan pada instansi laundry. Oleh karena itu, diperlukan adanya
sosialisasi K3 terhadap petugas di instalasi laundry agar memperkecil resiko berbahaya yang
didapat.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, R.I., 2006, Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(K3-IFRS), Jakarta
Depkes, R.I., 2009, Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3-IFRS),
Jakarta
Ferdianto, Hengki. 2011. Dermatitis Kontak Iritan Pada Petugas Laundry Rumah Sakit X (Study
Kasus Pengelolaan Penyakit Akibat Kerja). Jakarta.
http://www.slideshare.net/YoTama/savedfiles?s_title=dermatitis-kontak-iritan-pada-petugas-
laundry-rumah-sakit&user_login=hengkiferdianto.
Occupational Health and Safety Agency for Healthcare in BC, 2003.Guide Ergonomic for
Hospital Laundries. British Columbia