Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MANAJEMEN PATIENT SAFETY

PENYEBAB METHICILLIN-RESISTANT Staphylococcus aureus (MRSA)


PADA INFEKSI NOSOKOMIAL KASUS INFEKSI LUKA PASCA OPERASI

Dosen Pembimbing : Dwi Ochta Pebriyanti,S.KM

OLEH :
KELOMPOK 5 / 2A
1. Cantika Rosita Dewi ( 182303101010 )
2. Dharmayanti Putri Jaladri ( 182303101018 )
3. Khofifah Mardhatilah ( 182303101037 )
4. Sherly Amanda Gani ( 182303101005 )
5. Melinda Nur Pramastuti ( 182303101011 )
6. Nur Khofifah ( 182303101014 )

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala rahmad dan karunia-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam
makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Lumajang, 08 September 2019

Kelompok 5

MANAJEMEN PATIENT SAFETY 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1

1.3 Tujuan.............................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3

2.1 Mikroorganisme Parasit Penyebab Infeksi Luka Pasca Operasi....................3

2.2 Cara Berkembangbiak Organisme Parasit......................................................4

2.3 Proses Penularan.............................................................................................4

2.4 Proses Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit...................................................5

2.5 Manajemen Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial...................6

BAB III PENUTUP................................................................................................8

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................8

3.2 Saran...............................................................................................................8

MANAJEMEN PATIENT SAFETY 3


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi luka pasca operasi (ILO) atau Surgical Site Infection (SSI)
merupakan salah satu komplikasi tindakan operasi dimana infeksi tersebut dimulai
dari superfisial sampai ke organ tubuh pasien. Salah satu penyebab infeksi luka
pasca operasi ini adalah Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA).
MRSA ialah bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap
antibiotik jenis metisilin. MRSA mengalami resistensi karena perubahan genetik
yang disebabkan paparan terapi antibiotik tidak rasional. Transmisi bakteri
berpindah dari satu pasien ke pasien yang lain melalui alat medis yang tidak
diperhatikan sterilitasnya.
Perawatan luka pasca operasi juga sangat penting, mengingat terjadinya
infeksi bisa disebabkan karena perawatan luka yang tidak memenuhi syarat
aseptik. Transmisi bakteri mudah melalui prosedur ganti balut di ruangan. Cuci
tangan, pemakaian sarung tangan , penggunaan masker dan teknik ganti balut dan
peralatan steril adalah bagian dari prosedur ganti balut luka pasca operasi yang
sering dilakukan.
Infeksi nosokomial berupa infeksi luka operasi, berpengaruh terhadap
morbiditas bahkan mortalitas penderita. Waktu rawat inap menjadi lebih lama
beberapa minggu bahkan bulan, dan timbulnya komplikasi lain yang pada
akhirnya meningkatkan biaya perawatan. Apalagi antibiotik un tuk infeksi MRSA
sangat sulit diperoleh dan mahal sehingga menjadi beban berat pasien beserta
keluarganya.
1.2 Rumusan Masalah

1. Jenis mikroorganisme parasit apakah penyebab infeksi luka pasca


operasi?
2. Bagaimana cara organisme parasit berkembang biak?
3. Bagaimana proses penularannya?
4. Bagaimana proses infeksi nosokomial di Rumah Sakit ?
5. Bagaimana manajemen pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial?

MANAJEMEN PATIENT SAFETY 1


1.3 Tujuan

1. Dapat mengetahui jenis mikroorganisme parasit penyebab infeksi


luka pasca operasi
2. Dapat mengetahui cara organisme parasit berkembang biak.
3. Dapat mengetahui proses penularannya.
4. Dapat mengetahui proses infeksi nosokomial di Rumah Sakit.
5. Dapat mengetahui manajemen pencegahan dan pengendalian
infeksi nosokomial
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikroorganisme Parasit Penyebab Infeksi Luka Pasca Operasi

Pada awalnya, Staphylococcus aureus dikenal sebagai suatu penyebab


penyakit yang penting di seluruh dunia dan menjadi suatu patogen utama yang
terkait dengan ineksi, baik di Rumah Sakit maupun komunitas. Vankomisin telah
lama menjadi anibiotik pilihan untuk menangani infeksi MRSA. Timbulnya
resistensi terhadap vankomisin telah dilaporkan bebrapa tahun terakhir ini.
Penemuan terakhir obat terbaik untuk MRSA adalah linesolid / Zyfox,
Daptomycin dan Tigecyline yang harganya sangat mahal dan tidak selalu tersedia
di setiap pusat pelayanan kesehatan.
Sejak munculnya resistensi terhadap metisilin, MRSA dikenal sebagai
penyebab bakteremia, pneumonia, infeksi pasca operasi dan infeksi nosokomial
lainnya yang menimbulkan beban baik kepada pasien maupun sistem kesehatan.
(S. aureus) adalah bakteri yang umum hidup pada kulit atau rongga hidung dan
perineum orang yang sehat. Orang yang sehat membawa bakteri ini tanpa
menunjukkan tanda atau gejala infeksi. Akan tetapi, terkadang bakteri ini dapat
mengakibatkan penyakit seperti infeksi kulit, luka, saluran kemih, paru-paru,
aliran darah dan keracunan makanan.
Sebagian besar kasus infeksi S. aureus dapat diobati secara efektif dengan
antibiotik. Akan tetapi, methicillin-resistant S. aureus (MRSA) adalah strain S.
aureus yang kebal terhadap antibiotik, termasuk methicillin dan antibiotik lainnya
yang umum digunakan seperti oxacillin, penicillin, amoxicillin dan cephalosporin.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat diakui secara luas sebagai faktor yang
berkontribusi terhadap munculnya kekebalan terhadap antibiotik.
Toksin yang dihasilkan oleh bakteri ini adalah PVL (Panton-Valentine
Leukocidin) yang merupakan salah satu dari penggolongan B-pore forming toxin.
Toksin tersebut menyebabkan festruksi leukosit dan necrotizing pneumonia yang
mempunyai angka mortalitas leboh dari 40%. Toksin lainnya ialah PSM atau
Phenol-Soluble Moduline) yang berhubungan erat dengan peningkatan virulensi
kuman. Sebagian besar kasus infeksi S. aureus terjadi pada orang yang pernah
dirawat inap di rumah sakit, tinggal di rumah jompo atau pernah menerima
perawatan di pusat perawatan kesehatan seperti pusat dialisis.

2.2 Cara Berkembangbiak Organisme Parasit

Staphylococcus aureus merupakan patogen utama bagi manusia. Hampir


setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi Staphylococcus aureus
sepanjang hidupnya. Staphylococcus aureus menyebabkan infeksi supuratif
(terbentuk pus) yang bervariasi dan beracun pada manusia, contohnya lesi kulit
superfisial atau infeksi yang lebih serius seperti pneumonia, meningitis dan
infeksi saluran urin, juga dapat menyebabkan osteomyelitis dan endokarditis.
Staphylococcus aureus adalah penyebab utama infeksi nosokomial pada
pasien luka pasca operasi dan infeksi yang timbul akibat penggunaan peralatan
medis yang tidak steril. Staphylococcus aureus menyebabkan keracunan makanan
dengan cara melepaskan enterotoksin ke dalam makanan, dan mengakibatkan
toxic shock syndrome dengan melepaskan superantigen ke dalam darah.
Bakteri Staphylococcus aures berkembang biak secara aseksual yaitu
dengan cara pembelahan biner seperti bakteri pada umumnya dengan kecepatan
pembelahan sekitar 0,47 jam atau sekitar 27-30 menit. Pembelahan biner
berlangsung dengan interval yang teratur dengan penambahan atau kelipatan
secara eksponesial.
Fase-fase pembelahan biner pada bakteri ini adalah sebagai berikut:
a. Kromosom melekat pada membrane sel dan terjadi penggandaan kromosom.
b. Membrane, dan dinding sel memanjang. Bakteri menjadi dua kali ukuran
semula.
c. Munculnya sekat diikuti oleh pertumbuhan dinding sel yang melintang.
d. Tahap terakhir terbentuk dua sel baru yang identik dan berlanjut secara
eksponesial.

2.3 Proses Penularan

Cara penularan infeksi CA-MRSA yang terutama adalah melalui kontak


langsung dengan luka, cairan tubuh dan area yang terkontaminasi. Faktor resiko
lainnya termasuk kontak dekat, adanya penembusan kulit akibat luka atau kateter,
kebersihan pribadi yang buruk dan kondisi tempat tinggal yang terlalu penuh
sesak.
Bakteri Staphylococcus aureus (staph) biasanya ditemukan di permukaan
kulit atau di dalam hidung. Pada dasarnya, bakteri ini tidak berbahaya, kecuali
apabila masuk ke dalam tubuh melalui luka. MRSA adalah hasil dari cara
konsumsi antibiotik yang berlebihan dan tidak tepat di kalangan masyarakat. Hal
ini menyebabkan golongan bakteri staphylococcus yang kebal dengan antibiotik
untuk tumbuh dan berkembang biak, dan dapat menyebabkan timbulnya MRSA
Penularan MRSA dapat terjadi di rumah sakit (health care-associated MRSA/
HA-MRSA) atau di lingkungan luar, terutama di lingkungan dengan sanitasi
buruk (community-associated MRSA/CA-MRSA). HA-MRSA biasanya
ditularkan melalui prosedur rumah sakit atau penggunaan alat medis. Sementara
CA-MRSA umumnya menular melalui kontak kulit.
Infeksi pada luka pasca operasi dapat ditularkan melalui:
1. Adanya bakteri yang terdapat pada kulit yang kemudian menyebar dan
menginfeksi luka pasca operasi.
2. Peralatan bedah (surgical instrument) yang terinfeksi atau tidak steril.
3. Tangan para tenaga medis yang tidak steril atau terinfeksi.
4. Bakteri-bakteri yang terdapat pada udara.
5. Bakteri – bakteri yang terdapat pada bagian dalam tubuh atau organ tubuh yang
sedang dioperasi.

2.4 Proses Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit

Perawat tidak mencuci tangan Peralatan bedah yang digunakan


atau menggunakan sarung tangan tidak steril

Perawat melakukan perawatan


luka operasi

Bakteri dari tangan


perawat/peralatan bedah
mengontaminasi luka
Terjadi infeksi pada luka operasi

2.5 Manajemen Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial

a. Pengelolaan
Penderita infeksi luka harus segera mencari bantuan dokter agar infeksi
dapat didiagnosa dengan benar dan dirawat secara efektif. Bisul atau abses
mungkin perlu ditoreh dan dikeringkan, dan antibiotik dapat diresepkan jika perlu.
b. Pencegahan
1. Jaga kebersihan pribadi dengan baik. Bersihkan tangan secara sering,
terutama sebelum menyentuk mulut, hidung atau mata, setelah menyentuh
instalasi umum seperti pegangan tangan atau gagar tinpu atau ketika tangan
terkontaminasi oleh cairan pernapasan setelah batuk atau bersin.
2. Cuci tangan dengan sabun cair dan air setidaknya selama 20 detik, lalu
keringkan dengan tisu sekali pakai atau pengering tangan. Jika tidak ada
fasilitas pencuci tangan atau tangan tidak terlihat kotor, handrub berbasis
alkohol 70 - 80% adalah alternatif yang efektif.
3. Kenakan sarung tangan dan masker saat membuang atau menangani materi
muntahan dan feses, lalu cuci tangan hingga bersih setelahnya.
4. Hindari berbagi barang-barang pribadi seperti handuk, pakaian atau seragam,
pisau cukur atau penggunting kuku.
c. Pengelolaan luka yang tepat
1. Hindari kontak langsung dengan luka atau benda yang terkontaminasi oleh
cairan luka.
2. Segera bersihkan luka dan tutup dengan benar dengan plester tahan air
hingga sembuh.
3. Cuci tangan sebelum dan setelah menyentuh luka.
4. Segera konsultasi dengan dokter jika gejala atau infeksi berkembang.
5.Hindari olah raga kontak atau menggunakan kamar mandi umum jika Anda
mengalami luka terbuka.
d. Penggunaan antibiotik yang tepat
1. Jangan meminta antibiotik dari dokter Anda.
2. Ikuti petunjuk dokter saat minum antibiotik.
3. Jangan berhenti minum antibiotik kalaupun sudah merasa baikan.
4. Jangan mengonsumsi antibiotik sisa.
5. Jangan berbagi antibiotik dengan orang lain.
6. Tingkatkan kebersihan pribadi saat minum antibiotik untuk
melindungi diri sendiri dan untuk mencegah penyebaran bakteri:
a. Jaga kebersihan tangan.
b. Hanya makan atau minum makanan dan minuman yang sudah
dimasak hingga matang atau direbus.
c. Bersihkan dan tutup semua luka.
d. Kenakan masker jika Anda mengalami gejala pernapasan seperti
batuk, bersin, hidung berair dan sakit tenggorokan.
e. Anak kecil yang mengalami gejala infeksi harus menghindari
kontak dengan anak lainnya.
e. Jaga kebersihan lingkungan yang baik
Jaga agar lingkungan sekitar tetap bersih, secara teratur bersihkan benda-
benda yang dipakai berulang di tempat umum seperti pusat olah raga dan toilet
umum. CA-MRSA dapat menular ke anggota keluarga melalui barang-barang
rumah tangga yang terkontaminasi. Menjaga agar rumah tetap bersih dan bebas
debu adalah hal penting. Permukaan yang sering disentuh (mis. dudukan toilet,
kamar mandi), mainan anak-anak dan seprai harus dicuci, dibersihkan dan
didisinfeksi (dengan pemutih yang diencerkan) secara teratur.
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemberian antibiotik dengan dosis tinggi dan durasi terapi yang lama tidak
meningkatkan kejadin MRSA. Selain itu prosedur ganti balut yang dilakukan
tanpa mencuci tangan, tanpa memakai sarung tangan, tanpa memakai masker dan
teknik melakukan ganti balut pada luka pasca operasi akan meningkatkan kejadian
MRSA.
3.2 Saran

Adanya prosedur tetap tentang pemakaian antibiotik di bagian bedah Rumah


Sakit agar penggunaannnya lebih rasional dan demi kepentingan bersama terhadap
pelayanan Rumah Sakit , fasilitas untuk melakukan ganti balut terkait dengan
peralatan harus menunjang dan dilengkapi dengan SOP..
DAFTAR PUSTAKA

Nurkusuma, D.D., 2009. FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN


METHILCILLIN-RESISTANT Staphylococcus aureus (MRSA) PADA KASUS INFEKSI LUKA
PASCA OPERASI DI RUANG PERAWATAN BEDAH RUMAH SAKIT DOKTER KARIADI
SEMARANG. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai