Anda di halaman 1dari 12

BAB : SISTEM KARDIOVASKULAR

Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa Mampu
a. Menjelaskan struktur jantung
b. Menjelaskan fungsi jantung
c. Menjelaskan elekrofisiologi jantung
d. Menjelaskan interpretasi elektrokardiografi normal
e. Melakukan perekaman listrik jantung

MATERI : ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG

1. Dinding Jantung
Dinding jantung terdiri dari serat – serat otot jantung yang tersusun secara spiral
dan saling berhubungan melalui diskus interkalatus. Dinding jantung terdiri dari
tiga lapisan yaitu pertama, endokardium. Endokardium adalah lapisan tipis
endothelium, suatu jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem
sirkulasi. Lapisan ini terletak dibagian paling dalam. Kedua, miokardium yaitu lapis
an tengah jantung yang terdiri dari otot jantung. Lapisan ini membentuk sebagian
besar dinding jantung. Ketiga, epikardium yaitu suatu membran tipis di bagian luar
yang membungkus jantung (Sherwood, 1996, hlm. 262)

2. Ruang Jantung
Jantung terdiri dari empat ruang. Dua ruang berada di atas yang berfungsi sebagai
ruang penerima atau disebut atrium / serambi jantung. Dua ruang berada di bawah
yang berfungsi sebagai ruang pompa atau disebut ventrikel / bilik jantung. Jantung
sendiri secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu jantung kanan dan jantung
kiri. Kedua bagian ini dipisahkan oleh lapisan otot yang disebut septum. Atrium
kanan menerima darah yang miskin oksigen dari seluruh tubuh melalui vena kava
superior dan inferior kemudian dialirkan ke ventrikel kanan melalui katup
trikuspidalis. Ventrikel kanan memompakan darah ke paru – paru melalui arteri
pulmonalis. Atrium kiri menerima darah kaya oksigen dari paru – paru melalui vena
pulmonal kemudian dialirkan ke ventrikel kiri melalui katup mitralis. Ventrikel kiri
memompakan darah keseluruh tubuh melalui aorta (Black & Hawk, 2005, hlm.
1548).

3. Katup Jantung
Jantung berfungsi memompakan darah ke jaringan. Untuk mendukung fungsi
tersebut jantung memiliki katup – katup. Katup – katup ini berfungsi untukk
mencegah aliran darah kembali ke ruang darimana darah dipompakan. Ada dua
jenis katup jantung yaitu katup atrioventrikuler dan semiluner. Katup
atrioventrikuler memisahkan ruang jantung. Katup atrioventrikuler ada dua yaitu
pertama, mitralis. Katup mitralis adalah katup yang memisahkan atrium kiri dan
ventrikel kiri. Katup mitralis berfungsi untuk mencegah aliran balik darah dari
ventrikel kiri kembali ke atrium kiri. Kedua, trikuspidalis. Katup trikuspidalis adalah
katup yang memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Fungsi katup
triukuspidalis adalah mencegah aliran balik darah dari ventrikel kanan kembali ke
atrium kanan (Smeltzer & Bare, 2004, hlm.647)

Katup jantung yang lain adalah katup semiluner. Katup ini terdiri dari tiga daun
katup yang mirip bulan sabit. Ada dua katup semilunar yaitu katup aorta dan katup
pulmonalis. Katup aorta menghubungkan ventrikel kiri dengan aorta sedangkan
katup pulmonal menghubungkan ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis. Kedua
katup tersebut akan membuka selama ventrikel melakukan kontraksi atau
pemompaan darah dan menutup untuk mencegah aliran darah kembali masuk ke
dalam ventrikel (Smeltzer & Bare, 2004, hlm. 247)

4. Arteri Koroner Jantung

Semua jaringan tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk proses metabolisme.


Begitu juga dengan jantung. Organ ini membutuhkan oksigen yang cukup untuk
menghindari terjadinya iskemia pada miokard. Suplai kebutuhan oksigen jantung
disalurkan melalui arteri koroner. Ada tiga arteri koroner utama yang
memperdarahi jantung. Pertama, arteri koroner dekstra, arteri ini memperdarahi
atrium kanan, ventrikel kanan, septum intraventrikuler, nodus sinoatrium (SA),
nodus atrioventrikuler (AV) dan berkas his. Kedua, arteri koroner anterior
descending sinistra, arteri ini memperdarahi atrium kanan, ventrikel kanan ( minor
) ventrikel kiri bagian anterior dan apek, otot papiler anterior, berkas kanan dan kiri,
septum intraventrikuler. Ketiga, arteri koroner sirkumfleksi sinistra, arteri ini
memperdarahi atrium kiri, ventrikel kiri bagian posterior dan anterior, dan nodus
sinoatrium (Copstead & Banasik, 2005, hlm. 439).

5. Elektrofisiologi Jantung
Kontraksi otot jantung atau miosit jantung menghasilkan tenaga mekanik sistol
atrium dan ventrikel. Kontraksi sel otot jantung untuk mendorong darah dicetuskan
oleh potensial aksi yang menyebar melalui membran sel – sel otot. Kontraksi miosit
merupakan hasil akhir suatu kompleks aliran ion yang menyebabkan depolarisasi
dan repolarisasi. Perubahan voltase transmembran yang terjadi selama proses ini
dapat diilustrasikan sebagai suatu potensial aksi.
Jantung memiliki dua jenis sel otot jantung yaitu sel kontaktil dan sel otoritmik. Sel
kontraktil merupakan bagian terbesar dari sel jantung (90 %), melakukan kerja
mekanis atau memompa. Sel – sel ini dalam keadaan normal tidak menghasilkan
potensial aksi. Sebaliknya sebagian kecil sisanya adalah sel otoritmik. Sel otoritmik
tidak melakukan kontraksi akan tetapi mencetuskan dan menghantarkan potensial
aksi yang bertanggung jawab untuk kontraksi sel – sel kontraktil (Sherwood, 1996,
hlm. 266).

Melalui pergeseran ke ambang dan pembentukan potensial aksi yang terus


menerus, sel – sel otoritmik secara secara siklis mencetuskan potensial aksi yang
menyebar ke seluruh jantung untuk menghasilkan denyut secara berirama tanpa
perangasangan saraf apapun. Penyebab dari pergeseran potensial membran ke
ambang masih belum diketahui. Diperkirakan hal tersebut terjadi karena
penurunan siklis fluks pasif K+ ke luar yang berlangsung bersamaan dengan
kebocoran lamban Na+ ke dalam. Menurut Sherwood, (1996, hlm. 266) :
“ Permiabilitas membran terhadap K+ menurun antara potensial – potensial aksi,
karena saluran K+ diinaktifkan, yang mengurangi aliran ke luar kalium positif
mengikuti penurunan gradien konsentrasi mereka. Karena influks pasif Na+ dalam
jumlah kecil tidak berubah, bagian dalam secara bertahap menjadi kurang negatif;
yaitu membran secara bertahap mengalami depolarisasi dan bergeser ke arah
ambang. Setelah ambang dicapai, terjadi fase naik dari potensial aksi sebagai
respon terhadap pengaktifan saluran Ca++ dan influks Ca++ kemudian; fase ini
berbeda dari otot rangka, dengan influks Na+ ( bukan influks Ca++ ) yang mengubah
potensial aksi ke arah positif. Fase turun disebabkan, seperti biasanya, oleh efluks
K+ akibat pengaktifan saluran K+ yang terjadi karena peningkatan permiabilitas K+
akibat pengaktifan saluran K+. Setelah potensial aksi usai, inaktifasi saluran
saluran K+ ini mengawali depolarisasi berikutnya.”

Sel – sel jantung yang memiliki kemampuan otoritmik terletak pada lokasi – lokasi
tertentu. Terdapat empat lokasi yaitu pertama, nodus sinoatrium (SA). SA
merupakan terletak di dinding atrium kanan dekat muara vena kava superior.
Kedua, nodus atrioventrikuler (AV), sebuah berkas kecil sel – sel otot jantung
didasar atrium kanan dekat septum, tepat diatas pertautan atrium dan ventrikel.
Ketiga, berkas His atau berkas atrioventrikuler yaitu suatu jaras sel – sel khusus
yang berasal dari nodus AV dan masuk ke septum antra ventrikel dan membentuk
cabang berkas kanan dan kiri yang berjalan ke bawah melalui septum kemudian
melingkari ujung bilik ventrikel dan kembali ke atrium di sepanjang dinding luar.
Keempat, serat Purkinje yaitu serat – serat terminal halus yang berjalan dari berkas
his dan menyebar ke seluruh miokardium ventrikel seperti ranting – ranting pohon
(Sherwood, 1996, hlm. 266).

Denyut jantung dan koordinasi kontraksi ditentukan oleh keempat sistem kontrol
elektrik otot jantung tersebut. Penyakit pada setiap sistem, miokard atrium dan
ventrikel dapat menyebabkan abnormalitas denyut jantung atau inkoordinasi
kontraksi jantung. Nodus SA akan mengalami depolarisasi spontan yang diatur
oleh sifat intrinsik selular, katekolamin eksogen dan tonus saraf otonom.
Gelombang eksitasi menyebar melalui saluran konduksi khusus di sepanjang
atrium kanan yang menyebabkan stimulus pada nodus AV. Nodus AV kemudian
teraktivasi namun konduksi melalui nodus AV lambat karena sifat konduksi yang
khas. Sifat ini melindungi ventrikel dari laju respons yang terlalu cepat terhadap
takiaritmia atrium. Gelombang eksitasi kemudian akan keluar melalui berkas his
melalui serabut konduksi kiri dan kanan sebelum menyebar turun ke arah distal ke
sistem konduksi dan miokard ventrikel. Repolarisasi atrium dan ventrikel
terorganisasi sedemikian rupa sehingga area yang terdepolarisasi terlebih dahulu
mengalami repolarisasi terakhir, suatu pengaturan yang dapat menghindari
rekativasi miokard akibat depolarisasi miokard di sekitarnya (Gray, et al., 2002,
hlm. 152).

6. Curah Jantung
Curah jantung atau cardiac output (CO) adalah volume darah yang dipompa oleh
ventrikel per menit. Curah jantung ditentukan oleh dua faktor yaitu volume
sekuncup/isi sekuncup atau stroke volume (SV) dan kecepatan denyutan jantung
setiap menit atau heart rate (HR). Kecepatan denyut jantung rata – rata adalah 70
kali per menit. Kecepatan ini ditentukan oleh irama nodus SA. Nodus SA dalam
keadaan normal merupakan pemacu jantung yang memiliki kecepatan
depolarisasi spontan yang tinggi. Sedangkan volume sekuncup rata – rata adalah
70 ml / denyut sehingga rata – rata curah jantung rata – rata adalah 4.900 ml/menit
(Sherwood, 1996, hlm. 280).

Volume sekuncup ditentukan oleh preload, afterload dan kontraktilitas jantung.


Preload adalah beban pada ventrikel sebelum kontraksi sistol dan dihasilkan oleh
volume akhir diastolik ventrikel. Peningkatan preload terjadi bersamaan dengan
peningkatan volume. Peningkatan ini menghasilkan peningkatan kontraksi
ventrikel dan peningkatan volume sekuncup (SV). Hukum Starling menjelaskan
bahwa preload yang meningkat menyebabkan peregangan pada setiap unit
sarkomer dan memperkuat kontraksi dengan mengoptimalkan panjang sarkomer
dan meningkatkan sensitifitas terhadap kalsium. Setelah titik tertentu,
penambahan peregangan menyebabkan penurunan isi sekuncup (Gray, et al.,
2002, hlm. 71). Afterload merupakan beban atau stress yang dialami oleh ventrikel
ketika ventrikel berkontraksi selama ejeksi ventrikel kiri. Afterload timbul setelah
kontraksi sistolik. Determinan utama afterload adalah tekanan darah arteri,
komplians dinding arteri, dan karakteristik katup. Perubahan tekanan darah dapat
digunakan sebagai indikator perubahan afterload. Stenosis aorta dapat
meningkatkan afterload karena terjadi peningkatan resistensi terhadap ejeksi
walaupun tekanan darah arteri normal atau bahkan rendah. Afterload meningkat
dengan dilatasi ventrikel dan berkurang pada hipertrofi ventrikel kiri (Gray, et al.,
2002, hlm. 72).

Kontraktilitas atau keadaan inotropik miokard, merupakan kekuatan kontraksi


miokard yang tidak bergantung pada faktor hemodinamik lainnya seperti denyut
jantung, preload dan afterload. Kontraktilitas dapat meningkat dengan stimulasi
adrenergik, kalsium, atau agen inotropik positif seperti digoksin dan dobutamin.
Kontraktilitas juga dapat diturunkan dengan menggunakan agen inotropik negatif
seperti penyekat β dan penyekat saluran kalsium (Gray, et al., 2002, hlm. 72).
Oksigen sangat dibutuhkan untuk metabolisme jaringan miokard. Denyut jantung,
preload, afterload dan kontraktilitas sangat menentukan konsumsi oksigen
miokard ( myocardial oxygen consumtion/ MVO2 ).

7. Jantung dan Sistem Saraf Otonom


Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan saraf
parasimpatis. Daerah atrium dan ventrikel termasuk pembuluh darah koroner
dipersarafi oleh saraf simpatis. Sedangkan saraf parasimpatis memberikan
persarafan pada sistim konduksi jantung yaitu nodus SA, nodus AV dan serabut –
serabut otot atrium, dapat pula menyebar kedalam ventrikel kiri. Persarafan
simpatis eferen preganglionik berasal dari medula spinal torakal tiga sampai
dengan enam, sebelum mencapai jantung akan melalui pleksus kardialis dan
berakhir pada ganglion servikalis superior, medial atau inferior. Persarafan
parasimpatis berasal dari pusat nervus vagus di medula oblongata. Serabut –
serabutnya akan bergabung dengan serabut saraf simpatis didalam pleksus
kardinalis. Rangsang simpatis akan dihantarkan oleh norepinefrin, sedangkan
rangsang saraf parasimpatis dihantarkan oleh asetilkolin. Pada orang normal kerja
saraf simpatis adalah mempengaruhi kerja otot ventrikel sedangkan saraf
parasimpatis mengontrol irama jantung dan heart rate (Rilantono, et al., 1996, hlm.
12).

Pengaruh sistem saraf parasimpatis pada nodus SA adalah untuk menurunkan


kecepatan denyut jantung. Asetilkolin yang dikeluarkan akibat peningkatan
aktifitas parasimpatis menyebabkan peningkatan permiabilitas nodus SA terhadap
K+ dengan memperlambat penutupan saluran K+. Akibatnya kecepatan
pembentukan potensial aksi spontan melambat melalui efek ganda yaitu pertama,
peningkatan permiabilitas K+ menyebabkan hiperpolarisasi membran nodus SA
karena lebih banyak ion kalium yang keluar daripada normal, sehingga bagian
dalam semakin lebih negatif. Kedua, peningkatan permiabilitas K+ yang diinduksi
oleh stimulasi vagus juga melawan penurunan otomatis permiabilitas K+ yang
berperan menyebabkan depolarisasi gradual membran ke ambang. Efek melawan
ini menurunkan kecepatan depolarisasi spontan, sehingga waktu yang diperlukan
untuk bergeser ke ambang menjadi lebih lama. Dengan demikian nodus SA lebih
jarang mencapai ambang dan lebih sedikit menghasilkan potensial aksi. Hal ini
menurunkan kecepatan denyut jantung. Pengaruh parasimpatis pada nodus AV
menurunkan eskitabilitas nodus AV, memperpanjang impuls ke ventrikel. Efek ini
terjadi akibat peningkatan permiabilitas K+, yang menyebabkan hiperpolarisasi
membran sehingga memperlambat inisiasi eksitasi di nodus AV. Stimulasi
parasimpatis pada sel – sel kontraktil atrium mempersingkat potensial aksi, suatu
efek yang dianggap disebabkan oleh penurunan kecepatan arus masuk yang
dibawa oleh Ca++ yaitu fase datar berkurang sehingga kontraksi atrium melemah
(Sherwood, 1996, hlm. 280-281)

Berbeda dengan sistem saraf parasimpatis, sistem saraf simpatis bekerja


berlawanan dengan sistem saraf parasimpatis. Sistem saraf simpatis mengontrol
kerja jantung pada situasi darurat, sewaktu berolahraga dimana terjadi
peningkatan kebutuhan miokard akan aliran darah atau oksigen. Jantung akan
mempercepat denyut jantung melalui jaringan pemacu akibat efek saraf simpatis.
Efek utama stimulasi simpatis pada nodus SA adalah meningkatkan kecepatan
depolarisasi, sehingga ambang lebih cepat dicapai. Norepinefrin yang dikeluarkan
dari ujung – ujung saraf simpatis menurunkan permiabilitas K+ dengan
mempercepat inaktifasi saluran K+. Berkurangnya ion kalium yang keluar
menyebabkan bagian dalam sel menjadi kurang negatif dan timbul efek
depolarisasi. Pergeseran ke ambang yang berlangsung lebih cepat di bawah
pengaruh simpatis ini menyebabkan peningkatan frekuensi pembentukan
potensial aksi dan meningkatkan kecepatan denyut jantung. Stimulasi simpatis
pada nodus AV mengurangi perlambatan nodus AV dengan meningkatkan
kecepatan penghantaran. Pada sel – sel kontraktil atrium dan ventrikel dimana
terdapat banyak ujung saraf simpatis, stimulasi simpatis meningkatkan kekuatan
kontraktil, sehingga jantung berdenyut lebih kuat dan memompakan darah lebih
banyak keluar (Sherwood, 1996,hlm. 281).

8. Regulasi Fungsi Jantung dan Tekanan Darah


Pengaturan tekanan darah arteri rata – rata dilakukan dengan mengontrol curah
jantung, resistensi perifer total dan volume darah. Tekanan arteri rata – rata secara
konstan dipantau oleh baroreseptor didalam sirkulasi. Apabila reseptor ini
mendeteksi adanya penyimpangan dari nilai normal maka akan dimulai
serangkaian refleks untuk memulihkan tekanan arteri ke nilai normalnya.
Penyesuaian jangka pendek akan dilakukan dengan mengubah curah jantung dan
resistensi perifer total. Proses ini diperantarai oleh sistem saraf otonom pada
jantung, vena dan arteriol. Penyesuaian jangka panjang melibatkan penyesuaian
volume darah total dengan memulihkan keseimbangan garam dan air melalui
mekanisme pengaturan pengeluaran urin dan rasa haus (Sherwood, 1996, hlm.
332).
Refleks baroreseptor merupakan mekanisme terpenting dalam pengaturan
tekanan darah. Perubahan tekanan darah rata – rata akan menstimulasi refleks
baroreseptor untuk mempengaruhi curah jantung dan resistensi perifer total
sebagai usaha untuk memulihkan tekanan darah ke nilai normal. Reseptor
terpenting yang berperan dalam pengaturan tekanan darah secara terus menerus
adalah sinus karotikus dan baroreseptor lengkung aorta. Keduanya merupakan
mekanoreseptor yang peka terhadap perubahan tekanan arteri rata – rata dan
tekanan nadi. Baroreseptor secara terus menerus memberikan informasi
mengenai tekanan darah artinya baroreseptor secara terus menerus
menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap tekanan didalam arteri. Jika
tekanan arteri meningkat, potensial reseptor di kedua baroreseptor tersebut
meningkat sehingga kecepatan pembentukan potensial aksi di neuron aferen
meningkat. Sebaliknya apabila tekanan darah menurun, kecepatan pembentukan
potensial aksi di neuron aferen oleh baroreseptor menurun Sherwood, 1996,
hlm.332)

Pusat integrasi yang menerima impuls aferen mengenai status tekanan arteri
adalah pusat kontrol kardiovaskuler yang terletak pada medula di dalam batang
otak. Sebagai jalur aferen adalah sistem saraf otonom. Pusat kontrol
kardiovaskuler mengubah rasio antara aktifitas simaptis dan parasimpatis ke organ
– organ efektor ( jantung dan pembuluh darah ). Jika karena suatu hal atau
stimulus tekanan arteri meningkat diatas normal, baroreseptor sinus karotikus dan
lengkung aorta meningkatkan pembentukan potensial aksi di neuron
baroresepotor tersebut. Informasi ini akan diterima oleh pusat kontrol
kardiovaskuler dan memberikan respon dengan mengurangi aktifitas simpatis dan
meningkatkan aktifitas parasimpatis ke sistem kardiovaskuler. Kemudian akan
terjadi penurunan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan vasodilatasi
pembuluh arteriol dan vena sehingga curah jantung dan resistensi perifer total
akan menurun yang akhirnya menyebabkan tekanan darah kembali normal.
Sebaliknya jika tekanan darah menurun dibawah normal, aktifitas baroreseptor
juga akan menurun kemudian menginduksi pusat kardiovaskuler untuk
meningkatkan aktifitas jantung dan vasokontriksi pembuluh darah. Aktifitas
simpatis akan meningkat dan parasimpatis akan menurun. Hal ini akan
menyebabkan peningkatan kecepatan denyut jantung, dan volume sekuncup
disertai dengan vasokontriksi pembuluh darah arteriol dan vena. Perubahan ini
menyebabkan peningkatan curah jantung dan resistensi perifer total sehingga
tekanan darah naik kembali ke nilai normal (Sherwood, 1996, hlm. 333).

Selain refleks baroreseptor terdapat beberapa faktor – faktor lain yang


mempengaruhi sistem kardiovaskuler. Faktor – faktor tersebut dapat
menyebabkan tekanan darah bergeser dari nilai normal. Faktor – faktor tersebut
antara lain, pertama, reseptor volume atrium kiri dan osmoreseptor hipotalamus.
Reseptor ini mengatur keseimbangan air dan garam. Air dan garam
mempengaruhi regulasi jangka panjang tekanan darah dengan mengontrol
volume plasma. Kedua, kemoreseptor yang terletak pada arteri karotis dan oarta.
Berkaitan erat dengan baroreseptor tetapi berbeda. Kemoreseptor peka terhadap
kadar O2 rendah atau asam tinggi dalam darah. Fungsi utama kemoreseptor ini
adalah untuk secara refleks meningkatkan aktifitas pernafasan sehingga lebih
banyak O2 yang masuk atau lebih banyak CO2 pembentuk asam yang keluar.
Reseptor tersebut secara refleks meningkatkan tekanan darah dengan
mengirimkan impuls eskitatorik ke pusat kardiovaskuler. Ketiga, respon – respon
kardiovaskuler yang berkaitan dengan emosi dan perilaku tertentu diperantarai
oleh korteks serebrum-hipotalamus. Respon – respon tersebut mencakup
perubahan aktifitas kardiovaskuler yang menyertai respon fight-or-flight,
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah yang khas pada orgasme
seksual, dan vasodilatasi kulit seperti wajah yang memerah karena malu.
Keempat, berolah raga dapat mempengaruhi respon kardiovaskuler diantaranya
peningkatan aliran darah ke otot rangka, peningkatan curah jantung secara
signifikan, dan penurunan resistensi perifer total. Kelima, kontrol hipotalamus
terhadap areteriol kulit untuk mengatur suhu harus didahulukan daripada kontrol
pusat kardiovaskuler terhadap pembuluh darah tersebut untuk mengatur tekanan
darah. Akibatnya, tekanan darah dapat turun pada saat pembuluh kulit
mengalami dilatasi menyeluruh untuk mengeluarkan panas dari tubuh, walaupun
respons baroreseptor memerintahkan vasokontriksi kulit untuk mempertahankan
resistensi perifer total yang adekuat. Keenam, zat – zat vasoaktif yang
dikeluarkan oleh sel endotel mungkin berperan dalam mengatur tekanan darah.
Suatu eksperimen enzim yang mengkatalis sintesis endhotelial-derived relaxing
factor/nitrat oxida menyebabkan peningkatan tekanan darah secara cepat. Hal ini
mengisyaratkan bahwa zat kimia ini dalam keadaan normal mungkin
menimbulkan efek vasodilatasi (Sherwood, 1996, hlm. 333 – 335).

MATERI : INTERPRETASI EKG


Elektrokardiogram ( EKG )
Elektrokardiogram adalah rekaman listrik jantung yang diperoleh dengan bantuan elektroda
yang ditempel di permukaan tubuh seseorang. Elektrokardiograf sendiri sebenarnya adalah
suatu alat yang sederhana, relatif murah, praktis dan dapat dibawa kemana – mana akan
tetapi alat ini banyak pula keterbatasannya. Gambaran EKG normal belum tentu menunjukkan
jantung normal begitu juga sebaliknya, untuk itu gambaran klinis pasien penting dalam
diagnosis (Rilantono, et al., 1996, hlm. 41)

Untuk mendiagnosis iskemia dan infark, rekaman EKG sangat berguna. Walaupun gambaran
klinis, pemeriksaan ensim dan rekaman EKG merupakan rangkaian yang diperlukan dalam
menegakkan diagnosis infark miokard akut, gambaran EKG saja, yang menunjukkan evolusi
infark sudah dapat digunakan. Oleh karena itu rekaman EKG mutlak dilakukan pada setiap
pasien yang mengeluh nyeri dada yang datang ke rumah sakit.
1. Sandapan EKG
Terdapat 12 sandapan EKG. Enam sandapan dinamakan sandapan ekstrimitas yang
terdiri dari sandapan ekstrimitas bipolar ( lead I,II,III ) dan sandapan unipolar ( aVR, aVL
dan aVF ). Sandapan ini dipasang pada daerah ekstrimitas atas dan bawah. Enam
sandapan lainnya adalah sandapan prekordial yaitu V1, V2, V3, V4, V5 dan V6.
Sandapan ini dipasang pada dada (Rilantono, et al., 1996, hlm. 43)
2. Gelombang – gelombang EKG
a. Gelombang P
Merupakan depolarisasi atrium. Gelombang P normal terlihat positif di sandapan II, aVF
dan negatif di aVR. Pada sandapan II, aVL, V1 dan V2 gelombang P bervariasi. Kejadian
tersebut disebabkan karena pada jantung normal, pusat pacu jantung berada di nodus
SA. Impuls listrik jantung akan menyebar ke atrium. Vektor gelombang P normal akan
mengarah ke kiri bawah depan sehingga membentuk gelombang P seperti di atas. Pada
keadaan normal tanpa gangguan nodus AV, gelombang P akan selalu diikuti oleh
gelombang QRS. Durasi gelombang P normal adalah kurang dari 0,12 detik ( Pagana &
Pagana, 1999, hlm. 34 ).
b. Interval PR
Interval PR merepresentasikan waktu penghantaran impuls dari nodus SA ke nodus AV.
Pada orang dewasa normal interval PR antara 0,12 sampai 0,20 detik. Bilamana terdapat
gangguan di nodus AV, maka interval PR akan memanjang dan dinamakan blok nodus
AV derajat satu (Rilantono, et al., 1996, hlm. 46).
c. Kompleks QRS
Gelombang ini merepresentasikan depolarisasi ventrikel yang berhubungan dengan
kontraksi ventrikel. Kompleks ini terdiri dari defleksi negatif pertama (gelombang Q),
defleksi positif (gelombang R) dan defleksi negatif kedua (gelombang S). Interval QRS
normal adalah kurang dari 0,10 detik. Pelebaran kompleks QRS mengindikasikan adanya
pemanjangan waktu depolarisasi ventrikel seperti pada bundle branch block (Pagana &
Pagana, 1999, hlm. 35).
d. Segmen ST
Segmen ST adalah bagian rekaman EKG mulai dari akhir kompleks QRS sampai awal
gelombang T. Bagian ini merepresentasikan akhir depolarisasi dan awal repolarisasi
ventrikel. Pada orang normal, segmen ST isoelektrik ( rata dari garis dasar ). Ukuran
segmen ST bervariasi sampai + 1 mm di sandapan eksrtrimitas dan sampai 2 mm di
sandapan prekordial (Rilantono, et al., 1996, hlm. 47). Segment ST dapat mengalami
depresi atau elevasi pada kondisi iskemia miokard.
e. Gelombang T
Gelombang ini merupakan bagian dari repolarisasi ventrikel. Bentuk gelombang T normal
adalah asimetrik. Puncak gelombang T lebih dekat pada akhir gelombang T dibanding
dengan awalnya. Bila gelombang T positif, maka bagian yang naik berbentuk landai,
sedang yang menurun lebih curam. Sebaliknya jika gelombang T negatif, maka bagian
yang menurun lebih landai sedang yang naik lebih curam. Pada keadaan tertentu seperti
pada infark miokard atau hiperkalemia, gelombang T berbentuk simetrik (Rilantono, et
al.,1996, hlm. 47)
f. Gelombang U
Gelombang U terlihat setelah gelombang T, biasanya kecil. Gelombang ini
merepresentasikan repolarisasi serabut Purkinje pada ventrikel. Arti gelombang ini
sampai saat ini belum jelas, akan tetapi gelombang ini menonjol pada kondisi hipokalemia
( Pagana & Pagana, 1999, hlm. 35 )
3. Segmen ST dan Gelombang T abnormal
a. Segmen ST abnormal
Perubahan segmen ST merupakan perubahan yang independen pada aktivasi ventrikel
dan mungkin merupakan efek global dari proses patologis yang mempengaruhi
repolarisasi ventrikel. Ada dua segment ST abnormal yaitu :
1) Elevasi segmen ST
Elevasi segmen ST sering kali dijumpai pada orang muda normal (early repolarization).
Elevasi segment ST ini biasanya terjadi di sandapan prekordial kanan V1 – V3. Bentuknya
konkaf dan menetap. Gelombang ini tidak berhubungan dengan aktifitas.
Pada iskemia jantung atau infark miokard biasanya bentuk segmen ST konvek atau lurus.
Elevasi segmen ST umumnya menghilang setelah beberapa hari serangan infark akut.
Tetapi pada beberapa penderita infark anterior, elevasi segment ST menetap dalam
beberapa bulan atau tahun. Keadaan ini diduga mengarah pada aneurisma ventrikel.
Elevasi ST juga dapat dilihat pada Prinzmetal’s angina. Elevasi ST selama uji beban
jantung disebabkan karena spasme arteri koroner atau stenosis arteri koroner (transmural
ischemia) (Yanowitz, 2004, ST Segment Abnormalities, ¶ 6,
http://www.library.med.utah.edu, diperoleh tanggal 22 Februari 2007).
Perikarditis seringkali juga memberikan gambaran elevasi segment ST. Bentuknya juga
konkaf, tetapi umumnya difus, artinya terdapat pada banyak sandapan sehingga tidak
mempunyai lokasi infark. Selain bersifat temporer dan diikuti oleh perubahan gelombang
T, perikarditis umumnya tidak terbentuk gelombang Q patologis (Rilantono, et al., 1996,
hlm. 54 ).
2) Depresi segment ST
Terdapat varian atau jenis depresi ST yang normal seperti depresi ST palsu (pseudo-ST-
depression), biasanya disebabkan karena buruknya kontak elektroda dengan kulit.
Hiperventilasi juga dapat menyebabkan depresi ST.
Pada iskemia jantung seperti pada subendocardial ischemia pada uji beban jantung atau
selama fase angina biasanya terdapat depresi ST dengan gambaran “horisantal”,
“unsloping” atau “downsloping”. Depresi ST “unsloping” tidak berkaitan dengan iskemia
abnormal. Kondisi iskemia ini biasanya tanpa gelombang Q pada infakr miokard. Pada
kondisi infark miokard akut, gambaran depresi ST dapat dilihat pada lead I dan aVL ).
Depresi segmen ST dapat terjadi pada kardiomiopati, efek obat digitalis dan penghambat
beta, gangguan konduksi seperti RBBB dan LBBB (Yanowitz, 2004, ST Segment
Abnormalities, 10, http://www.library.med.utah.edu, diperoleh tanggal 22 Februari 2007).
b. Gelombang T abnormal
Gelombang T terbalik pada sandapan V1 – V3, kadang – kadang sampai V4 atau bahkan
V5, tidak jarang ditemukan pada wanita – wanita muda normal. Kardiomiopati hipertrofik
atau apikal biasanya disertai gelombang T terbalik dalam dan simetris, demikian pula
pada penderita dengan cerebrovascular accident yang seringkali juga disertai dengan
adanya gelombang T terbalik dengan dasar yang lebar (Rilantono, et al., 1996, hlm. 54).

Interpretasi EKG

1. Rate
a. 300 dibagi jumlah kotak besar antara R – R
b. 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara R – R
c. Tapi jika tidak teratur ambil strip EKG 6 detik, hitung jumlah QRS kalikan 10
2. Rhythm
a. Identifikasi irama dasar (tentukan jarak antar R)
b. Identifikasi prematur, pause, dan gelombang abnormal.
c. Cek gelombang P dan QRS
d. Cek interval PR ( AV blok ?)
e. Cek QRS durasi ( BBB)
3. Axis
a. Paling mudah menggunakan axis QRS rata-rata bidang frontal
b. Lihat sandapan I dan sandapan aVF
4. Hypertrophy
Cek
a. Gelombang P untuk atrial hipertropi pada sandapan II, III, aVF dan V1
b. Gelombang S dan gelombang R untuk hipertropi ventrikel pada sandapan V1,
V5, V6
5. Ischemia & Infacrt
Cek semua lead/sandapan, lihat ....
a. Gelombang Q
b. T inverted
c. Segmen ST
 Elevasi
 Depresi

DAFTAR PUSTAKA
Baraas, F., dkk (2003).Advance cardiac life support. Pusat jantung nasional Harapan
Kita. Jakarta.

Black, J.M., & Hawk, J.H. (2005). Medical surgical nursing : clinical management for
Positive Outcome, St. Louis, Missouri, Elsevier Saunders.

Black, J.M., & Jacobs, E.M. (2005). Medical surgical nursing : clinical management for
continuity of care 5th , Philadelphia, W.B Saunders Company.

Green, J.M & Chiaramida, A.J (2006). EKG 12-Sandapan terpercaya : penguasaan
selangkah demi selangkah; alih bahasa, A. Samik Wahab, editor edisi bahasa
Indonesia David Putrajaya, John Prawira. Jakarta. EGC

Sherwood, L. (1996). Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Alih bahasa : Brahm U.
Pendit. Jakarta, EGC.

Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2004). Brunner & Suddarth’s textbook of medical
surgical nursing. Philadelphia : Lippincott Williams & Walkins.

Anda mungkin juga menyukai