Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa Mampu
a. Menjelaskan struktur jantung
b. Menjelaskan fungsi jantung
c. Menjelaskan elekrofisiologi jantung
d. Menjelaskan interpretasi elektrokardiografi normal
e. Melakukan perekaman listrik jantung
1. Dinding Jantung
Dinding jantung terdiri dari serat – serat otot jantung yang tersusun secara spiral
dan saling berhubungan melalui diskus interkalatus. Dinding jantung terdiri dari
tiga lapisan yaitu pertama, endokardium. Endokardium adalah lapisan tipis
endothelium, suatu jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem
sirkulasi. Lapisan ini terletak dibagian paling dalam. Kedua, miokardium yaitu lapis
an tengah jantung yang terdiri dari otot jantung. Lapisan ini membentuk sebagian
besar dinding jantung. Ketiga, epikardium yaitu suatu membran tipis di bagian luar
yang membungkus jantung (Sherwood, 1996, hlm. 262)
2. Ruang Jantung
Jantung terdiri dari empat ruang. Dua ruang berada di atas yang berfungsi sebagai
ruang penerima atau disebut atrium / serambi jantung. Dua ruang berada di bawah
yang berfungsi sebagai ruang pompa atau disebut ventrikel / bilik jantung. Jantung
sendiri secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu jantung kanan dan jantung
kiri. Kedua bagian ini dipisahkan oleh lapisan otot yang disebut septum. Atrium
kanan menerima darah yang miskin oksigen dari seluruh tubuh melalui vena kava
superior dan inferior kemudian dialirkan ke ventrikel kanan melalui katup
trikuspidalis. Ventrikel kanan memompakan darah ke paru – paru melalui arteri
pulmonalis. Atrium kiri menerima darah kaya oksigen dari paru – paru melalui vena
pulmonal kemudian dialirkan ke ventrikel kiri melalui katup mitralis. Ventrikel kiri
memompakan darah keseluruh tubuh melalui aorta (Black & Hawk, 2005, hlm.
1548).
3. Katup Jantung
Jantung berfungsi memompakan darah ke jaringan. Untuk mendukung fungsi
tersebut jantung memiliki katup – katup. Katup – katup ini berfungsi untukk
mencegah aliran darah kembali ke ruang darimana darah dipompakan. Ada dua
jenis katup jantung yaitu katup atrioventrikuler dan semiluner. Katup
atrioventrikuler memisahkan ruang jantung. Katup atrioventrikuler ada dua yaitu
pertama, mitralis. Katup mitralis adalah katup yang memisahkan atrium kiri dan
ventrikel kiri. Katup mitralis berfungsi untuk mencegah aliran balik darah dari
ventrikel kiri kembali ke atrium kiri. Kedua, trikuspidalis. Katup trikuspidalis adalah
katup yang memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Fungsi katup
triukuspidalis adalah mencegah aliran balik darah dari ventrikel kanan kembali ke
atrium kanan (Smeltzer & Bare, 2004, hlm.647)
Katup jantung yang lain adalah katup semiluner. Katup ini terdiri dari tiga daun
katup yang mirip bulan sabit. Ada dua katup semilunar yaitu katup aorta dan katup
pulmonalis. Katup aorta menghubungkan ventrikel kiri dengan aorta sedangkan
katup pulmonal menghubungkan ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis. Kedua
katup tersebut akan membuka selama ventrikel melakukan kontraksi atau
pemompaan darah dan menutup untuk mencegah aliran darah kembali masuk ke
dalam ventrikel (Smeltzer & Bare, 2004, hlm. 247)
5. Elektrofisiologi Jantung
Kontraksi otot jantung atau miosit jantung menghasilkan tenaga mekanik sistol
atrium dan ventrikel. Kontraksi sel otot jantung untuk mendorong darah dicetuskan
oleh potensial aksi yang menyebar melalui membran sel – sel otot. Kontraksi miosit
merupakan hasil akhir suatu kompleks aliran ion yang menyebabkan depolarisasi
dan repolarisasi. Perubahan voltase transmembran yang terjadi selama proses ini
dapat diilustrasikan sebagai suatu potensial aksi.
Jantung memiliki dua jenis sel otot jantung yaitu sel kontaktil dan sel otoritmik. Sel
kontraktil merupakan bagian terbesar dari sel jantung (90 %), melakukan kerja
mekanis atau memompa. Sel – sel ini dalam keadaan normal tidak menghasilkan
potensial aksi. Sebaliknya sebagian kecil sisanya adalah sel otoritmik. Sel otoritmik
tidak melakukan kontraksi akan tetapi mencetuskan dan menghantarkan potensial
aksi yang bertanggung jawab untuk kontraksi sel – sel kontraktil (Sherwood, 1996,
hlm. 266).
Sel – sel jantung yang memiliki kemampuan otoritmik terletak pada lokasi – lokasi
tertentu. Terdapat empat lokasi yaitu pertama, nodus sinoatrium (SA). SA
merupakan terletak di dinding atrium kanan dekat muara vena kava superior.
Kedua, nodus atrioventrikuler (AV), sebuah berkas kecil sel – sel otot jantung
didasar atrium kanan dekat septum, tepat diatas pertautan atrium dan ventrikel.
Ketiga, berkas His atau berkas atrioventrikuler yaitu suatu jaras sel – sel khusus
yang berasal dari nodus AV dan masuk ke septum antra ventrikel dan membentuk
cabang berkas kanan dan kiri yang berjalan ke bawah melalui septum kemudian
melingkari ujung bilik ventrikel dan kembali ke atrium di sepanjang dinding luar.
Keempat, serat Purkinje yaitu serat – serat terminal halus yang berjalan dari berkas
his dan menyebar ke seluruh miokardium ventrikel seperti ranting – ranting pohon
(Sherwood, 1996, hlm. 266).
Denyut jantung dan koordinasi kontraksi ditentukan oleh keempat sistem kontrol
elektrik otot jantung tersebut. Penyakit pada setiap sistem, miokard atrium dan
ventrikel dapat menyebabkan abnormalitas denyut jantung atau inkoordinasi
kontraksi jantung. Nodus SA akan mengalami depolarisasi spontan yang diatur
oleh sifat intrinsik selular, katekolamin eksogen dan tonus saraf otonom.
Gelombang eksitasi menyebar melalui saluran konduksi khusus di sepanjang
atrium kanan yang menyebabkan stimulus pada nodus AV. Nodus AV kemudian
teraktivasi namun konduksi melalui nodus AV lambat karena sifat konduksi yang
khas. Sifat ini melindungi ventrikel dari laju respons yang terlalu cepat terhadap
takiaritmia atrium. Gelombang eksitasi kemudian akan keluar melalui berkas his
melalui serabut konduksi kiri dan kanan sebelum menyebar turun ke arah distal ke
sistem konduksi dan miokard ventrikel. Repolarisasi atrium dan ventrikel
terorganisasi sedemikian rupa sehingga area yang terdepolarisasi terlebih dahulu
mengalami repolarisasi terakhir, suatu pengaturan yang dapat menghindari
rekativasi miokard akibat depolarisasi miokard di sekitarnya (Gray, et al., 2002,
hlm. 152).
6. Curah Jantung
Curah jantung atau cardiac output (CO) adalah volume darah yang dipompa oleh
ventrikel per menit. Curah jantung ditentukan oleh dua faktor yaitu volume
sekuncup/isi sekuncup atau stroke volume (SV) dan kecepatan denyutan jantung
setiap menit atau heart rate (HR). Kecepatan denyut jantung rata – rata adalah 70
kali per menit. Kecepatan ini ditentukan oleh irama nodus SA. Nodus SA dalam
keadaan normal merupakan pemacu jantung yang memiliki kecepatan
depolarisasi spontan yang tinggi. Sedangkan volume sekuncup rata – rata adalah
70 ml / denyut sehingga rata – rata curah jantung rata – rata adalah 4.900 ml/menit
(Sherwood, 1996, hlm. 280).
Pusat integrasi yang menerima impuls aferen mengenai status tekanan arteri
adalah pusat kontrol kardiovaskuler yang terletak pada medula di dalam batang
otak. Sebagai jalur aferen adalah sistem saraf otonom. Pusat kontrol
kardiovaskuler mengubah rasio antara aktifitas simaptis dan parasimpatis ke organ
– organ efektor ( jantung dan pembuluh darah ). Jika karena suatu hal atau
stimulus tekanan arteri meningkat diatas normal, baroreseptor sinus karotikus dan
lengkung aorta meningkatkan pembentukan potensial aksi di neuron
baroresepotor tersebut. Informasi ini akan diterima oleh pusat kontrol
kardiovaskuler dan memberikan respon dengan mengurangi aktifitas simpatis dan
meningkatkan aktifitas parasimpatis ke sistem kardiovaskuler. Kemudian akan
terjadi penurunan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan vasodilatasi
pembuluh arteriol dan vena sehingga curah jantung dan resistensi perifer total
akan menurun yang akhirnya menyebabkan tekanan darah kembali normal.
Sebaliknya jika tekanan darah menurun dibawah normal, aktifitas baroreseptor
juga akan menurun kemudian menginduksi pusat kardiovaskuler untuk
meningkatkan aktifitas jantung dan vasokontriksi pembuluh darah. Aktifitas
simpatis akan meningkat dan parasimpatis akan menurun. Hal ini akan
menyebabkan peningkatan kecepatan denyut jantung, dan volume sekuncup
disertai dengan vasokontriksi pembuluh darah arteriol dan vena. Perubahan ini
menyebabkan peningkatan curah jantung dan resistensi perifer total sehingga
tekanan darah naik kembali ke nilai normal (Sherwood, 1996, hlm. 333).
Untuk mendiagnosis iskemia dan infark, rekaman EKG sangat berguna. Walaupun gambaran
klinis, pemeriksaan ensim dan rekaman EKG merupakan rangkaian yang diperlukan dalam
menegakkan diagnosis infark miokard akut, gambaran EKG saja, yang menunjukkan evolusi
infark sudah dapat digunakan. Oleh karena itu rekaman EKG mutlak dilakukan pada setiap
pasien yang mengeluh nyeri dada yang datang ke rumah sakit.
1. Sandapan EKG
Terdapat 12 sandapan EKG. Enam sandapan dinamakan sandapan ekstrimitas yang
terdiri dari sandapan ekstrimitas bipolar ( lead I,II,III ) dan sandapan unipolar ( aVR, aVL
dan aVF ). Sandapan ini dipasang pada daerah ekstrimitas atas dan bawah. Enam
sandapan lainnya adalah sandapan prekordial yaitu V1, V2, V3, V4, V5 dan V6.
Sandapan ini dipasang pada dada (Rilantono, et al., 1996, hlm. 43)
2. Gelombang – gelombang EKG
a. Gelombang P
Merupakan depolarisasi atrium. Gelombang P normal terlihat positif di sandapan II, aVF
dan negatif di aVR. Pada sandapan II, aVL, V1 dan V2 gelombang P bervariasi. Kejadian
tersebut disebabkan karena pada jantung normal, pusat pacu jantung berada di nodus
SA. Impuls listrik jantung akan menyebar ke atrium. Vektor gelombang P normal akan
mengarah ke kiri bawah depan sehingga membentuk gelombang P seperti di atas. Pada
keadaan normal tanpa gangguan nodus AV, gelombang P akan selalu diikuti oleh
gelombang QRS. Durasi gelombang P normal adalah kurang dari 0,12 detik ( Pagana &
Pagana, 1999, hlm. 34 ).
b. Interval PR
Interval PR merepresentasikan waktu penghantaran impuls dari nodus SA ke nodus AV.
Pada orang dewasa normal interval PR antara 0,12 sampai 0,20 detik. Bilamana terdapat
gangguan di nodus AV, maka interval PR akan memanjang dan dinamakan blok nodus
AV derajat satu (Rilantono, et al., 1996, hlm. 46).
c. Kompleks QRS
Gelombang ini merepresentasikan depolarisasi ventrikel yang berhubungan dengan
kontraksi ventrikel. Kompleks ini terdiri dari defleksi negatif pertama (gelombang Q),
defleksi positif (gelombang R) dan defleksi negatif kedua (gelombang S). Interval QRS
normal adalah kurang dari 0,10 detik. Pelebaran kompleks QRS mengindikasikan adanya
pemanjangan waktu depolarisasi ventrikel seperti pada bundle branch block (Pagana &
Pagana, 1999, hlm. 35).
d. Segmen ST
Segmen ST adalah bagian rekaman EKG mulai dari akhir kompleks QRS sampai awal
gelombang T. Bagian ini merepresentasikan akhir depolarisasi dan awal repolarisasi
ventrikel. Pada orang normal, segmen ST isoelektrik ( rata dari garis dasar ). Ukuran
segmen ST bervariasi sampai + 1 mm di sandapan eksrtrimitas dan sampai 2 mm di
sandapan prekordial (Rilantono, et al., 1996, hlm. 47). Segment ST dapat mengalami
depresi atau elevasi pada kondisi iskemia miokard.
e. Gelombang T
Gelombang ini merupakan bagian dari repolarisasi ventrikel. Bentuk gelombang T normal
adalah asimetrik. Puncak gelombang T lebih dekat pada akhir gelombang T dibanding
dengan awalnya. Bila gelombang T positif, maka bagian yang naik berbentuk landai,
sedang yang menurun lebih curam. Sebaliknya jika gelombang T negatif, maka bagian
yang menurun lebih landai sedang yang naik lebih curam. Pada keadaan tertentu seperti
pada infark miokard atau hiperkalemia, gelombang T berbentuk simetrik (Rilantono, et
al.,1996, hlm. 47)
f. Gelombang U
Gelombang U terlihat setelah gelombang T, biasanya kecil. Gelombang ini
merepresentasikan repolarisasi serabut Purkinje pada ventrikel. Arti gelombang ini
sampai saat ini belum jelas, akan tetapi gelombang ini menonjol pada kondisi hipokalemia
( Pagana & Pagana, 1999, hlm. 35 )
3. Segmen ST dan Gelombang T abnormal
a. Segmen ST abnormal
Perubahan segmen ST merupakan perubahan yang independen pada aktivasi ventrikel
dan mungkin merupakan efek global dari proses patologis yang mempengaruhi
repolarisasi ventrikel. Ada dua segment ST abnormal yaitu :
1) Elevasi segmen ST
Elevasi segmen ST sering kali dijumpai pada orang muda normal (early repolarization).
Elevasi segment ST ini biasanya terjadi di sandapan prekordial kanan V1 – V3. Bentuknya
konkaf dan menetap. Gelombang ini tidak berhubungan dengan aktifitas.
Pada iskemia jantung atau infark miokard biasanya bentuk segmen ST konvek atau lurus.
Elevasi segmen ST umumnya menghilang setelah beberapa hari serangan infark akut.
Tetapi pada beberapa penderita infark anterior, elevasi segment ST menetap dalam
beberapa bulan atau tahun. Keadaan ini diduga mengarah pada aneurisma ventrikel.
Elevasi ST juga dapat dilihat pada Prinzmetal’s angina. Elevasi ST selama uji beban
jantung disebabkan karena spasme arteri koroner atau stenosis arteri koroner (transmural
ischemia) (Yanowitz, 2004, ST Segment Abnormalities, ¶ 6,
http://www.library.med.utah.edu, diperoleh tanggal 22 Februari 2007).
Perikarditis seringkali juga memberikan gambaran elevasi segment ST. Bentuknya juga
konkaf, tetapi umumnya difus, artinya terdapat pada banyak sandapan sehingga tidak
mempunyai lokasi infark. Selain bersifat temporer dan diikuti oleh perubahan gelombang
T, perikarditis umumnya tidak terbentuk gelombang Q patologis (Rilantono, et al., 1996,
hlm. 54 ).
2) Depresi segment ST
Terdapat varian atau jenis depresi ST yang normal seperti depresi ST palsu (pseudo-ST-
depression), biasanya disebabkan karena buruknya kontak elektroda dengan kulit.
Hiperventilasi juga dapat menyebabkan depresi ST.
Pada iskemia jantung seperti pada subendocardial ischemia pada uji beban jantung atau
selama fase angina biasanya terdapat depresi ST dengan gambaran “horisantal”,
“unsloping” atau “downsloping”. Depresi ST “unsloping” tidak berkaitan dengan iskemia
abnormal. Kondisi iskemia ini biasanya tanpa gelombang Q pada infakr miokard. Pada
kondisi infark miokard akut, gambaran depresi ST dapat dilihat pada lead I dan aVL ).
Depresi segmen ST dapat terjadi pada kardiomiopati, efek obat digitalis dan penghambat
beta, gangguan konduksi seperti RBBB dan LBBB (Yanowitz, 2004, ST Segment
Abnormalities, 10, http://www.library.med.utah.edu, diperoleh tanggal 22 Februari 2007).
b. Gelombang T abnormal
Gelombang T terbalik pada sandapan V1 – V3, kadang – kadang sampai V4 atau bahkan
V5, tidak jarang ditemukan pada wanita – wanita muda normal. Kardiomiopati hipertrofik
atau apikal biasanya disertai gelombang T terbalik dalam dan simetris, demikian pula
pada penderita dengan cerebrovascular accident yang seringkali juga disertai dengan
adanya gelombang T terbalik dengan dasar yang lebar (Rilantono, et al., 1996, hlm. 54).
Interpretasi EKG
1. Rate
a. 300 dibagi jumlah kotak besar antara R – R
b. 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara R – R
c. Tapi jika tidak teratur ambil strip EKG 6 detik, hitung jumlah QRS kalikan 10
2. Rhythm
a. Identifikasi irama dasar (tentukan jarak antar R)
b. Identifikasi prematur, pause, dan gelombang abnormal.
c. Cek gelombang P dan QRS
d. Cek interval PR ( AV blok ?)
e. Cek QRS durasi ( BBB)
3. Axis
a. Paling mudah menggunakan axis QRS rata-rata bidang frontal
b. Lihat sandapan I dan sandapan aVF
4. Hypertrophy
Cek
a. Gelombang P untuk atrial hipertropi pada sandapan II, III, aVF dan V1
b. Gelombang S dan gelombang R untuk hipertropi ventrikel pada sandapan V1,
V5, V6
5. Ischemia & Infacrt
Cek semua lead/sandapan, lihat ....
a. Gelombang Q
b. T inverted
c. Segmen ST
Elevasi
Depresi
DAFTAR PUSTAKA
Baraas, F., dkk (2003).Advance cardiac life support. Pusat jantung nasional Harapan
Kita. Jakarta.
Black, J.M., & Hawk, J.H. (2005). Medical surgical nursing : clinical management for
Positive Outcome, St. Louis, Missouri, Elsevier Saunders.
Black, J.M., & Jacobs, E.M. (2005). Medical surgical nursing : clinical management for
continuity of care 5th , Philadelphia, W.B Saunders Company.
Green, J.M & Chiaramida, A.J (2006). EKG 12-Sandapan terpercaya : penguasaan
selangkah demi selangkah; alih bahasa, A. Samik Wahab, editor edisi bahasa
Indonesia David Putrajaya, John Prawira. Jakarta. EGC
Sherwood, L. (1996). Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Alih bahasa : Brahm U.
Pendit. Jakarta, EGC.
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2004). Brunner & Suddarth’s textbook of medical
surgical nursing. Philadelphia : Lippincott Williams & Walkins.