Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS KASUS FATHIA

Seorang laki-laki, 66 tahun datang ke poliklinik THT RSUD Budhi Asih dengan keluhan
hidung berair sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan dirasa semakin banyak keluar pada saat pasien
melakukan aktifitas mencuci baju dan piring. Dan juga pada saat cuaca dingin. Pasien juga
mengeluh bersin-bersin setiap pagi dan Cairan berwarna bening dan terkadang berbau amis.
Kadang, pasien juga merasakan ada cairan yang turun dari belakang hidung ke tenggorok.
Pasien juga merasa nyeri yang dirasakan pada pipi sebelah kiri.

Berdasarkan anamnesis pasien mengaku hidung mengeluarkan cairan bening terus


menerus dan terkadang berbau amis .
hal ini sesuai dengan teori bahwa o r g a n - o r g a n y a n g mem
b e n t u k K O M ( k o m p l e k s o s t e o m e a t a l ) l e t a k n ya b e r d e k a t a n d a n a p a b i l a
terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat
bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam rongga sinus
yang menyebabkan terjadinya transudasi berupa serous. kondisi ini biasanya di anggap
sebagai rhinosinusitis non bacterial dan biasanya akan sembu'dalam beberapa hari. bila
kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus akan menjadi mediator yang
baik untuk pertumbu'an bakteri sehingga sekter akan berubah purulent.
Dari hasil pemeriksaan fisik, ditemukan adanya deviasi septum kearah kiri. Pada mukosa
hidung berwarna merah yang mengindikasikan peradangan. Terdapat pembengkakan pada
konka. Pada umumnya penyebab rinosinusitis adalah rinogenik, yang merupakan

perluasan infeksi dari hidung. Walaupun gejala klinis yang dominan merupakan
manifestasi gejala infeksi dari sinus frontal dan maksila, tetapi kelainan dasarnya
tidak pada sinus-sinus itu sendiri melainkan pada dinding lateral rongga hidung.
Kompleks ostiomeatal (KOM) atau celah sempit di etmoid anterior yang
merupakan serambi muka bagi sinus maksila dan frontal memegang peranan
penting dalam terjadinya sinusitis. Bila terdapat gangguan didaerah KOM. Seperti
peradangan, udema atau polip maka hal itu akan menyebabkan gangguan drainase
sehingga terjadi sinusitis.
16

Bila ada kelainan anatomi seperti deviasi atau spina septum, konka bulosa

1
atau hipertrofi konka media, maka celah yang sempit itu akan bertambah sempit
sehingga memperberat gangguan yang ditimbulkannya.
Infundibulum etmoid dan resesus frontal yang termasuk bagian dari KOM,
berperan penting pada patofisiologi sinusitis. Permukaan mukosa ditempat ini
berdekatan satu sama lain dan transportasi lendir pada celah yang sempit ini dapat
lebih efektif karena silia bekerja dari dua sisi atau lebih.
Apabila terjadi udema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu
sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan, maka akan
terjadi gangguan drainase dan ventilasi sinus maksila dan frontal. Karena
gangguan ventilasi, maka akan terjadi penurunan pH dalam sinus, silia menjadi
kurang aktif dan lendir yang diproduksi menjadi lebih kental sehingga merupakan
media yang baik untuk tumbuh kuman pathogen .

pasien sudah mengalami keluhan ini selama 1 bulan/4 minggu dan ini adalah pertama kali
pasien mengalami keluhan seperti ini, dimana dapat diklasifikasikan sebagai Rhinosinusitis
akut menurut the American Academy of Otolaryngic Allergy (AAOA) dan American Rhinologic
Society (ARS) Bila gejala RS berlangsung sampai 4 minggu. Gejala timbul mendadak, biasanya akibat
infeksi virus dan sembuh sebelum 4 minggu. Setelah itu seluruh gejala akan menghilang. Gejala RSA
viral yang memburuk setelah 5 hari atau gejala yang menetap setelah 10 hari menunjukkan adanya
infeksi kuman (RSA bakterial)

Jika pada pemeriksaan ditemukan adanya faktor predisposisi seperti


deviasi septum, kelainan atau variasi anatomi KOM, dianjurkan untuk melakukan

penatalaksanaan yang sesui dengan kelainan yang ditemukan


Jika tidak ditemukan faktor predisposisi, diduga kelainan adalah bakterial
yang memerlukan pemberian antibiotik dan pengobatan medik lainnya

1. Antibiotik
2. Dekongestan, Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal
mendampingi antibiotik. Dekongestan oral menstimulasi reseptor -adrenergikα
dimukosa hidung dengan efek vasokontriksi yang dapat mengurang
keluhan
sumbatan hidung, meningkatkan diameter ostium dan meningkatkan ventilasi.
Preparat yang umum adalah pseudoefedrine dan phenyl-propanolamine
3. Antihistamin, Alergi berperan sebagai penyebab sinusitis kronis pada lebih
dari 50% kasus, karenanya penggunaan antihistamin justru dianjurkan, demikian
juga kemungkinan imunoterapi.
Karena antihistamin generasi pertama mempunyai efek antikolinergik
yang tinggi, generasi kedua lebih disukai seperti azelastine, acrivastine, cetirizine,
fexofenadine dan loratadine.

2
4. Kortikosteroid, ada 2 jenis kortikosteroid, yaitu kortikosteroid topikal dan
kortikosteroid oral, kortikosteroid topikal mempunyai efek lokal terhadap bersin,
sekresi lendir, sumbatan hidung dan hipo/anosmia. Penemuannya merupakan
perkembangan besar dalam pengobatan rinitis dan sinusitis.

Penggunaannya kortikosteroid topikal meluas pada kelainan alergi dan


non-alergi. Meskipun obat semprot ini tidak mencapai komplek osteomeatal,
keluhan pasien berkurang karena udema di rongga hidung dan meatus medius
hilang .
Sedangkan kortikosteroid oral dapat mencapai seluruh rongga sinus.
Terapi singkat selama dua minggu sudah efektif menghilangkan beberapa
keluhan. Preparat oral dapat diberikan mendahului yang topikal, obat oral dapat
membuka sumbatan hidung terlebih dahulu sehingga distribusi obat semprot
merata.
Namun pada pasien ini,pemberian kortikosteroid perlu dipertimbangkan karena pasien
memiliki riwayat DM dan sedang mengkonsumsi obat metformin, Hiperglikemia menjadi
efek samping potensial yang perlu diperhatikan bila menggunakan glukokortikoid.

Glukokortikoid mempengaruhi metabolisme glukosa dengan dua mekanisme, yaitu


denganmengurangi penggunaan glukosa
oleh sel dan juga meningkatkan produksi glukosa oleh hepar
Glukokortikoid mengacaukan metabolisme glukosa di
hati dengan meningkatkan produksi glukosa basal, serta pada jaringan adiposa dan
tulang dengan resistensi insulin sehingga menurunkan penggunaan glukosa.
Glukokortikoid mengurangi sensitivitas insulin, dan menyebabkan kerusakan sel β pankreas
melalui reseptor glukokortikoid pada sel β pankreas. Glukokortikoid juga
menyebabkan gangguan pengambilan dan metabolisme glukosa di se l β melalui
aksi genomik
yang menyebabkan penurunan efikasi ion Ca2+ sitoplasma pada
proses eksositosis
insulin
(Dalmazi dkk., 2012)

Pasien dengan DM tipe 2 dan menggunakan glukokortikoid akan susah untuk


mengontrol glukosa darahnya karena
meningkatnya kadar glukosadarah akibatefek samping dari glukokortikoid
.
Apabila ada peningkatan glukosa darah, maka sebaiknya ada penyesuaian dosis
insulin atau obat antidiabetik oral lainnya

3
Komplikasi
Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan sembuh secara spontan tanpa
pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa mengalami relaps setelah pengobatan
namun jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Komplikasi dari penyakit ini bisa terjadi
akibat tidak ada pengobatan yang adekuat yang nantinya akan dapat
menyebabkan sinusitis kronik, meningitis, brain abscess, atau komplikasi extra sinus lainnya.

Kompikasi rinosinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukan


antibiotika. Komplikasi yang dapat terjadi ialah:
A. Osteomielitis dan abses subperiostal
Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada
anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral.
B. Kelainan Orbita
Disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita).
Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila .
Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum.
Variasi yang dapat timbul ialah udema palpebra, selulitis orbita, abses
subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus
kavernosus.
C. Kelainan Intrakranial
27
Dapat berupa meningitis, abses ektradural, abses otak dan trombosis sinus
kavernosus.
D. Kelainan Paru
Seperti bronkitis kronis dan brokiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal
disertai denga kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga timbul
asma bronkial.

4
RINOSINUSITIS

Anatomi Sinus Paranasal

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit didekripsikan
karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada 4 pasang sinus paranasal, mulai
dari yang terbesar yaitu, sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid , dan sinus sphenoid
kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga
terbentuk rongga didalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga
hidung. Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung
dan perkembangannnya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan sinus
frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada sejak bayi lahir, sedangkan sinus frontal
berkembang dari sinus etmoid anterior pada ank yang berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sphenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterior
superior rongga hidung. Sinus- sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara
15-18 tahun. 1

5
Sinus maksila

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila berbentuk
pyramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila yang disebut fossa

6
kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya
adalah dinding lateral rongga dan dinding superiornya adalah dasar orbita dan dinding
inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah
superior didnidng medial sinusd an bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum
etmoid. Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah : 1).
Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu P1,P2,M1,M2 dan
M3. 2). Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita. 3). Ostium maksila terletak
lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, laipula
drainase juga di harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum afdalah bagian dari
sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat
menghalangi drenase sinus maksila dan selanjtunya menyebabkan sinusitis.1

Sinus Frontalis

Sinus frontalis terletak yang terletak di Os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke 4
fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir,
sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dana akan mencapai ukuran maksima
sebelum usia 20 tahun. Ukuran sinus frontal adal 2,8 cm, tingginya, lebar 2,4 cm dan
dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Sinus
frontal dipisahkan oleh tulang yang tipis dari orbita dan fosa srebri anterior, sehingga infeksi
dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnha
yang terletak di resesu frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid. 1

Sinus Etmoid

Daris semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.
Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti pyramid dengan dasarnya dibagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, dan lebarnya 0,5 cm dibagian
anterior dan 1,5 cm dibagian posterior. 1

Sinus Sfenoid

7
Sinus sfemoid terletak dlam os sphenoid dibelakang sinus etmoid posterior. Sinus
sphenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm
tingginya, dalamnya 2,3 cm, dan lebarnya 1, 7 cm. Volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5
ml. Saat sinus ini berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os sphenoid akan
menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding
sinus sphenoid. 1

Komplek Osteo-Meatal

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-
muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit
dan sempit, dan dinamakan kompleks osteo-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid
yang terdapat dibelakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmioid dan sel-sel
etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.1

Sistem Mukosiliar

8
Seperti pada mukos a hidung, didalm sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut
lendir diatasnya. Didalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lender
menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya. Pada dinding
lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari
kelompok sinus anterior yang bergabung diinfundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring
didepan muara tuba Eustacjius, lender yang berasal dari kelompok sinu posterior bergabung
diresesus sfenoetmoidalis dialairkan ke nasfaring dipostero-superior muara tba. Inilah
sebabnya pada sinusitis didapati secret pasca-natal(post nasal drip), tetapi belum tentu ada
secret dirongga hidung. 1

Fungsi Sinus Paranasal

Bebrapa teori dikemukaakan sebagain fungsi sinus paranasal adalah anatar lain :

a. Sebagai pengatur kondisi udara


b. Sebagai penahan suhu
c. Membantu keseimbangan kepala
d. Membantu resonansi udara
e. Sebagai peredam perunahan tekanan udara
f. Membantu produksi mucus.1

RINOSINUSITIS

1. Definisi

Rinosinusitis adalah suatu kondisi yang merupakan manifestasi dari respon


peradangan membran mukosa sinus paranasalis, yang biasanya dihubungkan dengan infeksi
yang dapat menyebabkan penebalan mukosa dan akumulasi sekret mukus dalam rongga sinus
paranasalis. Sehingga besar infeksi sinus paranasalis bersifat rinogen dan rinitis sering
diiringi oleh perubahan pada sinus, istilah rinosinusitis saat ini merupakan istilah yang lebih
sidukai untuk sinusitis, khususnya pada anak-anak dimana penyakit ini terlihat sebagai satu
kesatuan penyakit yang sama.2

2. Epidemiologi

9
Rinosinusitis merupakan penyakit yang umum dijumpai dalam praktek sehari-hari.
rinosinusitis tersebar luas dan diperkirakan mengenai 10 % hingga 30 % individu di Eropa.
Di Amerika Serikat hampir 15 % penduduk pernah menderita paling sedikit sekali episode
rinosinusitis dalam hidupnya.3
Insiden dan prevalensi rinosinusitis sebenarnya tidak diketahui secara pasti pada
beberapa kasus. Perkiraan prevalensi rhinosinusitis akut didasrakan pada hasil Ct scan yang
menunjukkan bahwa 90% terjadi pada pasien yang pilek karena virus dan bakteri
bersamaan. Setiap tahun, anak-anak dan orang deawasa rata-rata antara 6 dan 8 atau 2 sampai
3 mengalami infeksi saluran peranfasan atas. Oleh karena itu , lebih dari 1 milliar kasus
rinosinusitis terjadi setiap tahun. 4

Bila suatu rinosinusitis merupakan peradangan dari lapisan mukosa hidung dan sinus
paranasalis, maka dapatlah dikatakan bahwa rinosinusitis dapat terjadi pada setiap infeksi
saluran nafas atas .Tetapi pada anak-anak dimana rongga sinus paranasalis relatif kecil
dengan ukuran ostium sinus paranasalis yang relatif besar, maka tidak terdapat retensi sekret,
sehingga meskipun terjadi rinitis karena virus yang dapat meluas ke lapisan mukosasinus
paranasalis mukus yang terdapat dalam rongga sinus akan dengan cepat dikeluarkan oleh
gerakan silia. Oleh karena itu pada anak-anak usia 2 – 3 tahun jarang timbul masalah klinis.
Infeksi dari sinus paranasalis lebih mungkin terjadi pada anak yang lebih besar, namun
demikian ini tidak berarti bahwa insiden infeksi sinus paranasalis pada anak-anak lebih jarang
daripada orang dewasa karena anak-anak lebih sering terkena infeksi saluran nafas atas
daripada orang dewasa.3

3. Etiologi
Faktor yang dapat merupakan predisposisi terjadinya rinosinusitis adalah : Udema
mukosa hidung : infeksi saluran nafas atas rinitis alergi, rinitis non alergi, merokok,
berenang. Obstruksi mekanik : hipertofi adenoid, deviasi septum nasi, konka bulosa, polip
nasi, trauma, benda asing, neoplasma. Faktor tersering adalah infeksi saluran nafas atas oleh
virus rinitis alergi. Udem mukosa hidung merupakan karakteristik infeksi akut atau rinitis
alergi yang mengakibatkan obstruksi ostium, penurunan kerja silia dalam sinus paranasalis
dan meningkatnya produksi mukus serta kekentalannya. Ritis non alergi dapat mengalami
efek yang serupa dengan rinitis alergi. Faktor fisiologis dapat menjadi faktor predisposisi
terkena rinosinusitis. Misalnya, rokok yang memiliki efek yang sangat besar karena dapat
meningkatkan produksi mukusdan memperlambat gerak silia.

10
Hal ini berdasarkan fakta yang menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di alam
rumah dimana salah satu atau kedua orang tuanya merokok, mengalami peningkatan insiden
kelainan pernafasan dan rinosinusitis. Obstruksi mekanis juga dapat menjadi predisposisi
bagi individu untuk terkena rinosinusitis. Beberapa keadaan seperti hipertrofi adenoid,
deviasi septum nasi, konka bulosa, polip nasi, trauma, benda asing dan neoplasma harus
dikesampingkan dengan pemeriksaan endoskopi pada pasien rinosinusitis berulang. Pada
anak, hipertrfi adenoid merupakan factor terpenting penyebab sinusitis sehingga perlu
dilakukan adenoktomi utnutk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya.
Hipertrofi adenoid da[at didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. 1,5,9

Tabel
Faktor Penyebab Rinosinusitis.7
Faktor Lingkungan Infeksi Microbial pathogen
Alergi/atopi/asma
Polusi udara
Faktor Anatomi Konka bullosa
Deviasi septum
Gangguan Mukosiliar
Penyakit Sistemik Ganngguan genetic
Immunodefisiensi
Gangguan metabolic
Refluks laringofaringeal.
Resistensi Obat-obatan
Cemas dan Depresi

Telah diketahui bahwa berbagai faktor fisik, kimia, saraf, hormonal, dan emosiaonal
dapat mempengaruhi mukosa hidung, demikian juga mukosa sinus dalam derajat yang lebih
rendah. Secara umum sinusitis kronik lebih lazim pada iklim yang dingin dan basah.
Defisiensi gizi, kelemahan, tubuh yang tidak bugar, dan penyakit sistemik perlu
dipertimbangkna dalam etiologi sinusitis. Perubahan dalam factor-faktor lingkungan,

11
misalnya dingin, panas, kelembaba, dan keekeringan,, demikaina pula polutan atmosfer
termasuk asap tembakau, dapat merupakan predisposisi infeksi.
Agen etiologi sinusitis dapat berupa virus, bakteri atau jamur. 8

Klasifikasi dan Penemuan Mikrobiologi


Rinosinusitis diklasifikasikan menjadi :
 Akut : infeksi yang berlangsung dengan batas sampai 4 minggu, dan dibagi menjadi
gejala yang berat dan non berat.
 Akut berulang : berlangsung 4 atau lebih episode dalam 1 tahun.
 Subakut : berlangsung antara 4 sampai 12 minggu, dan meupakan transisi anatara
infeksi akut dan kronis.
 Kronik : Jika lebih dari 12 minggu.
Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari
sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya factor
predisposisi hars dicari dan diobati secara tuntas.
Menurut beberapa penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut
adalah Streptococcus pneumonia (30-50%), H.influenzae (20-40%), dan Moraxella
catarrhalis (4%). Pada anak , M,catarrhais lebih banyak ditemukan (20%). Pada sinusitis
kronik , factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong
kea rah bakteri negarif gram dan anaerob.1,13
Akut
Sinusitis akut biasanya dipicu oleh infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya,
umumnya berasal dari virus. Jika infeksi ber dariasal bakteri, yang paling umum tiga agen
penyebabnya adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis dan. Sampai saat ini, Haemophilus influenzae adalah agen bakteri yang paling
umum menyebabkan infeksi sinus. Namun, pengenalan H. influenza tipe B (Hib) vaksin telah
menurun secara drastis H. influenza infeksi tipe B dan sekarang non-typable H. influenza
(NTHI) didominasi terlihat di klinik. Penyebab lain sinusitis bakteri patogen termasuk
Staphylococcus aureus dan spesies streptokokus lainnya, bakteri anaerob dan, kurang umum,
bakteri gram negatif. Sinusitis virus biasanya berlangsung selama 7 sampai 10 hari,
sedangkan sinusitis bakteri lebih lama. Sekitar 0,5% sampai 2% dari hasil sinusitis virus pada
sinusitis bakteri berikutnya. Diperkirakan bahwa iritasi hidung yang berasal dari hidung
mengarah ke infeksi bakteri sekunder.

12
Episode akut sinusitis juga bisa terjadi akibat invasi jamur. Infeksi ini biasanya terlihat
pada pasien dengan diabetes atau kekurangan kekebalan tubuh lainnya (seperti AIDS atau
pasien transplantasi pada imunosupresif obat anti-penolakan) dan dapat mengancam nyawa.
Dalam I penderita diabetes tipe, ketoasidosis dapat dikaitkan dengan sinusitis karena
mucormycosis.
Iritasi kimia juga dapat memicu sinusitis, umumnya dari asap rokok dan asap klorin. 13

Kronik
Sinusitis kronis, menurut definisi, berlangsung lebih dari tiga bulan dan dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit yang berbagi peradangan kronis dari sinus sebagai gejala
yang umum. Gejala sinusitis kronis dapat mencakup kombinasi dari berikut: hidung
tersumbat, nyeri wajah, sakit kepala, batuk malam hari, peningkatan gejala asma sebelumnya
kecil atau dikendalikan, malaise umum,ingus hijau atau kuning kental, perasaan wajah
'kepenuhan' atau 'sesak' yang mungkin memperburuk ketika membungkuk, pusing, sakit gigi,
dan / atau halitosis . Setiap gejala ini memiliki beberapa kemungkinan penyebab lain yang
harus dipertimbangkan dan diselidiki juga. Kecuali terjadi komplikasi, demam bukanlah
suatu fitur sinusitis kronis. Sering sinusitis kronis dapat menyebabkan anosmia, rasa
penciuman berkurang . Dalam sejumlah kecil kasus, akut atau kronis sinusitis maksilaris
dikaitkan dengan. infeksi gigi. Vertigo, ringan, dan penglihatan kabur tidak khas pada
sinusitis kronis dan penyebab lainnya harus diselidiki.
Kasus sinusitis kronis terbagi menjadi kasus dengan polip dan kasus tanpa polip.
Ketika polip yang hadir, kondisi ini disebut sinusitis kronis hiperplastik dan mungkin
termasuk alergi, faktor lingkungan seperti debu atau polusi, infeksi bakteri, atau jamur (baik
alergi, infeksi, atau reaktif). Faktor-faktor non-alergi, seperti rhinitis vasomotor, juga dapat
menyebabkan masalah sinus kronis. Saluran sinus yang sempit, seperti memiliki septum
deviasi dapat menghambat drainase dari rongga sinus dan menjadi faktor penyebabnya.
Rinosinusitis kronis merupakan gangguan peradangan multifaktorial, bukan hanya
infeksi bakteri persisten Manajemen medis rinosinusitis kronis kini berfokus pada
mengendalikan peradangan yang merupakan predisposisi pasien untuk obstruksi, dan
mengurangi kejadian infeksi.13

4. Patogenesis
Kegagalan transport mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama
berkembangnya sinusitis. Patofisiologi rinosinusitis digambarkan sebagai lingkaran tetutup,
13
dimulai dengan inflamasi mukosa hidung khususnya kompleks ostiomeatal (KOM). Secara
skematik patofisiologi rinosinusitis sebagai berikut: Inflamasi mukosa hidung ->
pembengkakan (udem) dan eksudasi -> obstruksi (blokade) ostium sinus -» gangguan
ventilasi & drainase, resorpsi oksigen yang ada di rongga sinus -> hipoksi (oksigen menurun,
pH menurun, tekanan negatif) -> permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat
-Mransudasi, peningkatan eksudasi serus, penurunan fungsi silia -> retensi sekresi di sinus a
pertumbuhan kuman. Sebagian besar kasus rinosinusitis disebabkan karena inflamasi
akibatdari colds (infeksi virus) dan rinitis alergi. Infeksi virus yang menyerang hidung dan
sinus paranasal menyebabkan udem mukosa dengan tingkat keparahan yang berbeda. Virus
penyebab tersering adalah coronavirus, rhinovirus, virus influenza A, dan respiratory
syncytial virus (RSV). Selain jenis virus, keparahan udem mukosa bergantung pada
kerentanan individu. Infeksi virus influenza A dan RSV biasanya menimbulkan udem berat.
Udem mukosa akan menyebabkan obstruksi ostium sinus sehingga sekresi sinus normal
menjadi terjebak (sinus stasis). Pada keadaan ini ventilasi dan drainase sinus masih
mungkin dapat kembali normal, baik secara spontan atau efek dari obat-obat yang
diberikan sehingga terjadi kesembuhan. Apabila obstruksi ostium sinus tidak segera
diatasi (obstruksi total) maka dapat terjadi pertumbuhan bakteri sekunder pada
mukosa dan cairan sinus paranasal. Sekitar 0,5% - 5% dari rinosinusitis virus (RSV) pada
dewasa berkembang menjadi rinosinusitis akut bakterial, sedangkan pada hanya sekitar 5 % -
10% saja.
Peneliti lain mengatakan, infeksi saluran napas atas akut yang disertai komplikasi
rinosinusitis akut bakterial tidak lebih dari 13%. Bakteri yang paling sering dijumpai pada
rinosinusitis akut dewasa adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemaphilus influenzae,
sedangkan pada anak Branhamella (Moraxella) catarrhalis. Bakteri ini kebanyakan
ditemukan di saluran napas atas, dan umumnya tidak menjadi patogen kecuali bila
lingkungan disekitarnya menjadi kondusif untuk pertumbuhannya. Pada saat respons
inflamasi terus berlanjutdan respons bakteri mengambil alih, lingkungan sinus berubah ke
keadaan yang lebih anaerobik. Flora bakteri menjadi semakin banyak (polimikrobial) dengan
masuknya kuman anaerob, Streptococcus pyogenes (microaero-philic streptococci), dan
Staphylococcus aureus. Perubahan lingkungan bakteri ini dapat menyebabkan peningkatan
organisme yang resisten dan menurunkan efektivitas antibiotik akibat ketidakmampuan
antibiotik mencapai sinus. Infeksi menyebabkan 30% mukosa kolumnar bersilia mengalami
perubahan metaplastik menjadi mucus secreting goblet cells, sehingga efusi sinus makin
meningkat.
14
Pada pasien rinitis alergi, alergen menyebabkan respons inflamasi dengan
memicu rangkaian peristiwa yang berefek pelepasan mediator kimia dan mengaktifkan
sel inflamasi. Limfosit T-helper 2 (Th-2) menjadi aktif dan melepaskan sejumlah sitokin
yang berefek aktivasi sel mastosit, sel B dan eosinofil. Berbagai sel ini kemudian
melanjutkan respons inflamasi dengan melepaskan lebih banyak mediator kimia yang
menyebabkan udem mukosa dan obstruksi ostium sinus. Rangkaian reaksi alergi ini
akhirnya membentuk lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan bakteri sekunder seperti
halnya pada infeksi virus.
Klirens dan ventilasi sinus yang normal memerlukan mukosa yang sehat. Inflamasi
yang berlangsung iama (kronik) sering berakibat penebalan mukosa disertai kerusakan silia
sehinggastium sinus makin buntu. Mukosa yang tidak dapat kembali normal setelah inflamasi
akut dapat menyebabkan gejala persisten dan-mengarah pada rinosinusitis kronik. Bakteri
yang sering dijumpai pada rinosinusitis kronik adalah Staphylococcus coagulase negative
(51%), Staphylococcus aureus (20%), anaerob (3%), Streptococcus pneumoniae, dan bakteri
yang sering dijumpai pada rinosinusitis akut bakterial.11

5. Gejala Klinis
Keluhan utama rinosinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri / rasa tekanan
pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat
disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tertekan didaerah

15
sinus terkena merupakan cirri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di
tempat lain (reffered pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri diantara atau
dibelakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri didahi atau seluruh kepala
menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sphenoid, nyeri dirasakan diverteks, oksipital,
belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih
ke gigi dan telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia,halithosis, postnasaldrip yang
menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas, sehingga sulit
didiagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala
kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan
kronik muara Tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronchitis (sino-brnkhitis),
bronkhiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati.
Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.1

6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
 Pemeriksaan fisik dengan :
o Inspeksi : yang diperhatikan adanya pembengkakan pada muka.
Pembengkakan dipipi sampai keopak mata bawah yang berwarna kemerah-
merahan mungkin menunjukkansinusitis maksila akut. Pembengkakan
dikelopak mata atas mungkin menunjukkan sinusitis frontal akut. Sinusitis
etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan diluar, kecuali bila telah
terbentuk abses.
o Palpasi : Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunujukkan adanya
sinusitis maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan didasar sinus
frontal, yaitu pada bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan
rasa nyeri tekan didaerah kantus medius.

16
o Rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat
dianjurkan untuk didiagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas adalah
adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan
frontal) atau dimeatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sphenoid).
Pada rhinosinusitis akut, mukosa edema, dan hiperemis. Pada anak sering ada
pembengkakan dn kemerahan didaerah kantus medius.
o CT-Scan sinus merupakan gold standar diagnosis sinusitis karena mampu
menilai anatmoi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus
secara keseluruhan dan perluasanya. Namun karena mahal hanya dikerjakan
sebagi penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi
sinus. Potongan Ct scan yang rutin dipakai adalah koronal dan aksial. Indikasi
utama Ct scan Hidung dan sinus paranasal adalah sinusitis kronik,
trauma(frakur frontobasal), dna tumor.

Gambar :Ct-Scan menunjukkan infeksi pada sinus etmoid

17
Maxillary sinusitis

 Sinoskopi
Pemeriksaan ke dlaam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukkan
melalui lubang yang dibuat dimeatus inferior atau difosa kanina.
 Transiluminasi
Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
memeriksa sinus maksila dan frontalis, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak
tersedia. Pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gealap.
Pemeriksaan ini suadah jarang digunakan karena sangat terbatas kegunaannnya. 1

7. Penatalaksanaan

 Tujuan terapi sinusitis adalah : 1). Mempercepat penyembuhan, 2).mencegah


komplikasi, 3). Mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan adalah
membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara
alami.
 Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial,
untuk menghilangkan imfeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan
ostium sinus. Antibotik yang dipilih adlah golongan penicillin sperti amoksisilin. Jika
diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, amk dapat
diberikan amiksisilin –klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke -2 . Pada
sinusitis antibiotic diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klini sudah hilang.

18
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang seuai untuk kuman negative gram dan
anaerob. Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain juga dapat diberikan jika
diperlukan, sperti analgetik, mukolitik, stroid oral/topical, pencucian rongga hidung
dengan NaCl. Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya yang
dapat menyebabkan secret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan
antihistamin generasi ke -2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy
juga merupakan terapi tamabahan yang dapat bermanfaat. Imumoterapi dapat
dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.
 Tindakan Operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF / FESS) merupakan operasi terkini untuk
sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir
semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan
dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa : sinusitis kronik yang
tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis kronik disertai kista atau kelaianan
yang irreversible, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur. 1
 Tatalaksana Rinosinusitis berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and
Nasal Polyps (EPOS )2012 :7
Penanganan Rhinosinusitis Akut pada Dewasa (Dokter Umum)

19
2 gejala : salah 1 nya obstruksi hidung Keadaan yang harus segera di
atau perubahan warna secret rujuk ke dokter spesialis:
(purulen)
- Udem Periorbital /
- Nyeri di bagian frontal, Eritema
pusing - Pendorongan letak bola
- Penurunan Penghidu
mata
Pemeriksaan Rinoskopi Anterior, X- - Pebglihatan ganda
Ray/ CT-Scan tidak direkomendasikan - Oftalmoplegi
- Penurunan Visus
- Nyeri bagian Frontal baik
Gejala < 5 hari atau Gejala menetap setelah 10 hari unilateral/bilateral
membaik setelahnya atau bertambah buruk setelah 5
hari - Jar.lunak daerah Frontal
- Terdapat tanda
meningitis
- Atau tanda kelainan
neurologis
Common Cold
Sedang (Post *Berat (mengarah *Sedikitnya
penyebabnya pada
Virus) Bakteri) terdapat 3 gejala:

Perubahan -
warna secret
- Nyeri Lokal
Penanganan Rhinosinusitis Akut pada Anak (Dokter Umum)
yang berat
Irigasi hidung, - Demam
dekongestan Terapi Steroid - Peningkatan
+ Steroid Topikal dapat LED, CRP
Topikal disertai
antibiotik

Ada perbaikan Tidak ada


Tidak ada dalam 48 jam Perbaikan
Tidak ada
perbaikan perbaikan dalam 48 jam
setelah 10 hari setelah 14
hari terapi
Rujuk ke
Spesialis
Lanjutkan
Rujuk ke Dokter terapi selama
Spesialis
7-14 hari

20
2 gejala : salah 1 nya obstruksi hidung Keadaan yang harus segera di
atau perubahan warna secret rujuk ke dokter spesialis:
(purulen)
- Udem Periorbital /
- Nyeri di bagian frontal, Eritema
pusing - Pendorongan letak bola
- Batuk
mata
Pemeriksaan Rinoskopi Anterior, X- - Pebglihatan ganda
Ray/ CT-Scan tidak direkomendasikan - Oftalmoplegi
- Penurunan Visus
- Nyeri bagian Frontal baik
Gejala < 5 hari atau Gejala menetap setelah 10 hari unilateral/bilateral
membaik setelahnya atau bertambah buruk setelah 5
hari - Jar.lunak daerah Frontal
- Terdapat tanda
meningitis
- Atau tanda kelainan
neurologis
Common Cold
Sedang (Post *Berat *Sedikitnya
Virus) (mengarah terdapat 3 gejala:
penyebabnya
pada Bakteri) - Perubahan
warna secret
- Nyeri Lokal
yang berat
Irigasi hidung, Penanganan - Demam
dekongestan Terapi Steroid - Peningkatan
+ Steroid Topikal dapat LED, CRP
Topikal disertai
antibiotik

Ada perbaikan Tidak ada


Tidak ada dalam 48 jam Perbaikan
Tidak ada
perbaikan perbaikan dalam 48 jam
setelah 10 hari setelah 14
hari terapi
Rujuk ke
Spesialis
Lanjutkan
Rujuk ke Dokter terapi selama
Spesialis
7-14 hari

21
Rhinosinusitis Akut pada Dewasa dan Anak (Dokter Spesialis THT)

Rujukan dari Pelayanan


primer dan Pediatrik

Gejala sedang, tidak Gejala berat, tidak ada Komplikasi


ada perbaikan
setelah 14 hari
perbaikan setelah 48
pemberian terapi. jam pengobatan.

- Rawat Inap
- Nasoendoskopi
Tinjau ulang - Kultur
Pertimbangkan rawat inap,
diagnosis
Nasoendoskopi, Kultur dan - Pencitraan
menggunakan
Resistensi Kuman, - Antibiotik IV
Nasoendoskopi,
Pertimbangkan pencitraan. dan atau
pertimbangkan
pemeriksaan - Kortikosteroid operasi
Pencitraan, Kultur nasal
- Pertimbangkan
- Kortikosteroid
antibiotik IV
Topikal
- Steroid Oral
- Antibiotik Oral
- Operasi

22
Penanganan Rhinosinusitis Kronik pada Dewasa (Pelayanan Primer dan Dokter
Spesialis non-THT)

2 gejala atau lebih : salah 1 nya obstruksi


hidung / kongestif / pilek Pikirkan diagnosis lain:

- Nyeri pada wajah / seperti tertekan - Gejala Unilateral


- Berkurangnya atau kehilangan penghidu - Perdarahan
- Krusta
Dilakukan pemeriksaan Rinoskopi Anterior, X- - Gangguan Penciuman
Ray/ CT-Scan tidak direkomendasikan
Gejala Orbita:

- Edema Periorbita
Nasoendoskopi tidak - Pendorongan Bola Mata
Tersedia Endoskopi - Penglihatan Ganda
tersedia - Opthalmoplegi

Nyeri kepala hebat


Dilakukan pemeriksaan Ikuti skema
Rinoskopi Anterior, X-Ray/ penatalaksanaan
Pembengkakan Frontal
CT-Scan tidak Rinosinusitis Kronik Tanda meningitis
direkomendasikan dengan/ tanpa polip
hidung pada Dokter Tanda Neurologis
Spesialis THT
Irigasi Hidung +
Steroid Topikal
Rujuk ke Dokter
Spesialis THT jika
Investigasi dan
Evaluasi kembali perlu pertimbangkan
Intervensi
setelah 4 minggu Operasi
secepatnya

Perbaikan Tidak ada Perbaikan

Lanjutkan terapi atau rujuk


Lanjutkan terapi
dokter spesialis THT

23
Penanganan Rhinosinusitis Kronik dengan Polip Hidung untuk Dokter Spesialis THT

2 gejala, salah 1 nya obstruksi/perubahan warna secret Pikirkan diagnosis lain:

- Gejala Unilateral
- Nyeri pada bagian frontal
- Perdarahan
- Penurunan Penghidu - Krusta
- Gangguan
Pemeriksaan spesialis THT termasuk Endoskopi (ukuran Penciuman
polip), pertimbangkan CT-Scan, diagnosis dan
Gejala Orbita:
pengobatan penyakit penyerta
- Edema Periorbita
- Pendorongan Bola
Mata
- Penglihatan Ganda
- Opthalmoplegi
Ringan Sedang Berat
VAS 0-3
Nyeri kepala hebat
VAS 3-7 VAS 7-10
Tidak ada penyakit yang Pembengkakan Frontal
Kelainan di mukosa Kelainan di Mukosa
serius pada mukosa
(nasoendoskopi) Tanda meningitis

Steroid Topikal Spray, Steroid Tanda Neurologis


Steroid Topikal Peningkatan dosis, Topikal,
Spray pemberian tetes, Steroid Oral
pertimbangkan Perlu
jangka
doksisiklin Investigasi
pendek.
dan Intervensi
Evaluasi setelah 3 dengan cepat
bulan
Evaluasi setelah
1 bulan.

Perbaikan Tidak ada


Perbaikan Perbaikan Tidak ada
Perbaikan

Lanjutkan
steroid
Topikal CT-Scan
Follow up:

- Irigasi Hidung
Evaluasi - Steroid topical+Oral
setiap 6 - Antibiotik jangka Operasi
bulan panjang

24
Penanganan Rhinosinusitis Kronik dengan Polip Hidung pada anak untuk Dokter
Spesialis THT
Pikirkan diagnosis lain:
2 gejala : salah 1 nya obstruksi hidung atau - Gejala Unilateral
perubahan warna secret (purulen) - Perdarahan
- Krusta
- Nyeri di bagian frontal, pusing - Gangguan Penciuman
- Batuk
Gejala Orbita:
Pemeriksaan THT Endoskopi, CT-Scan, Cek
Alergi, pengobatan penyakit penyerta - Edema Periorbita
- Pendorongan Bola
Mata
- Penglihatan Ganda
- Opthalmoplegi

Ringan VAS 0-3 Sedang-Berat VAS Nyeri kepala hebat


>3-10 Pembengkakan Frontal

Tanda meningitis

Tanda Neurologis

Irigasi hidung +
Gagal setelah 3 Pertimbangkan
Steroid Hidung
bulan kultur + Antibiotik Perlu
jangka panjang Investigasi dan
Intervensi
dengan cepat

CT-Scan

Follow up + Irigasi
Pertimbangkan
Hidung + Steroid
Adenoidektomi dan
Topikal
Irigasi Sinus

Follow up:
Bedah Sinus
Endoskopi - Irigasi hidung
Fungsional - Steroid topical
- Antibiotik
jangka panjang

25
8. Komplikasi

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotic.


Komplikasi berat biasanya terjadii pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial. .
 Komplikasi Orbital
o Disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang
paling sering adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila.
Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum.
Kelainan yang dapat timbul adalah edema palpebra, selulitis orbita,abses
subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus
kavernosus.

 Komplikasi Intrakranial
Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural , abses otak, dan thrombosis
sinus kavernosus. Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis berupa :
Osteomielitis dan abses subperisotal.
 Kelainan Paru
o Sperti bronchitis kronik dan bronkhiektasis. Adanya kelaian sinus paranasal
disertai dengan kelainan paru ini disebut sebagai sino-bronkhitis. Selain itu
juga dapat menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan
sebelum sinusitisnya disembuhkan. 1

9. Pencegahan

Untuk menghindari mengembangkan sinusitis selama serangan dingin atau alergi,


menjaga sinus Anda jelas dengan:
 Menggunakan dekongestan oral atau kursus singkat semprot hidung dekongestan
 Menghindari perjalanan udara. Jika Anda harus terbang, menggunakan dekongestan
nasal spray sebelum lepas landas untuk mencegah penyumbatan sinus memungkinkan
untuk mengalirkan lendir.
 menghindari penyelaman mendalam dalam kolam renang dapat membantu mencegah
infeksi sinus.

26
 Jika Anda memiliki alergi, cobalah untuk menghindari kontak dengan hal-hal yang
memicu serangan. Jika Anda tidak bisa, gunakan antihistamin over-the-counter atau
resep dan / atau obat semprot hidung resep untuk mengendalikan serangan alergi.6,12

10. Prognosis

Prognosis untuk infeksi sinus biasanya sangat baik, meskipun beberapa orang
mungkin menemukan bahwa mereka sangat rentan tertular infeksi tersebut setelah terkena
udara dingin. Dan pada Sinusitis jamur, bagaimanapun, memiliki tingkat kematian yang
relatif tinggi.12

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Arsyad Soepardi,Effiaty,dkk.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung


Tenggorok.Edisi ke-7. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 2012. hal: 122-130.
2. Bachert C, Verhaeghe of pediatrics, 2002. Differential Diagnosis of Rhinosinusitis.
Enhancing the Treatment of Rhinosinusitis Family Practice Recertification. p.24 (1)8
-13.
3. Mulyarjo, 2002. Rinosinusitis dan Penatalaksanannya. Symposium penatalaksanaan
rinosinusitis dan Otitis Media. Surabaya. p. 1 – 8.
4. Erica R. Thaler,David W. Kennedy. Rhinosinusitis: A Guide for Diagnosis and
Management. Springer :2008. Diunduh pada tanggal : 29 Mei 2013.
5. Rachelfsky GS, 1984. Sinusitis in Children. Diagnosis and Treatment. Clin Rev
Allergy ; 2 : 397-408
6. American Academy of Otolaryngology- Head and Necck Surgery.sinusitis. Diunduh
pada tanggal : 30 mei 2013.
7. Wytske J. Fokkens,dkk. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps
2012. Volume 50.Suplement 23. March 2012.p.209-219. Diunduh pada tanggal : 30
Mei 2013.
8. George L,Adams,dkk. BOIES: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta
:EGC.1997.hal. 240-241.
9. Slavin RG, 2002. Rhinosinusitis Epidemilogy and Pathology. Enhancing the
Treatment of Rhimosinusitis Family Practice Recertification; p. 24 (1): 1 – 7
10. Rinosinusitis: Etiologi dan Patofisiologi. Widodo Ario Kentjono Bagian / SMF llmu
Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU Dr. Soetomo
Surabaya.2004. Diunduh pada tanggal : 29 Mei 2013.
11. Acute Bacterial rhinosinusitis- definition of of Acute Rhinosinusitis in the Medical
Dictionary. Diunduh pada tanggal : 29 Mei 2013.
12. Anonim. Diunduh dari : http://id.wikipedia.org/wiki/rhinosinusitis/sinusitis. pada
tanggal: 30 Mei 2013
13. Ballenger,JJ. Text Book of Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
16 th Edition.Anatomy and Physiology of the Nose and Paranasal sinuses.p.552.

28

Anda mungkin juga menyukai