Anda di halaman 1dari 49

REFERAT

SEKSIO SESAREA
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT
DALAM MENEMPUH PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
BAGIAN ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIBINONG

Dosen pembimbing :

dr. Benyamin Rapa, Sp.OG

Disusun oleh :

Sherly Desnita Savio


(406138090)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


TARUMANAGARA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN
PENYAKIT KANDUNGAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIBINONG
PERIODE 18 MEI – 25 JULI 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

BAB I
PENDAHULUAN

Seksio sesarea didefinisikan sebagai suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim.1 Antara tahun 2003 sampai 2009,
terdapat peningkatan angka kelahiran melalui seksio sesarea dari 26% menjadi 36.5%..
Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh “mode”, sebagian karena ketakutan timbul perkara
jika tidak dilahirkan bayi yang sempurna, sebagian lagi karena pola kehamilan, wanita
menunda kehamilan anak pertama dan membatasi jumlah anak.2

Menurut statistik, indikasi untuk dilakukannya seksio sesarea adalah gawat janin
(32%), partus macet (18%), gestasi multiple (16%), suspek macrosomia (10%), pre-eklamsia
(10%), permintaan ibu (8%), kondisi maternal-fetal (5%), dan kondisi obstetrik lainnya (1%).
Angka kematian langsung pada operasi sesar adalah 5,8 per 100.000 kelahiran hidup.
Sedangkan angka kesakitan sekitar 27,3% dibandingkan dengan persalinan normal hanya
sekitar 0,9%. World Health Organisation (WHO) mematok angka persalinan SC ini 15% dari
seluruh jumlah persalinan, sedang dari Departemen Kesehatan (DEPKES) RI mematok 20%
total persalinan yang ada.2

Angka mortalitas dan morbiditas ibu dengan prosedur seksio sesarea sekitar 2 kali
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Sebagian terkait dengan
prosedur itu sendiri, dan sebagian terkait dengan kondisi yang menjadi indikasi dilakukannya
seksio sesarea. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi mengikuti prosedur seksio sesarea
antara lain infeksi, penyakit tromboembolik, atonia uteri, dan perlambatan fungsi usus.
Komplikasi-komplikasi tersebut sifatnya fatal, namun kemungkinan terjadinya komplikasi
dapat diminimalisir dengan perawatan praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif yang
memadai. 3

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Definisi
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui
suaru insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan
utuh serta berat janin di atas 500 gram.1
Menurut Williams Obstetrics, seksio sesarea didefinisikan sebagai persalinan
fetus melalui laparotomi, lalu histerotomi. Ada 2 tipe umum seksio sesarea, yaitu primer
dan sekunder. Primer mengacu pada histerotomi pertama kali dan sekunder mengacu
pada uterus dengan satu atau lebih insisi histerotomi sebelumnya. Terkadang, misalnya
dikarenakan komplikasi emergensi,seperti perdarahan hebat, histerektomi diindikasikan
setelah persalinan. Jika dilakukan bersamaan dengan seksio sesarea, operasi tersebut
dinamakan histerektomi sesarea. Jika dilakukan dalam waktu singkat setelah persalinan,
disebut histerektomi postpartum. Histerektomi peripartum adalah istilah yang lebih luas,
mengkombinasikan 2 definisi terdahulu.4

II. 2. Epidemiologi
Sekitar 15% persalinan di seluruh dunia dilakukan melalui seksio sesarea.
Amerika latin dan Caribbean memiliki angka seksio sesarea tertinggi (29,2%), dan
Afrika memiliki angka terendah (3.5%). Di negara-negara berkembang, proporsi seksio
sesarea sebesar 21.1%, sedangkan di negara yang kurang berkembang hanya sebesar 2%
kelahiran dilakukan melalui seksio sesarea. Analisis menunjukkan perbandingan terbalik
antara angka kejadian seksio sesarea dengan mortalitas maternal, anak, dan neonatus di
negara-negara dengan tingkat mortalitas tinggi.5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

II. 3. Indikasi dan Kontraindikasi

Terdapat 4 indikasi utama untuk melakukan seksio sesarea yaitu6:


1. Distosia
2. Gawat janin
3. Kelainan letak
4. Parut uterus

Indikasi seksio sesaria dilihat dari faktor maternal antara lain1,3,4:


 Panggul sempit absolut
 Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
 Stenosis serviks/vagina
 Plasentasi abnormal
 Ruptura uteri membakat
 Riwayat seksio sesarea sebelumnya
 Riwayat histerotomi klasik sebelumnya
 Dehisensi insisi uteri
 Riwayar miomektomi sebelumnya
 Massa obstruktif traktus genital
 Infeksi HSV atau HIV
 Penyakit jantung atau paru-paru
 Malformasi arteriovenosus atau aneurisma serebri
 Seksio sesarea perimortem

Indikasi seksio sesaria dilihat dari faktor maternal-fetal antara lain4:


 Disproporsi sefalopelvik
 Plasenta previa atau solusio plasenta

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

Indikasi seksio sesaria dilihat dari faktor janin antara lain1,3,4:


 Malpresentasi
 Gawat janin
 Makrosomia
 Malformasi kongenital tertentu atau kelainan skeletal
 Infeksi
 Trombositopenia

Pada umumnya seksio sesarea tidak dilakukan pada4:


 Janin mati
 Syok, anemia berat, sebelum diatasi
 Kelainan kongenital berat (monster)

Gambar 1. Diagram kontribusi masing-masing indikasi terhadap


peningkatan angka seksio sesarea primer2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

Kontraindikasi Seksio Sesarea 3 :


 Status maternal yang kurang baik (misalnya penyakit paru-paru berat) sehingga
operasi dapat membahayakan keselamatan ibu. Pada situasi yang sulit seperti itu,
tentukan keputusan bersama keluarga melalui pertemuan multidisiplin.
 Seksio sesarea dapat tidak direkomendasikan jika fetus memiliki abnormalitas
kariotipik yang diketahui (trisomy 13 atau 18) atau anomaly kongenital yang
dapat menyebabkan kematian (anencephali)

Indikasi Seksio Sesarea Klasik1,7:


 Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan kandung kencing untuk mencapai
segmen bawah rahim, misalnya karena adanya perlekatan-perlekatan akibat
pembedahan seksio sesarea yang lalu, atau adanya tumor-tumor di daerah segmen
bawah rahim.
 Janin besar dalam letak lintang,
 Plasenta previa dengan insersi plasenta di dinding depan segmen bawah rahim
yang menyebablan hipervaskularisasi segmen bawah rahim,
 Kembar siam,
 Karsinoma serviks.

Indikasi peripartum histerektomi (histerektomi yang dilakukan saat seksio sesarea atau
setelah seksio sesarea)4:
 Atonia uteri
 Plasentasi abnormal: perdarahan, akreta sindrom
 Ekstensi uterine
 Ruptur uteri
 Laserasi serviks
 Infeksi uteri postpartum
 Leiomyoma
 Kanker serviks invasive

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
 Neoplasia ovarian
II.4. Teknik Operasi
Terdapat beberapa jenis teknik operasi seksio sesarea, antara lain1:
 Seksio sesarea klasik: pembedahan secara Sanger.
 Seksio sesarea transperitoneal profunda (supra cervicalis = lower segmen
caesarean section).
 Seksio sesarea diikuti dengan histerektomi (caesarean hysterectomy - seksio
histerektomi).
 Seksio sesarea ekstraperitoneal/ Porro (seksio sesarea diikuti dengan amputasi
supravaginal uterus)

Seksio Sesarea Klasik Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda


Karakteristik Insisi uterus berupa insisi vertical Insisi uterus transversal pada segmen
pada korpus uteri hingga bawah uterus
mencapai fundus uteri
Kelebihan Lebih dianjurkan pada keadaan-  Penutupan luka sayatan lebih mudah
keadaan seperti:  Insisi terletak pada lokasi yang amat
 Perlekatan segmen bawah kecil kemungkinan rupturanya
uterus pada bekas seksio sehingga memungkinkan proses
sesarea persalinan spontan pada persalinan
 Kembar siam berikutnya
 Tumor (mioma uteri) di  Tidak memicu perlengketan antara
segmen bawah uterus letak insisi dengan usus atau
 Hipervaskularisasi segmen omentum
bawah uterus (pada plasenta
previa)
 Karsinoma serviks
Kekurangan Tidak memungkinkan proses Tidak dapat dilakukan bila kesulitan
persalinan spontan pada membuka atau memasuki segmen bawah
persalinan berikutnya uterus secara aman
Tabel 1. Perbandingan seksio sesarea klasik dan seksio sesarea transperitoneal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
profunda8
II.4.1. Teknik Seksio Sesarea Klasik1
1. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi
dipersempit dengan kain suci hama.
2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sepanjang
± 12 cm sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum
peritoneal terbuka.

Gambar 2. Insisi mediana7

3. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi.


4. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim (SAR),
kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting.
5. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin dilahirkan
dengan meluksir kepala dan mendorong fundus uteri. Setelah janin lahir
seluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong di antara kedua penjepit.
6. Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikan 10 U oksitosin ke dalam
rahim secara intra mural.
7. Luka insisi SAR dijahit kembali.
 Lapisan I : endometrium bersama miometrium dijahit secara jelujur
dengan benang catgut khromik.
 Lapisan II : hanya miometrium saja dijahit secara simpul (berhubung
otot SAR sangat tebal) dengan catgut khromik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
 Lapisan III : perimetrium saja, dijahit secara simpul dengan benang
catgut biasa.
8. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.
9. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding
perut dijahit.

Gambar 3. Seksio sesarea secara klasik1

II.4.2. Teknik Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda1


1. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi
dipersempit dengan kain suci hama.
2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sampai di
bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum peritonei terbuka.
3. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi.
4. Dibuat bladder-flap* yaitu dengan menggunting peritoneum kandung
kencing (plika vesikouterina) di depan segmen bawah rahim (SBR) secara
melintang. Plika vesikouterina ini disisihkan secara tumpul ke arah
samping dan bawah, dan kandung kencing yang telah disisihkan ke arah
bawah dan samping dilindungi dengan spekulum kandung kencing.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 8
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

Gambar 4. Seksio sesarea Gambar 5. Membuat bladder flap


transperitoneal profunda dengan dengan membuka plika
irisan sagittal dan transversal1 vesikouterina1

5. Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm di bawah irisan plika


vesikouterina tadi secara tajam dengan pisau bedah ± 2 cm, kemudian
diperlebar melintang secara tumpul dengan kedua jari telunjuk operator.
Arah insisi pada segmen bawah rahim dapat melintang (transversal) sesuai
cara Kerr; atau membujur (sagital) sesuai cara Kronig.

Gambar 6. Setelah plika Gambar 7. Irisan pada segmen bawah


vesikouterina dibuka, dibuat irisan rahim diperlebar secara tumpul
melintang pada segmen bawah rahim1 dengan kedua jari telunjuk1

6. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan, janin dilahirkan


dengan meluksir kepalanya. Lakukan pengisapan pada mulut dan hidung
bayi, kemudian lahirkan badan dan seluruh tubuh. Inisiasi menyusui dini
pada bayi dapat dilakukan bila tidak terdapat kontraindikasi.1,8

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 9
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

Gambar 8. Setelah kavum uteri terbuka dan selaput ketuban


dipecahkan, janin dilahirkan dengan meluksir kepalanya. Perhatikan
cara meluksir kepala janin melewati irisan pada segmen bawah rahim1.

7. Berikan oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan IV (NaCl atau RL) 60


tetes/menit selama 1-2 jam. Banyak ahli bedah yang lebih memilih
pengeluaran plasenta secara manual. Namun kelahiran spontan plasenta,
bersama dengan traksi tali pusat dapat mengurangi risiko kehilangan darah
operatif dan infeksi. Masase fundus dapat dimulai segera setelah kelahiran
bayi. Setelah lahirnya plasenta, dilakukan eksplorasi ke dalam kavum uteri
untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang tertinggal.1,4

Gambar 9. Plasenta Gambar 10. Retraktor dimasukkan ke


dikeluarkan secara dalam insisi uteri. Uterus dieksplorasi secara
manual9 manual, dan sisa plasenta dikeluarkan.9

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 10
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

Gambar 11. Pengeluaran plasenta secara spontan: plasenta menonjol


dari insisi uteri saat uterus berkontraksi. Tangan secara lembut
melakukan masase terhadap fundus untuk membantu pelepasan
plasenta.4

8. Luka dinding rahim dijahit.


 Lapisan I : dijahit jelujur, pada endometrium dan miometrium.
 Lapisan II : dijahit jelujur hanya pada miometrium saja.
 Lapisan III : dijahit jelujur pada plika vesikouterina.

Gambar 13. Lapisan pertama jahitan


sintetik 0 yang dapat diserap diletakkan
Gambar 12. Kelebihan darah di
pada insisi transversal sebagai jahitan
dalam dan sekitar insisi disuction.9
jelujur. Lapisan kedua dari jahitan sintetik
terputus 0 yang dapat diserap diletakkan
pada myometrium.9

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 11
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

Gambar 14. Lapisan serosa uterus dan lipatan peritoneal vesikouterina


direkatkan menggunakan jahitan sintetik 3-0 yang dapat diserap.9

9. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.


10. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding
perut dijahit.

Gambar 16. Muskulus rectus


Gambar 15. Peritoneum parietalis abdominis ditempatkan kira-
direkatkan menggunakan jahitan kira di tengah, lalu fascia
sintetik 3-0 yang dapat diserap.9 direkatkan dengan jahitan
Vicryl terputus 0.9

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 12
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

Gambar 17. Dinding abdomen lainnya direkatkan lapis demi lapis. Kateter
Foley dibiarkan berada di dalam kandung kemih selama 24 jam.9

II.4.3. Teknik Seksio-histerektomi1


1. Setelah janin dan plasenta dilahirkan dari rongga rahim, dilakukan
hemostasis pada insisi dinding rahim, cukup dengan jahitan jelujur atau
simpul.
2. Untuk memudahkan histerektomi, rahim boleh dikeluarkan dari rongga
pelvis.
3. Mula-mula ligamentum rotundum dijepit dengan cunam Kocher dan
cunam Oschner kemudian dipotong sedekat mungkin dengan rahim, dan
jaringan yang sudah dipotong diligasi dengan benang catgut khromik no.0.
Bladder-flap yang telah dibuat pada waktu seksio sesarea transperitoneal
profunda dibebaskan lebih jauh ke bawah dan lateral. Pada ligamentum
latum belakang dibuat lubang dengan jari telunjuk tangan kiri di bawah
adneksa dari arah belakang. Dengan cara ini ureter akan terhindar dari
kemungkinan terpotong.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 13
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

Gambar 18. Seksio histerektomi. Memotong lig.rotundum dan membuka


selaput depan lig.latum.1

4. Melalui lubang pada ligamentum latum ini, tuba Falopii, ligamentum


utero-ovarika, dan pembuluh darah dalam jaringan tersebut dijepit dengan
2 cunam Oschner lengkung dan di sisi rahim dengan cunam Kocher.
Jaringan di antaranya kemudian digunting dengan gunting Mayo. Jaringan
yang terpotong diikat dengan jahitan transfiks untuk hemostasis dengan
catgut no. 0.
5. Jaringan ligamentum latum yang sebagian besar adalah avaskular dipotong
secara tajam ke arah serviks. Setelah pemotongan ligamentum latum
sampai di daerah serviks, kandung kencing disisihkan jauh ke bawah dan
samping.
6. Pada ligamentum kardinale dan jaringan paraservikal dilakukan penjepitan
dengan cunam Oschner lengkung secara ganda, dan pada tempat yang
sama di sisi rahim dijepit dengan cunam Kocher lurus. Kemudian jaringan
di antaranya digunting dengan gunting Mayo. Tindakan ini dilakukan
dalam beberapa tahap sehingga ligamentum kardinale terpotong
seluruhnya. Puntung ligamentum kardinale dijahit transfiks secara ganda
dengan benang catgut khromik no. 0.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 14
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

Gambar 19. Memotong adneksa sedekat mungkin Gambar 20. Pemotongan


dengan rahim. Perhatikan adanya klem Oschner lig.latum dan lig. Kardinale.1
ganda pada jaringan yang tertinggal (klem
Oschner yang pertama telah dijahit)1

7. Demikian juga ligamentum sakro-uterina kiri dan kanan dipotong dengan


cara yang sama, dan diligasi secara transfiks dengan benang catgut
khromik no. 0.
8. Setelah mencapai di atas dinding vagina-serviks, pada sisi depan serviks
dibuat irisan sagital dengan pisau, kemudian melalui insisi tersebut dinding
vagina dijepit dengan cunam Oschner melingkari serviks dan dinding
vagina dipotong tahap demi tahap. Pemotongan dinding vagina dapat
dilakukan dengan gunting atau pisau. Rahim akhirnya dapat diangkat.

Gambar 21. Dibuat insisi sagittal Gambar 22. Dinding vagina dipotong
pada dinding depan forniks.1 melingkar setinggi forniks.1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 15
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
9. Puntung vagina dijepit dengan beberapa cunam Kocher untuk hemostasis.
Mula-mula puntung kedua ligametum kardinale dijahitkan pada ujung kiri
dan kanan puntung vagina, sehingga terjadi hemostasis pada kedua ujung
puntung vagina. Puntung vagina dijahit secara jelujur untuk hemostasis
dengan catgut khromik. Puntung adneksa yang telah dipotong dapat
dijahitkan digantungkan pada puntung vagina, asalkan tidak terlalu
kencang. Akhirnya puntung vagina ditutup dengan retro-peritonealisasi
dengan menutupkan bladder flap pada sisi belakang puntung vagina.

Gambar 23. Setelah rahim diangkat, puntung lig. Kardinale dan


sakrouterina dijahitkan pada sudut vagina.1

Gambar 25. Setelah puntung vagina


Gambar 24. Puntung vagina yang
tertutup, maka dilakukan
terpotong dijahit secara jelujur.1
retroperitonealisasi dengan peritoneum
kandung kencing. Kedua adneksa
dimasukkan di bawah peritoneum kandung
kencing tersebut.1

10. Setelah rongga perut dibersihkan dari sisa darah, luka perut ditutup
kembali lapis demi lapis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 16
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
II.5. Masalah yang Dapat Dialami Sewaktu Pembedahan dan Pengelolaannya7
Perdarahan Terus Berlanjut
 Masase uterus
 Jika terdapat atonia uteri, lanjutkan infus oksitosin, beri ergometrin 0,2 mg I.M.
dan jika ada, prostaglandin.
 Transfusi darah jika perlu
 Jika perdarahan tidak dapat diatasi, lakukan ligasi arteri uterina dan arteri utero-
ovarika, atau histerektomi jika atonia uteri berlanjut

Bayi Sungsang
 Jika bayi presentasi sungsang, lakukan ekstraksi kaki melalui luka insisi,
selanjutnya lahirkan bahu seperti persalinan sungsang
 Kepala dilahirkan secara Mauriceau Smellie Veit

Bayi Lintang
Punggung bayi di anterior
 Jika punggung bayi berada di anterior, masukkan tangan ke dalam uterus, cari
pergelangan kaki bayi dan keluar hati-hati. Selanjutnya lakukan versi ekstraksi
dengan memutar bayi.

Posisi punggung bayi di posterior


 Sebaiknya dilakukan insisi vertikal pada uterus.
 Lahirkan bayi dengan ekstraksi kaki
 Reparasi uterus memerlukan 2 lapis jahitan.

Plasenta Previa
 Jika plasenta terdapat di depan, susuri plasenta, dan lahirkan bayi dengan meluksir
kepala atau dengan ekstraksi kaki.
 Sesudah bayi lahir, jika plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual, diagnosis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 17
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
adalah plasenta akreta. Sering didapatkan pada lokasi bekas seksio sesarea.
Lakukan histerektomi.
 Kasus dengan plasenta previa berisiko tinggi untuk perdarahan postpartum. Jika
ada perdarahan pada bekas implantasi, lakukan jahitan jelujur atau angka 8 dengan
catgut kromik atau poliglikolik.

II.5.1. Perawatan Pasca Tindakan7


 Kaji ulang prinsip perawatan pascabedah.
 Jika masih terdapat perdarahan:
o Lakukan masase uterus;
o Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau
Ringer Laktat) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan
prostaglandin
 Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien
bebas demam selama 48 jam:
o Ampisilin 2 g I.V, lalu 1 g setiap 6 jam;
o ditambah gentamisin 80 mg I.V. setiap 8 jam;
o ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam.
 Beri analgesik jika perlu.
 Periksa tanda vital (tekanan darah, nadi, pernafasan dan keadaan umum),
tinggi fundus, kontraksi uterus, kandung kemih, dan perdarahan tiap 15
menit pada satu jam pertama, 30 menit dalam 1 jam berikutnya, dan tiap 1
jam dalam 4 jam berikutnya.
 Jika dalam dalam 6 jam pemantauan:
o Kondisi ibu stabil: Pindahkan ibu ke ruang rawat.
o Kondisi tidak stabil: Lakukan evaluasi ulang untuk tindakan yang
sesuai.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 18
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
II.5.2. Perawatan Selama Rawat Inap7
 Rawat gabung ibu dan bayi.
 Periksa tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, suhu
tubuh), produksi urin, dan perdarahan pervaginam setiap 6 jam selama 24
jam dan setiap 8 jam selama 48 jam berikutnya jika kondisi ibu stabil.
 Periksa kadar Hb setelah 24 jam dan melakukan transfusi bila Hb <8 g/dL
 Pasien dipulangkan bila hasil pemantauan selama 3 x 24 jam dalam batas
normal dan kadar Hb ≥ 8 gram/dL.
 Buat resume dalam rekam medis dan berikan pasien surat kontrol
 Perhatikan kondisi pasien selama tindakan dan pasca persalinan.
Komplikasi yang dapat timbul adalah perdarahan, infeksi, cidera pada
janin, cidera pembuluh darah, cidera kandung kemih atau saluran
gastrointestinal, emboli air ketuban.

II.6. Perawatan Operatif

II.6.1. Prinsip Perawatan Praoperatif7


Persiapan Kamar Bedah
Pastikan bahwa:
 Kamar bedah bersih (harus dibersihkan setiap selesai suatu tindakan).
 Kebutuhan bedah dan peralatan tersedia, termasuk oksigen dan obat-
obatan.
 Peralatan gawat darurat tersedia dan dalam keadaan siap pakai.
 Baju bedah, kain steril, sarung tangan, kasa, instrumen tersedia dalam
keadaan steril dan belum kadaluwarsa.

Persiapan Pasien
 Terangkan prosedur yang akan dilakukan pada pasien. Jika pasien tak
sadar, terangkan pada keluarganya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 19
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
 Dapatkan pcrsetujuan tindakan mcdis.
 Bantu dan usahakan pasien dan keluarganya siap secara mental.
 Cek kemungkinan alergi dan riwayat medis lain yang diperlukan.
 Siap contoh darah untuk pemeriksaan hemoglobin dan golongan darah.
Jika diperkirakan diperlukan minta darah terlebih dahulu.
 Cuci dan bersihkan lapangan insisi dengan sabun dan air.
 Janganlah mencukur rambut pubis karena hal ini dapat menambah risiko
infeksi luka. Rambut pubis hanya dipotong/dipendekkan kalau
diperlukan.
 Pantau dan catat tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu).
 Berikan pramedikasi yang sesuai.
 Berikan antacid untuk mengurangi keasaman lambung (Sodium sitrat
0,3% atau Mg trisilikat 300 mg)
 Pasang kateter dan monitor pengeluaran urin.
 Pastikan semua informasi sudah disampaikan pada selurun tim bedah

II.6.2. Prinsip Perawatan Intraoperatif7


Posisi
 Atur pasien pada posisi yang tepat untuk suatu prosedur tindakan
sehinggan memungkinkan pandangan yang optimum pada tempat bedah.
 Mudah bagi pemberi anestesia.
 Mudah bagi paramedis yang melakukan monitor tanda vital dan
pemberian infus.
 Aman untuk pencegahan terjadinya suatu perlukaan dan menjaga sirkulasi
 Jaga harga diri dan kerendahan hati
 Catatan: Pada saat wanita tersebut belum melahirkan upayakan meja
bedah atau bantal dipasangkan agar ibu agak miring ke kiri untuk
mencegah supine hypotensive syndrome.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 20
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
Cuci Tangan
 Lepaskan semua perhiasan.
 Angkat tangan lebih tinggi dari siku, basahi tangan merata dan pakai
klorheksidin, hibiskum, atau sabun.
 Mulai dari ujung jari dengan gerakan sirkuler kenakan seluruh busanya
dan cuci:
o antara semua jari, sela-sela jari, dan telapak tangan,
o dari ujung jari yang satu selesaikan sampai siku, baru pindah ke
tangan yang lain.
 Basuh tangan satu per satu secara terpisah, mulai ujung jari dan
pertahankan tangan di atas siku terus menerus.
 Cuci tangan selama 3-5 menit.
 Pergunakan handuk kering steril, dari ujung jari ke siku
 Pastikan setelah cuci tidak kena kontak dengan objek yang tidak
steril/DTT. Jika kontak ulang cuci tangan dari awal.

Menyiapkan Tempat Insisi


 Usapkan kulit dengan antiseptik (misalnya: iodofor, klorheksidin):
o Usapkan larutan antiseptik sebanyak 3 kali, memakai ring forceps
dan kasa yang steril/DTT. Jika sudah memakai sarung tangan,
jangan sampai sarung tangan menyentuh daerah kulit yang belum
diusap
o Mulai dari tempat insisi dan melebar ke luar dalam gerakan
melingkar
o Singkirkan kasa dan ring forceps yang telah terpakai
 Jauhkan tangan dan siku serta pakaian steril dari lapangan bedah
 Pasangkan kain steril sesudah dilakukan usapan larutan antiseptic untuk
mencegah kontaminasi.Jika kain berlubang, langsung pertama kali lubang
dipasang pada daerah insisi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 21
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
Pemantauan
Lakukan pemantauan kondisi pasien secara teratur selama tindakan:
 Tanda-tanda vital, kesadaran, dan jumlah perdarahan
 Catat pada lembar pemantauan sehingga mudah mengenali jika keadaan
memburuk
 Jaga hidrasi selama pembedahan

Mengatasi Rasa Nyeri


Jagalah kontrol nyeri secara baik selama tindakan berlangsung. Ibu yang merasa
nyaman selama tindakan berlangsung akan lebih sedikit bergeran dan tidak akan
melukai diri sendiri.
Mengatasi rasa nyeri selama tindakan termasuk:
 Dukungan emosional
 Pemberian anestesia local
 Anestesia regional (misalnya spinal)
 Anestesia umum.
Pada seksio sesaria, dapat digunakan anesthesia local, ketamine,
anesthesia spinal, atau anesthesia umum. Anesthesia spinal merupakan pilihan
utama. Pada anesthesia spinal, berikan 500-1000ml cairan infus (Ringer Laktat
atau NaCl) 30 menit sebelum anesthesia untuk melakukan pre-load dan
mencegah hipotensi.

Antibiotika
Berikan antibiotika profilaksis sebelum memulai tindakan (ampisilin 2 g IV atau
sefazolin 1 g IV atau antibiotika sesuai panduan setempat). Jika seorang ibu
akan menjalani bedah seksio sesarea, berikan antibiotika profilaksis
perioperatif.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 22
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
Melakukan Insisi
Buatlah insisi hanya sebesar yang dibutuhkan dalam prosedur. Lakukan secara
tepat dalam satu kali gerakan.

Manipulasi Jaringan
 Pegang jaringan secara hati-hati.
 Jika memakai klem hanya satu kali klik saja, sehingga tidak menimbulkan
rasa tidak enak dan banyak kerusakan jaringan yang dapat menimbulkan
risiko infeksi.

Hemostasis
 Lakukan hemostasis selama tindakan.
 Karena komplikasi persalinan menimbulkan anemia, upayakan sedikit
mungkin kehilangan darah.

Peralatan dan Instrumen Tajam


 Mulai dan akhiri tindakan dengan menghitung instrumen, alat-alat tajam,
dan kasa:
o Lakukan penghitungan setiap akan menutup suatu ruang tubuh,
o Catat pada rekam medis dan cocokkan sampai sesuai
 Memakai alat-alat tajam harus memperhatikan "zona aman" juga pada
waktu saling memindahkan/ memberikan:
o Pergunakan bengkok untuk memberikan/menerima alat-alat tajam,
atau
o Cara memberikan dengan ujung yang tumpul pada si penerima.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 23
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
Drainase
 Selalu memakai drain jika:
o Perdarahan masih ada setelah histerektomi
o Ada gangguan pembekuan darah
o Jika ada infeksi atau dipcrkirakan akan terjadi.
 Sebaiknya memakai sistem tertutup.
 Lepas drain jika infeksi telah selesai atau pus atau cairan campur darah
sudah 48 jam.

Jahitan
 Pilih jenis dan ukuran benang yang sesuai untuk jaringan. Ukuran ditulis
dengan "0"
o Benang yang lebih kecil mempunyai ukuran "0" yang lebih banyak
(sebagai contoh 000 (3-0) lebih kecil dibandingkan dengan 00 (2-0);
benang berlabel "1" lebih besar diameternya dibanding "0";
o Benang yang terlalu kecil akan lemah dan mudah putus, benang
yang terlalu besar akan mcmutuskan jaringan.
 Lihat bagian yang sesuai untuk jenis dan ukuran benang yang
direkomendasikan untuk suatu prosedur.

Pembalut/penutup Luka Bedah


 Apabila bedah selesai, luka bedah ditutup dengan kasa steril

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 24
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
II.6.3. Prinsip Perawatan Pascaoperatif7
Perawatan awal
 Letakkan pasien dalam posisi untuk pemulihan:
o Tidur miring dengan kepala agak ekstensi untuk membebaskan jalan
napas;
o Letakkan lengan atas di muka tubuh agar mudah melakukan
pemeriksaan tekanan darah;
o Tungkai bawah agak tertekuk, bagian atas lebih tertekuk daripada
bagian bawah untuk menjaga keseimbangan.
 Segera setelah selesai pembedahan periksa kondisi pasien:
o Cek tanda vital dan suhu tubuh setiap 15 menit selama jam pertama,
kemudian tiap 30 menit pada jam selanjutnya;
o Periksa tingkat kesadaran setiap 15 menit sampai sadar;
o Catatan: Pastikan ibu tersebut di bawah pengawasan sampai ia
sadar.
 Yakinkan bahwa jalan napas bersih dan cukup ventilasi.
 Transfusi jika diperlukan
 Jika tanda vital tidak stabil dan hematokrit turun walau diberikan
transfusi, segera kembalikan ke kamar bedah karena kemungkinan
terjadinya perdarahan pascabedah.

Fungsi Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal pada pasien obstetri yang tindakannya tidak terlalu berat
akan kembali normal dalam waktu 12 jam. Pada kasus tanpa komplikasi,
makanan padat dapat diberikan dalam 8 jam setelah operasi.4
 Jika tindakan bedah tidak berat, berikan pasien diet cair.
 Jika ada tanda infeksi, atau jika seksio sesarea karena partus macet atau
ruptura uteri, tunggu sampai bising usus timbul.
 Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 25
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
 Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik.
 Jika pemberian infus melebihi 48 jam berikan cairan elektrolit untuk
balans (misalnya kalium klorida 40 mEq dalam 1 1 cairan infus).
 Sebelum keluar dari rumah sakit pasien sudah harus bisa makan makanan
biasa.

Pembalutan dan Perawatan Luka


Penutup/pembalut luka berfungsi sebagai penghalang dan pelindung terhadap
infeksi selama proses penyembuhan yang dikenal dengan reepitelisasi.
Pertahankan penutup luka ini selama hari pertama setelah pembedahan untuk
mencegah infeksi selama proses reepitelisasi berlangsung.
 Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu
banyak, jangan mengganti pembalut:
o Perkuat pembalutnya
o Pantau keluarnya cairan dan darah;
o Jika perdarahan tetap bertambah atau sudah membasahi setengah
atau lebih dari pembalutnya, buka pembalut, inspeksi luka, atasi
penyebabnya, dan ganti dengan pembalut baru.
 Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut tetapi berikan plester
untuk mengencangkan.
 Ganti pembalut dengan cara yang steril.
 Luka dijaga tetap kering dan bersih, tidak boleh terdapat bukti infeksi atau
seroma sampai ibu diperbolehkan pulang dari rumah sakit.

Analgesia
 Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting.
 Pemberian sedasi yang berlebihan akan menghambat mobilitas yang
diperlukan waktu pascabedah

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 26
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
Perawatan Fungsi Kandung Kemih
Pemakaian kateter dibutuhkan pada prosedur bedah. Semakin cepat melepas
kateter akan lebih baik mencegah kemungkinan infeksi dan membuat wanita
lebih cepat mobilisasi.
 Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah bedah atau sesudah urin
jernih
 Jika urin tidak jernih, biarkan kateter dipasang sampai urin jernih.
 Kateter dipasang 48 jam pada kasus:
o bedah karena ruptura uteri;
o partus lama atau partus macet;
o edema perineum yang luas;
o sepsis puerperalis/pelvio peritonitis.
Catatan: Pastikan urin jernih pada saat melepas kateter.
 Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih pasang kateter sampai
minimum 7 hari, atau urin jernih.
 Jika sudah tidak memakai antibiotika. berikan nitrofurantoin 100 mg per
oral per hari sampai kateter dilepas (untuk mencegah sistitis).

Antibiotika
 Jika ada tanda infeksi atau pasien demam berikan antibiotika sampai
bebas demam selama 48 jam.

Mengambil Jahitan
 Jahitan fasia merupakan hal utama pada bedah abdomen.
 Melepas jahitan kulit 5 hari setelah hari bedah. Pada pasien dengan
obesitas, jahitan dipertahankan sampai 7-10 hari.
 Setelah hari ke 3 postpartum, mandi tidak berbahaya bagi insisi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 27
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
Demam
 Suhu 38°C atau lebih pascapembedahan harus dicari penyebabnya.
 Yakinkan pasien tidak panas minimum 24 jam sebelum keluar dari rumah
sakit.

Ambulasi/mobilisasi
 Ambulasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam, dan
menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal.
 Dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin,
biasanya dalam waktu 24 jam.

Kepulangan dari rumah sakit4


 Jika tidak ada komplikasi selama masa puerperium, secara umum ibu
sudah dapat dipulangkan pada hari ke 3 atau 4 postpartum. Kepulangan
lebih cepat dapat terjadi pada ibu-ibu tertentu yang memiliki motivasi
tinggi.
 Aktivitas di minggu pertama harus dibatasi pada perawatan diri sendiri
dan neonatus dengan asistensi.
 Biasanya ibu sudah dapat kembali kerja setelah 6 minggu, namun banyak
ibu mengambil waktu 12 minggu untuk pemulihan dan pengikatan dengan
neonatus.

II. 7. Teknik Anestesi

II.7.1. Anestesia Lokal untuk Seksio Sesarea


Anestesia lokal merupakan alternatif yang aman dan dilakukan jika
fasilitas anestesia lain tidak ada. Keuntungan analgesia lokal adalah
penderita tetap sadar, sehingga refleks jalan napas tetap terpelihara.
Muntah dan aspirasi bukan aspek yang terlalu membahayakan pada

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 28
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
teknik ini. Pengaruh obat yang mendepresi bayi dapat dicegah. Obat
analgetika lokal seperti (bupivakain) markain tidak terlalu toksik untuk
janin. 1,7
Analgesia lokal memerlukan pengalaman dan keterampilan
tersendiri supaya dapat dilakukan dengan aman. Tindakan ini
memerlukan waktu banyak, karena itu tidak begitu tepat digunakan
untuk keadaan darurat seperti gawat janin akut, tali pusat menumbung,
ruptura uteri membakat, dan perdarahan antepartum yang hebat. 1

INDIKASI PERINGATAN
 Seksio sesarea (terutama bagi  Jangan digunakan untuk pasien dengan
pasien dengan gagal jantung) eklamsia, preeklamsia berat, atau sebelum
laparotomi
 Jangan digunakan untuk pasien gemuk, atau
alergi terhadap lidokain
 Jangan digunakan jika ahli bedah tidak
berpengalaman
 Jangan menyuntik ke dalam pembuluh darah

Tabel 2. Indikasi dan peringatan dalam anestesi lokal pada seksio sesarea.7

Analgesia spinal lebih cepat dapat dilakukan, efek analgesia lebih


nyata, cepat dan kuat, tetapi efek samping hipotensi lebih cepat terjadi dan
lebih berat dibandingkan analgesia epidural. Analgesia epidural mempunyai
keuntungan untuk mengontrol tinggi analgesia, dengan memasukkan
analgetika lokal ke dalam kateter epidural.1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 29
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
Pemilihan analgetika lokal
 Analgesia spinal. Obat analgetika lokal yang sering dipergunakan lalah
lidokain 5% (50-75 mg) dengan masa kerjanya 60-150 menit, bupivakain
0,5% (15—20 mg) dengan masa kerjanya 120—180 menit. Karena
pemberian zat analgetika lokal sangat kecil, jarang dijumpai reaksi toksik
dan transfer melalui plasenta.1
 Analgesia epidural. Bupivakain 0,5% - 0,75% merupakan obat
analgetika lokal yang sering dipergunakan, karena ikatan dengan protein
plasma lebih besar, sehingga sangat kecil sekali pengaruhnya terhadap
bayi. Lidokain dan mepivakain kadang-kadang menyebabkan penurunan
tonus dan kekuatan otot bayi, sehingga menurunkan adaptasi terhadap
pengaruh luar. Dianjurkan pemberian zat analgetika lokal dengan
adrenalin 1/200.000, untuk mengurangi absorbsi sistemik,
memperpanjang masa kerja, dan meningkatkan blok motorik. Pemberian
obat analgetika harus dikurangi 25-50% dari dosis biasa. Dosis zat
analgetika lokal yang diberikan 15 ml—20 ml tergantung tinggi badan.1

Persiapan1
 Antasid (misalnya 20 ml magnesium trisilikat).
 Pemeriksaan darah.
 Pemeriksaan anatomi tulang belakang.
 Membawa pasien ke kamar bedah pada posisi lateral.
 Periksa tanda vital. Hipotensi terlentang yang tidak dapat diatasi dengan
mendorong uterus ke kiri, tidak dianjurkan dilakukan analgesia regional.
 Prahidrasi 500 - 1000 ml cairan garam berimbang.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 30
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
 Sebelum mulai anestesi blok harus memeriksa kelengkapan alat-alat
dan obat:
o Alat anestesi.
o Alat jalan napas.
o Laringoskop
o Pipa endotrakeal, balonnya dan konektornya.
o Sungkup muka yang tepat
o Alat penghisap
o Tiopental atau diazepam kalau terjadi konvulsi.
o Efedrin untuk mengatasi hipotensi.

Teknik1

Analgesia spinal.

Pergunakan jarum yang sekecil mungkin. Berikan lidokain 5% :


50-60 mg tergantung tinggi badan, atau bupivakain 0,5% : 15 mg.

Analgesia epidural.

Lidokain 2% dengan 1/200.000 adrenalin (15 - 17 ml).


Bupivakain 0,5% tanpa adrenalin (15 - 17 ml). Tahap pemberian:
 Dosis uji: 2 ml, tunggu 30 dctik.
 Bila tidak ada analgesia spinal, diberikan lagi 5 ml.
 Bila tidak ada reaksi sistemik diberikan sampai 15 - 20 ml.
 Pasang kateter.
 Kalau blokade kurang dari T6 (tanakal 6) dapat diberikan dosis
tambahan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 31
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
Posisi pasien terlentang dengan mendorong uterus ke kiri. Beri O2
dengan sungkup muka plastik 4-6 1/menit. Pantau tandai vital, berupa
tekanan darah tiap 1-2 menit pada 15 menit pertama; kemudian tiap
5-10 menit.

Komplikasi1

Hipotensi lebih sering terjadi pada pasien obstetri bila


dilakukan analgesia spinal atau epidural. Hal ini disebabkan oleh
kompresi aortakaval, hipovolemi karena perdarahan antepartum,
dehidrasi dan vasodilatasi perifer pada ibu. Pencegahan sangat
penting dengan menempatkan posisi ibu sedikit miring ke kiri,
prahidrasi dengan cairan garam berimbang 500-1000 ml, dan harus
melakukan pemantauan yang lebih sering dan cermat.

Penanganan komplikasi1
 Bila tekanan sistolik mulai turun 10 mmHg infus dipercepat, diberi
efedrin 5 mg-10 mg IV, bila perlu dapat diulang.
 Bila pasien tidak tenang dan analgesia tidak rata, dapat ditambahkan
diazepam 2,5 mg IV; ketamin 0,25 mg/kgBB IV; N2O 50%+ O2 50%.

 Bila analgesia tidak adekuat dilakukan anestesi umum dengan intubasi


endotrakeal.
 Narkotika dapat diberikan kalau bayi telah lahir.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 32
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
II.7.2. Anestesia Umum Untuk Seksio Sesarea
Induksi 1

1. Sambil memegang sungkup muka dan membiarkan bernapas dengan


02-100% seorang asisten bersiap-siap meraba krikoid untuk
melakukan tekanan.

2. Suntik pentotal (tiopental) 3-4 mg/kg (dikurangi kalau keadaan


umum kurang baik) agak cepat bersama-sama dengan atropin 0,25
mg. Lakukan tekanan pada krikoid sesudah kesadaran menghilang.
Suntik suksinilkolin (scolin) 1-1,5 mg/kg.

3. Sungkup muka tetap dipegang, tetapi tidak dilakukan inflasi


(tekanan positif) paru-paru.

4. Lakukan intubasi cepat (dengan pipa endotrakeal 7,5- 8 mm).


Balon pipa endotrakeal dikembangkan.

5. Sesudah disambung dengan alat anestesi, lakukan inflasi dengan


O2 - 100% sebelum diberi campuran N2O 50% dalam O2.

6. Yakinkan pipa endotrakeal masuk trakea dan paru-paru kanan dan kiri
mengembang simetris. Dengarkan suara napas dengan stetoskop dan
perhatikan dada kanan dan kiri mengembang pada setiap inflasi. Intubasi
esofagus dapat berakibat fatal.

7. Acara tersebut adalah induksi kilat digunakan untuk semua anestesi


darurat dengan lambung penuh. Tidak dilakukan inflasi (tekanan positif)
paru-paru sesudah diberi suksinilkolin (scolin) untuk mencegah udara
masuk perut dan regurgitasi pasif. Untuk mencegah fasikulasi otot dapat
diberikan terlebih dulu relaksan nondepolarisasi misalnya pankuronium

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 33
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
(pavulon) 1 mg - 3 menit sebelum induksi. Kemudian disusul obat induksi
(pentotal 3,5 mg/kg IV) baru dosis penuh scolin agar dapat diintubasi.

8. Kalau intubasi gagal perhatikan segera apakah karena asisten menekan


laring terlalu ke lateral. Sesudah diperbaiki intubasi dilakukan lagi tetapi
tekanan krikoid harus diperhatikan.

Mempertahankan anestesi 1

1. Anestesi dengan campuran N2O 50% dalam O2 dengan halotan 0,5


vol% (atau enfluran atau isofluran) dilakukan sampai bayi lahir.
Napas dikendalikan dengan ventilasi tekanan positif dan obat
pelemas otot nondepolarisasi (pavulon 4 mg atau aloferin 10 mg)
yang diberikan sesudah scolin mulai habis.

2. Pemantauan (monitoring) dilakukan secara teratur terhadap EKG,


tekanan darah, nadi dan warna kulit.

3. Hipotensi harus segera diobati dengan mempercepat infus cairan


kristaloid atau darah dan konsentrasi halotan kalau perlu dikurangi.

4. Sesudah tali pusat diklem biasanya diminta untuk memberi


metergin atau sintosinon IV atau perinfus. Pemberian obat ini
menyebabkan takikardi dan sedikit hipotensi. Harus diyakini bahwa
kontraksi uterus baik sebelum luka operasi ditutup.

5. Sesudah bayi lahir konsentrasi obat anestesi dapat dinaikkan atau


ditambah dengan pentotal; N2O dapat ditambah (60%) dan dikombinasi
dengan petidin (25 mg IV) atau fentanil (50 - 100 ug) IV.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 34
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
Pengaruh obat terhadap bayi1
Pemberian obat yang tidak perlu apalagi yang dapat masuk plasenta
dan menimbulkan depresi terhadap bayi (analgetik kuat) sebaiknya
dihindarkan sampai bayi lahir. Obat pelemas otot dalam hal ini sedikit
pengaruhnya. Atropin tidak jelas khasiatnya untuk mengurangi bradikardi
bayi.
Jangka waktu antara induksi sampai persalinan yang harus sesingkat
mungkin sebenarnya tidak begitu penting untuk kondisi bayi. Lebih baik
jangka waktu antara insisi uterus sampai bayi lahir yang secepat mungkin.
Karena itu mensterilkan kulit daerah operasi dan menutupnya dengan kain
steril sebelum dimulai induksi tidak begitu penting.

II.8. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi mengikuti seksio sesarea, antara lain3:
 Sekitar 2 kali peningkatan mortalitas dan morbiditas ibu secara relatif terhadap
persalinan pervaginam. Sebagian terkait dengan prosedur itu sendiri, dan
sebagian terkait dengan kondisi yang menjadi indikasi dilakukannya seksio
sesarea
 Infeksi (Misalnya endomyometritis postpartum, dehisensi fasia, luka, dan
traktus urinarius). Luka yang mengalami infeksi sebaiknya dibuka,
didebridemen, dan ditutup kembali dalam lingkungan steril.
 Penyakit tromboembolik (Misalnya deep venous thrombosis, tromboflebitis
pelvis sepsis). Beberapa faktor risiko terjadinya pembentukan thrombus antara
lain obesitas, umur ibu yang lanjut (>35 tahun), paritas yang tinggi (>3), dan
ambulasi post operatif yang kurang baik.
 Komplikasi anestesi
 Cedera operatif (Misalnya laserasi uteri, buli, usus, uretra)
 Atonia uteri

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 35
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
 Perlambatan kembalinya fungsi usus. Narkotika post operaitf dapat
memperlambat kembalinya fungsi normal usus pada beberapa pasien. Status
elektrolit dan cairan pasien harus menjadi prioritas.

II.9. Kehamilan dan Persalinan dengan Parut Uterus

Di tahun 70-an dan awal 80-an seksio sesarea meningkat cepat. Di tahun 90-an
dilaporkan di dunia ini wanita melahirkan dengan seksio sesarea meningkat 4 kali
dibanding 30 tahun sebelumnya. Sebabnya multifaktorial, termasuk di anraranya
meningkatnya indikasi seksio sesarea ulang pada kehamilan dengan parut uterus. Sampai
saat ini belum ada hasil penenelitian berdasarkan Randomised Controlled Trials (RCT)
untuk menilai keuntungan atau kerugian antara persalinan pervaginam dan seksio
sesarea ulang pada kasus kehamilan dengan parut uterus.6
Di tahun 90-an angka seksio sesarea atas indikasi parut uterus menurun dengan
dikembangkannya persalinan pervaginam pada parut uterus, Vaginal Birth After
Cesarean (VBAC) atau dikenal pula sebagai Trial of Labor After Cesarearm (TOLAC).
Di Amerika Serikat pada tahun 2000-an, dari 10 wanita yang melahirkan terdapat 1
wanita dengan parut uterus.6

II.9.1. Kehamilan dengan Parut Uterus


Konseling wanita hamil dengan parut uterus umumnva adalah sama
seperti kehamilan normal, hanya yang harus diperhatikan bahwa konseling
ditekankan pada6:
 Persalinan harus dilakukan di rumah sakit dengan peralatan yang
memadai untuk kasus persalinan dengan parut uterus.
 Konseling mengenai rencana keluarga berencana untuk memilih
keluarga kecil dengan cara kontrasepsi mantap.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 36
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
II.9.2. Persalinan dengan Parut Uterus
Diktum dari Cragin (1916) bahwa sekali dilakukan seksio sesarea
selanjutnya persalinan harus dilakukan seksio sesarea ulang. Diktum ini
sekarang sudah tidak dipakai lagi. Kejadian dehisens parut uterus dan uterus
ruptur meningkat dengan bertarnbahnya jumlah seksio sesarea pada kehamilan
berikutnya.6
Seksio sesarea elektif dilakukan pada wanita harnil dengan parut uterus
yang akan melakukan sterilisasi tubektomi. Konseling mengenai keluarga
berencana perlu ditekankan, karena morbiditas dan mortalitas meningkat pada
wanita dengan parut uterus. Makin sering bersalin dengan seksio sesarea makin
besar bahaya terjadinya ruptura uteri. Seksio sesarea elektif dilakukan pada
kehamilan cukup bulan dengan paru-paru janin yang matur dan dianjurkan pula
dilakukan tubektomi partialis. Induksi atau akselerasi persalinan pada parut
uterus dengan menggunakan oksitosin atau derivat prostaglandin sangat
berbahaya.6
Hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan prognosis persalinan
pervaginam dengan parut uterus adalah sebagai berikut6:
 Jenis sayatan uterus yang telah dilakukan pada operasi terdahulu.
 Indikasi operasi seksio sesarea terdahulu.
 Apakah jenis operasi terdahulu adalah seksio sesarea elektif atau
emergensi
 Apa komplikasi operasi terdahulu.
Dilaporkan angka kejadian ruptura uteri pada parut uterus cukup tinggi,
terutama di negara sedang berkembang. Angka kejadian di negara maju hanya
0-2 %, sedangkan di negara sedang berkembang dilaporkan sampai 4-7 %. Hal
ini terkait dengan kurangnya akses wanita untuk melahirkan di rumah sakit.6

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 37
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
Hal yang perlu diperhatikan dalam antisipasi terjadinya komplikasi
kehamilan maupun persalinan ini adalah sebagai berikut6:
 Selama kehamilan perlu konseling mengenai bahaya persalinan pada
kasus parut uterus.
 Tidak diperkenankan ibu bersalin di rumah atau Puskesmas pada kasus
parut uterus. Perlu konseling bahwa risiko persalinan untuk terjadinya
dehisens dan ruptura uteri adalah tinggi, sehingga perlu dilakukan
rujukan segera.
 Di rumah sakit perlu fasilitas yang memadai untuk menangani kasus
seksio sesarea emergensi dan dilakukan seleksi ketat untuk melakukan
persalinan pervaginam dengan parut uterus.

II.9.3. Persalinan Pervaginam Pada Parut Uterus (Vaginal Birth After


Cesarean/VBAC atau Trial of labor After Cesarean/TOLAC)
Di Amerika Serikat angka kejadian VBAC meningkat dari 18,9%
menjadi 28,3% dalam kurun waktu tahun 90-an. Gambaran ini
memperlihatkan bahwa penanganan persalinan pervaginam lebih diutamakan
pada akhir-akhir ini. Prosedur persalinan pervaginam dengan parut uterus
(Menurut ALARM International)6:
Hal dasar yang perlu diperhatikan:
 Identifikasi pasien apakah memenuhi syarat untuk dilakukan
penolongan persalinan pervaginam.
 Jelaskan dengan cermat mengenai rencana pertolongan persalinan
dengan diakhii penandaranganan persetujuan pasien/keluarga
(informed consent).
 Persiapkan pemantauan ibu dan janin dalam persalinan secara terus-
menerus termasuk pencataran denyut jantung tiap 30 menit.
 Persiapkan sarana operasi segera untuk menghadapi kegagalan
VBAC/TOLAC.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 38
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
Pemilihan pasien6:
 Kenali jenis operasi terdahulu
 Bila mungkin mengenal kondisi operasi terdahulu dari laporan
operasinya (adakah kesulitan atau komplikasinya)
 Dianjurkan VBAC dilakukan hanya pada uterus dengan luka parut
sayatan transversal Segmen Bawah Rahim (SBR).

Kontraindikasi VBAC6:
 Kontraindikasi dilakukan persalinan pervaginam secara umum.
 Luka parut uterus jenis klasik.
 Jenis luka T terbalik atau jenis parut yang tidak diketahui.
 Luka parut pada otot rahim di luar SBR.
 Bekas uterus ruptur.
 Kontraindikasi relatif, misalnya panggul sempit relatif.
 Dua atau lebih luka parut transversal di SBR.
 Kehamilan ganda.

Pertolongan persalinan dilakukan sesuai dengan Standar Prosedur Tetap yang


dibuat sesuai dengan kondisi sarana pelayanan persalinan setempat.
Perlu mendapat perhatian6:
 Observasi proses persalinan dengan baik termasuk kondisi ibu dan
kesejahteraan janin. Bila perlu berikan analgesia.
 Ingat kemungkinan terjadi uterus ruptur.

Cara tepat memilih keluarga berencana:


Konseling Keluarga Berencana perlu diberikan sejak awal kehamilan.
Untuk menghindari terjadinya komplikasi berat dianjurkan memakai
kontrasepsi mantap atau AKDR segera setelah plasenta lahir, terutarna untuk
persalinan pada luka parut uterus ketiga kalinya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 39
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
Persalinan pervaginam pada kasus parut uterus dipilih karena dari hasil
penelitian yang ada persalinan pervaginam tidak rneningkatkan kematian ibu
dan anak walaupun dilaporkan adanya kenaikan morbiditas. Hal ini dapat
ditekan dengan penanganan yang baik6.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 40
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

BAB III
KESIMPULAN

Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suaru
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin di atas 500 gram. Sekitar 15% persalinan di seluruh dunia dilakukan melalui
seksio sesarea. Terdapat 4 indikasi utama untuk melakukan seksio sesarea yaitu distosia,
gawat janin, kelainan letak, dan parut uterus. Dalam mengambil keputusan untuk melakukan
tindakan seksio sesaria, faktor maternal, fetal, dan maternal-fetal harus diperhatikan.
Terdapat beberapa jenis teknik operasi seksio sesarea, antara lain seksio searea klasik,
seksio searea transperitoneal profunda, seksio histerektomi, dan seksio searea
ekstraperitoneal. Sewaktu pembedahan, dapat timbul beberapa permasalahan, antara lain
perdarahan yang terus berlanjut, bayi sungsang, bayi lintang, dan plasenta previa. Setiap
permasalahan memerlukan pengelolaan yang seksama. Selain itu, pasien harus selalu
dipantau pasca tindakan, bahkan selama rawat inap.
Terdapat 2 teknik anestesi yang dapat dipergunakan dalam seksio sesarea, yaitu
anestesia lokal (spinal dan epidural) dan umum. Anestesia lokal cenderung lebih aman
daripada anestesi umum, namun memerlukan pengalaman dan keterampilan tersendiri
sehingga memerlukan banyak waktu dan tidak begitu tepat digunakan untuk keadaan darurat.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi mengikuti seksio sesarea antara lain infeksi,
penyakit tromboembolik, cedera operatif, atonia uteri, dan perlambatan kembalinya fungsi
usus. Dengan perawatan praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif yang baik, diharapkan
kemungkinan terjadinya komplikasi-komplikasi tersebut dapat diminimalisasi.
Di tahun 90-an angka seksio sesarea atas indikasi parut uterus menurun dengan
dikembangkannya persalinan pervaginam pada parut uterus, Vaginal Birth After Cesarean
(VBAC). Untuk menentukan prognosis persalinan pervaginam dengan parut uterus, beberapa
hal yang harus diperhatikan antara lain jenis sayatan uterus yang telah dilakukan pada operasi
terdahulu, indikasi operasi seksio sesarea terdahulu, jenis operasi terdahulu elektif/emergensi,
dan komplikasi operasi terdahulu. Ibu dengan parut uterus yang sedang hamil harus mendapat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 41
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
konseling mengenai bahaya persalinan pada kasus parut uterus. Selain itu juga tidak
diperkenankan ibu bersalin di rumah atau Puskesmas. Observasi proses persalinan yang baik
memegang peran penting terhadap keberhasilan persalinan pada parut uterus.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 42
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editors. Ilmu bedah kebidanan


Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2010.

2. Barber EL, Lundsberg L, Belanger K, Pettker CM, Funai EF, Illuzzi JL. Contributing
indications to the rising cesarean delivery rate [internet]. United States of America:
PubMed Central; 2011 [cited 2015 Jun 25]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3751192/

3. Joy S. Caesarean delivery [internet]. United States of America: Medscape; 2014 [cited
2015 J un 26]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/263424-
overview#a1

4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, Casey
BM, et al. Williams obstetrics, 24th Edition. United States of America: McGraw-Hill
Education; 2014.

5. Betran AP, Merialdi M, Lauer JA, Bing-Shun W, Thomas J, Van Look P, Wagner M.
Rates of caesarean section: analysis of global, regional, and national estimates
[internet]. United States of America: PubMed; 2007 [cited 2015 Jun 26]. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17302638

6. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editors. Ilmu kebidanan Sarwono


Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2010.

7. Saifuddin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D, editors. Buku panduan


praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, Edisi pertama. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 43
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
8. World Health Organization (WHO), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan, Edisi
pertama. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.

9. Wheeless CR, Roenneburg ML. Cesarean section [internet]. United States of


America: Atlas of Pelvic Surgery On-Line Edition [cited 2015 Jun 25]. Available
from: http://www.atlasofpelvicsurgery.com/home.html

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 44
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Sherly Desnita Savio


NIM : 406138090
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Tarumanagara Jakarta
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan : Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Periode Kepaniteraan Klinik : 18 Mei – 25 Juli 2015
Judul : Seksio Sesarea
Diajukan : Juni-Juli 2015
Pembimbing : dr. Benyamin Rapa, Sp.OG

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL: ………………….


Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Mengetahui,

Kepala Instalasi Ilmu Kebidanan


dan Penyakit Kandungan
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong Pembimbing

dr. VB. Haryanto Kasy, Sp.OG dr. Benyamin Rapa, Sp.OG

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara i
45
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya, sehingga Referat Seksio Sesarea ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya. Referat Seksio Sesarea ini dibuat dan disusun saat penulis melaksanakan
Kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan di Rumah Sakit Umum Daerah
Cibinong pada periode 18 Mei – 25 Juli 2015.

Referat ini dibuat untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan
Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara serta agar dapat
menambah kemampuan dan ilmu pengetahuan bagi para pembacanya.
Dalam penulisan referat ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan karena
kemampuan dan pengalaman penulis yang masih terbatas. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun terhadap referat yang telah penulis
buat ini, sehingga dapat dijadikan bahan pembelajaran kembali bagi penulis untuk
meningkatkan kemampuan penulis sebagai dokter yang dapat berguna bagi masyarakat.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas kerja sama
dan bantuan yang telah diberikan selama penyusunan Referat Seksio Sesarea ini, kepada :

1. dr. Benyamin Rapa, Sp.OG sebagai pembimbing


2. dr. VB Haryanto Kasy, Sp.OG
3. dr. Basrul, Sp.OG
4. dr. Achmad Feriyanto, Sp.OG
5. dr. Johannes Taolin, Sp.OG
6. Kepada semua pihak yang yang telah membantu, sehingga laporan ini dapat
terlaksana dengan tuntas.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan mohon maaf bila terdapat kesalahan
dan kekurangan dalam penulisan Referat Seksio Sesarea ini.

Jakarta, Juli 2015

Penulis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara ii46
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. i


KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii
BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
BAB II: PEMBAHASAN ............................................................................................... 2
II.1. Definisi ................................................................................................................ 2
II.2. Epidemiologi ....................................................................................................... 2
II.3. Indikasi dan Kontraindikasi ................................................................................. 3
II.4. Teknik Operasi .................................................................................................... 6
II.4.1. Teknik Seksio Sesarea Klasik ................................................................... 7
II.4.2. Teknik Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda .................................... 8
II.4.3. Teknik Seksio-histerektomi .................................................................... 13
II.5. Masalah yang Dapat Dialami Sewaktu Pembedahan dan Pengelolaannya ....... 17
II.5.1. Perawatan Pasca Tindakan ..................................................................... 18
II.5.2. Perawatan Selama Rawat Inap................................................................ 19
II.6. Perawatan Operatif ............................................................................................ 19
II.6.1. Prinsip Perawatan Praoperatif ................................................................. 19
II.6.2. Prinsip Perawatan Intraoperatif .............................................................. 20
II.6.3. Prinsip Perawatan Pascaoperatif ............................................................. 25
II.7. Teknik Anestesi ................................................................................................. 28
II.7.1. Anestesia Lokal untuk Seksio Sesarea ................................................... 28
II.7.2. Anestesia Umum untuk Seksio Sesarea .................................................. 33
II.8. Komplikasi......................................................................................................... 35
II.9. Kehamilan dan Persalinan dengan Parut Uterus ............................................... 36

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara iii47
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015
Referat Seksio Sesarea Sherly Desnita Savio
406138090
II.9.1. Kehamilan dengan Parut Uterus ............................................................. 36
II.9.2. Persalinan dengan Parut Uterus .............................................................. 37
II.9.3. Persalinan Pervaginam Pada Parut Uterus .............................................. 38
BAB III: KESIMPULAN ............................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 43

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara iv48
Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong
Periode 18 Mei-25 Juli 2015

Anda mungkin juga menyukai