Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan dalam

bidang kedokteran zaman ini telah memberikan kontribusi yang sangat besar

terhadap penanganan berbagai penyakit dan memberikan dampak yang positif

terhadap peningkatan kesehatan dan kesejahteraan penduduk. Salah satu dampak

yang ditimbulkan yaitu meningkatnya usia harapan hidup (UHH) khususnya

peningkatan jumlah populasi usia lanjut (lansia). Undang-Undang No. 13 Tahun

1998 tentang Kesejahteraan Lansia menyebutkan bahwa lansia adalah seseorang

yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. World Health

Organization (WHO) membagi lansia ke dalam tiga kelompok besar yakni middle

age (usia 45-59 tahun), elderly age (usia 60-74 tahun) dan old age (usia 75-90

tahun).

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) 2011, tingkat usia harapan hidup (UHH)

masyarakat dunia pada tahun 2000-2005 adalah 66,4 tahun, dengan persentase

populasi lansia dari seluruh populasi masyarakat dunia adalah sebesar 7,74 %.

Angka ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan tiap tahunnya dan

Diperkirakan pada tahun 2045-2050, tingkat usia harapan hidup (UHH) populasi

dunia akan mencapai 77,6 tahun, dengan persentase populasi lansia dari seluruh

populasi masyarakat dunia adalah sebesar 28,68 %.


2

WHO Tahun 2000 melaporkan jumlah populasi lansia di kawasan Asia

Tenggara sekitar 5.300.000 (7,4%) dari total keseluruhan populasi dan pada tahun

2010 jumlah populasi lansia di Asia Tenggara mengalami peningkatan menjadi

24.000.000 (9,77%). WHO juga memperkirakan pada tahun 2020 jumlah

populasi lanjut usia akan mencapai 28.800.000 (11,34%) dari total populasi.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2000 melaporkan angka usia harapan

hidup (UHH) di negara Indonesia adalah sebesar 64,5 tahun (dengan persentase

jumlah populasi lansia 7,18 %) dan Pada tahun 2010, dilaporkan terjadi

peningkatan pada angka usia harapan hidup (UHH) menjadi 69,43 tahun (dengan

presentase populasi lanjut usia adalah sebesar 7,56 %), Angka ini terus meningkat.

data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, angka usia harapan

hidup (UHH) di Indonesia telah menjadi 70,01 tahun.4

Peningkatan usia harapan hidup (UHH) dan jumlah populasi lansia dapat

dianggap sebagai hal yang positif, namun disisi lain hal ini juga memiliki dampak

negatif, karena dapat menimbulkan transisi epidemiologi di bidang kesehatan.

Transisi ini berupa peningkatan angka kesakitan akibat keadaan degeneratif yang

rentan terjadi pada populasi lansia.5

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan

akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan

dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang

multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,sedang,

berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien,

intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau


3

difus). Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri memiliki komponen kognitif

dan emosional, yang digambarkan dalam suatu bentuk penderitaan. Nyeri juga

berkaitan dengan reflex menghindar dan perubahan output otonom.6

Nyeri merupakan pengalaman yang subjektif, sama halnya saat seseorang

mencium bau harum atau busuk, mengecap manis atau asin, yang kesemuanya

merupakan persepsi panca indera dan dirasakan manusia sejak lahir. Walau

demikian, nyeri berbeda dengan stimulus panca indera, karenastimulus nyeri

merupakan suatu hal yang berasal dari kerusakan jaringan atau yang berpotensi

menyebabkan kerusakan jaringan.6 Nyeri adalah fenomena kopleks yang

mencakup baik komponen sensoris-diskriminatif dan motivasional-afektif.

Komponen sensoris-diskriminatif nyeri bergantung pada proyeksi traktus ke atas

(termasuk traktus spinotalamikus dan trigeminotalamikus) menuju korteks

serebral. Pemrosesan sensoris pada tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi ini

menghasilkan persepsi kualitas nyeri (tusukan, terbakar, sakit), lokasi rangsangan

nyeri, dan intensitas nyeri. Respon motivasional-afektif terhadap rangsangan nyeri

mencakup perhatian dan bangkitan,reflex somatik dan otonom, respon endokrin,

dan perubahan emosional. Hal ini menjelaskan secara kolektif untuk sifat tidak

menyenangkan dari rangsangan yang menyakitkan. nyeri adalah suatu masalah

yang membingungkan. Selain itu nyeri merupakan alasan tersering yang

dikeluhkan pasien ketika berobat ke dokter.6,7

Nyeri muskuloskeletal yaitu nyeri yang berasal dari sistem musculoskeletal,

yang terdiri dari tulang, sendi dan jaringan lunak pendukung yaitu otot, ligamen,

tendo dan bursa. Keluhan yang berasal dari jaringan lunak khususnya otot paling
4

sering terjadi dibandingkan dari tulang dan sendi. Sejumlah penelitian

menunjukkan penyebab nyeri yang sering terjadi pada lansia, mulai dari yang

paling sering terjadi, yaitu fibromyalgia, gout, neuropati (diabetik, postherpetik),

osteoartritis, osteoporosis dan fraktur, serta polimialgia rematik.8

Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan

semakin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga

usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak

pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya

dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan nyeri. Penyakit yang

berkaitan dengan faktor penuaanpun meningkat, seiring dengan semakin

banyaknya proporsi warga lansia di Indonesia, dimana yang sering di alami pada

usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah nyeri

sendi. Dampak keadaan ini dapat mengancam jiwa penderitanya atau hanya

menimbulkan gangguan kenyamanan, dan masalah yang disebabkan oleh nyeri

sendi tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan

aktivitas hidup sehari-hari tetapi juga dapat menimbulkan kegagalan organ dan

kematian atau mengakibatkan masalah seperti keadaan mudah lelah, perubahan

citra diri serta gangguan tidur.8

Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan nyeri sendi, dimana faktor

ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya nyeri pada sendi semakin

meningkat dengan bertambahnya umur, dimana nyeri sendi pada lansia lebih

sering menyerang wanita dibanding pria. Hal ini disebabkan karena adanya

hubungan antara umur dengan menopause yang menyebabkan hormon estrogen


5

tidak berfungsi lagi, sementara salah satu fungsi hormon ini adalah untuk

mempertahankan massa tulang. 7,8

Selain itu para pekerja yang biasa dengan beban berat akan mempunyai

risiko terserang gangguan sendi lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang

tidak mengangkat beban berat. Gangguan sendi ini biasanya mengenai sendi

penopang berat badan misalnya pada panggul, lutut, vertebra, tetapi dapat juga

mengenai bahu, sendi-sendi jari tangan, dan pergelangan kaki. Penderita dengan

gangguan nyeri sendi biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas

atau jika ada 3 pembebanan pada sendi yang terkena, selain itu aktivitas fisik

(terutama berlutut, jongkok, mengangkat, atau mendaki) juga dapat menyebabkan

gangguan sendi sehingga mengakibatkan nyeri pada sendi. Penderita nyeri sendi

dengan obesitas lebih sering mengeluhkan nyeri pada sendi lutut dibandingkan

dengan penderita yang tidak obesitas.7,8 Hal ini menunjukkan bahwa berat badan

berlebih mempengaruhi derajat nyeri pada penderita gangguan sendi.

Obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya

gangguan sendi terutama lutut, yang mana peningkatan berat badan akan

melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan. Penelitian yang dilakukan oleh

Amin (2010) membuktikan bahwa kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko

penyakit Osteoarthrirtis yang dapat menimbulkan nyeri pada sendi. Hal ini

berhubungan dengan meningkatnya kandungan racun dalam darah dan kematian

jaringan akibat kekurangan oksigen, yang memungkinkan terjadinya kerusakan

tulang rawan.8
6

Untuk mencegah keadaan yang memperburuk dari nyeri sendi tersebut maka

diperlukan pembatasan aktivitas seperti berlutut, jongkok, mengangkat beban

yang berat, serta harus memperhatikan status gizi pada lansia untuk mencegah

obesitas. Selain itu dengan pengawasan gizi yang baik maka nutrisi yang

dibutuhkan oleh lansia akan terpenuhi dengan baik yang selanjutnya akan

berpengaruh pada peningkatan status gizi lansia. Status gizi yang baik dan kondisi

tubuh yang sehat akan meningkatkan fungsi metabolisme tubuh yang berefek pada

meningkatnya imunitas lansia sehingga dapat terhindari dari berbagai paparan

penyakit.7,8

Banyak institusi sekarang menyebut nyeri sebagai tanda vital kelima (fifth

vital sign), dan mengelompokkannya bersama tandatanda klasik seperti suhu,

nadi, dan tekanan darah. Milton mengatakan “Pain is perfect miserie, the worst

/of evil. And excessive, overture/ All patience”. Sudah menjadi kewajaran bahwa

manusia sejak awal berupaya sedemikian untuk mengerti tentang nyeri dan

mencoba mengatasinya.9

Terkait dengan uraian diatas, penting untuk mengetahui hubungan nyeri

muskuloskeletal dengan kemampuan fungsional fisik pada lansia. Adapun jumlah

lansia cukup banyak di Negeri Hutumuri, namun penelitian seperti ini belum

pernah dilakukan sebelumnya di wilayah ini. Dengan demikian, peneliti tertarik

meneliti tentang hal tersebut khususnya di Negeri Hutumuri.


7

1.2 Rumusan Masalah

Peningkatan usia harapan hidup (UHH) dan jumlah populasi lansia dunia,

termasuk di Indonesia, merupakan suatu hal yang positif, namun disisi lain

keadaan ini juga dapat menyebabkan terjadinya transisi epidemiologi di bidang

kesehatan. Transisi tersebut berupa peningkatan angka kesakitan akibat penyakit

degeneratif yang sering terjadi pada kelompok lansia, salah satunya adalah nyeri

muskuloskeletal dengan kemampuan fungsional fisik.

Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi nyeri muskuloskeletal

dengan kemampuan fungsional fisik pada lansia, salah satunya adalah faktor

sosiodemografi seperti usia, jenis kelamin, tempat tinggal, aktivitas fisik, status

pernikahan, tingkat pendidikan dll.

Berdasarkan uraian singkat di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini

sebagai berikut:

1.2.1. Bagaimana Karakteristik nyeri musculoskeletal (kejadian nyeri, lamanya

nyeri, lokasi nyeri, sifat nyeri, jenis nyeri, keadaan yang mengurangi nyeri

dan keadaaan yang memperberat nyeri.) pada lansia di Negeri Hutumuri

1.2.2. Bagaimana Kemampuan fisik fungsional lansia di Negeri Hutumuri

1.2.3. Apakah terdapat hubungan antar nyeri muskuloskeletal dengan kemampuan

fungsional fisik lansia di Negeri Hutumuri


8

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan nyeri

muskuloskeletal dengan kemampuan fungsional fisik pada lansia di Negeri

Hutumuri.

1.3.2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk:

1.3.2.1. Mengetahui distribusi jumlah lansia di Negeri hutumuri yang ditinjau

berdasarkan adanya kejadian nyeri

1.3.2.2. Mengetahui distribusi jumlah lansia di Negeri Hutumuri yang ditinjau

berdasarkan lamanya nyeri

1.3.2.3. Mengetahui distribusi jumlah lansia di Negeri Hutumuri yang ditinjau

berdasarkan lokasi nyeri

1.3.2.4. Mengetahui distribusi jumlah lansia di Negeri Hutumuri yang ditinjau

berdasarkan sifat nyeri

1.3.2.5. Mengetahui distribusi jumlah lansia di Negeri Hutumuri yang ditinjau

berdasarkan jenis nyeri

1.3.2.6. Mengetahui distribusi jumlah lansia di Negeri Hutumuri yang ditinjau

berdasarkan keadaan yang mengurangi nyeri

1.3.2.7. Mengetahui distribusi jumlah lansia di Negeri Hutumuri yang ditinjau

berdasarkan keadaan yang memperberat nyeri


9

1.1 Manfaat Penelitian

1.1.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini secara teoritis bermanfaat untuk menambah pengetahuan

mengenai hubungan nyeri muskuloskeletal dengan kemampuan fungsional fisik

pada lansia serta karakteristik nyeri musculoskeletal yang ditinjau berdasarkan

adanya kejadian nyeri, lamanya nyeri, lokasi nyeri, sifat nyeri, jenis nyeri,

keadaan yang mengurangi nyeri dan keadaaan yang memperberat nyeri.

1.4.2 Manfaat praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah :

1.4.2.1. Bagi penulis

Bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis

mengenai nyeri muskuloskeletal pada lanjut usia.

1.4.2.2. Bagi ilmu pengetahuan

Bermanfaat untuk menambah referensi pengetahuan seputar nyeri

muskuloskeletal pada lansia berdasarkan perbedaan tempat tinggal dan

jenis kelamin, selain itu juga dapat dijadikan acuan dan referensi untuk

pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya.

1.4.2.3. Bagi lembaga/instansi terkait bidang kesehatan

Bermanfaat sebagai masukan yang membangun serta dapat dijadikan

data dasar dan sumber informasi untuk dinas kesehatan dan instansi

terkait lainnya.
10

1.4.2.4. Bagi masyarakat

Bermanfaat untuk memberi pengetahuan dan informasi bagi

masyarakat, khususnya kaum lansia mengenai hubungan nyeri

muskuloskeletal dengan kemampuan fungsional fisik pada lansia, yang

di tinjau berdasarkan perbedaan tempat dan jenis kelamin. Selain itu,

meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih sadar tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi kemampuan fungsional fisik pada lansia

sehingga pada akhirnya dapat membantu menciptakan kualitas hidup

yang baik bagi lansia di lingkungannya.

Anda mungkin juga menyukai