Anda di halaman 1dari 15

2.

1 Identifikasi Human Error dan Tipe–Tipe Human Error


Menurut Peters (2005), human error adalah suatu penyimpangan dari
standar performansi yang telah ditentukan sebelumnya sehingga menyebabkan
adanya penundaan akibat dari kesulitan, masalah, insiden, dan kegagalan.
Supangat, dkk (dalam Sanders dan McCormick, 2010) yang menyatakan bahwa
“human error didefinisikan sebagai keputusan atau perilaku manusia yang tidak
tepat dimana dapat mengurangi atau berpotensi mengurangi efektifitas,
keselamatan maupun performa sistem”. Pasaribu (dalam Johan de Haan, 2012)
menyatakan bahwa kesalahan manusia dalam proses produksi disebut sebagai
human error yang didefinisikan bahwa kegagalan manusia untuk mencapai hasil
yang dimaksudkan dalam melaksanakan urutan perencanaan dari kegiatan mental
ataupun fisik. Maka penyusun menyimpulkan bahwa human error adalah segala
kegiatan tidak tepat atau tidak benar yang dilakukan oleh manusia yang melampaui
standar yang ditetapkan dan dapat menyebabkan kerugian dan tidak tercapainya
efektivitas organisasi. Dalam Prakteknya, human error terjadi ketika serangkaian
aktifitas kita di lapangan kerja yang sudah direncanakan, ternyata berjalan tidak
seperti apa yang kita inginkan sehingga kita gagal mencapai target yang
diharapkan.
2.1.2 Pendekatan Human Error
Menurut Reason (1990), jumlah keterlibatan human error yang tinggi
merupakan hal yang mengejutkan karena hampir semua sistem teknologi tidak
hanya dijalankan oleh manusia, tetapi juga didesain, dikonstruksi, diorganisasi,
dimanage, dipelihara dan diatur oleh manusia.
Rangkaian kecelakaan dimulai dengan dampak keputusan dalam organisasi
(keputusan yang berhubungan dengan perencanaan, penjadwalan, ramalan,
desain, spesifikasi, komunikasi, prosedur, pemeliharaan, dan sebagainya).
Keputusan ini merupakan produk yang dipengaruhi oleh batasan keuangan dan
politik di mana perusahaan berjalan, dan ditentukan oleh faktor-faktor yang dapat
dikontrol oleh manajer (Reason, 1995). Individu tidak dapat dipersalahkan untuk
semua kesalahan, sebagaimana kita ketahui bahwa membuat kesalahan pada
waktu waktu tertentu dilihat oleh banyak pihak sebagai sesuatu yang tidak dapat
dihindarkan (Kletz, 1985 ; Reason, 1990 dalam Atkinson, 1998).
Reason (1995) menggambarkan system approach to organizational error. Tidak
diragukan lagi bahwa kegagalan manusia tidak terbatas pada ‘sharp end’, yaitu
pada pengemudi, pilot, petugas kapal, operator ruang kontrol dan lain-lain dalam
kontrol langsung dari suatu sistem. Telah ditemukan indikasi bahwa faktor
manusia terdistribusi secara luas, meliputi semua yang ada dalam sistem sebagai
keseluruhan dan biasanya baru bertahun-tahun kemudian menyebabkan peristiwa
yang sebenarnya (Reason, 1995). Model ini menampilkan orang pada sharp end
sebagai penanggung akibat dan bukan sebagai penyebab dari rangkaian cacat
konstruksi. Sharp end tidak lagi dipersalahkan, melainkan telah dialihkan ke
sistem manajerial dalam organisasi.
Pemikiran modern juga sekarang mengenali bahwa sebab sebab kegagalan
adalah lebih kompleks daripada pengkaitan yang sederhana ke pekerja maupun
ke manager (Atkinson, 1998).
Tindakan human error merupakan sesuatu yang tidak disengaja dari
keputusan berdasarkan faktor fisik atau psikologis. Faktor kognitif dan psikologis
harus diperhitungkan pada saat menilai ‘power of control’. Tingkah laku operator
dibentuk oleh kesadaran yang sadar dibuat oleh perencana kerja/manajer. Mereka
lebih ‘in power of control’ daripada operator. Analisis untuk peningkatan sistem
menyatakan bahwa orang dalam sistem dapat membuat/mendesain keputusan
yang berbeda di masa yang akan datang, tetapi seseorang tidak dapat
mengasumsikan jalur khusus yang dapat diprediksi dari tingkah laku manusia
(Rasmussen, 1990).
Kontrol yang pada level lebih tinggi pada sistem diperlukan lebih daripada
level aktivitas pekerja. Tingkah laku individu, berorientasi kepada persyaratan
yang telah dibentuk, yang harus dilakukan pada lingkungan kerja, sebagaimana
diterima oleh individu. Kinerja individu yang dapat diterima dibentuk oleh
batasan yang ada. Kriteria subyektif dari individu dipengaruhi oleh norma sosial
dan budaya dari organisasi (Rasmussen, 1990). Kegagalan sistem merupakan
refleksi kurangnya kontrol dari lingkungan pekerjaan. Kontrol dalam sistem
berdasar pada analisis resiko belum mempunyai pengaruh pada organisasi
(Rasmussen, 1990). Seharusnya merupakan hal yang paling penting untuk
manajemen operasional yang mempertimbangkan pengembangan metode untuk
membuat kondisi awal secara eksplisit dan mengkomunikasikannya secara
efektif pada manajemen operasional (Rasmussen, 1990).
2.1.1 Sebab-Sebab Human Error
Menurut Atkinson (1998) sebab-sebab human error dapat dibagi menjadi:
1. Sebab-sebab primer
Sebab-sebab primer merupakan sebab-sebab human error pada level individu.
Untuk menghindari kesalahan pada level ini, ahli teknologi cenderung
menganjurkan pengukuran yang berhubungan ke individu, misalnya
meningkatkan pelatihan, pendidikan, dan pemilihan personil
(Sriskandan,1986)dalam Atkinson (1998). Bagaimanapun, saran tersebut
tidak dapat mengatasi kesalahan yang disebabkan oleh penipuan dan
kelalaian.
2. Sebab sebab manajerial
Penekanan peran dari pelaku individual dalam kesalahan merupakan suatu hal
yang tidak tepat. Kesalahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan,
pelatihan dan pendidikan mempunyai efek yang terbatas dan penipuan atau
kelalaian akan selalu terjadi, tidak ada satupun penekanan penggunaan
teknologi yang benar akan mencegah terjadinya kesalahan. Fakta ini telah
diakui telah diakui secara luas pada literatur kesalahan dalam industri yang
beresiko tinggi (Kletz,1985; ACSNI,1993) dikutip dari Atkinson (1998).
Karena itu merupakan peranan manajemen untuk memastikan bahwa pekerja
melakukan pekerjaan dengan semestinya, untuk memastikan bahwa sumber
daya tersedia pada saat dibutuhkan dan untuk mengalokasikan tanggungjawab
secara akurat diantara pekerja yang terlibat.
3. Sebab-sebab global
Kesalahan yang berada di luar kontrol manajemen, meliputi tekanan
keuangan, tekanan waktu, tekanan sosial dan budaya organisasi.
2.1.3 Tipe-Tipe Human Error
Jika suatu kesalahan terjadidalam suatu pekerjaan, maka akan timbul suatu
fenomena yang dapat kita amati. Penampakan tertentu darierror dapat kita sebut
sebagai mode (tipe/jenis). Beberapa istilah mode atau tipe-tipe kesalahan yaitu :
1. Error of omission (kesalahan pada hal pelampauan /peninggalan), yaituerror
yang ditandai dengan terlampauinya atau tertinggalnya atau hilangnya
langkah tertentu dari suatu proses.
2. Error of insertion (kesalahan penambahan /penyisipan), yaitu suatu erroryang
ditandai dengan penambahan suatu langkah yang tidak sesuai dengan proses.
3. Error of repetition, yaitu kesalahan yang ditandai dengan penambahan yang
tidak sesuai pada suatu langkah secara normal dalam suatu proses.
4. Error of subtition (kesalahan pensubtitusian), yaitu suatu kesalahan yang
ditandai dengan adanya suatu obyek, tindakan, tempat atau waktu yang tidak
sesuai berada dalam suatu obyek, tindakan, tempat dan waktu yang sesuai.
2.2 Visual Display
Visual display merupakan alat untuk menyampaikan informasi yang diharapkan
dilihat serta mudah dimengerti oleh semua orang yang melihatnya, sehingga visual
display yang ditampilkan akan tercapai tujuannya, yaitu diharapkan visual display
mudah dimengerti dan mudah diartikan oleh orang yang orang lain serta tidak
menimbulkan multi tafsir. Display adalah alat untuk memberikan suatu informasi
kepada operator atau manusia dalam bekerja agar terciptanya suatu lingkungan
yang dapat dimana suatu operator memahami suatu informasi dan dapat
menyampaikannya dengan melihat dan dapat pula mempelancar kerjanya dan
dapat mengetahui dalam informasi tersebut. Sehingga terwujud suatu informasi
yang berkembang di perusahaan agar terciptanya suatu peraturan atau informasin
dalam bentuk sebuah display (Bridger,1995). Display dapat menyajikan informasi-
informasi yang diperlukan manusia dalam melaksanakan pekerjaannya, maka
display harus dirancang dengan baik. Perancangan display yang baik adalah bila
dapat menyampaikan informasi selengkap mungkin tanpa banyak kesalahan dari
manusia yang menerimanya. Display berfungsi sebagai suatu “sistem komunikasi
yang menghubungkan antara fasilitas kerja maupun mesin kepada manusia
(Nurmianto, 1991).
2.2.2 Tipe-Tipe Display
Sehubungan dengan lingkungan, display terbagi dalam dua macam yaitu: display
statis dan display dinamis. Display dinamis adalah display yang menggambarkan
perubahan menurut waktu, contohnya mikroskop dan speedometer. Display statis
memberikan informasi yang tidak tergantung terhadap waktu, misalnya
informasi yang menggambarkan suatu kota (Sutalaksana, 1979).
Menurut Galer (1989), display dan informasi yang disampaikan terbagi atas tiga
tipe. Berikut adalah tiga tipe dari display:
1. Display kualitatif.
2. Display kuantitatif.
3. Display representatif.
Jenis display kualitatif merupakan penyederhanaan dari informasi yang semula
berbentuk data numerik. Contoh display kualitatif misalnya informasi atau tanda
On, Off pada generator, dingin, normal, panas pada pembacaan temperatur, Bell
dan Buzzer untuk menunjukkan informasi kehadiran, lampu kelap-kelip dan
sirine sebagai tanda peringatan (Warning devices). Jenis display kuantitatif
memperlihatkan informasi numerik dan biasanya disajikan dalam bentuk Digital
ataupun analog untuk suatu visual display. Untuk display Representatif, biasanya
berupa sebuah “working model” atau “mimic diagram” dari suatu mesin. Salah
satu contohnya adalah diagram sinyal lintasan kereta api (Galer, 1989).
Tipe display berdasarkan panca indera yang menerimanya yaitu visual display,
auditory display, tactual display, taste display, dan olfactory display. Visual
display (dilihat) adalah display yang dapat dilihat dengan menggunakan indera
penglihatan yaitu mata. Auditory display (didengar) adalah display yang dapat
didengar dengan menggunakan indera pendengaran yaitu telinga. Tactual display
(diraba) adalah display yang dapat disentuh dengan menggunakan indera peraba
yaitu kulit. Taste display (dikecap) adalah display yang dapat dirasakan dengan
menggunakan indera pengecap yaitu lidah. Olfactory display (dihirup) adalah
display yang dapat dicium dengan menggunakan indera penciuman yaitu hidung
(ainul.staff.gunadarma.ac.id, 25 Mei 2014).
2.2.1 Warna Pada Visual Display
Informasi dapat juga diberikan dalam bentuk kode warna. Indera mata sangat
sensitif terhadap warna biru, hijau, kuning tetapi sangat tergantung juga pada
kondisi terang dan gelap. Dalam visual display sebaiknya tidak menggunakan
lebih dari 5 warna. Hal ini berkaitan dengan adanya beberapa kelompok orang
yang memiliki gangguan penglihatan atau mengalami kekurangan dan
keterbatasan penglihatan pada matanya. Warna merah dan hijau sebaiknya tidak
digunakan bersamaan begitu pula warna kuning dan biru (Galer, 1989).
Sedangkan menurut Bridger,R.S (1995) terdapat beberapa kelebihan dan
kekurangan dalam penggunaan warna pada pembuatan display. Berikut
merupakan tabel kelebihan dan kekurangan warna pada visual display:
Tabel Kelebihan dan Kekurangan Warna pada Visual Display
Kelebihan Kekurangan
Tanda untuk data spesifik Tidak bermanfaat bagi buta warna
Informasi lebih muda diterima Menyebabkan fatigue
Menggurangi tingkat kesalahan Membingungkan
Lebih natural Menimbulkan reaksi
Member dimensi lain Informasi

2.2.3 Prinsip-prinsip Mendesain Visual Display


Menurut Bridger,R.S (1995) ada 4 (empat) prinsip dalam mendesain suatu
visual display yaitu prinsip proximity, prinsip similarity, prinsip symmetry, dan
prinsip continuity. Berikut ini merupakan penjelasan dari empat prinsip dalam
mendesain suatu visual display:
1. Prinsip Proximity, jarak terhadap susunan display yang disusun secara
bersama-sama dan saling memiliki dapat membuat suatu perkiraan atau
pernyataan. Artinya display yang dibuat dapat dimengerti tanpa harus melihat
dengan jelas, namun dapat mengerti apa yang dimaksud, misalnya bunyi sirine
ambulance, perlintasan kereta api, dan lain-lain.
2. Prinsip Similarity, menyatakan bahwa item-item yang sama akan
dikelompokkan bersama-sama (dalam konsep warna, bentuk dan ukuran)
bahwa pada sebuah display tidak boleh menggunakan lebih dari 3 warna.
3. Prinsip Symmetry, menjelaskan perancangan untuk memaksimalkan display,
artinya elemen-elemen dalam perancangan display akan lebih baik dalam
bentuk simetrikal, yaitu antara tulisan dan gambar harus seimbang.
4. Prinsip Continuity, menjelaskan sistem perseptual mengekstrakan informasi
kualitatif menjadi satu kesatuan yang utuh. Hubungan satu display dengan
yang lain saling berkelanjutan membentuk satu kesatuan. Selain itu prinsip
continuity (kesinambungan pola) juga mengekstrakan informasi yang bersifat
kualitatif sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh.
2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Visual Display
Visual Aculty (VA) akan meningkat sesuai dengan algoritma tingkat
penerangan objek. Pada malam hari dimana lingkunagn sekitarnya gelap, maka
dengan meningkatnya penerangan, VA akan meningkat hingga suatu titik
maksimum dan akan menurun jika semakin terang dan berkilau. Jika tingkat
penerangan yang optimum sudah didapatkan maka untuk meningkatkan jarak
baca dilakukan dengan manambah ukuran huruf. Selain itu pada umumnya tajam
visual bertepatan dengan kekuatan memecahkan soal yang dihadapi oleh sistem
optik. Faktor-faktor yang mempengaruhi Visual Acuity:
1. Tingkat Iluminasi/kebenderangan (Iluminance level)
Tingkat Iluminasi/kebenderangan yaitu flux-flux yang berpendar dari suatu
sumber cahaya yang dipancarkan pada suatu permukaan per luas permukaan.
Secara umum ketajaman dan sensivitas terhadap kontras akan meningkat
dengan peningkatan level cahaya atau penerangan latar belakang
(background) dan kemudian merata. Dengan tingkat pencahayaan yang tinggi,
kerucut dapat digerakkan sehingga menghasilkan ketajaman dan sensivitas
tinggi.
2. Kekontrasan
Jika target pandang berada dalam suatu lingkungan pandang yang
menenggelamkannyaseperti ditengah keramaian objek-objek lain atau karena
warnaya tidak kontras dengan lingkungannya maka terjadi derau
pandang..Hal ini menuntut mata untuk berkonsentrasi buat mengarahkan
pandangannya ke tempat target yang merupakan pekerjaan melelahkan.
3. Exposure Time (kecepatan persepsi)
Adalah waktu yang dibutuhkan mata antara menfokuskan penglihatan pada
objek dengan persepsi visualnya. Secara umum dibawah kondisi pencahayaan
yang tinggi, ketajaman meningkat dengan ditingkatnya exposuretime sampai
100 atau 200 ms dan kemudian merata.
4. Gerakan objek
Pada saat melihat objek yang berada dalam keadaan bergerak, maka kita akan
mengalami kesulitan untuk melihat objek tersebut dan untuk mengambil
persepsi serta untuk mengerti maksud yang ingin diampaikan oleh objek atau
sumber informasi tersebut. Kesulitan tersebut sifatnya relatif, tergantung pada
seberapa besar kecepatan yang dimiliki oleh objek tersebut. Kesulitan yang
dialami tersebut akan membuat ketajaman mata berkurang.
5. Umur
Ketajaman visual dan sensivitas terhadap kontras akan mengalami
kemunduran dengan bertambahnya umur. Kemunduran ini akan berlanjut
sesudah umur 40 tahun dan akan berlanjut terus sampai akhir hidup kita.
Proses penuaan menyebabkan lensa kurang flexible sehingga pemfokusan
pada obyek yang dekat menjadi lebih sulit. The near point, jarak yang terdekat
dari mata dimana salah satu dapat memnfokus, oleh karena itu dapat
meningkat sejalan dengan usia, dari kira-kira 11 cm pada usia 20 th dan
sampai 50 cm pada usia 50 tahun. Oleh sebab itu seseorang akan membaca
buku lebih jauh lagi usianya semakin bertambah, tetapi ketajaman penglihatan
berkurang.
6. Latihan
Latihan yang dimaksud adalah latihan otot – otot akomodasi agar terbiasa
dengan berbagai kondisi lingkungan, latihan ini dapat dialakukan dengan
melihat atau membaca buku dengan jarak yang diubah-ubah dalam range
waktu tertentu. Ketajaman mata seseorang dapat menurun dan dapat juga
meningkat. Penurunan ketajaman dapat disebabkan diantaranya karena faktor
usia, seperti yang dijelaskan sebelumnya. Peningkatan ketajaman mata juga
dapat dicapai dengan jalan melakukan latihan-latihan yang menyangkut
dengan ketajaman penglihatan.
2.3 Ergonomi Kongnitif
Ergonomi kognitif adalah cabang ergonomi yang berkaitan dengan proses mental
manusia, termasuk di dalamnya; persepsi, ingatan, dan reaksi, sebagai akibat dari
interaksi manusia terhadap pemakaian elemen sistem. Topik-topik yang relevan
dalam ergonomi kognitif antara lain; beban kerja, pengambilan keputusan,
performa, interaksi manusia-komputer, kehandalan manusia, stres kerja dan
training karena hal-hal tersebut berkaitan dengan perancangan manusia-sistem.
Ergonomi kognitif mempelajari kognisi dalam sistem kerja terutama yang
berkaitan dengan setelan operasi, dalam rangka mengoptimalkan kesejahteraan
manusia dan performa sistem. Ergonomi kognitif berusaha menyelidiki proses-
proses mental di dalam diri manusia dengan cara objektif dan ilmiah.
2.3.1 Kognitif dalam Ergonomi
Ergonomi kognitif mempelajari kemampuan dan keterbatasan otak dan
sistem indera manusia ketika melakukan pekerjaan yang memiliki konten
pemrosesan informasi (Groover, 2007). Ergonomi kognitif penting untuk
dipelajari karena perkembangan pada sektor industri dimana pekerjaan
memproses informasi dan komunikasi semakin meningkat. Selain itu,
peningkatan penggunaan peralatan dengan teknologi canggih, mekanisasi, dan
otomasi akan memberikan pengaruh terhadap perilaku manusia dalam sistem
manusia-mesin. Operator dapat dimodelkan sebagai permroses informasi dari
sistem yang harus memecahkan permasalahan dengan menggunakan informasi
dari sistem.
Manusia menerima stimulus baik dari luar maupun dalam tubuhnya. Bagian
tubuh yang menerima stimulus tersebut disebut reseptor. Terdapat 5 jenis indera
tubuh manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, sentuhan, rasa, dan bau.
Reseptor pendengaran (audio) menerima 15-19% informasi dari seluruh
informasi yang diterima dan sebagian besar, yaitu 80% informasi, diterima
manusia melalui penglihatan (visual).
Stimulus yang diterima oleh indera tubuh manusia kemudian diteruskan
menjadi persepsi. Persepsi merupakan tahap kognitif dimana manusia
menyadari sensasi yang disebabkan oleh stimulus dan interpretasi informasi
dari pengalaman atau pengetahuannya (Groover, 2007). Proses persepsi terdiri
dari dua tahap, yaitu deteksi dan rekognisi. Deteksi terjadi pada saat manusia
menyadari adanya stimulus (bottom up processing), dan rekognisi terjadi ketika
manusia menginterpretasikan arti dari stimulus tersebut serta
mengidentifikasinya dengan pengalaman/pengetahuan sebelumnya (top down
processing). Stimulus yang diterima oleh sistem indera tubuh kemudian
diterima manusia sebagai informasi dan disimpan dalam ingatan sensori.
Ingatan ini memengaruhi persepsi manusia dan kemudian menjadi ingatan kerja
(ingatan jangka pendek). Informasi baru dijaga dalam ingatan dengan adanya
proses mental dan kemudian disimpan dalam ingatan jangka panjang.
2.3.2 Manfaat Ergonomi Kongnitif
Ergonomi Kongnitif memiliki beberapa manfaat yaitu:
1. Memperbaiki performansi kerja (menambah kecepatan kerja, keakuratan
kerja, keselamatan, dan kesehatan kerja).
2. Memperbaiki kenyamanan manusia dalam bekeja.
3. Memperbaiki penggunaan pemberdayagunaan sumber daya manusia melalui
peningkatan keterampilan yang digunakan.
4. Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia, serta meminimasi kerusakan
peralatan yang disebabkan oleh human error.
2.3.3 Informasi dalam Ergonomi Kongnitif
Informasi penting dalam ergonomi kongnitif yaitu:
1. Sensasi
Sensasi adalah: proses menangkap dan mendeteksi stimuli dengan
menggunakan panca indera.stimulus dari bahasa latin adalah rangsang yang
dapat di tangkap dan direspon oleh indera yang relevan.Normalnya manusia
memiliki lima indera yang utama yang menerima stimuli sesuai dengan
modalitas (sifat sensoris dasar) tiap – tiap indera yaitu
mata,telinga,lidah,hidung,dan kulit. Sensasi diinterprestasikan secara unik
oleh tiap – tiap orang dan membentuk suatu pengertian terhadap
lingkungannya. Perbedaan penerimaan sensasi antara seseorang dengan
orang lain disebabkan frame of reference yang berbeda, field of reference
yang berbeda atau kapasitas alat indera yang berbeda. Apapun definisi
sensasi, fungsi alat indera dalam menerima informasi dan lingkungan sangat
penting. Melalui alat indera, manusia dapat memahami kualitas fisik
lingkungannya. Lebih dari itu, melalui alat indera lah manusia memperoleh
pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Indera pertama dapat dikelompokan dalam 3 macam, sesuai
dengan sumber informasi (rahmat, 2001). Sumber informasi dapat dari dunia
luar (eksternal) maupun dalam diri individu sendiri (internal). Informasi dari
indera luar oleh eksteroseptor (telinga, mata), sedangkan dari indera dalam
oleh interoseptor (sistem peredaran darah).
2. Perhatian
Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi
menonjol dalam kesdaran pada saat stimuli lainnya melemah. Perhatian
sebenaranya merupakan syarat untuk dapat terjadinya persepsi atau langkah
awal persiapan akan kesediaan individu melakukan persepsi. Perhatian
terjadi ketika kesadaran dominan pada stimuli tertentu atau dengan kata lain
keaktifan jiwa yang diarahkan pada sesuatu objek baik di dalam maupun di
luar dirinya. Pengertian lain mendifinisikan perhatian sebagai pemusatan
atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada satu
atau sekumpulan objek. Daerah pertama adalah daerah yang benar-benar
diperhatikan atau disadari sepenuhnya, namun disamping daerah pertama
terdapat juga hal-hal lain yang samar-samar disadari yang disebut sebagai
daerah peralihan ( daerah dua intermediate field). Sedangkan daerah tiga
adalah daerah yang sama sekali tidak diperhatikan.
3. Presepsi
Persepsi adalah:proses interpretasi terhadap stimuli yang diterima
indera,yang menyebabkan kita menjadi subjek dari pengalaman kita sendiri
atas pengertian terhadap lingkungan.Dalam menginterprestasikan
sesuatu,otak mengunakan informasi sebelumnya yang telah
disimpan.Uexkull mengajukan teori Umwelt yang menyatakan bahwa
diantara dunia internal pikiran individu dan dunia di luarnya terdapat suatu
pandangan yaitu kemampuan perseptual yang meyakinkan individu bahwa
keberadaan dunia luar adalah seperti yang dikatakan oeh indra dan
persepsinya yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli
inderawi (sensori stimuli). Sensasi adalah bagian dari stimuli. Walaupun
begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan
sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori.
4. Berpikir
Berpikir dapat didefenisikan sebagai manipulasi dari representasi mental
atau informasi,menyederhanakan pengertian sebagai Thinking is what
happens in attention and short- term memory across a stretch of time”yaitu:
suatu proses yang terjadi dalam memori jangka pendek waktu yang tertentu.
Suatu informasi akan dapat diseleksi dapat diorganisasikan agar lebih mudah
dipersepsi dan direspon.pengorganisasian yang berlajut pada pengkatagorian
yang memunculkan konsep. Suatu konsep sangat berhubungan erat dengan
penalaran yang didefenisikan sebagai aktivitas mental untuk menggubah
informasi menjadi sebuah kesimpulan.
5. Memori
Memori adalah pengulangan informasi dari waktu ke waktu.dalam memori
tersimpan banyak informasi yang akan dipanggil kembali sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan.Dalam komunikasi Intrapersonal, memori
memegang peranan penting dalam memengaruhi baik persepsi maupun
berpikir. Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan
organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan
pengetahuannya untuk membimbing perilakunya
6. Motivasi
Motivasi adalah suatu proses dimana setiap orang atau individu diharapkan
dapat menaikkan bahkan memaksimalkan dirinya agar menjadi lebih baik
lagi. Motivasi lebih diartikan sebagai tingkah laku yang mengarah ke tujuan.
Ini didasari oleh 2 konsep dasar, yaitu kebutuhan yang berasal dari orang itu
sendiri dan tujuan di lingkungan dimana orang itu berada. Dengan bentuknya
yang paling mudah, motivasi diawali oleh adanya kebutuhan yang belum
terpuaskan. Tujuan ditetapkan untuk memuaskan kebutuhan. Dan dilakukan
aksi-aksi dalam proses pencapaian suatu tujuan. Tetapi pada saat terpuaskan,
kebutuhan baru muncul dan terjadilah lingkaran berkelanjutan.
2.4 Human Reability Assessment
Human Reliability Assessment (HRA) adalah salah satu disiplin ilmu dari
keandalan yang mempelajari tentang keseluruhan kinerja manusia dalam
melakukan suatu operasi. Banyak metode HRA telah dikembangkan untuk
penggunaan di dalam berbagai macam industri. Saat ini, ada sekitar 50 metode
pendekatan HRA dan setiap metode memiliki perbedaan di beberapa aspek.
Umumnya, metode pendekatan HRA menghitung probabilitas human error untuk
sebuah tugas tertentu sambil memperhatikan pengaruh dari faktor-faktor
pembentuk kinerja.
Dalam perkembangannya, HRA generasi pertama menggunakan taksonomi
kesalahan yang sederhana. Metode HRA generasi pertama digunakan untuk
memprediksi dan mengkuantitatifkan human error. Suatu kegiatan akan dipecah
dalam beberapa komponen dan mempertimbangkan efek-efek perubahan faktor
yang dapat terjadi, seperti waktu, desain peralatan, dan tekanan. Analisa
komponen-komponen ini akan menentukan potensi dari human error yang dapat
terjadi. Metode generasi pertama yang banyak dipakai adalah THERP (Technique
for Human Error rate Prediction) dan HEART (Human Error Assessment and
Reduction Technique).
Metode HRA generasi kedua juga menggunakan taksonomi kesalahan dalam
analisanya dan skenario kompleks untuk mengidentifikasi dan mengkuantitatifkan
kesalahan yang dapat terjadi. Prosedur tersebut memungkinkan pengguna metode
HRA generasi kedua untuk mempertimbangkan perilaku kognitif manusia ke
dalam analisa human error. Beberapa metode yang terkenal adalah ATHEANA (A
Technique for Human Analysis), SLIM (Success Likelihood Index Methodology),
dan CREAM (Cognitive Reliability Error Analysis Method).
Keandalan sebuah man-machine system adalah fungsi yang menentukan
sistem operasi. Mempertimbangkan semua aspek yang terlibat dalam teknologi
informasi dan interaksi manusia sangatlah diperlukan dalam sebuah fungsi dari
komponen-komponen sistem. Kontribusi manusia dalam keseluruhan kinerja
sistem dianggap lebih penting daripada keandalan perangkat keras dan lunak saja.
Dalam menjalankan fungsinya, manusia dapat melakukan kesalahan. Kesalahan
ini dapat diakibatkan oleh keterbatasan manusia dalam sebuah sistem. Adanya
metode HRA diharapkan dapat memprediksi dan mengurangi probabilitas
kesalahan yang akan terjadi.

Anda mungkin juga menyukai