Anda di halaman 1dari 14

Nama : Ni Nengah Sri Indiyani

NIM : 16101105088

Kelas : B

1. Teori –teori tentang timbulnya penyakit

a. Contagion Theory
Di Eropa, epidemi sampar, cacar dan demam tifus merajalela pada abad ke-14 dan 15. Keadaan
buruk yang dialami manusia pada saat itu telah mendorong lahirnya teori bahwa kontak dengan
makhluk hidup adalah penyebab penyakit menular. Konsep itu dirumuskan oleh Girolamo
Fracastoro (1483-1553). Teorinya menyatakan bahwa penyakit ditularkan dari satu orang
ke orang lain melalui zat penular (transference) yang disebut kontagion. Disebut juga teori
cara penularan penyakit melalui zat penular. Konsep kontagion muncul pada abad XVI
oleh Giralomo Fracastoro (1478-1553). Fracastoro dikenal sebagai salah satu perintis
epidemiologi, ia juga dikenal sebagai seorang sastrawan yang terkenal di mana salah satu tokoh
pelakunya bernama syphilis, yang hingga sekarang digunakan menjadi nama suatu penyakit
kelamin.
Fracastoro membedakan tiga jenis kontagion, yaitu:
1. Jenis kontagion yang dapat menular melalui kontak langsung, misalnya bersentuhan,
berciuman, hubungan seksual.

2. Jenis kontagion yang menular melalui benda-benda perantara (benda tersebut tidak tertular,
namun mempertahankan benih dan kemudian menularkan pada orang lain) misalnya melalui
pakaian, handuk, sapu tangan.

3. Jenis kontagion yang dapat menularkan pada jarak jauh.

Menurut konsep ini sakit terjadi karena adanya proses kontak bersinggungan dengan sumber
penyakit. Dapat dikatakan pada masa ini telah ada pemikiran adanya konsep penularan. Pada
waktu itu orang belum mengenal kuman atau bakteri, namun mekanisme cara penularan menurut
contagion tersebut mirip dengan cara yang dikenal sekarang dalam era bakteriologi. Misalnya
dengan contagion dikenal cara penularan melalui kontak langsung (bersentuhan, berciuman,
hubungan sex dll), melalui benda perantara (pakaian, sapu tangan, handuk dll) dan melalui udara
(jarak jauh)

Teori ini tentu dikembangkan berdasarkan teori penyakit pada masa itu dimana penyakit yang
melanda kebanyakan adalah penyakit yang menular yang terjadi karena adanya kontak langsung.
Teori ini bermula dari pengamatan terhadap epidemik dan penyakit lepra di Mesir. Namun teori
ini pada jamannya tidak diterima dan tidak berkembang. Tetapi penemunya, Fracastoro, tetap
dianggap sebagai salah satu perintis dalam bidang epidemiologi meskipun baru beberapa abad
kemudian mulai terungkap bahwa teori kontagion sebagai jasad renik.

b. Hipocratic Theory
Zaman Hippocrates (460-377 SM). Beliau dianggap bapak epidemiologi pertama, karena
beliaulah yang pertama kali melihat bahwa penyakit merupakan fenomena massal dan menulis
tiga buah buku tentang epidemi. Ia juga menguraikan bahwa penyakit bervariasi atas dasar
waktu dan tempat sehingga pada saat itu ia sebetulnya sudah tahu adanya pengaruh
faktor alam/lingkungan yang ikut menentukan terjadinya penyakit. Dapat juga dikatakan
bahwa beliau sudah dapat melihat bahwa frekuensi penyakit terdistribusi tidak merata atas dasar
berbagai faktor seperti waktu, tempat, atribut orang, dan atau faktor lingkungan lainya. Faktor-
faktor demikianlah yang ikut mempengaruhi terjadinya penyakit yang disebut faktor determinan
atau faktor penentu.
Hipocrates telah berhasil membebaskan hambatan-hambatan filosofis pada zaman yang bersifat
spekulatif dan superstitif (tahayul) dalam memahami kejadian penyakit. Beliau mengemukakan
teori tentang sebab musabab penyakit, yaitu bahwa:

1. Penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup, dan

2. Penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal maupun internal seseorang. Teori itu dimuat
dalam karyanya berjudul “On Airs, Waters and Places”.

Hippocrates mengatakan bahwa penyakit timbul karena pengaruh Iingkungan terutama air,
udara, tanah, dan cuaca (tidak dijelaskan kedudukan manusia dalam Iingkungan).

Hippocrates sudah dikenal sebagai orang yang tidak pernah percaya dengan tahayul atau
keajaiban tentang terjadinya penyakit pada manusia dan proses penyembuhannya. Dia
mengatakan bahwa masalah lingkungan dan perilaku hidup penduduk dapat mempengaruhi
tersebarnya penyakit dalam masyarakat. Yang dianggap paling mengesankan dari faham atau
ajaran Hippocrates ialah bahwa dia telah meninggalkan cara-cara berfikir mistis-magis dan
melihat segala peristiwa atau kejadian penyakit semata-mata sebagai proses atau mekanisme
yang alamiah belaka. Contoh kasus dari teori ini adalah perubahan cuaca dan lingkungan yang
merupakan biang keladi terjadinya penyakit.

c. Miasmatic Theory
Teori Miasma, penyakit timbul karena sisa dari mahkluk hidup yang mati membusuk,
meninggalkan pengotoran udara dan Iingkungan.
Kira-kira pada awal abad ke-18 mulai muncul konsep miasma sebagai dasar pemikiran untuk
menjelaskan timbulnya wabah penyakit. Konsep ini dikemukakan oleh Hippocrates. Miasma
atau miasmata berasal dari kata Yunani yang berarti something dirty (sesuatu yang kotor)
atau bad air (udara buruk). Miasma dipercaya sebagai uap yang dihasilkan dari sisa-sisa
makhluk hidup yang mengalami pembusukan, barang yang membusuk atau dari buangan limbah
yang tergenang, sehingga mengotori udara, yang dipercaya berperan dalam penyebaran penyakit.
Contoh pengaruh teori miasma adalah timbulnya penyakit malaria. Malaria berasal dari bahasa
Italia mal dan aria yang artinya udara yang busuk. Pada masa yang lalu malaria dianggap sebagai
akibat sisa-sisa pembusukan binatang dan tumbuhan yang ada di rawa-rawa. Penduduk yang
bermukim di dekat rawa sangat rentan untuk terjadinya malaria karena udara yang busuk
tersebut.

Pada waktu itu dipercaya bahwa bila seseorang menghirup miasma, maka ia akan terjangkit
penyakit. Tindakan pencegahan yang banyak dilakukan adalah menutup rumah rapat-rapat
terutama di malam hari karena orang percaya udara malam cenderung membawa miasma. Selain
itu orang memandang kebersihan lingkungan hidup sebagai salah satu upaya untuk terhindar dari
miasma tadi. Walaupun konsep miasma pada masa kini dianggap tidak masuk akal, namun
dasar-dasar sanitasi yang ada telah menunjukkan hasil yang cukup efektif dalam menurunkan
tingkat kematian.
Dua puluh tiga abad kemudian, berkat penemuan mikroskop oleh Anthony van Leuwenhoek,
Louis Pasteur menemukan bahwa materi yang disebut miasma tersebut sesungguhnya merupakan
mikroba, sebuah kata Yunani yang artinya kehidupan mikro (small living).
d. Germ Theory
Teori ini dikemukakan oleh John Snow (1813-1858), seorang dokter ahli anestesi dari Inggris.
Ia berhasil membuktikan adanya hubungan antara timbulnya penyakit kholera dengan sumber air
minum penduduk. Dari hasil perhitungan ini dikemukakan kesimpulan bahwa air minum yang
tercemar dengan tinja manusia adalah penyebab timbulnya penyakit kholera. Kesimpulan ini
diambil tanpa mengetahui adanya kuman kholera, karena pengetahuan tentang pengetahuan ini
baru kemudian muncul. Pada teori ini jasad renik (germ) dianggap sebagai penyebab
tunggal penyakit.
Penemuan-penemuan di bidang mikrobiologi dan parasitologi oleh Louis Pasteur (1822-1895),
Robert Koch (1843-1910), Ilya Mechnikov (1845-1916) dan para pengikutnya merupakan era
keemasan teori kuman. Para ilmuwan tersebut mengemukakan bahwa mikroba merupakan
etiologi penyakit.

Louis Pasteur pertama kali mengamati proses fermentasi dalam pembuatan anggur. Jika anggur
terkontaminasi kuman maka jamur mestinya berperan dalam proses fermentasi akan mati
terdesak oleh kuman, akibatnya proses fermentasi gagal. Proses pasteurisasi yang ia temukan
adalah cara memanasi cairan anggur sampai temperatur tertentu hingga kuman yang tidak
diinginkan mati tapi cairan anggur tidak rusak. Temuan yang paling mengesankan adalah
keberhasilannya mendeteksi virus rabies dalam organ saraf anjing, dan kemudian berhasil
membuat vaksin anti rabies. Atas rintisan temuan-temuannya memasuki era bakteriologi
tersebut, Louis Pasteur dikenal sebagai Bapak dari Teori Kuman.
Robert Koch juga merupakan tokoh penting dalam teori kuman. Temuannya yang paling terkenal
dibidang mikrobiologi adalah Postulat Koch yang terdiri dari:

1. Organisme (parasit) harus ditemukan dalam hewan yang sakit, tidak pada yang sehat.

2. Organisme harus diisolasi dari hewan sakit dan dibiakkan dalam kultur murni.

3. Organisme yang dikulturkan harus menimbulkan penyakit pada hewan yang sehat.

4. Organisme tersebut harus diisolasi ulang dari hewan yang dicobakan tersebut.
e. Humoral Theory
Dikenal dalam kehidupan masyarakat China yang beranggapan bahwa penyakit disebabkan
oleh gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh.Dikatakan bahwa dalam tubuh manusia
terdapat empat macam cairan yaitu putih, kuning, merah dan hitam. Bila terjadi
ketidakseimbangan akan menyebabkan penyakit, tergantung dari jenis cairan yang dominan.

2. Konsep strategi penanggulangan penyakit


a. Untuk mengendalikan penyakit menular maka strategi yang dilakukan, melalui:
 Perluasan cakupan akses masyarakat (termasuk skrining cepat bila ada dugaan potensi
meningkatnya kejadian penyakit menular seperti Mass Blood Survey untuk malaria)
dalam memperoleh pelayanan kesehatan terkait penyakit menular terutama di daerah-
daerah yang berada di perbatasan, kepulauan dan terpencil untuk menjamin upaya
memutus mata rantai penularan.
 Untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan penanggulangan penyakit menular,
dibutuhkan strategi innovative dengan memberikan otoritas pada petugas kesehatan
masyarakat (Public Health Officers), terutama hak akses pengamatan faktor risiko dan
penyakit dan penentuan langkah penanggulangannya.
 Mendorong keterlibatan masyarakat dalam membantu upaya pengendalian penyakit
melalui community base surveillance berbasis masyarakat untuk melakukan pengamatan
terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan masalah kesehatan dan melaporkannnya
kepada petugas kesehatan agar dapat dilakukan respon dini sehingga permasalahan
kesehatan tidak terjadi.
 Meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan dalam pengendalian penyakit menular
seperti tenaga epidemiologi, sanitasi dan laboratorium.
 Peningkatan peran daerah khususnya kabupaten/kota yang menjadi daerah pintu masuk
negara dalam mendukung implementasi pelaksanaan International Health Regulation
(IHR) untuk upaya cegah tangkal terhadap masuk dan keluarnya penyakit yang
berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
 Menjamin ketersediaan obat dan vaksin serta alat diagnostik cepat untuk pengendalian
penyakit menular secara cepat
b. Untuk pencegahan dan pengendalian penyakit menular maka strategi nasional
pencegahan dan pengendalian PTM di Indonesia, terdiri dari 4 pilar, yaitu:
 Meningkatkan Advokasi dan Kemitraan dalam upaya meningkatnya komitmen politik
dan berfungsinya mekanisme koordinasi lintas kementerian yang secara efektif dapat
menjamin tersedianya sumber daya yang cukup bagi pelaksanaan program secara
berkesinambungan.
 Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Penurunan Faktor Risiko dengan menumbuhkan
budaya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada komunitas melalui penerapan
perilaku “CERDIK” yang merupakan akronim dari “Cek kesehatan secara berkala,
Enyahkan asap rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet sehat dengan kalori seimbang, Istirahat
yang cukup dan Kelola stres”, dan meningkatkan Upaya-upaya kesehatan berbasis
masyarakat seperti Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM untuk mengendalikan
faktor-faktor risiko PTM. 44 Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
 Menguatkan Sistem Pelayanan Kesehatan secara efektif dalam pengendalian penyakit
kronik melalui deteksi dini, diagnosa dini serta pengobatan dini, termasuk penguatan tata-
laksana faktor risiko memperkuat penanganan kegawat-daruratan dan kasus-kasus yang
perlu dirujuk dengan sinkroisasi sesuai pola pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN).
 Menguatkan Surveilans, Monitoring dan Evaluasi serta Riset bidang PTM dalam
peningkatan ketersediaan data faktor risiko dan determinan lain PTM, angka morbiditas
dan mortalitas, serta penguatan sistem monitoring untuk mengevaulasi kemajuan program
dan kegiatan PPTM. Riset kebijakan dan kesehatan masyarakat dalam bidang PTM amat
dibutuhkan untuk menilai bagaimana dampak dari berbagai kegiatan yang dirancang,
mulai dari advokasi, kemitraaan, promosi kesehatan dan penguatan sistem layanan
kesehatan primer erhadap berbagai indikator antara sebelum mengukur outcome seperti
penurunan prevalensi merokok di kalangan penduduk usia 15-18 tahun.

Langkah - Langkah kebijakan dan strategi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Tidak Menular dalam mencapai target indikator adalah :

 Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat sehingga dapat


terhindar dari faktor risiko.
 Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
melalui penguatan sumber daya , dan standardisasi pelayanan,
 Meningkatkan kemitraan dengan lintas program, lintas sektor, dan pemangku
kepentingan terkait,
 Menyelenggarakan Surveilans dengan mengintegrasikan dalam sistem surveilans
penyakit tidak menular diFasilitas Pelayanan Kesehatan dan masyarakat.
 Meningkatkan advokasi kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, dan
pemangku kepentingan terkait.

3. Definisi tes skrining


tes skrining adalah penerapan serangkaian tes atau prosedur yang dilakukan untuk
mendeteksi potensi gangguan kesehatan atau penyakit tertentu pada seseorang.
Tujuan dari tes skrining adalah deteksi dini untuk mengurangi risiko penyakit atau
memutuskan metode pengobatan yang paling efektif. Tes ini tidak masuk dalam kategori
diagnostik, tetapi digunakan untuk mengidentifikasi populasi yang diharuskan untuk
menjalani tes tambahan untuk menentukan ada atau tidaknya penyakit.
Tes skrining dapat dipertimbangkan jika terdapat prevalensi penyakit yang tinggi dengan
potensi konsekuensi serius, kondisi penyakit memiliki riwayat alami dengan tahap laten
dengan tanpa adanya gejala. Tidak lupa, pendeteksian bisa bermanfaat dalam
meningkatkan kemungkinan hasil kesehatan yang menguntungkan dalam hal menurunkan
angka morbiditas atau mortalitas suatu penyakit.
Kapan Tes Skrining Bisa Dilakukan?
Melakukan tes skrining pada orang-orang yang berada dalam kondisi sehat untuk
mengambil sampel penyakit tanpa gejala dapat bermanfaat jika dilakukan pencegahan
dini untuk meningkatkan prognosisnya. Tes ini juga bermanfaat bagi masyarakat luas jika
identifikasi mengarah pada pencegahan primer dan sekunder.

4. Sensitivitas dan spesifitas


Menurut kamus Epidemiologi (A Dictionary of Epidemiology), sensitivitas adalah
proporsi orang yang benar-benar sakit dalam populasi yang juga diidentifikasi sebagai
orang sakit oleh tes skrining/penapisan/penapisan. Sensitivitas adalah kemungkingkinan
kasus terdiagnosa dengan benar atau probabilitas setiap kasus yang ada teridentifikasi
dengan uji skrining/penapisan/penapisan. d (frase: tingkat true positif) (3). Hal yang sama
yang disampaikan oleh webb, et.al (2005) bahwa sensitivitas merupakan ukuran yang
mengukur seberapa baik sebuah tes skrining/penapisan/penapisan mengklasifikasikan
orang yang sakit benar-benar sakit. Sensitivitas digambarkan sebagai persentase orang
dengan penyakit dengan hasiltest positif juga (1). Jika dibandingkan dengan pemeriksaan
standar (gold standar), Sensitivitas adalah proporsi subjek yang positif menurut standar
emas yang diidentifikasi sebagai positif oleh alat ukur (9).
Sensitivitas mengukur seberapa sering tes menjadi positif pada orang-orang yang kita
tahu memiliki penyakit pada kenyataanya. Misalnya jika kita melakukan tes pada sampel
untuk dikembangbiakkan (dikultur) dari 100 wanita dengan infeksi Klamidia Servik,
selanjutnya hasil kultur menunjukkan 80 diantaranya positif. Dengan demikian, dapat
dikatakan pada kasus ini sensitivitas dari kultur Klamidia jaringan adalah 80 %(10).

Sedangkan spesifisitas berdasarkan Kamus Epidemiologi adalah proporsi orang yang


benar-benar tidak sakit dan tidak sakit pula saat diidentifikasi dengan tes
skrining/penapisan/penapisan. Ini adalah ukuran dari kemungkinan benar
mengidentifikasi orang tidak sakit dengan tes skrining/penapisan/penapisan (frase: angka
true negatif). Hubungan yang ditunjukkan dalam tabel berikut ini empat kali lipat, di
mana huruf a, b, c, dan d merupakan jumlah yang ditentukan tabel di bawah ini(3). Webb,
et.al (2005) menyampaikan bahwa spesifisitas merupakan ukuran yang mengukur
seberapa baik sebuah tes skrining/penapisan mengklasifikasikan orang yang tidak sakit
sebagai orang benar benar yang tidak memiliki penyakit pada kenyataanya. Sensitivitas
digambarkan sebagai persentase orang tanpa penyakit yang secara test negatif(1). Jika
dibandingkan dengan alat ukur standar, Spesifisitas adalah proporsi subjek yang negatif
menurut standar emas yang diidentifikasi sebagai negatif oleh alat ukur(9).
Sensitivitas rendah berarti bahwa tes akan melewatkan banyak individu yang memiliki
penyakit ini, sedangkan spesifisitas yang rendah menunjukkan bahwa tes akan
menempatkan banyak orang dalam kelompok yang berpenyakit meskipun mereka tidak
memiliki penyakit. Dalam jargon epidemiologi dikatakan bahwa suatu
skrining/penapisan/penapisan dengan sesisitivitas yang rendah akan meningkatkan
beberapa jumlah ‘false negatif’ sedangkan jika suatu skrining/penapisan/penapisan
memiliki spesifisitas yang rendah akan menghasilkan banyak ‘false positif’.
PERHITUNGAN SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS

Dalam pelaksanan test skrining/penapisan, kita dapat melakukan evaluasi terhadap hasil test
yang dilakukan dengan membandingkan hasil dengan Standar Emas atau standar yang paling
baik (‘gold standard’) yang secara ideal akan memberikan 100 % hasil yang benar. Tes standar
ini boleh jadi lebih mahal dan sangat memakan waktu yang lama atau mungkin kombinasi
pelaksanaan investigasi di rumah sakit ini sangat tepat/realiabel untuk melakukan diagnosis tapi
tidak cocok untuk penggunaan skrining/penapisan/penapisan yang rutin. (1) coba anda
perhatikan gambar dibawah ini, apa yang bisa anda simpulkan ?

Kita analogikan pada kasus kanker servik dengan tes Pap Smears. Dari tabel 1. Dapat
disimpulkan empat outcome yang dapat terjadi pada tes skrining/penapisan kanker serviks pada
wanita usia subur. Seorang wanita dengan kanker serviks ketika di periksa dengan pap smear
hasilnya juga positif kanker servik, disebut Positif Benar atau True positive’, sedangkan jika
hasil tes pap smearnya negatif, disebut Positif Palsu atau ‘false positive’. Sedangkan jika wanita
pada kenyataannya tidak menderita kanker serviks, pada tes pap smear pun menunjukkan hasil
negatif, disebut dengan negative benar atau true negative, sebaliknya kalau hasil tes
menunjukkan positif, maka disebut dengan negatif palsu atau ‘false negative’. 1) Berapa jumlah
wanita dengan kanker serviks dan hasil paps smearnya menunjukkan positif ? 2) Berapa jumlah
wanita sehat yang pada tes pap smear hasilnya negatif dan tes pap smear menunjukkan hasil
positif? (Jawaban 1. PB ’50’; 2. NB’90’&PP’45’)

Untuk pengujian yang akurat harus menghasilkan kategori kelompok positif palsu dan negatif
palsu yang sedikit. Jadi, bagaimana melakukan tes skrining/penapisan kanker serviks yang baik ?
ada dua hal yang harus dipertimbangkan yaitu seberapa baik tes skrining/penapisan ini
mengidentifikasi wanita yang benar-benar menderita kanker serviks dalam artian kategori Positif
benar ? dan seberapa tepat tes ini mengklasifikasikan wanita sehat pada tes pap smear negatif
dalam artian kategori Negatif Benar ? (1). Untuk itu perhitungan sensitivitas dan spesifisitas
dilakukan.

Spesifisitas mengukur seberapa sering tes menjadi negatif ketika sedang digunakan pada
orang-orang yang kita tahu tidak memiliki penyakit. Idealnya, sebuah hasil tes konfirmasi
untuk penyakit haruslah selalu negatif ketika digunakan pada orang yang sehat dan hal
yang demikian disebut dengan memiliki spesifisitas 100 %(9). Dari hasil diatas, diketahui
bahwa sensitifitas tes pap smear adalah 83% dan spesifisitas 67%. Dari hasil ini dapat
disimpulkan, tes pap smear dapat mengklarifikasikan WUS dengan kanker serviks benar-
benar sakit pada kenyataannya adalah sekitar 83%. Sedangkan, hasil tes paps semar dapat
mengkonfirmasi wanita usia subur yang benar-benar bebas dari kanker serviks sesuai
hasil dan kenyataannya sebesar 67%.
5. Nilai prediktif positif dan nilai prediktif negatif
Sedikit disinggung pada materi "Perhitungan Sensitivitas dan Spesifisitas" mengenai Nilai
Prediktif Positif (NPP) dan Nilai Prediktif Negatif (NPN). Sudah kita ketahui bahwa Nilai
prediktif positif adalah proporsi pasien yang benar benar positf (true positive) di antara
keseluruhan penderita yang menunjukkan hasil tes konfirmasi positif. Sedangkan Nilai Prediktif
Negatif adalah persentase dari semua pasien yang benar-benar negative(sehat/true negative)
diantara semua pasien yang menunjukkan hasil tes negatif . Jika dibandingkan dengan
pemeriksaan standar emas, nilai prediktif positif adalah probabilitas subjek yang diidentifikasi
positif oleh alat ukur benar-benar akan positif menurut standar emas di kemudian hari.
Sedangkan, nilai prediktif negatif adalah probabilitas subjek yang diidentifikasi negatif oleh alat
ukur akan benar-benar negatif menurut standar emas di kemudian hari.

Alat ukur memiliki nilai prediktif positif tinggi bila dikemudian hari terbukti banyak terjadi
positif benar (true positive) dan sedikit positif palsu (false positive). Alat ukur memiliki nilai
prediktif negatif tinggi bila dikemudian hari banyak terjadi negatif benar (NB) dan sedikit negatif
palsu (NP). Alat ukur memiliki validitas prediktif tinggi jika memberikan skor Nilai Prediktif
Positif dan Nilai Prediktif Negatif mendekati 100%(9). Nilai prediksi positif dan negatif terhadap
tes pap smear adalah 52% dan 90 %. Dari hasil tes pap smear dapat disimpulkan, bahwa tes pap
smear memiliki nilai negatif tinggi, ini berarti dimasa yang akan datang, kejadian kasus kanker
serviks sesuai dengan hasil tes pap smear akan terdeksi tinggi dan kemungkinan akan terjadinya
negatif palsu sangat sedikit, karena mendekati 100 %. Sedangkan nilai prediksi positif
menunjukkan bahwa hanya sekitar 52%; hanya sebagian hasil tes pap smear di masa akan datang
akan menunjukkan orang yang benar-benar sakit.

6. Sumber infeksi

Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat.Keberadaan
bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen.Tetapi pada
beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut meniliki toleransi yang rendah
terhadap miikrooorganisme.Cintohnya Escherechia coli paling banyak dijumpai sebagai
penyebab infeksi saluran kemih.

Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi secara aparodik maupun endemik.

Contohnya :

1. anaerobik Gram–positif,Clostridium yang menyebabkan gangren


2. Bakteri Gram-positif : Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung dapat
menyebabkan gangguan pada paru,tulang,jantung dan infeksi pembuluh darah serta seringkali
telah resisten terhadap antibiotika.
3. Bakteri Gram-negatif : Enerobacteriacae,contohnya Escherechia
coli,Proteus,Klebsiella,Enterobacter.Pseudomonas seringkali ditemukan di air dan penampungan
air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan pasien yang dirawat.Bakteri gram negatif
ini bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit.
4. Serratia marcescens,dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan,paru dan
peritoneum.

Virus Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus,termasuk
virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari tranfusi,dialisis,suntikan dan
endoskopi.Respiratory syncytial virus (RSV),rotavirus dan enterovirus yang ditularkan dari
kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral.Hepatitis dan HIV ditularkan melalui
pemakaian jarum suntik,dan trasfusi darah.Rute penularan untuk virus sama seperti
mikroorganisme lainnya.Infeksi gastrointestinal,infeksi traktus respiratorius,penyakit kulit dan
dari darah.Virus lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah
cytomegalovirus,Ebola,influenza virus,herpes simplex virus,dan varicella-zoster virus,juga dapat
ditularkan.

Parasit Infeksi Cacing Pita

Cacing pita dewasa panjangnya bisa mencapai 240-300 cm. Terdiri dari bagian kepala yang
memiliki kait-kait kecil dan badannya mengandung 1000 proglotid(bagian yang mengandung
telur).
Siklus hidupnya mirip cacing pita sapi, tapi babi hanya merupakan tuan rumah perantara saja.
Manusia juga bisa berperan sebagai tuan rumah perantara, dimana telur cacing mencapai
lambung bila tertelan atau bila proglotid berbalik dari usus ke lambung. Embrio lalu dilepaskan
di dalam lambung dan menembus dinding usus, lalu akan sampai ke otot, organ dalam, otak dan
jaringan dibawah kulit, dimana mereka membentuk kista.
Kista yang hidup hanya menyebabkan reaksi ringan, sedangkan kista yang mati menimbulkan
reaksi yang hebat.

Jamur Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan
immunosupresan,contohnya infeksi dari Candida albicans,Aspergiilus spp,Cryptococcus
neformans,Cryptosporidium.

Kuman adalah organisme kecil seperti virus, bakteri, jamur, protozoa mikroskopik jahat yang
dapat menyebabkan suatu penyakit atau gangguan kesehatan. Kuman bisa mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan ringan maupun berat pada tubuh organisme inangnya seperti
manusia, hewan dan sebagainya.

JENIS INFEKSI
INFEKSI SILANG (INFEKSI EKSOGEN)
Infeksi silang terjadi jika mikroorganisme yang menyebabkan infeksi didapat dari orang lain
(pasien, tenaga kesehatan, orang yang merawat pasien) atau dari lingkungan (yaitu dari sumber
eksogen). Contohnya, infeksi luka yang disebabkan oleh anggota staf perawatan yang membawa
Staphylococcus, atau yang memiliki lepuh atau lesi sepsis atau, yang lebih sering, staf perawatan
yang tidak melakukan teknik mencuci tangan yang tepat.
INFEKSI ENDOGEN ATAU INFEKSI-SENDIRI
Infeksi endogen terjadi jika mikroorganisme yang melakukan kolonisasi pada satu area dalam
tubuh pejamu masuk ke area lain di dalam tubuh pejamu dan menimbulkan infeksi, seperti
mikroorganisme usus yang menyebabkan infeksi pada luka atau saluran kemih.
INFEKSI NOSOKOMIAL
Infeksi nosokomial atau infeksi yang didapat di rumah sakit terjadi pada pasien yang dirawat di
rumah sakit paling tidak selama 72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda serta gejala
infeksi saat masuk rumah sakit. Infeksi nosokomial yang paling umum adalah infeksi saluran
kemih.
INFEKSI OPORTUNISTIK
Infeksi oportunistik adalah infeksi serius akibat mikroorganisme yang normalnya tidak memiliki
atau memiliki sedikit aktivitas patogen (kemampuan menimbulkan penyakit), tetapi
menyebabkan penyakit jika resistensi pejamu menurun akibat penyakit serius, pengobatan
invasif, atau karena obat (mis., pneumonia Pneumocystis cranii pada pasien HIV dan/atau
AIDS).

7. Imunitas

Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang
dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan
benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan
sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya
melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga
memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
Sistem imun adalah serangkaian molekul, sel dan organ yang bekerja sama dalam
mempertahankan tubuh dari serangan luar yang dapat mengakibatkan penyakit, seperti
bakteri,jamur dan virus. Kesehatan tubuh bergantung pada kemampuan sistem imun untuk
mengenali dan menghancurkankan serangan ini. jadi kalo kelainan sistem imun berarti
kemampuan untuk mempertahankan kekebalan tubuh terganggu sehingga mudah diserang
penyakit. Sistem Imun (bahasa Inggris: immune system) adalah sistem pertahanan manusia
sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme,
termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan
terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel
yang teraberasi menjadi tumor.
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang
dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan
benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan
sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika system , kekebalan melemah, kemampuannya
melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga
memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.

Anda mungkin juga menyukai

  • Anatomi Dan Fisiologi Paru-Paru Manusia
    Anatomi Dan Fisiologi Paru-Paru Manusia
    Dokumen3 halaman
    Anatomi Dan Fisiologi Paru-Paru Manusia
    Tharisi angela sitorus
    100% (1)
  • Wa0000
    Wa0000
    Dokumen3 halaman
    Wa0000
    Nimade Dadiani
    Belum ada peringkat
  • 557 1 909 1 10 20171127 Dikonversi
    557 1 909 1 10 20171127 Dikonversi
    Dokumen13 halaman
    557 1 909 1 10 20171127 Dikonversi
    Ni Nengah Sri Indiyani
    Belum ada peringkat
  • Oik 2
    Oik 2
    Dokumen3 halaman
    Oik 2
    Ni Nengah Sri Indiyani
    Belum ada peringkat
  • Proposal Penelitian Glorya
    Proposal Penelitian Glorya
    Dokumen19 halaman
    Proposal Penelitian Glorya
    Ni Nengah Sri Indiyani
    Belum ada peringkat
  • Nstemi Kel 11
    Nstemi Kel 11
    Dokumen16 halaman
    Nstemi Kel 11
    Ni Nengah Sri Indiyani
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen16 halaman
    Tugas
    Ni Nengah Sri Indiyani
    Belum ada peringkat
  • Ba 3
    Ba 3
    Dokumen21 halaman
    Ba 3
    Ni Nengah Sri Indiyani
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Ridho PDF
    Jurnal Ridho PDF
    Dokumen8 halaman
    Jurnal Ridho PDF
    NurlelaSundariZ
    Belum ada peringkat
  • Analisa Lemak
    Analisa Lemak
    Dokumen48 halaman
    Analisa Lemak
    Ni Nengah Sri Indiyani
    Belum ada peringkat
  • Makalah
    Makalah
    Dokumen24 halaman
    Makalah
    Ni Nengah Sri Indiyani
    Belum ada peringkat
  • Wa0000
    Wa0000
    Dokumen3 halaman
    Wa0000
    Nimade Dadiani
    Belum ada peringkat
  • Tipe2 Rumah Sakit
    Tipe2 Rumah Sakit
    Dokumen8 halaman
    Tipe2 Rumah Sakit
    Gebby Fransi Kahard
    Belum ada peringkat
  • Bahan 1 PDF
    Bahan 1 PDF
    Dokumen21 halaman
    Bahan 1 PDF
    firdhataylor
    Belum ada peringkat
  • Makalah
    Makalah
    Dokumen24 halaman
    Makalah
    Ni Nengah Sri Indiyani
    Belum ada peringkat
  • Review Jurnal Flavonoid
    Review Jurnal Flavonoid
    Dokumen3 halaman
    Review Jurnal Flavonoid
    Ni Nengah Sri Indiyani
    Belum ada peringkat
  • Bahan 1 PDF
    Bahan 1 PDF
    Dokumen21 halaman
    Bahan 1 PDF
    firdhataylor
    Belum ada peringkat
  • Isolasi Beluntas
    Isolasi Beluntas
    Dokumen5 halaman
    Isolasi Beluntas
    Chorneles Sameaputty
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Flavonoid
    Jurnal Flavonoid
    Dokumen3 halaman
    Jurnal Flavonoid
    Ni Nengah Sri Indiyani
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Flavonoid
    Jurnal Flavonoid
    Dokumen8 halaman
    Jurnal Flavonoid
    Ni Nengah Sri Indiyani
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Terpenoid
    Jurnal Terpenoid
    Dokumen10 halaman
    Jurnal Terpenoid
    Ni Nengah Sri Indiyani
    Belum ada peringkat
  • Review Jurnal Steroid
    Review Jurnal Steroid
    Dokumen2 halaman
    Review Jurnal Steroid
    Ni Nengah Sri Indiyani
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Flavonoid
    Jurnal Flavonoid
    Dokumen8 halaman
    Jurnal Flavonoid
    Ni Nengah Sri Indiyani
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Flavonoid
    Jurnal Flavonoid
    Dokumen8 halaman
    Jurnal Flavonoid
    Ni Nengah Sri Indiyani
    Belum ada peringkat