Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

Nama : Ny. K
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Teduh Bersinar
Agama : Islam
Tanggal periksa : 31-08-2015
Status : G2P1A0 (24 minggu) ANC di PKM MInasaupa

I. SUBJEKTIF
ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Nyeri saat BAK
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 5 hari yang lalu, keluhan nyeri disertai dengan keluhan sering-
sering BAK dan susah untuk menahan kencing. Sulit untuk memulai kencing dan
berhenti sementara BAK. Pasien sering BAK pada malam hari dengan frekuensi
3-4 kali. BAK berpasir tidak ada. Nyeri pada pinggang tidak ada. Demam tidak
ada. Menggigil tidak ada. Sesak tidak ada, batuk tidak ada. Mual tidak ada,
muntah tidak ada. Nyeri ulu hati tidak ada. Penurunan berat badan tidak ada.
Buang air besar : biasa warna kuning, riwayat BAB hitam tidak ada. Riwayat
minum antibiotik ada amoxicillin selama 2 hari tapi tidak ada perubahan. Riwayat
sering mengkonsumsi obat anti nyeri tidak ada. Riwayat BAK berpasir tidak ada.
Riwayat sering-sering menahan BAK tidak ada. Riwayat dengan keluhan yang
sama sebelumnya tidak ada. Riwayat keputihan tidak ada. Riwayat hiperuricemia
tidak ada. Riwayat Hipertensi, Diabetes mellitus dan sakit jantung tidak ada.
Riwayat persalinan (+).

II. STATUS PRESENT


sakit sedang/gizi baik/compos mentis

1
Tinggi badan : 158 cm
Berat Badan : 56 kg
IMT : 22,43 kg/m2
• Status Vitalis :
T : 120/70 mmHg
N : 90 x/menit
P : 22 x/menit
S : 36,9⁰C, axilla

III. PEMERIKSAAN FISIS


• Kepala :
Ekspresi : biasa
Simetris muka : simetris kiri = kanan
Deformitas : (-)
Rambut : hitam lurus, sukar dicabut
• Mata :
Eksoptalmus/Enophtalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah
Kelopak mata : edema (-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (-)
Kornea : jernih
Pupil : bulat isokor diameter 2,5 mm/2,5 mm
• Telinga
Pendengaran : dalam batas normal
Tophi : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
• Hidung :
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)

2
• Mulut:
Bibir : pucat (-), kering (-)
Lidah : kotor (-), tremor (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-)
Gigi geligi : caries dentis (-)
Gusi : hiperemis (-)
• Leher :
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R+1 cmH2O
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
• Dada :
Inspeksi :
Bentuk : simetris kiri = kanan, normochest
Pembuluh darah : bendungan (-)
Sela iga : pelebaran sela iga (-)
Paru
Palpasi :
Fremitus raba : kesan normal
Nyeri tekan : (-)
Massa tumor : (-)
Perkusi :
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor.
Batas paru-hepar : ICS VI dextra anterior,
Batas paru belakang kanan : CV Th. X dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. XI sinistra
Auskultasi :

3
Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/-, Wh -/-
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak
Batas kanan atas : ICS II linea parasternalis dextra
Batas kiri atas : ICS II linea midclavicularis sinistra
Batas Kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra
Batas Kiri bawah : ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan (-)
Perut
Inspeksi : cembung, ikut gerak napas, massa (janin) , Gravid (+).
Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : nyeri tekan (+) pada suprapubik, massa (janin)
hepar tidak teraba pembesaran
lien tidak teraba pembesaran
Perkusi : timpani
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung
Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-)
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : BP: vesikuler
Gerakan : dalam batas normal
Ekstremitas :
Edema : -/-
Laboratorium:
Sedimen urine

4
- Leukosit +3
- Erytrosit 0-2
- Epitel cell 1-3

IV. ASSESSMENT
Infeksi Saluran Kemih + G2P1A0

V. PLANNING
 Pengobatan:
- Minum banyak air putih
- Eritromicin 500 mg 1 x 1
- Vitamin B com 3 x 1
- SF 1 x 1
- Kalsium laktat 2 x 1

VI. PROGNOSIS
• Quad ad Functionam : Dubia ad Bonam
• Quad ad vitam : Dubia ad Bonam
• Quad ad sanationam: Dubia ad Bonam

5
RESUME
Seorang wanita umur 22 tahun G2P1A0 datang ke Puskesmas Minasaupa
dengan nyeri saat BAK dialami sejak 5 hari yang lalu, keluhan nyeri disertai dengan
keluhan sering-sering BAK dan susah untuk menahan kencing. Sulit untuk memulai
kencing dan berhenti sementara BAK. Pasien sering BAK pada malam hari dengan
frekuensi 3-4 kali. BAK berpasir tidak ada. Buang air besar : biasa warna kuning,
riwayat BAB hitam tidak ada. Riwayat minum antibiotik ada amoxicillin selama 2
hari tapi tidak ada perubahan. ada. Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya
tidak ada. Riwayat keputihan tidak ada. Riwayat persalinan (+).
Pada pemeriksaan fisis didapatkan: Keadaan umum sakit sedang/gizi
cukup/composmentis. Tanda vital Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 90 x/menit,
pernapasan 22 x/menit, suhu axilla 36,9⁰C. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
nyeri tekan (+) pada regio suprapubik, hepar dan lien tidak teraba pembesaran. Pada
pemeriksaan punggung : nyeri ketok (-). Pemeriksaan Urin rutin: leukosit +++.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang, maka
pasien ini didiagnosis sebagai Infeksi Saluran Kemih + G2P1A0.

6
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, buli-
buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang
menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin. Infeksi saluran kemih (ISK)
adalah infeksi yang terjadi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran kemih. 1,2
Pada wanita hamil dikenal 2 keadaan infeksi saluran kemih :
1. Infeksi saluran kemih tanpa gejala (Bakteriuria asimptomatik).
Dimana terdapat bakteri dalam urine lebih dari 100.000 /ml urine tapi tidak
menunjukkan gejala (asimptomatik). Urine diambil porsi tengah dengan cara vulva
dan meatus urethra eksternus dibersihkan terlebih dahulu dengan bahan antiseptik.
Atau jumlah bakteri antara 10.000 sampai dengan 100.000 bila urine diambil
dengan cara kateter urethra. Pada urinalisis dapat ditemukan adanya leukosit. 1,2
2. Infeksi saluran kemih dengan gejala (simptomatik).
Dapat dibagi menjadi : 1,2
a. Infeksi saluran kemih bagian bawah (sistitis) Dengan gejala dapat berupa
disuria, terkadang didapatkan hematuria, nyeri daerah suprasimpisis, terdesak
kencing (urgency), stranguria, tenesmus dan nokturia. Tetapi jarang sampai
menyebabkan demam dan menggigil. Pada urinalisis dapat dijumpai leukosit
dan eritrosit.
b. Infeksi saluran kemih bagian atas (pielonefritis) Dengan gejala berupa nyeri
dan tegang pada daerah sudut “costovertebral” atau daerah pinggang, demam,
mual dan muntah. Dapat juga disertai keluhan seperti pada infeksi saluran
kemih bagian bawah seperti disuria, urgensi dan polakisuria, stranguria,
tenesmus, nokturia. Pada pemeriksaan darah dapat dijumpai kadar ureum dan
kreatinin yang meningkat dan pada pemeriksaan urinalisis ditemukan leukosit.

7
Atau pada pemeriksaan imunologi didapatkan bakteriuria yang diselubungi
antibodi.

II. EPIDEMIOLOGI
ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan
faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk
ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan
cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang
dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus). Angka kejadian bakteriuria
di wanita meningkat sesuai dengan bertambahnya usia dan aktifitas seksual. Di
kelompok wanita yang tidak menikah angka kejadian ISK lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok yang sudah menikah. Lebih kurang 35% kaum wanita selama
hidupnya pernah menderita ISK akut dan umur tersering adalah di kelompok umur
antara 20 sampai 50 tahun. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan
pada perempuan. 1,2,3
Infeksi saluran kemih yang asimptomatik dalam kehamilan angka kejadiannya
4-10%, sedang di Indonesia berkisar antara 20-25% dan sekitar 10-20% diantaranya
dapat menyebabkan partus prematuritas. 3

III. KLASIFIKASI
Infeksi salran kemih diklasifikasikan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi,
dan kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK
asimtomatik dan simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi ISK
atas dan ISK bawah, dan berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan menjadi
ISK simpleks dan ISK kompleks. 1,4,5
1. Klinis
- ISK asimptomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. 1
- ISK simtomatik yaitu terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda
klinik. Sekitar 10-20% ISK yang sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau

8
sistitis baik berdasarkan gejala klinik maupun pemeriksaan penunjang disebut
dengan ISK non spesifik. 1,4,5
2. Anatomi
- ISK bawah, presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender. 1,4,5
a. Perempuan : Sistitis, adalah presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai
bakteriuria bermakna. Sindroma uretra akut (SUA), adalah presentasi klinis
sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril).
b. Laki-laki : Presentasi ISK bawah pada laki-laki dapat berupa sistitis, prostatitis,
epidimidis, dan uretritis.
- ISK atas
a. Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang
disebabkan oleh infeksi bakteri. PNA ditemukan pada semua umur dan jenis
kelamin walaupun lebih sering ditemukan pada wanita dan anak-anak. Pada laki-
laki usia lanjut, PNA biasanya disertai hipertrofi prostat. 1,4,5
b. Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih serta
refluk vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti
pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik
yang spesifik. diagnosis PNK harus mempunyai dua kriteria yakni telah terbukti
mempunyai kelainan-kelainan faal dan anatomi serta kelainan-kelainan tersebut
mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri. 1,4,5
3. Kelainan Saluran Kemih
- ISK Sederhana/ tak berkomplikasi, yaitu ISK yang terjadi pada perempuan yang
tidak hamil dan tanpa kelainan struktural maupun fungsional saluran kemih. 1,5
- ISK berkomplikasi, yaitu infeksi yang disebabkan oleh kelainan anatomis pada
saluran kemih, menyebar ke bagian tubuh yang lain, bertambah berat dengan
underlying disease, ataupun bersifat resisten terhadap pengobatan. Penyakit
penyerta dapat mengakibatkan lesi dalam saluran kemih, obstruksi saluran kemih,
pembentukan batu, pemasangan cateter, kerusakan dan gangguan neurologi serta

9
menurunnya sistem imun yang dapat mengganggu aliran normal dan perlindungan
saluran urin. 1,5

IV. ETIOLOGI
Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang
biasanya menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram negatif
tersebut, ternyata Escherichia coli menduduki tempat teratas kemudian diikuti oleh
Proteus sp, Klebsiella, Pseudomonas. Jenis kokus gram positif lebih jarang sebagai
penyebab ISK sedangkan Enterococci dan Staphylococcus aureus sering ditemukan
pada pasien dengan batu saluran kemih, lelaki usia lanjut dengan hiperplasia prostat
atau pada pasien yang menggunakan kateter urin. Demikian juga dengan
Pseudomonas aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih melalui jalur hematogen
dan pada kira-kira 25% pasien demam tifoid dapat diisolasi salmonella dalam urin.
Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui cara hematogen adalah brusella,
nocardia, actinomises, dan Mycobacterium tubeculosa. Candida sp merupakan jamur
yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien-pasien yang
menggunakan kateter urin, pasien DM, atau pasien yang mendapat pengobatan
antibiotik berspektrum luas. Jenis Candida yang paling sering ditemukan adalah
Candida albican dan Candida tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari
saluran kemih secara hematogen. 1,3,4
Adapun faktor resiko meningkatnya infeksi saluran kemih sebagai berikut:
1. Perubahan morfologi pada kehamilan. Karena asal dari traktus genital dan
traktus urinarius adalah sama secara embriologi ditambah lagi letaknya yang
sangat berdekatan maka adanya perubahan pada salah satu sistem akan
mempengaruhi sistem yang lain. Pada saat hamil dapat terjadi perubahan pada
traktus urinarius berupa: 3,4
a. Dilatasi pelvis renal dan ureter
Dilatasi ini terjadi terutama setelah kehamilan 20 minggu, lebih sering
terjadi pada sebelah kanan 85,7% berbanding sebelah kiri 10%. Hal ini

10
mungkin disebabkan oleh karena adanya colon sigmoid disebelah kiri dan
adanya kecenderungan uterus untuk mengadakan dekstrorotasi dan
kecenderungan secara anatomi bahwa ureter kanan rentan terhadap dilatasi.
Adanya dilatasi tersebut kemungkinan juga akibat dari adanya hormone
progesteron yang meningkat disamping efek penekanan dari uterus yang
membesar karena hamil.
b. Vesika urinaria terdesak ke anterior dan superior seiring dengan makin
bertambah besarnya uterus, dan cenderung lebih terletak pada rongga
abdominal daripada di rongga pelvis. Terjadi juga pelebaran pada daerah
basal. Kapasitas penampungan urin akan meningkat tetapi daya pengosongan
akan menurun karena terjadi kelemahan dari otot detrusor kandung kemih
akibat pengaruh dari progesterone (terjadi kelemahan otot-otot polos
sehingga tonus akan berkurang, akibatnya juga akan terjadi pelebaran
saluran kemih secara keseluruhan dan kontraksi akan berkurang),
mengakibatkan sisa urine sering terjadi sehingga pertumbuhan bakteri
mudah terjadi.
2. Sistokel dan Urethrokel
3. Kebiasaan menahan kemih

V. PATOMEKANISME
Pada infeksi dan inflamasi dapat menginduksi kontraksi uterus. Banyak
mikroorganisme dapat menghasilkan fosfolipid A2 dan C sehingga meningkatkan
konsentrasi asam arakidonat secara lokal dan pada gilirannya dapat menyebabkan
pelepasan PGF-2 dan PGE-2 sehingga terjadi kontraksi miometrium uterus. Selain itu
pada keadaan infeksi terdapat juga produk sekresi dari makrofag / monosit berupa
interleukin 1 dan 6, sitokin, tumor nekrosis factor yang akan juga menghasilkan
sitokin dan prostaglandin. 3,4
Umumnya bakteri yang menyebabkan terjadinya infeksi berasal dari tubuh
penderita sendiri. Ada 3 cara terjadinya infeksi yaitu : 3,4,5

11
1. Melalui aliran darah yang berasal dari usus halus atau organ lain ke bagian
saluran kemih.
2. Penyebaran melalui saluran getah bening berasal dari usus besar ke buli-buli
atau ke ginjal.
3. Secara asendens yaitu migrasi mikroorganisme melalui saluran kemih yaitu
urethra, buli-buli, ureter lalu ke ginjal.
Berdasarkan pengalaman klinis dan percobaan, cara asendens ini adalah cara
yang banyak dalam penyebaran infeksi. Sebagai faktor predisposisi adalah urethra
wanita yang pendek dan mudahnya terjadi kontaminasi yang berasal dari vagina dan
rektum. 5
Infeksi saluran kemih dalam kehamilan dapat bervariasi mulai dari bakteriuria
simptomatik hingga yang menimbulkan keluhan dan gejala sebagai sistitis dan
pielonefritis akut. Bakteriuria asimptomatik adalah adanya 100.000 bakteri atau lebih
per milliliter urin dari penderita tanpa keluhan infeksi saluran kemih. 5
Bakteriuria asimptomatik ditemukan pada 4-12 % dari wanita hamil dan angka
ini bervariasi tergantung pada suku bangsa, paritas, dan keadaan sosioekonomi
penderita. 30% dari bakteriuria asimptomatik tersebut berkembang menjadi
bakteriuria yang simptomatik dalam kehamilan yakni berupa sistitis atau pielonefritis
akut. 5
Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan antara bakteriuria
asimptomatik dengan partus prematur, pertumbuhan janin terhambat dan
preeclampsia. Suatu studi yang bersifat meta-analisa melaporkan bahwa eradikasi
bakteriuria tersebut dapat meningkatkan keluaran (outcome) partus prematurus
sehingga menganjurkan untuk melakukan skrining terhadap semua wanita hamil guna
mendeteksi adanya bakteriuria yang asimptomatik tersebut. 6
Pengaruh hormone progesterone terhadap tonus dan aktivitas otot-otot dan
obstruksi mekanik oleh pembesaran uterus dalam kehamilan merupakan faktor
predisposisi meningkatkan kapasitas buli-buli dan terdapatnya sisa urin setelah
berkemih pada ibu hamil. Perubahan pH urin yang disebabkan meningkatnya ekskresi

12
bikarbonas memberikan kemudahan untuk pertumbuhan bakteri. Glikosuria juga
sering terjadi pada kehamilan ini juga merupakan faktor predisposisi berkembangnya
bakteri dalam urin. 4,6

VI. DIAGNOSIS
Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala
hingga menunjukkan gejala yang sangat berat. Gejala yang sering timbul ialah
disuria, polakisuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan, disertai
nyeri suprapubik dan daerah pelvis. Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran
kemih yang terinfeksi, yaitu: 1
1. Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa nyeri suprapubik, disuria,
frekuensi, urgensi, nokturia dan stranguria
2. Pada ISK bagian atas, dapat ditemukan gejala demam tinggi, menggigil, kram,
sakit pinggang, muntah, skoliosis, dan penurunan berat badan.

Gambar 1. Hubungan antara lokasi infeksi dengan gejala klinis.1


Diagnosis dari infeksi saluran kemih dapat diketahui dari adanya keluhan (bagi
yang simptomatik) berupa: disuria, polakisuria, terdesak kencing (urgency),

13
stranguria, nokturia dan bila berat dapat dijumpai demam, menggigil, mual, muntah
serta nyeri pinggang pada pielonefritis. 6
Untuk mendeteksi bakteriuria diperlukan pemeriksaan bakteriologik yang
secara konvensional dilakukan dengan metode biakan dan ditemukannya jumlah
kuman > l00,000 colony forming unit /ml urine. Metode biakan ini tidak selalu dapat
dilakukan laboratorium sederhana, karena tidak semua laboratorium mempunyai
kemampuan untuk pembiakan itu, yang biayanya cukup tinggi dan membutuhkan
waktu yang lama. Yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan mikroskopik pewarnaan
secara Gram, dengan ditemukannya kuman batang Gram - negatif. Namun cara ini
membutuhkan keahlian khusus. Selain itu dapat dilakukan dengan hitung jumlah
lekosit dalam urin untuk membantu diagnosis bakteriuria yang infektif. Bahan
pemeriksaan adalah urine arus-tengah pagi hari, urine diambil sebelum subyek
minum sesuatu untuk menghindarkan efek pengenceran. 6
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase, protein,
dan darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya bakteriuria, tetapi
tidak dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK. Sel-sel darah putih (leukosit) dapat
diperiksa dengan dipstick maupun secara mikroskopik. Untuk mencegah timbulnya
kontaminasi sampel urine oleh kuman yang berada di kulit vagina atau prepusium,
perlu diperhatikan cara pengambilan sampel urine. Sampel urine dapat diambil
dengan cara: (1) aspirasi suprapubik yang sering dilakukan pada bayi, (2) kateterisasi
per-uretram pada wanita untuk menghindari kontaminasi oleh kuman-kuman di
sekitar introitus vagina, dan (3) miksi dengan pengambilan urine porsi tengah atau
midstream urine. Dikatakan bakteriuria jika didapatkan lebih dari 105 cfu (colony
forming unit) per mL, pada pengambilan sampel urine porsi tengah, sedangkan pada
pengambilan melalui aspirasi suprapubik dikatakan bakteriruria bermakna jika
didapatkan > 103 cfu per mL. 6

14
Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan
adalah ISK. Dinyatakan positif bila terdapat > 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB)
sedimen air kemih. Adanya leukosit silinder pada sediment urin menunjukkan adanya
keterlibatan ginjal. Namun adanya leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK
karena dapat pula dijumpai pada inflamasi tanpa infeksi. Apabila didapat leukosituri
yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur. 3,5
Hematuri Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu
bila dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen urin. Hematuria kadang-kadang dapat
menyertai infeksi saluran kemih, tetapi tidak dipakai sebagai indikator diagnostik.
Protein dan darah mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah dalam diagnosis
ISK Dapat juga disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan
glomerulus ataupun oleh sebab lain misalnya urolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis
papilaris. 3,5
Uji nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri dalam urin.
Dalam keadaan normal, nitrit tidak terdapat dalam urin, tetapi dapat ditemukan jika
nitrat diubah menjadi nitrit oleh bakteri. Sebagian besar kuman Gram negatif dan
beberapa kuman Gram positif dapat mengubah nitrat menjadi nitrit, sehingga jika uji
nitrit positif berarti terdapat kuman dalam urin. Urin dengan berat jenis yang tinggi
menurunkan sensitivitas uji nitrit. Hasil palsu terjadi bila pasien sebelumnya diet rendah
nitrat, diuresis banyak, infeksi oleh enterokoki dan asinetobakter. 6
b. Radiologis dan Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu
atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini
dapat berupa foto polos abdomen, pielonegrafi intravena, demikian pula dengan
pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan CT Scan. 1,2

VII. PENATALAKSANAAN
Pengobatan bakteriuria asimtomatik pada kehamilan perlu diberikan, sebab
menurut penelitian Elder dkk, dengan memberikan pengobatan ASB pada kehamilan

15
dapat menurunkan insiden bakteriuria dari 86% menjadi 11%. Komplikasi
pielonefritis akuta dapat berkurang hingga 80% setelah diberikan pengobatan pada
ASB. Juga dapat menurunkan angka lahir berat badan rendah. 3,5,6
Penelitian yang membandingkan pengobatan dengan sulfonamida,
cephalosporin, dan nitrofurantoin dengan spectrum luas antibiotika penisilin
menunjukkan bahwa obat-obatan tersebut sama-sama efektif dalam eradikasi
bakteriuria. Pengobatan dengan ampisilin perlu hati-hati karena penyebab utama
bakteriuria adalah E.coli yang resistensinya mencapai 30% di Amerika. 3,5,6
Antibiotika yang dipakai untuk ASB dan sistitis pada kehamilan
Pengobatan 3-7 hari:
nitrofurantoin 100 mg / 4 x sehari
sulfisoxazole 500 mg / 4 x sehari
cephalexin 250-500 mg / 4 x sehari
Pengobatan tunggal:
nitrofurantoin 200mg / kali/hari
amoxillin 3 gram / kali/hari
cephalexin 2 gram / kali/hari
sulfisoxazole 2 gram / kali/hari
Pencegahan:
macrodantin 100 mg

Pengobatan dengan dosis tunggal dapat mendukung pengobatan ASB dan


menghemat biaya pengobatan. Dalam pemilihan obat perlu diperhatikan efek
samping dari obat-obat tersebut. Misalnya penisilin dan sefalosporin dapat
menyebabkan reaksi anafilaktik, sulfonamida dapat menyebabkan fetal
hyperbilirubinemia, nitrofurantoin dapat menyebabkan defisiensi glucose-6-
phosphate dehydrogenase, trimethoprim adalah kontraindikasi relatif untuk
kehamilan trimester pertama dan dapat bersifat teratogenik. 3,5,6

16
VIII. KOMPLIKASI
1. Sistitis
Komplikasi bakteriuria pada kehamilan berupa sistitis, yang berkisar antara
0,35-1,3%. Laporan mengenai sistitis pada kehamilan sangat kurang. Lokalisasi
infeksi bakterial pada sistitis adalah tractus urinarius bagian bawah. Belum jelas
kapan sistitis dapat berlanjut dengan meningkatnya lahir prematur, lahir berat badan
rendah atau pielonefritis. Diagnosis pada penderita sistitis dapat ditegakkan dengan
adanya keluhan disuria, hematuria, sering miksi atau merasa tidak enak pada daerah
suprapubik. Sistitis sering berulang timbul pada kehamilan namun tanpa adanya
gejala infeksi. Pemeriksan urine sering positif dengan piuria dan bakteriuria. Yang
terbaik adalah biakan urine, sebab 10% sampai 15% piuria pada kehamilan terjadi
tanpa gejala infeksi. 2,3
Pengobatan sistitis sama dengan pengobatan ASB. (Lihat Tabel 1) Umumnya
pengobatan selama 5-7 hari. Pengobatan dengan jangka pendek lebih diminati,
misalnya 1, 3 atau 4 hari, karena lebih murah, dan efek samping juga dapat berkurang
dari pada pemberian antibiotika jangka panjang. Biakan urine perlu dilakukan
berulang secara teratur pada kehamilan sebab diperkirakan 18% dari penderita
dengan sistitis akuta didapatkan biakan urine positif pada akhir kehamilan. 2,3
2. Pielonefritis akut
Pada kehamilan terdapat sebanyak 1-2 % pielonefritis akut. Insiden pada
populasi bervariasi dan tergantung pada prevalensi ASB dalam komunitas dan
penderita secara rutin diberi pengobatan pada ASB. Wanita dengan riwayat
pielonefritis, malformasi saluran kemih atau batu ginjal meningkatkan risiko
terjadinya pielonefritis. Penelitian prospective pada 656 wanita dengan pielonefritis,
di antaranya 73% terjadi pada antepartum, 8% pada intrapartum dan 19% terjadi pada
postpartum. .Pada antepartum 9% terjadi pada trimester pertama, 46 % terdapat pada
trimester kedua dan 45% terdapat pada trimester ketiga. Menurut Harris dengan
pemeriksaan penyaring rutin dan pengobatan pada ASB dapat menekan pielonefrits
dari 4% menjadi 0,8%. 3,4

17
Gejala dan tanda klinis pada pielonefritis akut, temasuk demam, menggigil,
sakit, mual dan muntah, sepsis, insufisiensi pernafasan dan gejala yang konsisten
dengan sistitis. Diagnosis perlu dikonfirmasikan dengan biakan urine. Biakan urine
setelah pengobatan dengan antibiotika, hasilnya menjadi negatif. Ditemukannya 1, 2
bakteri per lapangan pandang besar pada urine dari kateterisasi, 20 bakteri dari
penampungan urine atau 100,000 cfu /ml dari biakan urine adalah bermakna. 2,3,4
Komplikasi pielonefritis pada kehamilan terutama disebabkan endotoksin yang
menyebabkan kerusakan jaringan. Seringkali secara bersamaan terjadi kerusakan
pada beberapa organ. Sejumlah 10-15% pielonefritis pada kehamilan dengan
bakteriemia, manifestasi ke septic shock. Kehamilan dengan sepsis dan demam tinggi
menyebabkan cardiac output turun. 2,3,4
Insufisiensi pernafasan terdapat 2-8% pada pielonefritis pada kehamilan, hal ini
disebabkan oleh karena. toksin dari bakteri dapat mengubah permeabilitas membrane
alveoli-kapiler dan menyebabkan edema paru. Gejala klinis berupa sesak nafas, nafas
cepat, kekurangan oksigen, edema paru atau respiratory distress syndrome, denyut
nadi meningkat 110x /menit atau lebih, suhu badan meningkat lebih dari 39oC, nafas
cepat lebih 28x /menit. 2,3
Disfungsi ginjal terdapat pada 25% kehamilan. Disfungsi ini dapat dilihat dari
creatinine clearence kurang dari 80 ml /menit, setelah beberapa hari dapat normal
kembali. 2,3
Anemia, ditemukan pada 25-66% kehamilan dengan pielonefritis. Anemia
hemolitik timbul karena lipopolisakharida kuman yang dapat merusak membran sel
darah merah. 2,3.
Pielonefritis antepartum pada kehamilan perlu diberi antibiotika yang
mempunyai khasiat terhadap bakteri yang menyebabkan infeksi saluran kemih.
Pemberian antibiotika yang dapat diterima untuk pengobatan pielonefritis. 2,3,4

18
Antimikroba yang digunakan untuk pengobatan pielonefritis pada kehamilan.
ampisilin 2 g IV /6jam + gentamycin 3-4mg/Kg/hari IV dibagi 3 x sehari
cefazolin 1 g IV tiap 8 jam ceftriaxone 1- 2 g IV atau IM tiap 24 jam
mezlocillin 1- 3g IV tiap 6 jam piperacillin 4 g IV tiap 8 jam

Kombinasi ampisilin dengan aminoglikosida sudah digunakan sebagai


pengobatan yang umum diberikan pada kehamilan dengan pielonephritis. Penggunaan
gentamisin pada kehamilan sering dipertanyakan karena toksisitasnya. Seperti
nefrotoksik dan ototoksik, namun tidak ditemukan nefropathy pada wanita hamil dan
janinnya. Khususnya pada neonatal dan infants setelah pengobatan dengan
gentamisin dapat mengakibatkan gangguan ginjal. Pengobatan dengan mezlocillin
dan piperacillin, dapat menurunkan demam dalam waktu 96 jam. Pengobatan dengan
cefazolin dan ceftriaxon menurunkan febris, dalam 1-3 hari. Resistensi terhadap
generasi pertama cephalosporin mencapai 12%. Penderita yang gagal dengan
cefazolin dapat diobati dengan penambahan aminoglikosida. 2,3,6
Kehamilan dengan pielonefritis perlu dirawat di rumah sakit untuk observasi
dan deteksi komplikasi pielonefritis, termasuk insufisiensi ginjal, insufisiensi
pernafasan dan sepsis, gejalanya seperti demam tinggi, dehidrasi dan muntah-muntah.
Pemeriksaan laboratorium yang penting adalah hitung jumlah sel darah, serum
elektrolit, kreatinin dan biakan urine. Membandingkan pengobatan cephalexin oral
dengan cephalothin IV pada penderita nonbakteriemia, ternyata antibiotika oral aman
dan efektif diberikan pada kehamilan. Respon klinis dengan pengobatan antibiotika
adalah cepat. Bila setelah 72 jam gagal atau tidak ada respon klinis perlu dilakukan
renal sonografi untuk memeriksa adanya obstruksi karena nephrolithiasis. Pengobatan
intravena diteruskan sampai setelah 1 - 2 hari tidak demam. Umumnya pengobatan
dengan antibiotika diberikan selama 2 minggu. Biakan urine dan antibiotika
profilaksis perlu diberikan pada wanita hamil dengan riwayat pielonefritis untuk
menurunkan risiko infeksi rekuren. 2,3,6

19
IX. PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan
penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika yang
diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit
dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Pada pasien
Pielonefritis kronik (PNK) yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal telah
mengisut, pengobatan konservatif hanya semata-mata untuk mempertahankan faal
jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi dapat merupakan pilihan
utama. 2,3
Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna, kecuali
bila terdapat faktor-faktor predisposisi. Prognosis sistitis kronik baik bila diberikan
antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor predisposisi mudah dikenal dan
diberantas. 2,3

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Sukandar, E. Infeksi Saluran Kemih. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009. Hal
553-557.
2. Yulianto. Pola Kepekaan Antibiotic Pada Penderita Infeksi Saluran Kemih.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2009. Hal: 1-6.
3. Samirah, Darwati, Windarwati, Hardjoeno. Pola Dan Sensitivitas Kuman Di
Penderita Infeksi Saluran Kemih (Bacterial Pattern And It’s Sensitivity In
Patients Suffering From Urinary Tract Infection). Indonesian Journal Of
Clinical Pathology And Medical Laboratory. Vol. 12, No. 3, Juli 2006: 110-
113.
4. Wilson L.M. Infeksi Traktus Urinarius. In Price S.A, Wilson L.M.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi VI. EGC.
2007. Hal: 918-924.
5. Febrianto A.W, Mukaddas A, dan Faustine I. Rasionalitas Penggunaan
Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih (ISK) Di Instalasi Rawat Inap
RSUD Undata Palu Tahun 2012. Online Jurnal Of Natural Science Vol. 2(3):
20-29 ISSN: 2338-0950 Desember 2013. Hal: 20-28.
6. Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih.
Universitas Sumatera Utara. 2009. Hal: 1-19.

21

Anda mungkin juga menyukai