Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA NEONATORUM

1. Pengertian

Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan
dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir
(Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara spontan
dan adekuat (Wroatmodjo,1994).

Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan
dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).

Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan sempurna,
sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan,
beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

2. Etiologi

Menurut pedoman Depkes RI Santoso NI, 1995. Ada beberapa faktor etiologi dan
predisposisi terjadinya asfiksiaa, antara lain sebagai berikut:

a. Faktor Ibu

Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat
terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan
kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia,
penyakit jantung dan lain-lain.

b. Faktor Placenta

Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta tipis, plasenta
kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.

c. Faktor Janin dan Neonatus

Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali pusat antara janin
dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan lain-lain.

d. Faktor Persalinan

Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain (Ilyas Jumiarni, 1995).

3. Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh
karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada
keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang
diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah
dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan
melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.

Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru
janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan
cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan
dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat
secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan
meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang
sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang
cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup
sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.

Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan diperlukan untuk
membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan alveoli mengembang untuk pertama
kali. Pada kenyataannya memang beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan
untuk mengawali dan menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan
normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk mempercepat proses
keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler dan absorbsi kedalam
aliran darah atau limfe. Gangguan pada pernafasan pada keadaan ini adalah apabila paru tidak
mengembang dengan sempurna (memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea
saat lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh
karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan gerakan
pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas yang pertama akan
tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. keadaan
tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang
dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada operasi sesar.

Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya udara kedalam alveoli
masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi dalam paru yang berperan dalam
pertukaran gas. Gangguan tersebut antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang
berakibat menurunkan perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali
disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun dan
terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus Arteriosus akan
tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.

Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh tidak mungkin
terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan
lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau menetap, sehingga menyebabkan
timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada tingkat permulaan,
gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan
asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi
metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat
metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis
metabolik. Keadaan ini akan mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi
perubahan sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekuensi
denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada penderita asfiksia akan terlihat
tahapan proses kejadian yaitu menurunnya kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya
pH darah dipakainya sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah
yang biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada bayi saat
lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa pasca neonatus.

Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan perfusi
pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus,
ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak
akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan
cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini
akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan
gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada
bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat
dan tepat (Aliyah Anna, 1997).

4. Gejala Klinik

Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :

a. Pernafasan terganggu

b. Detik jantung berkurang

c. Reflek / respon bayi melemah

d. Tonus otot menurun

e. Warna kulit biru atau pucat

5. Diagnosis

Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Diagnosa
anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin
untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang
perlu mendapatkan perhatikan.

a. Denyut Jantung Janin

Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama his frekuensi ini bisa
turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyutan
jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai
dibawah 100/menit, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.

b. Mekanisme Dalam Air Ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada prosentase kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul kewaspadaan. Adanya
mekonium dalam air ketuban pada prosentase kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

c. Pemeriksaan PH Pada Janin

Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada
kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap
sebagai tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia
yaitu :

Tabel Penilaian pH Darah Janin

NO Hasil Sikor Apgar Derajat Asfiksiaa Nilai pH


1. 0–3 Berat < 7,2
2. 4–6 Sedang 7,1 – 7,2
3. 7 – 10 Ringan > 7,2

Sumber : Wiroatmodjo, 1994

d. Dengan Menilai Apgar Skor

Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksiaa yaitu dengan penilaian APGAR.
Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil penyelidikan sebagian besar bayi
baru lahir mempunyai apgar terendah pada umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk
melakukan tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai apgar lima menit untuk menentukan
prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan neurologik di
kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar, yaitu :

Tabel Penilaian Apgar

Tanda-tanda Vital Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2


1. Appearance Seluruh tubuh biru Badan merah, kaki Seluruh tubuh
atau putih biru kemerah-merahan
(warna kulit)
2. Pulse Tidak ada Kurang dari Lebih dari

(bunyi 100 x/ menit 150 x/ menit


jantung)
3. Grimance Tidak ada Menyeringai Batuk dan bersin

(reflek) Lunglai Fleksi ekstremitas


4. Activity Tidak ada Fleksi kuat, gerak
aktif
(tonus otot)
5. Respirotary Lambat atau tidak Menangis kuat
ada atau keras
effort
(usaha bernafas)

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena peninggian frekuensi
jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila frekuensi tidak
bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan
jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan
ventilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti
asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda penting
tersebut.

Ada 3 derajat Asfiksiaa dari hasil Apgar diatas yaitu :

1) Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.

Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-merahan. Dalam hal
ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

2) Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.

Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali permenit, tonus otot
kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

3) Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat

Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit, tonus otot
buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.

6. Penatalaksanaan Medis

a. Pelaksanaan resusitasi

b. Membuka jalan nafas

c. Mencegah kehilangan suhu tubuh / panas

d. Pemberian tindakan vtp (ventilasi tekanan positif)

e. Pemberian obat-obatan penunjang

7. Komplikasi

a. Sembab Otak

b. Pendarahan Otak

c. Anuria atau Oliguria

d. Hyperbilirubinemia

e. Obstruksi usus yang fungsional


f. Kejang sampai koma

g. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax (Wirjoatmodjo,


1994 : 168)

8. Prognosa

a. Asfiksia ringan / normal : Baik

b. Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa baik.

c. Asfiksia berat badan dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau
kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma
dan kelainan neurologis yang permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation

(Wirjoatmodjo, 1994 : 68).

9. Pemeriksaan Laboratorium

a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :

1) Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena
O2 dalam darah sedikit.

2) Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm
imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.

3) Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)

4) Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering terjadi
hipoglikemi.

b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :

1) pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.

2) PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering
terjadi hiperapnea.

3) PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena
terjadi hipoksia progresif.

4) HCO3 (normal 24-28 mEq/L)

5) Urine

6) Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :


7) Natrium (normal 134-150 mEq/L)

8) Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)

9) Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)

10) Photo thorax

11) Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

10. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksiaa berat

Intervensi

1) Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher sedikit
tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu
terangkat 2-3 cm

2) Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.

3) Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam

4) Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah
arteri.

2. Resiko terjadinya hipotermi sehubungan dengan adanya proses persalinan yang lama
dengan ditandai suhu tubuh dibawah 36° C

Intervensi

1) Letakkan bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer)

2) Singkirkan kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas
handuk / kain yang kering dan hangat.

3) Observasi suhu bayi tiap 6 jam.

4) Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian Infus Glukosa 5% bila ASI tidak
mungkin diberikan

3. Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap


lemah

Intrvensi

1) Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi

2) Monitor turgor dan mukosa mulut.


3) Monitor intake dan out put.

4) Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan

5) Lakukan control berat badan setiap hari.

4. Resiko terjadinya infeksi sehubungan penurunan daya tahan tubuh bayi.

Intervensi

1) Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan

2) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

3) Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi)

4) Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari.

5) Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.

6) Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal

7) Hindarkan bayi kontak dengan sakit.

8) Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik.

5. Resiko terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan metabolisme yang meningkat

Intervensi

1) Berikan nutrisi secara adekuat dan catat serta monitor setiap pemberian nutrisi.

2) beri selimut dan bungkus bayi serta perhatikan suhu lingkungan

3) Observasi gejala kardinal (suhu, nadi, respirasi)

6. Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan perawatan
intensif.

Intervensi

1) Jelaskan para ibu / keluarga tentang keadaan bayinya sekarang.

2) Bantu orang tua / ibu mengungkapkan perasaannya.

3) Orientasi ibu pada lingkungan rumah sakit.

4) Tunjukkan bayi pada saat ibu berkunjung (batasi oleh kaca pembatas).

5) Lakukan rawat gabung jika keadaan ibu dan bayi jika keadaan bayi memungkinkan.
DAFTAR PUSTAKA

Allen Carol Vestal, 1998, Memahami Proses Keperawatan, EGC : Jakarta

Aminullah Asril,1994, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina pustaka Sarwono Prawirohardjo:


Jakarta.

Aliyah Anna, dkk. 1997, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan perinatologi Indonesia


(Perinasia): Jakarta

Effendi Nasrul, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC : Jakarta

Hasan Rusepno, dkk 1981, Penata Laksanaan Kegawat Daruratan Pediatrik, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.

Ilyas Jumlarni, 1995, Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta.

Margareth. G.M, 1998, Intrudcutory Pediatric Nursing,Lippincott : New York

Rustam Mochtar, 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, EGC : Jakarta.

Wahidiyat Iskandar, dkk. 1991, Diagnosis Fisik Pada Anak, Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai