Anda di halaman 1dari 9

Waktu menunjukkan petang.

Bulan sudah menampakkan wajahnya walaupun belum sepenuhnya


terlihat. Hingga saat ini aku masih termenung disisi jendela kamarku, aku masih memikirkan tiket
pesawat yang ada ditanganku ini. Apa aku ikut saja? Tapi aku takut jika Ayah tidak
memperbolehkanku. Sebenarnya aku sangat ingin ikut tetapi jika Ayah tidak mengizinkan aku tidak
akan ikut "Hahh..." Aku menghela nafas berat, aku bingung sekali apa yang harus aku lakukan agar
Ayah mengijinkaku pergi? Terlintas ide dikepalaku "mungkin aku harus meminta Ibu untuk membujuk
Ayah agar mengizinkanku". Setelah menimang-nimang ideku ini lantas aku segera mendatangi Ibu.

Saat ini Ibu sedang menyiapkan makan malam, sadikit ada keraguan dalam hatiku. Bagaimana jika Ibu
juga tidak mengizinkanku? Atau yang lebih parah bagaimana jika Ibu malah memarahiku?. "Apa yang
kamu lakukan disana? Cepat bantu Ibu". Oh.. Astaga hampir saja aku jantungan". Dengan segera aku
menghampiri Ibu "Ibu! Buat kaget aja" Kataku. "Lalu ngapain kamu berdiri disana? Seperti patung
saja" jawab Ibu. "Aku hanya ingin berdiri saja. Baiklah apa yang harus kubantu Bu?". "Ahh..
Ambilkan piring dan peralatan makanan lainnya". "Baiklah Bu".

Setelah selesai makan malam akupun memberanikan diri berbicara pada Ayah "Ayah minggu ini aku
akan berlibur dengan teman-teman..." Belum selesai aku berbicara ayah segera menyelanya "tidak
boleh". Ohh.. ini seperti aku akan dihukum mati, bukan karena berlebihan atau apa memang ayah selalu
seperti ini. Padahal aku hanya akan berlibur tetapi responnya sangat berlebihan. Menurutku. "Tapi
ayah, hanya kali ini saja. Kumohon. Lagi pula aku tidak sendiri". "Tetap tidak boleh". Ayah sangat
tidak bisa diajak kompromi, tapi aku akan berusaha bagaimanapun aku sudah berjanji kepada Aji dan
teman-teman. "Ayah. Hanya kali ini saja". Ayah tetap tak mengidahkan perkataanku, lalu aku menatap
Ibu memintanya untuk membantuku. "Memangnya kamu mau liburan dimana? Dan sama siapa?" Kata
ibu. "Aku akan berlibur disebuah villa dekat pegunungan. Hanya 2 hari. lagi pula Aji juga ikut".
Kumohon Bu bantulah aku!. "Biarkan saja dia berlibur. Kan Aji juga ikut". Ohh Ibu kau penyelamatku,
sekarang hanya tinggal Ayah. "Tetap tidak bisa! Jika kamu ingin berlibur, kita bisa berlibur. Kamu mau
kemana?" Ujar Ayah. "Tapi Ayah aku ingin bersama teman-teman. Aku juga sudah berjanji akan ikut.
Ayah bolehkan?". Kuharap Ayah mengabulkan permintaanku. Jika tidak bagaimana aku mengatakan
pada teman-teman. Harapan tinggallah harapan, setelah aku mengucapkan itu Ayah segera beranjak
dari kursi makan. Tamatlah sudah!! "Ibu tolong bujuk ayah". "Baiklah. Tapi kalau gak bisa kamu harus
terima". "Ya. Ibu".

Untuk:Aji
"Ji, mungkin aku gak ikut liburan sama kamu dan teman-teman".
Dari:Aji
"Kenapa? Kamu udah janji!".
Untuk:Aji
"Aku gak di izinin sama Ayah".
10 menit sudah aku menunggu balasan Aji, pasti dia marah. "Hahhh... Aku berharap besok pagi Ayah
berubah pikiran". Setelah itu aku berusaha menutup mataku. Namun hingga waktu menunjukkan pukul
11 malam aku masih terjaga, padahal tadi siang aku tidak sempat tidur siang. Tiba-tiba. Drttt.. Drttt..
Dari:Aji
"Aku tahu kamu pasti gak akan di izinin tapi kamu malah janji sama aku dan teman-teman. Aku gak
marah, cuma aku takut teman-teman marah sama kamu. Tapi kalau Ayahmu gak kasih izin gak masalah
turutin aja. Ayahmu pasti khawatir sama kamu. Selamat malam."
Aku merasa lega karena Aji tidak marah, tapi aku benar-benar ingin liburan bersama. Sejak kecil aku
tidak pernah bermain diluar bahkan saat study tour SD, SMP, SMA pun aku tidak pernah ikut. Untung
saja aku punya sahabat seperti Aji, sejak kecil kami bertetangga dan hanya dia yang mau berteman
denganku, karena jika aku ingin bermain Ayah selalu tidak mengizinkanku dengan alasan "Nanti kamu
kotor" atau "Nanti kamu sakit". Sangat menyebalkan bukan?.
Waktu sudah menunjukkan pukul 1 pagi, "Astaga. Apa selama itu aku melamun". Setelah itu akupun
bergegas untuk tidur.

Paginya aku tetap meminta Ayah untuk memberiku izin tapi tetap saja Ayah mengacuhkan
permintaanku. Sekilas aku melirik Ibu, dan Ibu mengangkat bahunya pertanda bahwa Ayah tetap tidak
memberiku izin. "Ayah aku kan hanya ingin berlibur. Hanya 2 hari. Kumohon, hanya kali ini saja. Aji
juga kan ikut. Jadi Ayah tidak perlu khawatir". Rasanya aku ingin menangis,bahkan sekarang mataku
sudah berkaca-kaca. Kenapa Ayah setega ini? Aku tahu bahwa ini semua karena Ayah sayang padaku.
Tapi, Apa harus seperti ini?. "Baiklah. Selalu turuti perkataan Aji! Dan selalu hubungi Ayah saat disana.
Mengerti?". Apa ini, sungguh aku sangat bahagia sekali. Ayolah, siapa yang tidak bahagia jika akan
berlibur, terlebih baru kali ini Ayah mengizinkanku jauh dari Rumah. "Iya Ayah. Itu pasti, Terima
kasih." Jawabku mantap. Setelah itu aku segera menelpon Aji.
"Ji.."
"Apa? Bahagia banget kamu".
"Aku dikasih izin sama Ayah. Jadi kita bisa berlibur bersama!" Hampir saja aku berteriak karena
senangnya. Astaga!!
"Benarkah? Ko bisa?"
"Itu gak penting! Lusa kita berangkat kan?"
"Iya. Nanti aku jemput kamu"
"Ok. Jii.."

Malam ini aku sangat merasa bahagia. Ya, mungkin terdengar klise tapi aku benar-benar bahagia. Tapi
aku bingung mengapa Ayah memberikanku izin padahal sebelumnya Ayah tetap kekeuh. "Ahh.. Aku
tidak peduli. Yang penting aku berlibur". Tak terasa mataku mulai terpejam.
Waktu masih menunjukkan pukul 04 dini hari dan aku sudah membuka mata. Mungkin ini akibat aku
tidur terlalu cepat karena malam tadi aku tertidur saat pukul 08.

Hari ini adalah hari yang ku tunggu. Waktu sudah menunjukkan pukul 09 pagi dan aku masih
menunggu Aji menjeputku. "Hah.. Kenapa lama sekali". Tadi, pagi-pagi sekali aku sudah terbangun
lalu aku segera beranjak mandi dan shalat. Setelah itu aku langsung membereskan barang bawaanku
yang akan kubawa untuk berlibur. Tapi aku tidak sendiri Ibu juga turut membantuku, awalnya aku
kaget tapi Ibu berkata "Ibu sengaja bangun pagi buat bantuin kamu". Ibu sangat baik sekali, terbesit
dipikiranku jika nanti aku disana apa aku bisa tanpa Ayah dan Ibu?. Tiba-tiba aku merasa sedih selama
2 hari kedepan aku tidak akan sarapan dan makan bersama dengan Ayah dan Ibu. Walaupun Ayah akan
pergi bekerja atau aku akan pergi kuliah tetap saja! Karena ini pertama kalinya aku akan berada jauh
dari mereka walaupun Aji juga ikut.
Tittt..tittt..
Ahhh itu pasti suara mobil Aji. Benar sekali, setelah suara klakson itu berbunyi maka Aji pun muncul.
"Assalamualaikum om, tante". Ayah bahkan rela pergi terlambat untuk mengantarku berangkat. Ohh
mengapa aku menjadi drama seperti ini, aku sangat terharu dengan apa yang Ayah lakukan padaku.
Lantas Ayah pun menjawab "Waalaikumssalam. Udah mau berangkat Ji? Teman-teman yang lainnya
dimana?". "Iya om. Yang lain nunggu di bandara om" kata Aji dengan sopan. "Kalau begitu ke
bandaranya sama om Galih aja Ji. Nanti tante Rena juga ikut, dan juga mobil kamu di parkir disini aja.
Ahh kamu udah sarapan, kalau belum sarapan dulu Ji". Kata Ibu. "Iya Ji. Ayo!" Kataku bersemangat.
"Udah ko tante tapi Apa gak ngerepotin om?". "Gak ko Ji! Om sendiri yang mau antar kalian".
Tibalah kami dibandara dengan segera aku dan Aji keluar dari mobil dan menemui teman-teman.
"Lama amat Ca?" Kata Maya. "Iya tadi Aji lama banget jemputnya". Kataku sambil terkekeh, sekilas
aku melirik Aji, dia terlihat kesal dan wajahnya yang terlihat cemberut. Lagi pula tidak sepenuhnya
salah aku berbicara seperti itu, dia berjanji akan menjemputku pukul 09 pagi tapi aku harus
menunggunya selama 15 menit. "Heh.. Maaf, tadi jalan kesini juga lumayan macetnya". Kata Aji.
"Kamu sama Ayah dan Ibumu tapi kenapa harus menunggu Aji?". Kali ini Bagas yang bertanya. "Ohh..
Iya. Itu Ayahku sendiri yang menginginkannya". Ayah dan Ibu pun segera menghampiri kami "Hati-hati
disana yaa? Turuti apa kata Aji". "Tante tenang aja disana ada paman dan bibi saya ko". Kata Maya.
Kami akan berlibur di desa paman dan bibi Maya. Karena Maya bilang desa paman dan bibinya sangat
asri dan juga dibawah lereng gunung, tapi tentu saja bukan gunung api. "Om titip Ica sama kamu Ji.
Dan juga hubungi om jika Ica tidak mau menuruti kata-katamu". "Ayahh.." Kataku sedikit merengek.
Oh, Ayah kau mempermalukanku didepan teman-temanku. Lihatlah sekarang Maya dan Bagas bahkan
sudah melihatku sambil tersenyum dengan anehnya. Dan jangan lupa dengan Aji, Dia bahkan sudah
tertawa walaupun tidak terbahak-bahak. Ayah dan Ibu bahkan ikut tertawa. Ohh.. Mereka menjebakku!
"Yakk.. Berhentilah". Kataku dengan kesal. " Eohh.. keberangkatannya sebentar lagi". Suara Maya
menginterupsi kegiatan kami, bukan lebih tepatnya mereka. Ahh.. Lega sekali, mungkin aku harus
berterima kasih padanya nanti. "Baiklah. Ingat ucapan Ayah eohh?". "Ya Ayah. Aku mengerti". Setelah
itu kami segera menuju keruang tunggu.

Setelah sampai, kami segera naik bis untuk masuk ke desa paman dan bibi Maya. Karena lokasinya
yang jauh dari perkotaan dan juga jalan yang tidak bisa ditempuh dengan roda empat maka setelah
kami turun dari bis kami harus menempuh 4 km dengan berjalan kaki. Kami sampai disana saat waktu
menunjukkan pukul 05 sore dan kami segera beristirahat di villa paman dan bibi Maya.
Drrtt..drrtt..
Dari: Aji
"Sudah tidur?".
Untuk: Aji
"Belum ngantuk".
Dari: Aji
"Mikirin Ayah dan Ibumu?".
Untuk: Aji
"Hmm. Mungkin. Baiklah aku sudah mulai mengantuk. Selamat Malam".
Setelah membalas pesan aku segera tertidur.

Paginya kami berempat segera menyusuri desa ini. Desanya sangat asri, dan juga banyak sekali pohon-
pohon disini. Aku sangat terpesona dengan desa ini. Mungkin sedikit berlebihan tapi itulah pendapatku.
Desa in juga sangat bersih dan penduduknya mungkin hanya beberapa orang saja dan juga rumah-
rumah disini berjarak cukup jauh. Setelah cukup dan juga hari sudah lumayan siang kamipun kembali
ke villa yang kami tinggali untuk makan siang. Tetapi aku merasa ada yang sedikit ganjil, mengapa
disini sangat sepi? Padahal tadi pagi banyak pelayan. "May, kenapa sepi banget?" Tanyaku penasaran.
"Gak tahu. Mungkin pelayannya sudah pulang." Jawab Maya. "Kalau sudah pulang gimana kita
makannya? Aku laper nihh!" Kata bagas. "Iya. Gak mungkin kamu masak apalagi Ica. Aku gak mau
keracunan gara-gara kalian". Lanjut Aji, ohh apa katanya tadi "huh.." Kataku. "Hmm.. Aku telpon
pamanku dulu!". Balas Maya. "Ok". Jawab kami serempak.
Ahh.. Aku lupa untuk mengelilingi villa ini, tadi pagi kami langsung menyusuri desa ini hingga lupa
untuk melihat-lihat villa ini. Sambil menunggu paman Maya kesini akupun berjalan-jalan mengelilingi
villa ini. Bisa dibilang bahwa villa ini lumayan mencolok dari rumah-rumah warga karena rumah
mereka terbilang sederhana. Ruang tamunya juga lumayan luas, dan terdapat 6 kamar disini. Dapurnya
juga cukup luas, setelah diperhatikan ternyata ada taman dibelakang villa ini. Wahh sungguh indah,
ditaman ini terdapat pohon yang rindang yang juga dipasang ayunan. Ohh Ayunan, segera kunaiki
ayunan tersebut. Kita juga dapat melihat ada gunung didepan dan terdapat perkebunan yang cukup luas.
Sungguh aku tidak menyesal berlibur disini, Maya benar, desa ini sangat indah. Namun saat kulihat
kesisi kiri atau lebih tepatnya pohon rindang yang dijadikan penyanggah untuk ayunan ini, seperti ada
bayangan Aneh. Tapi aku menghiraukannya.

"Caa.. Heyy kamu dimana?". Itu suara Maya. "Ohh. Aku ada ditaman belakang". Jawabku. "Ayoo.
Makanannya udah siap nihh". "Ok.ok!". Setelah itu aku langsung menuju keruang makan. "Emm.. Ini
siapa yang masak?". Tanyaku penasaran. "Banyak tanya! Makan aja. Ini makanan gak ada racunnya
ko" kata Aji. "Cihh.. Aku tanya sama Maya kenapa kamu yang jawab!".balasku kesal. "Eiyyy.. Sewot
amat. Dasar nenek lampir". Lanjut Aji. Ohh astaga aku bisa gila menghadapi bocah tengik ini. Sejak
dulu dia selalu merecokiku, menggangguku, bahkan membuatku menangis. Yaa.. Walaupun dia juga
yang selalu menemaniku saat aku sendiri dan juga selalu datang saat aku butuhkan. "Yakk.. Berhentilah
bertengkar. Tadi pamanku yang membawakan makanan ini. Jadi cepat makan!". Suara Maya membuat
pertengkaranku dan Aji berhenti.
Beberapa menit setelah makan aku mendengar suara seorang perempuan "Jauhi dia!". "Ada yang
denger suara gak?". Kataku. "Ica apaan sihh orang gak ada siapa-siapa selain kita disini". Jawab Maya.
"Tapi aku beneran. Kayak ada suara perempuan yang bicara". Balasku dengan wajah takutku bahkan
saat ini aku sudah menarik-narik baju Aji. "Gak ada suara apa-apa Ca. Jangan parno dehh". Lanjut
Bagas. "Jii.. Aku takut nih". Kataku. "Gak ada apa-apa ko. Tenang aja". Selanjutnya tidak ada
percakapan lagi antara kami berempat. Tapi aku selalu mendengar suara aneh itu, bahkan tadi saat
mencuci piring pun aku mendengarnya. Dan kenapa hanya aku yang mendengar? Pertanyaan itu
muncul diotakku. Drttt..drttt..
Ayah calling..
"Ohh.. Assalamualaikum Yahh".
"Waalaikumssalam. Udah sampe? Tadi Ayah telpon gak diangkat-angkat sama kamu? Ponsel Aji juga
gak aktif. Ibu sampe khawatir".
"Maaf.. Ponselku lowbat. Aji bilang ponselnya gak ada sinyal. Ini juga baru selesai nge cashnya".
Kudengar suara Ibu yang ingin berbicara denganku disebrang sana.
"Ibu pingin bicara".
"Hmm..".
" Kenapa gak bisa dihubungi? Kamu lagi apa? Udah makan? Shalatnya juga udah dilakuin belum?".
Kata ibu terburu-buru.
"Ibu pelan-pelan. Aku bingung mau jawab apa".
"Ohh.. Maaf".
"Tadi ponselku lowbat. Aku lagi tiduran aja dikamar. Ohh.. Baru selesai makannya tadi. Aku udah
shalat ko bu.."
"Bagus dehh. Kalau gitu ponselnya Ibu kasih ke Ayah lagi ya".
"Ya".
"Jangan lupa pesan Ayah". Kembali suara Ayah yang terdengar.
"Iya. Gak lupa ko Yahh".
"Kalau gitu Ayah tutup telponnya". Setelah itu Tutt..tutt..

Hari sudang menjelang malam dan Aku masih memikirkan suara aneh tadi siang. Lalu kulihat melalui
jendela yang gordennya terbuka, aku baru menyadari bahwa kamarku berhadapan dengan Ayunan siang
tadi walaupun tidak terlalu dekat karena tertutupi kamar sebelah. Tapi ada yang aneh, kenapa Ayunan
itu bergerak? Bahkan melayang kedepan kebelakang, tidak mungkin angin jika adapun pasti dedaunan
ikut bergerak. "Ohh.. Yatuhan apa itu?" Kataku terkejut setelah melihat bayangan yang melayang
kesana kemari. Bahkan terdengar siulan seseorang, "Aku mulai gilaaa". Lalu bayangan itu menuju
kearah kamarku. Apa yang harus kulakukan? Ayah Ibu, aku takut sekali. Tetapi kenapa mataku tidak
bisa terlepas dari bayangan itu dan ia semakin mendekat bahkan suara siulan tadi terdengar semakin
jelas ditelingaku. Brukkk..
Suara apa itu? Ohh astaga kenapa bulu kuduk ku menjadi meremang seperti ini?. Aku tidak mungkin
tidur dikamar ini. Segera aku mendatangi kamar Aji.
"Jii.. Jii.. Ajii". Kataku sedikit berteriak. "Kenapa dia lama sekali!". "Eohh.. Apa? Malem-malem
berisik banget". Sebelum dia melanjutkan perkataannya aku pun langsung masuk kedalam kamarnya.
"Aku gak bisa tidur. Aku tidur disini ya Jii? Please??" Jawabku. "Aku takut". Lanjutku dalam hati. Jika
aku berbicara bahwa aku memang takut dia pasti akan mengejekku. "Tapi tidur dimana?". Kata Aji. "Di
sofa juga gak apa-apa". "Ok. Aku tidur di sofa kamu diranjang. Dan tolong jangan berisik!". "Iyaa.
Makasih Ji." "Hmm.. Udah tidur sana, aku gak akan matiin lampunya ko". Ohhh.. Kenapa aku merasa
malam ini Aji sangat baik, eohh bukankah Aji memang selalu baik padaku? Hanya saja tertutupi oleh
sifat menyebalkannya. Hahh.. Aku merasa lebih baik sekarang. Entahlah aku hanya merasa bahwa Aji
adalah pelindungku jika tidak ada Ayah bersamaku. Setelah melamun aku merasa kantuk mulai
menyerangku maka akupun mulai tertidur. "Jauhi dia!..". Suara apa itu? Ohh kenapa sekarang aku
selalu bertanya tentang suara. "Jauhi dia!..". Itu. Itu suara yang sama saat siang tadi. Kenapa dia selalu
menggangguku? Apa salahku? Aku hanya ingin berlibur saja aku bahkan tidak mengenalnya apalagi
mengganggunya, lantas apa alasannya. Setelah mendengar suara itu aku pun terjaga kembali. "Ji.
Aji??". Suaraku bahkan mulai bergetar, Aku sangat takut. Kenapa jadi begini? Mataku bahkan sudah
berkaca-kaca, ohh kenapa Aji belum bangun juga. "Tolong jangan ganggu aku. Kumohon. Apa
salahku?". Bahkan sekarang aku sedang berbicara sendiri dan aku mulai menangis. Hiks..hiks "Heyy.
Ca, kenapa?". Mungkin Aji terbangun karena mendengar suara tangisanku. "Aku takut Ji. Dia, dia
mengganggu ku terus". Aduku. "Dia siapa? Hmm.. Udah jangan nangis. Ayoo tidur lagi ini masih dini
hari". Kata Aji. "Tapi aku takut". Balasku. "Ada aku. Sekarang kamu tidur aku jagain sampe kamu tidur
hmm?". Baiklah aku mengalah, akhirnya akupun mulai tertidur kembali dengan Aji yang ada
disampingku.

Matahari sudah menampakkan cahayanya dan mataku perlahan-lahan mulai terbuka hingga satu suara
yang membuatku malas. "Yakk.. Nenek lampir bangun. Ini udah pagi! Cepat bangun". "Bentar Ji.. Aku
bahkan belum mengumpulkan nyawaku". Aku tidak mau merusak pagiku dengan bertengkar
dengannya, lantas setelah mengatakan itu aku langsung berdiri dan menuju kamarku. Ohh aku bahkan
lupa tidak shalat gara-gara semalam yang membuatku bangun sesiang ini. "Caa.. Kamu tidur dikamar
Aji?". Ohh itu suara Maya. "Ehhh.. Iyaa. Semalem aku gak bisa tidur". Maya memincingkang matanya
sambil menelisikku lebih jauh. "Heyy.. Jangan berpikiran macam-macam aku cuma tidur. Lagipula aku
sama Aji kan sahabatan". Kataku. "Yaa siapa tahu". Jawab Maya. "Ck.ck.ck. Aku mau mandi dulu!".
"Baiklah. Kalau udah selesai langsung sarapan ok?". "Ya".
Setelah sampai dikamar aku merasa hawa dingin menusukku, aku bahkan masih bisa mendengar siulan
semalam dan Ayunan diluar sana yang masih bergerak-gerak. "Tolong jangan ganggu aku dulu".
Kataku sedikit merengek, setelah itu aku langsung menuju kamar mandi yang ada dikamar ini dengan
tergesa-gesa.
Saat ini aku sedang sarapan dengan yang lainnya. Tadi selesai mandi aku sudah tidak merasakan hawa
dingin yang sempat kurasakan saat pertama kali masuk kekamar. Suara siulan itupun tidak terdengan
dan ayunanpun tidak bergerak sama sekali. Kulihat Aji sedang bermain PSP dikasurku dengan serius.
"Heyy.. Apa yang kamu lakuin disana?" Tanyaku. "Heyy.. Apa kamu gak lihat aku lagi main PSP!
Matamu rabun yahh?" Jawabnya dengan santainya. "Ck.ck.maksduku kenapa kamu ada dikamar ini?".
"Ayo sarapan. Aku udah laper!". Setelah mengucapkan itu dia segera berheni memainkan PSP nya
tersebut dan segera melangkah menuju pintu."Ayoo.. Cepetan". Lanjutnya. "Iya. Cerewet". Maka
disinilah kami sekarang, sarapan bersama.
"May kenapa disini sepi? Terus siapa yang masak ini?" Tanya Aji penasaran. "Ohh.. Pelayannya nanti
datangnya sore. Makanan ini pamanku yang bawa". Jawab Maya. Kami sarapan dengan Nasi goreng
seafood, karena aku alergi dengan seafood maka aku memindahkannya kepiring Aji. "Ehh.. Kenapa
harus seafood. Aku kan alergi May". Kataku sambil merengut. "Aku gak tau. Maaf, nanti aku kasih tau
pamanku kalau bawa makanan jangan ada seafoodnya". Balas Maya "Jangan. Seafood aja, kalau ada
seafoodnya kan aku makan lebih banyak krena Ica gak bakal makan ini seafood". Ck.. Bocah ini sidah
mulai menyebalkan ternyata. Ku cubit lengannya yang cukup berotot itu. "Aww.. Yakk sakit tau".
Katanya sambil mengusap-usap lengannya yang ku cubit. "Rasain..". Kataku. "Jauhi dia!!". Ehh suara
itu lagi. Kenapa dia selalu mucul? Aku yang mengerti bahwa hanya aku saja yang mendengar suara
tersebut pun langsung mengacuhkannya dan melanjutkan sarapanku walau dalam hatiku sangat resah.
"Besok lusa kita pulang yaa?" Tanyaku pada Maya dan Bagas. "Iya sayang banget. Aku suka disini!".
Jawab Bagas. "Yaudah tinggal aja disini!" Timpal Aji. Aishh bocah ini memang jago membuat orang
lain naik darah ternyata. "Ckk.. Ganggu aja". Lanjut Bagas. "Kalau gitu setelah ini kita ke perkebunan
pamanku aja. Mau?". Tanya Maya "Aku mau. Tapi itu perkebunan apa?". Jawabku dengan seru.
"Perkebunan teh.. Nanti kita bantu petani yang lain metik daun teh". Jawabnya. "Gimana??". Lanjutnya
sambil melirik Bagas dan Aji "Aku sih ayo aja.." Jawab Bagas. "Kamu Ji.?". Sekilas aku melihatnya
dan dia juga melihatku lalu "Hmm.. Mana mungkin aku sendirian disini kan?". Jawabnya. "Ok. Udah
selesai kan sarapannya? Sekarang kita bisa pergi. Piringnya biarin aja". Kata Maya. "Ayo cepetan".
Lanjutnya. "Ayo Ji.." Kataku. Setelah itu kami pun berangkat menuju perkebunan teh paman Maya.

Sesampainya disana kami langsung disuguhkan pemandangan yang indah dan aroma teh yang segar
dan menyejukkan. Setelahnya kami segera menjadi petani teh dadakan. Sambil memetik daun teh kami
diberi kuliah pagi oleh Maya, sedari tadi dia mengoceh ini itu padahal dia sudah memberi tau saat
menuju kesini. "Eiyy.. Jangan kayak gitu metiknya. Petik ujung daunnya aja, tapi hati-hati". Ohh itu
suara cerewetnya, dia sudah mengatakannya sebanyak 5 kali, bukan, ditambah yang ini berati 6 kali.
Ckk.. Mengapa dia menjadi menyebalkan begini. "Aishh.. Berisik. Cuma mau petik daun teh aja repot.
Tadi kamu udah kasih tau jadi kami juga udah ngerti, okay? Berhenti mengoceh May!". Seloroh Aji.
Haha kali ini aku setuju dengannya. "Iya. Kamu berisik banget". Tambah Bagas. "Ck..ck.. Aku cuma
kasih tau kenapa malah sewot". Ujar Maya. "Yakk.. Berhenti. Sekarang kita lanjutin aja. Dan Maya
tolong jangan berisik lagi!". Ahh.. Aku sudah tidak tahan mendengarnya. Baiklah. Sekarang kami pun
melanjutkan acara memetik kami yang sempat tertunda tadi.
Setelah selesai kami segera mengistirahatkan diri kami. Huh.. Aku sangat lelah sekali. Pikir saja kami
memetik daun teh selama 2 jam penuh, apalagi perkebunan ini sangat luas. Aku sekilas melirik kearah
villa yang kami tempati tepatnya melihat ayunan ditaman belakang yang cukup terlihat jelas dari sini.
Sedetik setelahnya aku baru menyadari bahwa ayunan itu bergerak kesana kemari, bulu kuduk ku
semakin merinding dan tanpa sengaja aku mencengkram lengan Aji, namun dia belum menyadari
ketakutanku. Aku masih melihat kearah ayunan tersebut dan suara siulan pun terdengar ditelingaku.
Sekilas aku melihat Aji, Maya, dan Bagas. Aku berpikir apa mereka tidak mendengar siulan itu?
Padahal jika dipikir kembali siulan itu cukup keras terdengar ditelingaku. Apa aku mulai gila, oh tentu
saja tidak mungkin, tapi kenapa hanya aku sendiri yang ketakutan disini?. Setelah itu aku melirik
sedikit kearah ayunan itu lagi dan setelahnya aku melihat bayangan yang terbang kesana kemari. Itu.
Itu adalah bayangan yang semalam, setelahnya aku memalingkan pandanganku dan ikut mengobrol
bersama Aji, Maya, dan Bagas. Tapi tiba-tiba suara aneh itu terdengar ditelingaku kembali "Jauhi dia!
Jauhi dia!". Suara itu terus terngiang ditelingaku hingga saat Aji menyadari bahwa aku mencengkram
lengannya yang mungkin sedikit lebih keras yang juga sudah kulakukan sedari tadi. Mungkin dia
merasa kesakitan. "Heyy.. Kenapa?". Tanyanya. "Ehh.. Gak. Gak kenapa-kenapa". Jawabku sambil
melepas lengannya. "Ayo kita liat-liat kebunnya". Ajak Bagas. "Hmm.. Kalian duluan aja nanti aku
nyusul sama Ica". Jawab Aji yang menyadari bahwa aku sedang ketakutan. Selepas mereka berdua
pergi, Aji pun menanyai hal yang sama "Kenapa? Ada apa?". "Dia. Dia menggangguku lagi Ji. Aku
takut". Jawabku sambil meringkuk mendekat. "Dia siapa?". Tanyanya penasaran. "Entahlah, tapi dia
selalu menggangguku jika aku sendiri". "Sekarang ada aku. Jangan takut lagi okay? Ayo kita susul
mereka. Nanti malah kena semprot maya kkk..". Ujarnya sambil terkekeh. Aku sedikit lebih tenang
sekarang, setelahnya kami segera menyusul Maya dan Bagas.

Kami kembali ke villa saat jam 04 sore. Segera aku menelpon Ayah.
"Halo. Assalamualaikum". Ujarku duluan.
"Waalaikumssalam". Ohh.. Aku kangen suara Ayah dan Ibu.
"Gimana liburannya? Besok udah pulangkan? Ibu kangan benget sama kamu". Lanjut Ayah
"Hmm.. Seru Yahh. Iya besok kami pulang. Aku juga kangen Ibu. Kalau Ayah? Apa Ayah gak kangen
sama aku?". Kataku sambil merajuk.
"Ok nanti kalau udah sampe bandara Ayah jemput. Ayah? Hmm.. Gimana ya? Ayah kangen banget deh
kayaknya sama kamu". Jawab Ayah sambil tertawa kecil disebrang sana.
"Iya. Ck.ck. Ayah! Ko kayaknya sihh?". Kataku dengan kesal.
"Ayah kangen sama kamu. Sangat".
"Hmm.. Aku juga kangen Ayah. Ayah udah pulang kerja?".
"Belum. Tapi sebentar lagi".
"Yaudah Ayah lanjutin kerjanya. Assalamualaikum".
"Waalaikumssalam".
Setelah menelpon Ayah aku segera beranjak untuk mandi. Saat aku sedang melakukan ritual mandiku
aku mendengar sebuah suara.
Ceklek..
Suara apa itu? Ohh jangan panik Ca, aku mulai mensugesti diriku sendiri, tapi.
Tap. Tap
Itu seperti suara seseorang yang sedang berjalan. Astaga. Aku segera menyambar handuk dan memakai
bajuku. Setelah itu aku pun keluar dari kamar mandi. Kulihat Aji sedang bersantai dikamarku ini
sambil menonton TV. "Tadi suara kamu buka pintu dan juga suara kaki kamu Ji?". Tanya ku sambil
menghampirinya. "Ohh. Kamu denger ya? Iya". Jawabnya sambil tersenyum bocah. Arghh.. Aku
sungguh kesal dengannya, hampir saja aku mati berdiri saat mendengar suara pintu terbuka dan suara
kakinya itu. Oh, Ya Tuhan. Segera aku mengambil bantal dan brukk..
"Yakk.. Sakit tau". Ujarnya sambil mengelus-elus kepalanya. "Ohh.. Aku hampir mati berdiri tadi".
Jawabku sambil menahan amarahku. "Maaf. Apa sebegitu takut kamu sama Dia?". Suaranya mulai
melembut. "Aku kesini cuma mau tanya, nanti malam tidur dikamarku lagi gak?". Lanjutnya. "Hh..
Iya". Jawabku.
Setelahnya kami menonton TV bersama. Tiba-tiba Aji bersuara. "Ayahmu tadi nelpon". "Oh ya?".
Jawabku seadanya. "Iya. Dia selalu nelpon aku setiap 3 jam sekali". Kata Aji. Huh kenapa Ayah
menelponnya sebanyak itu. Aku menatapnya cemburu. "Jangan cemburu. Ayahmu bilang kamu susah
buat dihubungi. Ayahmu telpon aku cuma bilang. Jaga Ica ya Ji, om titip Ica sama kamu. Atau Tolong
awasin Ica, dia harus turuti kata-katamu Ji". Ujarnya setelah tau aku menatapnya cemburu sambil
mencontohkan suara Ayah. "Uhh.. Iya ponselku selalu kutinggal". Jawabku sedikit menyesal karena
ternyata aku begitu merepotkan Aji. "Maaf. Aku ngerepotin kamu". Lanjutku. "Gak apa-apa. Aku gak
merasa direpotin". Jawabnya.

Malamnya aku tidur dikamar Aji seperti malam kemarin. Sekarang aku sedang berbaring dikamarnya,
karena setelah makan malam kami segera menuju kekamar masing-masing. Aku melihatnya yang
sedang merapihkan bajunya. "Apa? Udah malam. Tidurlah". Ujarnya yang menyadari bahwa aku
menatapnya sedari tadi. "Belum ngantuk. Kamu juga tidur Ji. Besok penerbangannya kan jam 10 pagi
jadi masih ada waktu buat ngerapihin barang-barang". Kataku.
"Iya. Bentar lagi. Cahhh.. Udah selesai. Ayo tidur". Jawabnya. Aku tertidur diranjangnya dan dia
tertidur di sofa, aku sangat kasihan melihatnya, segera aku mengambil selimut dan langsung
menyelimutinya, lalu aku pun ikut menyusul Aji ke alam mimpi.
Paginya aku mendengar suara gemercik air didalam kamar mandi. Mungkin Aji sedang mandi. Pikirku.
Aku pun bergegas kekamarku.

Saat ini kami sudah berada dibandara, aku dan Aji sedang menunggu Ayah. Tadi Maya dan Bagas
sudah pulang duluan dengan menaiki taksi. "Eohh.. Itu Ayah Ji. Ayo". Setelah melihat kemunculan
Ayah aku dan Aji segera menghampiri Ayah. "Ayah". Kataku sedikit berteriak. "Ohh.. Ica". Jawab Ayah
sambil mendekatiku. "Halo om. Ehh tante Rena gak ikut?". Ujar Aji. "Iya. Ohh iya tadi tante Rena
pergi kebutik". Jawab Ayah. "Yaudah. Ayo". Lanjut Ayah.
Saat diperjalanan aku mendengar suara Aneh itu lagi "Jauhi dia! Jauhi dia! Jauhi dia!". Kali ini lebih
keras dan durasinya cukup lama bahkan saat kami sampai dirumah ku. Aku masih mengacuhkan suara
itu walaupun aku sendiri cukup takut. Malamnya suara itu muncul lagi disertai suara siulan dan hawa
dingin mulai menusuk kulitku. Aku menanggapinya dengan biasa walau hatiku cukup resah, tapi aku
mencoba untuk memberanikan diriku. "Siapa kamu? Kenapa menggangguku? Apa salahku? Mengapa
mengikutiku? Jangan ganggu aku!". Seruku sambil berteriak. "Jauhi dia!". Apa maksudnya? Siapa yang
harus kujauhi? Tiba-tiba fotoku dengan Aji pun jatuh hingga pecah. Terlintas dikepalaku, jadi
maksudnya aku harus menjauhi Aji? "Iya" jawab suara itu. Aku semakin tak mengerti. Hingga sebuah
bayangan mendekatiku, dan semakin mendekat. Saat iba dihadapanku bayangan itu berteriak "Jauhii
diaaaa!! Dia milkku!!".
Ohh.. Astaga. Apa itu mimpi tapi mengapa begitu jelas. Aku melihat jam disamping tempat tidurku dan
waktu menunjukkan pukul 05 pagi, maka segeralah aku bangun untuk mandi dan shalat.
Siangnya aku menonton TV diruang tengah karena saat ini masih liburan kuliah. Tiba-tiba ada
seseorang mengetuk pintu. Siapa itu? Segera aku membukakan pintu dan melihat pamanku ada disana.
"Ohh. Paman". Kataku. "Eiyy.. Assalamualaikum Ca". Balas paman. "Hehe iya waalaikumssalam.
Masuk paman". Kataku sambil tertawa kecil. Pamanku adalah adik dari Ayah dan dia adalah seorang
pemuka agama bisa dibilang di adalah seorang ustadz. Paman melihat kebelakangku dengan menelisik.
"Paman. Ayo masuk". Seruku, paman kenapa sih? Dan kenapa dia malah melihat kebelakang, saat aku
melihat kebelakang tidak ada apa-apa. "Ayo". Jawabnya saat melihatku yang sedang mengikutinya tadi.
Setelah beberapa menit paman kerumah, dia pun segera pamit pada Ayah dan Ibu, sebelum pulang dia
berpesan "shalatnya yang rajin ya Ca". Dan aku hanya membalasnya dengan anggukan.

Malam ini Ayah dan Ibu sedang berada di luar kota karena menjenguk nenek yang sakit, itulah alasan
kenapa paman kerumahku tadi siang. Aku sudah menelpon Aji untuk menemaniku. Tapi kenapa dia
lama sekali, dasar tukang telat. Beberapa menit kemudian, Aku mendengar suara mobil. Ahh itu pasti
Aji, dan benar saja kalau itu memang Aji. Setelah masuk dia segera mencariku dan menghampiriku
yang berada di kamar. "Huhh lama banget". Kataku dengan kesal. "Maaf.. Tadi Ayah dan Ibu
introgasiku dulu sih". Jawabnya sambil terkekeh. "Alesan". Kataku.
Saat mataku mulai terpejam aku mulai mendengar suara itu lagi dan aku langsung terbangun. Kali ini
hawanya benar-benar sangat dingin dan suara itu semakin keras bahkan bayangan itu sudah muncul.
Sepertinya malam ini adalah puncaknya. Dia mulai berteriak-teriak lagi "Jauhi dia! Dia milikku!".
Serunya penuh penekanan. Bahkan sekarang barang-barang yang ada dikamarku mulai berjatuhan, dan
aku semakin takut. "Aji.. Ji". Ujarku dengan bergetar menahan takut dan tangisku. Setelah mendengar
lukisan terjatuh Aji segera datang kekamarku dan melihat kamarku berantakan lalu melihat keujung
kamarku bahwa ada hal yang ganjil. Lalu bayangan itu mendekati Aji, aku pun berteriak "Aji.. Awas
Ji". Aji melihat bayangan itu, lalu dia bersuara "Siapa kamu? Keluar!" Jawabnya memburu. "Kamu
milikku! Jangan dekati dia lagi". Bayangan itu menjawab sambil terus mendekati Aji. "Aku bukan
milik siapa-siapa! Dan kamu. Aku tidak mengenalmu jadi jangan ganggu Ica!". Jawabnya lagi dengan
berteriak. "Kamu milikku!". Katanya dengan berteriak "Mengapa tidak ada yang menyukaiku? Apa
salahku? Apa kurangku? Dan kenapa banyak orang yang tidak menginginkanku?". Lanjut suara itu
sambil menangis. "Kita tidak mengenal satu sama lain. Dan kita berbeda. Kumohon menjauhlah". Kali
ini suara Aji melembut dan memohon. "Ya". Setelah itu suhu disekitar pun mulai normal.
Paginya aku melihat kamarku yang sudah bersih dan Aji yang menghilang dari rumahku. Bahkan saat
ku telpon ponselnya tidak aktif, dan saat ku telpon orang tuanya pun tidak tau Aji dimana.

Anda mungkin juga menyukai