Anda di halaman 1dari 11

Emulsi adalah suatu sistem terdispersi yang terdiri dari paling sedikit 2 fase cairan yang tidak

saling bercampur. Emulsi adalah sistem yang tidak stabil secara termodinamika mengandung
paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur satu diantaranya terdispersi sebagai globul-
globul (fase pendispersi) dalam fase cair lainnya (fase kontinyu) distabilkan dengan adanya
bahan pengemulsi/emulgator.
Kriteria emulsi yang baik adalah:
a. Aman
b. Efektif dan efisien sesuai dengan tujuan terapi
c. Merupakan disperse homogen antara minyak dengan air
d. Stabil baik secara fisik maupun khemis dalam penyimpanan
e. Memiliki viskositas yang optimal, sehingga mampu menjaga stabilitas dalam
penyimpanan, serta dapat dituangkan dengan mudah
f. Dikemas dalam kemasan yang mendukung penggunaan dan stabilitas obat.
Dalam emulsi dikenal istilah fase dispers dan medium pendispersi. Ada
dua jenis tipe emulsi secara umum, yaitu:
1. Tipe air/minyak (A/M).
Tipe A/M berarti air (fase terdispersi) terdispersi dalam minyak (medium).
2. Tipe minyak/air (M/A).
Tipe M/A berarti minyak (fase terdispersi) terdispersi dalam air (medium).

SUSPENSI
Suspensi merupakan sediaan yang merupakan sistem dispersi dari partikel zat aktif solid yang
memiliki kelarutan yang rendah pada medium. Yang diharapkan dari suatu sediaan suspensi
adalah bahwa sistem terdistribusi homogen saat digunakan.
Untuk itu yang menjadi criteria dalam sediaan suspensi adalah:
a. Aman
b. Efektif dan efisien
c. Partikel solid stabil secara kimia dalam medium
d. Partikel solid terdistribusi merata, tidak boleh cepat mengendap, kalaupun
mengendap dapat diredispersikan kembali dengan penggojogan ringan
e. Tidak membentuk cake (endapan massif yang kompak pada dasar botol yang tidak
dapat diredispersikan kembali)
f. Partikel solid tidak mengapung (floating).

Komposisi dari sediaan suspensi adalah:


1. Zat aktif dengan kelarutan yang rendah pada medium
2. Medium suspensi yang diharapkan (dapat berupa air atau minyak)
3. Wetting agent à surface active agent
Solid yang memiliki kelarutan yang rendah dalam medium cenderung memiliki
tegangan permukaan yang tinggi. Keperluan menyertakan wetting agent disini adalah
agar tegangan permukaan solid dapat diturunkan, sehingga solid dapat terbasahi
dengan baik, dapat berada dalam medium, tidak terjadi pengapungan partikel
(floating).
4. Viscocity enhancer
Viscocity enhancer dibutuhkan untuk membentuk struktur pembawa (structured
vehicle) yang mampu menahan laju pengendapan partikel. Semakin kental sistem,
maka laju pengendapan partikel akan semakin rendah (salah satu intepretasi dari
Hukum Stokes)
5. Agen pemflokulasi
Agen pemflokulasi dibutuhkan untuk menstimulasi partikel-partikel membentuk flok,
sehingga resiko terbentuknya cake dapat dihindari. Namun, perlu diperhatikan
penambahan agen pemflokulasi ini, diarahkan untuk flokulasi yang terkendali
(controlled flocculation)
6. Additives
Sebagai additives disini dapat digunakan: gula (yang juga dapat berfungsi sebagai
viscocity enhancer) atau pemanis, pewarna, antioksidant, pengawet (yang
kesemuanya harus larut pada medium).

Suspensi juga dapat digunakan secara oral, topical, maupun parenteral. Namun hal yang perlu
diperhatikan terutama dengan penggunaan parenteral adalah kadar solid, ukuran partikel solid
(micro or nano sized) dan bentuk partikel solid (spheris), selain sterilitas dan kondisi pyrogen-
free. Demikian juga dengan penggunaan topical yang ditujukan pada mata (ophthalmic
suspension), perlu juga melihat ukuran dan bentuk partikel, sealing sterilitas. Dalam ophthalmic
suspension, kondisi pyrogen free tidak dipersyaratkan, mengingat pemberian dilakukan secara
topical. (Syamsuni, 2006)

Sirup
Sirup adalah Larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi (sirup
simplex adalah sirup yang hampir jenuh dengan sukrosa). Larutan oral yang tidak mengandung
gula tetapi bahan pemanis buatan seperti sorbitol atau aspartam, dan bahan pengental, seperti
gom selulosa sering digunakan untuk penderita diabetes.
Kentungan
1. Merupakan campuran homogen
2. Dosis dapat diubah-ubah dalam pembuatan
3. Dapat diberikan dalam larutan encer, sedangkan kapsul dan tabel sulit diencerkan
4. Kerja awal obat lebih cepat karena obat cepat diabsorpsi.
5. Mudah diberi pemanis, baua-bauan, dan warna, dan hal ini cocok untuk pemberian obat
pada anak-anak
6. Untuk pemakaian luar, bentuk larutan mudah digunakan.
Kerugian
1. Volume bentuk larutan lebih besar
2. Ada oabat yang tidak stabil dalam larutan
3. Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan.

Macam Sistem Suspensi


Terdapat dua macam sistem dalam proses pembuatan bentuk sediaan suspensi, yaitu sistem
flokulasi dan sistem deflokulasi. Pemilihan metode ini tergantung dari bagaimana partikel atau
bahan obat tersebut terdispersi ke dalam cairan (Priyambodo, 2007).
Dalam sistem flokulasi, partikel obat terflokulasi merupakan agregat yang bebas dalam ikatan
lemah. Pada sistem ini peristiwa sedimentasi terjadi dengan cepat dan partikel mengendap
sebagai flok (kumpulan partikel). Sedimen tersebut dalam keadaan bebas, tidak membentuk cake
yang keras serta mudah terdispersi kembali ke bentuk semula. Sistem ini kurang disukai karena
sedimentasi terjadi dengan cepat dan terbentuk lapisan yang jernih diatasnya (Priyambodo,
2007).
Dalam sistem deflokulasi, partikel deflokulasi mengendap perlahan-lahan dan akhirnya
membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi kembali. Pada metode ini partikel suspensi
dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain, dan masing-masing partikel mengendap secara
terpisah. Metode ini lebih banyak disukai karena tidak terjadi lapisan yang bening (berkabut) dan
terbentuk endapan secara perlahan (Priyambodo, 2007).
Evaluasi fisik Liquid
 Organoleptis
Pemeriksaan organoleptik yang dilakukan meliputi bau,warna, dan rasa
 Massa Jenis
Piknometer kosong yang bersih dan kering ditimbang (a). Kemudian aquadest dimasukkan ke
dalam piknometer dan ditimbang beratnya (b). Piknometer dibersihkan dan dikeringkan. Sampel
uji dimasukkan ke dalam piknometer, kemudian ditimbang beratnya (c). Massa jenis sampel uji
ditentukan menggunakan persamaan (1).
ρ = �−� � − � x ρ................................ (1).
 Viskositas
Tahapan awal, ditentukan nilai Kv viscometer stormer dengan sampel uji. Sampel dimasukkan ke
dalam wadah. Sampel dinaikkan hingga tanda batas pada dayung terendam, tepat letaknya di
tengah sampel. Rem dilepas sehingga pemberat akan meluncur ke bawah. Lakukan prosedur
dengan pemberat anak timbangan yang bervariasi (W) yaitu: 30, 60, 90, 120, dan 150 gram.
Dicatat nilai rpm yang dihasilkan pada setiap anak timbangan yang berbeda. Selanjutnya dicari
nilai regresi linier dari bobot anak timbangan (x) vs rpm (y) sehingga diperoleh persamaan (2).
Nilai y pada persamaan regresi dianggap nol, sehingga dapat dicari nilai x (Wf). Ditentukan
viskositasnya dengan menggunakan persamaaan (3).
y=bx+a.................................. (2)
η= 𝐊� (�−��) 𝒓𝒑� ........................ (3)
 Volume Sedimentasi
Sampel uji dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 mL dan disimpan pada suhu kamar serta
terlindung dari cahaya secara langsung. Volume sampel yang diisikan merupakan volume awal
(Vo). Perubahan volume diukur dan dicatat setiap selama 30 hari tanpa pengadukan hingga tinggi
sedimentasi konstan. Volume tersebut merupakan volume akhir (Vu). Volume sedimentasi dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan 4.
F=Vu/Vo ........................... (4)
 Redispersi
Uji Redispersi dilakukan setelah evaluasi volume sedimentasi selesai dilakukan. Tabung reaksi
berisi sampel uji yang telah dievaluasi volume sedimentasinya diputar 180 derajat dan dibalikan
ke posisi semula. Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dan diberi
nilai 100%. Setiap pengulangan uji redispersi pada sampel yang sama, maka akan menurunkan
nilai redispersi sebesar 5%.
 Pengukuran pH
Sampel uji dituangkan ke dalam wadah khusus pada pH meter secukupnya. Tunggu hingga pH
meter menunjukkan posisi tetap, pH yang ditampilkkan pada layar digital pH meter dicatat.

I. SALEP

Pengertian salep / ointment

FI IV: sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput.

Berdasarkan komposisi dasar salep dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Dasar salep hidrokarbon, yaitu terdiri dari antara lain:

a) Soft Paraffin Basis diperoleh melalui pemurnian hidrokarbon semisolid dari minyak bumi
digunakan untuk zat aktif yang tidak berwarna, berwarna putih, atau berwarna pucat.

b) Hard Paraffin Merupakan campuran bahan-bahan hidrokar-bon solid yang diperoleh dari
minyak bumi. Biasanya digunakan untuk memadatkan basis salep.

c) Liquid Paraffin merupakan campuran hidrokarbon cair dari minyak bumi digunakan
untuk menghaluskan basis salep dan mengurangi viskositas sediaan krim.

d) Vaselin Putih adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah padat,
diperoleh dari minyak bumi dan keseluruhan atau hampir keseluruhan dihilangkan
warnanya. Dapat mengandung stabilisator yang sesuai.
e) Vaselin Kuning Vaselin kuning adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon
setengah padat yang diperoleh dari minyak bumi. Dapat mengandung zat penstabil yang
sesuai. 6. Campuran Vaselin Dengan Malam Putih & Malam Kuning Salep kuning:
terdiri dari 50 g lilin kuning dan 950 g vaselin putih untuk tiap 1000 g. Salep putih: Tiap
1000 g mengandung 50 g lilin putih dan 950 g vaselin putih.

2. Dasar salep serap,yaitu dapat menyerap air terdiri antara lain:

Tipe basis serap :

Tipe 1 dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam
minyak. Contohnya adalah Parafin hidrofilik dan Lanolin anhidrat. Tipe 2 emulsi air
dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan. Contoh tipe
ini adalah Lanolin.

3. Dasar salep dapat dicuci dengan air

 Dasar Salep Emulsi M/A (vanishing cream)

 Emulsifying Ointment B.P

 Hidrophilic ointment

 Fase minyak (fase internal) terdiri dari petrolatum bersamaan dengan satu atau lebih
alkohol BM tinggi, seperti cetyl atau stearyl alcohol.

 Asam stearat mungkin termasuk dalam fase minyak jika emulsi tersebut dalam bentuk
sabun.

 Petrolatum dalam fase minyak juga dapat mempertahankan kestabilan air dalam
keseluruhan formulasi

 Fase air (fase eksternal) dari basis tipe ini terdiri dari:

 bahan pengawet : metilparaben, propilparaben, benzil alkohol, dan asam sorbat.

 humektan : gliserin, propilen glikol, atau polietilen glikol.

 emulsifier (biasanya menjadi bagian yg paling banyak), bisa non-ionik kationik,


anionik, atau amfoter. juga terdiri dari komponen yg larut dalam air, stabilizer,
pengontrol pH, atau bahan lain yang berhubungan dengan sistem air.
4. Dasar salep larut dalam air Sifat basis larut air:

Larut dalam air, Dapat dicuci, Tidak berminyak, Bebas lipid, Tidak mengiritasi,
Komponen utama : polietilen glikol = carbowax HOCH 2 (CH2OCH2) nCH2OH (ada gugus polar
dan ikatan eter yang banyak).

II. KRIM

1. Pengertian Krim :

Menurut Farmakope Indonesia III definisi Cream adalah sediaan setengah padat berupa
emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

2. Komposisi Formula Krim

zat pengemulsi

 Emulgit

 lemak bulu domba

 setaseum

 setilalkohol

 steril alcohol

 terietanolaminil stearat

 dan golongan sorbitan

 polisorbat

 polietilenglikol

 sabun.

Pengawet

 Metil paraben (nipagin) : 0,12 – 0,18%

 Propil paraben (nipasol) : 0,02 – 0,05%


3. Basis
1. Tipe M/A

Biasanya digunakan pada kulit, mudah dicuci, sebagai pembawa dipakai pengemulsi
campuran surfaktan. Sistem surfaktan ini juga bisa mengatur konsistensi.

Sifat Emulsi M/A:

Dapat diencerkan dengan air. Mudah dicuci dan tidak berbekas. Untuk mencegah
terjadinya pengendapan zat maka ditambahkan zat yang mudah bercampur dengan air
tetapi tidak menguap (propilen glikol). Formulasi yang baik adalah cream yang dapat
mendeposit lemak dan senyawa pelembab lain sehingga membantu hidrasi kulit.
Contohnya : sabun polivalen, span, adeps lanae, kolsterol dan cera.
2. Tipe A/M

Mengandung zat pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps lanae, wool alcohol, atau
ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi dua.

Sifat Emulsi A/M:

Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya dan minyak merupakan fase
luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung kadar air yang kurang dari 25% dan
mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi jenis ini dapat diencerkan atau
bercampur dengan minyak, akan tetapi sangat sulit bercampur/dicuci dengan air.

Contohnya :Sabun monovalen (TEA, Na stearat, K stearat, Amonium stearat), Tween, Na


lauril sulfat, kuning telur, Gelatin, Caseinum, CMC, Pektin,Emulgid.

III. PASTA

1. Pengertian pasta

Pasta adalah sediaan berupa massa lunak yang dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentuk serbuk dalam
jumlah besar dengan vaselin atau parafin cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak
yang dibuat dengan gliserol, mucilago atau sabun. Digunakan sebagai antiseptik atau
pelindung kulit.

2. Komposisi Formula
Biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentuk serbuk dalam
jumlah besar dengan vaselin atau paraffin cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak
yang dibuat dengan gliserol, musilago, atau sabun.

3. penggolongan

 Pasta kering

 Suatu pasta bebas lemak mengandung + 60% zat padat (serbuk)

 Pasta dari gel fase tunggal mengandung air

 Pasta Na- karboksimetil selulosa (Na-CMC)

 Pasta pendingin

 Merupakan campuran serbuk minyak lemak dan cairan berair, dikenal Salep Tiga
Dara

 Pasta berlemak

 merupakan salep padat, kaku, tidak meleleh pada suhu tubuh

 berfungsi sebagai lapisan pelindung pd bagian yg diolesi

 Pasta Zn-oksida

 Pasta gigi (pasta dentifriciae)

 Campuran kental terdiri dari serbuk dan glycering

 digunakan utk pelekatan pd selaput lendir agar memperoleh efek lokal sebagai
pembersih gigi

 Pasta gigi Triamsinolon asetonida

IV. GEL

1. Definisi

Gel merupakan system semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu
cairan. Gel kadang – kadang disebut jeli. Gel adalah sediaan bermassa lembek,
berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau
makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap
oleh cairan. Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat
dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa organik,
masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan.

2. Penggolongan

Menurut sifat fase koloid

Gel anorganik, contoh : bentonit magma

Gel organik, pembentuk gel berupa polimer

Berdasar sifat pelarut

Hidrogel

Organogel

xerogel

Berdasar fase terdispersi

Gel fase tunggal

Gel dua fase

Sediaan semi solid menurut konsistensinya terdiri dari salep, pasta, krim, cerata, dan gel. untuk
mengetahui kestabilan sediaan semi solid, perlu dilakukan beberapa pengujian, yakni:

1. Organoleptik, merupakan pengujian sediaan dengan menggunakan pancaindra untuk


mendiskripsikan bentuk atau konsistensi (misalnya padat, serbuk, kental, cair), warna
(misalnya kuning, coklat) dan bau (misalnya aromatik, tidak berbau) (Anonim, 2000).
2. pH, prinsip uji derajat keasaman (pH) yakni berdasarkan pengukuran aktivitas ion
hidrogen secara potensiometri/elektrometri dengan menggunakan pH meter (Anonim,
2004).
3. Viskositas, viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir,
makin tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya (Martin et al., 1993).
4. Penghamburan/Daya sebar, uji penghamburan diartikan sebagai kemampuan untuk
disebarkan pada kulit. Penentuannya dilakukan dengan Extensometer. Caranya yakni
salap dengan volume tertentu dibawa ke pusat antara dua lempeng gelas, lempeng
sebelah atas dalam interval waktu tertentu dibebani oleh peletakan dari anak timbang.
Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan menaiknya pembebanan menggambarkan
suatu karakteristik untuk daya hambur (Voigt, 1994)
5. Resitensi panas, uji ini untuk mempertimbangkan daya simpan suatu sediaan salap atau
gel dalam daerah iklim dengan perubahan suhu (tropen) nyata dan terus menerus.
Caranya yakni salap dalam wadah tertutup diulang dan ditempatkan dalam pertukaran
kontinyu suhu yang berbeda-beda (misalnya 20 jam pada 370 C dan 4 jam pada 400 C)
dan ditentukan waktunya (Voigt, 1994)

Anda mungkin juga menyukai