NJ
NJ
Oleh :
Asharini Dwi Juniarti
NIM. 1501460006
Appendicitis adalah
peradangan pada usus
buntu (appendiks), atau
radang pada appendiks
vermiformis yang terjadi
secara akut. Usus buntu
merupakan penonjolan
kecil yang berbentuk
seperti jari, yang terdapat
di usus besar, tepatnya di
daerah perbatasan dengan
usus halus. Usus buntu mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh,
tapi bukan merupakan organ yang penting. Appendiks atau umbai cacing
hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti, namun sering
menimbulkan keluhan yang mengganggu. Appendiks merupakan tabung
panjang, sempit (sekitar 6 – 9 cm), menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu
secara normal dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum.
Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat mempermudah
timbulnya appendicitis (radang pada appendiks). Di dalam appendiks juga
terdapat imunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi dan yang banyak
terdapat di dalamnya adalah Ig A. Selain itu pada appendiks terdapat arteria
apendikularis yang merupakan endartery. Appendicitis sering terjadi pada usia
antara 10-30 tahun.
2. Etiologi Apendisitis
Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau
penyumbatan akibat :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid
b. Adanya fekalit (masa keras dari feses) dalam lumen appendiks
c. Tumor appendiks
d. Adanya benda asing seperti cacing askariasis
e. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica. Menurut
penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah
serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan apendisitis.
Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul
sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora
pada kolon.
3. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks
mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun
elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema dan ulserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis
akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena,
edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada
abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut. Apabila aliran
arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti
ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks
rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi. Bila proses
berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis. Pada anak-anak karena
omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada
gangguan pembuluh darah.
4. Klasifikasi
Apendik dapat dibagi atas dua bagian yaitu.
a. Apendik Akut : jarang ditemui pada anak dibawah 5 tahun dan orang tua
diatas 50 tahun. Apendicitis akut dapat dibagi atas tiga bagian :
1) Apendicitis acut focalik atau segmentalis Terjadi pada bagian distal yang
meradang seluruh rongga apendiks sepertiga distal berisi nanah.
2) Apendicitis acut purulenta diffusa Pembentukan nanah yang berlebihan
jika radangnya lebih hebat dan dapat terjadi mikrosis dan pembusukan
yang disebut appendicitis gangrenous. Pada appendicitis gangrenous
dapat terjadi perfulasi akibat mikrosis kedalam rongga perut dan
mengakibatkan peritonitis.
3) Apendicitis acut traumatic. Disebabkan oleh karena trauma karena
kecelakaan pada operasi didapatkan tampak lapisan eksudat dalam
rongga maupun permukaan.
b. Appendicitis kronik. Appendicitis kronik dibagi atas dua bagian antara lain :
1) Appendicitis cronik focalis Secara mikroskopis nampak fibrosis setempat
yang melingkar, sehingga dapat menyebabkan stenosis.
2) Appendicitis cronik obliterative Terjadi fibrosis yang luas sepanjang
appendiks pada jaringan sub mukosa dan sub serosa, sehingga terjadi
obliterasi (hilangnya lumen) terutama dibagian distal dengan
menghilangnya selaput lender pada bagian tersebut.
5. Gejala Klinis
Ada beberapa gejala awal yang khas yakni nyeri yang dirasakan secara
samar (nyeri tumpul) di daerah sekitar pusar. Seringkali disertai dengan rasa mual,
bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah
dengan tanda-tanda yang khas pada appendicitis akut yaitu nyeri pd titik Mc
Burney. Nyeri perut ini akan bertambah sakit apabila terjadi pergerakan seperti
batuk, bernapas dalam, bersin, dan disentuh daerah yang sakit. Nyeri yang
bertambah saat terjadi pergerakan disebabkan karena adanya gesekan antara visera
yang meradang sehingga menimbulkan rangsangan peritonium. Selain nyeri,
gejala appendicitis akut lainnya adalah demam derajat rendah, mules, konstipasi
atau diare, perut membengkak dan ketidakmampuan mengeluarkan gas. Gejala-
gejala ini biasanya memang menyertai appendicitis akut namun kehadiran gejala-
gejala ini tidak terlalu penting dalam menambah kemungkinan appendicitis dan
begitu juga ketidakhadiran gejala-gejala ini tidak akan mengurangi kemungkinan
appendicitis. Pada kasus appendicitis akut yang klasik, gejala-gejala permulaan
antara lain :
a. Rasa nyeri atau perasaan tidak enak disekitar umbilikus ( nyeri tumpul).
Beberapa jam kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dan
mungkin terdapat nyeri tekan disekitar titik Mc Burney. Rasa sakit semakin
meningkat, sehingga pada saat berjalan pun penderita akan merasakan sakit
yang mengakibatkan badan akan mengambil sikap membungkuk pada saat
berjalan. Nyeri yang dirasakan tergantung juga pada letak appendiks, apakah
di rongga panggul atau menempel di kandung kemih sehingga frekuensi
kencing menjadi meningkat. Nyeri perut juga akan dirasakan bertambah oleh
penderita bila bergerak, bernapas dalam, berjalan, batuk, dan mengejan. Nyeri
saat batuk dapat terjadi karena peningkatan tekanan intra-abdomen.
b. Muntah, mual ,dan tidak ada nafas umakan. Secara umum setiap radang yang
terjadi pada sistem saluran cerna akan menyebabkan perasaan mual sampai
muntah. Meskipun pada kasus appendicitis ini, tidak ditemukan mekanisme
pasti mengapa dapat merangsang timbulnya muntah.
c. Demam ringan ( 37,5° C – 38,5° C ) dan penderita umumnya merasa sangat
lelah. Proses peradangan yang terjadi akan menyebabkan timbulnya demam,
terutama jika kausalnya adalah bakteri. Inflamasi yang terjadi mengenai
seluruh lapisan dinding appendiks. Demam ini muncul jika radang tidak
segera mendapat pengobatan yang tepat.
d. Diare atau konstipasi. Peradangan pada appendiks dapat merangsang
peningkatan peristaltik dari usus sehingga dapat menyebabkan diare. Infeksi
dari bakteri akan dianggap sebagai benda asing oleh mukosa usus sehingga
secara otomatis usus akan berusaha mengeluarkan bakteri tersebut melalui
peningkatan peristaltik. Selain itu, appendicitis dapat juga terjadi karena
adanya feses yang keras (fekolit). Pada keadaan ini justru dapat terjadi
konstipasi. Pada beberapa keadaan, appendicitis agak sulit didiagnosis
sehingga dapat menyebabkan terjadinya komplikasi yang lebih parah.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
b. Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri.
Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan
bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri
bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda
Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan
juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg
(Blumberg Sign).
c. Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk
menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat
dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks
yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci
diagnosis pada apendisitis pelvika.
d. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan
untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan
rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi
aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks
yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi
dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding
panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini
dilakukan pada apendisitis pelvika.
8. Kriteria Diagnosis
Diagnosis apendisitis akut biasanya berdasarkan gejala klinis dan tes
laboratorium. Diagnosis ditegakkan bila memenuhi:
a. Gambaran klinis yang mengarah ke appendicitis seperti Nyeri di sekitar
umbilikus dan epigastrium disertai anoreksia (nafsu makan menurun), nausea,
dan sebagian dengan muntah. Beberapa jam kemudian nyeri berpindah ke
kanan bawah ke titik Mc Burney disertai kenaikan suhu tubuh ringan
b. Demam lebih dari 37,50C
c. Laboratorium : lekositosis yaitu lekosit > 10.000 /dl biasanya pada perforasi
terdapat pergeseran ke kiri (netrofil segmen meningkat).
d. USG yang mungkin di temukan pada pemeriksaan ini :
1) Lampiran buncit berisi cairan dengan diameter lebih dari 5 mm
2) Ketebalan dinding 3 mm atau lebih besar
3) Tidak adanya gerak peristaltik dan noncompressibility usus buntu
4) Perubahan pericaecal.
5) Massa pada appendix
e. Laporoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium
sebelum dilakukan apendiktomi pada wanita muda.
f. CT scan : dilakukan jika di duga terdapat perforasi atau pembentukan abses
karena akan memberikan karakteristik yang yang tepat terhadap massa
inflamasi, luas dan lokasinya.
9. Penatalaksanaan
Terdapat dua tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi apendisitis
diantaranya :
a. Konserfatif
1) Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus.
2) Antibiotik
3) Pengisapan cairan melalui pipa nasogastrik
b. Operatif Dilakukan pembedahan pada apendiks (Apendiktomi)
1) Sebelum operasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini
observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah
baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai
adanya apendisitis ataupun peritonitis lainnya. Pemeriksaan
abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung
jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak
dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada
kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di
daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
Intubasi bila perlu
Antibiotik
2) Operasi apendiktomi/ laparotomy
3) Pascaoperasi Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuki
mengetahui terjadinya pendarahan di dalam, syok, hipertermia, atau
gannguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar
sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam
posisi fowler. Pasien dikatakan baik dalam 12 jam tidak terjadi gangguan.
Selama itu pasien di puasakan. Bila tindakan operasi lebih besar,
misalnya dalam perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai
fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15ml/jam
selama 4-5jam lalu naikkan 30ml/ja. Keesokan harinya diberikan
makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari
pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk
diluar kamar. Hari ketujuh jaritan dapat diangkat dan pasien
diperbolehkan pulang.
c. Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi Bila tidak ada fasilitas bedah
berikan penatalaksanaan bedah dalam peritonitis akut. Dengan demikian
gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi
dapat berkurang.
10. Komplikasi
a. Komplikasi utama apendiksitis adalah perforasi apendiks, yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10%
sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara
umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala menyangkut demam sampai
37,7 derajat celcius atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri abdomen
secara kontinyu.
b. Tromboflebitis supuratif adalah invasi/perluasan mikroorganisme patogen
yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang-cabangnya yang
bersifat akut.
c. Abses subfrenikus merupakan pengumpulan cairan antara diafragma dan hati
atau limfa.
d. Obstruksi intestinal dalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik Potensial komplikasi post op. Apendesitis
dan pencegahan
e. Peritonitis Observasi terhadap adanya nyeri tekan abdomen, demam, muntah,
kekakuan abdomen, takikardia, lakukan penghisapan nasogastrik konstan,
perbaiki dehidrasi sesuai program, berikan preparat antibiotik sesuai program.
f. Abses pelvis dan lumbal Evaluasi adanya anoreksia, demam menggigil dan
diaforesis. Observasi adanya diare, yang dapat menunjukan abses pelvis,
siapkan pasien untuk pemeriksaan rektal, siapkan pasien untuk prosedur
drainase operatif.
g. Abses subfrenik (abses bawah diafragma) Kaki pasien terhadap adanya
menggigil, demam dan diaforesis, siapkan untuk pemeriksaan sinar-x, siapkan
drainasi bedah terhadap abses.
h. Illeus (paralirik dan mekanis) Kaji bising usus, lakukan intubasi dan
pengisapan nasogastrik, ganti cairan dan elektrolit dengan rute intravena
sesuai program, siapkan pembedahan bila ileus mekanis ditegakan
perangsangan baroreseptor
Stimulasi nociseptor
Tindakan pembedahan
Gangguan rasa nyaman
Nyeri
Terputusnya kontinuitas jaringan (luka)
kurang pengetahuan
Port dientere kuman
cemas
Penggunaan alat
yang tidak steril/
Penggunaan tehnik aseptik
alat-alat elektro yang tidak tepat
surgical
Resti infeksi
Resti cidera
2. Diagnosa Keperawatan
a. Sebelum operasi :
1) Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan atau devicit
volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan (mual,
muntah).
2) Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.
b. Intraoperasi
1) Resti Infeksi berhubungan dengan tindakan aseptik yang tidak tepat/
kesterilan alat yang tidak dijaga.
2) Resti cidera berhubungan dengan penggunaan alat electro surgical.
c. Setelah operasi :
1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2) Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat (integritas kulit yang tidak utuh)
3. Intervensi Keperawatan
a. Sebelum operasi :
Resti infeksi b.d. tindakan aseptik yang tidak tepat/ kesterilan alat yang tidak dijaga.
Tujuan: klien akan menunjukan bebas dari resiko infeksi setelah dilakukan tindakan selama
30 menit dengan kriteria:
a. Memastikan indikator steril sudah sesuai.
b. Malakukan tehnik aseptik.
c. Penutupan luka secara steril.
1. Perhatikan indikator yang ditempel pada Indikator akan berubah warna pada proses
packing instrumen sebelum membuka atau pensterilan alat. Memastikan kesterilan
menggunakan. alat.
2. Pastikan urutan dan tata cara scrubing, Menjaga keadaan aseptik dan mencegah
gawning dan glowing secara tepat. terjadinya infeksi silang pada pasien.
3. Buka packing dengan posisi steril setelah Menjaga kesterilan alat tetap terjaga.
mengenakan gaun dan sarung tangan steril.
4. Pastikan meja instrumen telah dialas Menjaga kesterilan alat.
dengan linen steril sekurang2nya dua lapis
5. Perhatikan agar alat tidak terkontaminasi Menjaga kesterilan alat.
atau tersentuh benda lain yang tidak steril,
tutup instrumen yang telah ditata dengan
linen steril.
6. Kolaborasi pemberian antibiotika yang Antibiotika sebagai anti kuman yang
sesuai. mencegah infeksi.
c. Setelah operasi
1. Kaji dan catat kualitas, lokasi, dan Sebagai data dasar dalam menentukan
durasi nyeri. intervensi penangan nyeri yang sesuai
2. Kaji dan pantau vital sign Data dasar pembanding terhadap repon
nyeri.
3. Ajarkan terhnik distraksi dan Tehnik distraksi diharapkan dapat
relaksasi mengalihkan perhatian dari
konsentrasiterhadap nyeri dan relaksasi
diharapkan dapat mengontrol nyeri.
4. Ajarkan tehnik mobilisasi efektif. Mengurangi nyeri akibat kompresi.
5. Kolaborasi pemberian analgetik Analgetik igunakan sebagai anti nyeri
maupun sedatif yang sesuai. dan sedasi digunakan untuk
merelaksasi dan meningkatkan
kenyamanan klien.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
(integritas kulit yang tidak utuh)
Tujuan: klien akan menunjukan pertahanan tubuh adekuat dengan kriteria:
a. Suhu tubuh normal
b. Tidak ada pus atau nanah pada luka
c. Luka kering
d. Leukosit normal
KONSEP DASAR
A. Definisi
Appendicitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing.
Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi.
Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis
dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
B. Etiologi
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis, yaitu :
1. Sumbatan pada lumen apendiks merupakan faktor penyebab dari apendisitis
akut
2. Hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid
3. Timbuan tinja/feces yang keras (fekalit)
4. Tumor apendiks
5. Cacing ascaris
6. Benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga dapat
menyebabkan sumbatan.
C. Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di
lakukan. Cairan intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi
pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi.
Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila operasi
dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu
menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering
ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan
medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik dan
drainase.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendisitis yang taktertangani yakni:
1. Perforasi denganpembentukan abses.
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
PERSIAPAN
A. Persiapan Lingkungan ( Ruangan dan Elektronik/Elektromedik )
1. Ruangan sudah bersih dan siap pakai
2. Meja operasi siap pakai
3. Lampu operasi siap pakai
4. Suction siap pakai
5. Meja instrumen disiapkan
6. Meja mayo disiapkan
7. Suhu ruangan diatur
8. Tempat sampah medis dan non medis
D. Persiapan Pasien
1. Persetujuan operasi (informed consent)
2. Pasien dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi
3. Vital sign dalam batas normal
4. Marking area operasi
5. Posisi pasien supine
6. Pastikan pasien tidak memakai perhiasan ( yang berhubungan dengan
logam ) dan gigi palsu.
PROSEDUR TEKNIK INSTRUMENTASI
1. Sign in dilakukan di ruang premidikasi,dihadiri oleh semua tim operasi,
yang meliputi:
- Apakah pasien telah dikonfirmasikan identitas,area operasi, tindakan
operasi, dan lembar persetujuan?
- Apakah area operasi telah ditandai?
- Apakah mesin anestesi dan obat-obatan telah diperiksa kesiapannya?
- Apakah pulse oksimeter pada pasien telah berfungsi baik?
- Apakah pasien mempunyai riwayat alergi?
- Apakah ada penyulit airway atau resiko aspirasi?
- Apakah ada resiko kehilangan darah >500ml atau 7cc/kgBB ( anak )
2. Bantu memindahkan pasien ke ruang operasi dan langsung ke meja
operasi,
3. Pasien di lakukan pembiusan SAB oleh petugas anesthesia, kemudian
pasien diposisikan supine, lalu perawat sirkuler memasang folley catether
No. 16
4. Instrumentator melakukan surgical scrubing, gowning dan gloving, serta
membantu memakaikan baju operasi dan handscoen kepada operator dan
asisten.
5. Perawat sirkuler mencuci area operasi dengan larutan clorheksidine,
kemudian berikan duk kecil untuk lap kering.
6. Instrumentator memberikan desinfeksi klem dan cucing yang berisi
bethadine dan deppers kepada operator untuk dilakukan desinfeksi area
operasi
7. Melakukan drapping:
- Berikan 1 duk tebal untuk drapping ekstrimitas bawah
- Berikan 1 duk tebal lagi untuk ekstrimitas atas
- Berikan 2 duk besar untuk samping kiri dan kana lalu difiksasi setiap
sudut dengan duk klem.
8. Dekatkan meja instrumen dan meja mayo dengan daerah operasi,
kemudian pasang couter dan fiksasi dengan duk klem.
9. Time out, dibacakan oleh perawat sirkuler yang meliputi :
- Konfirmasi bahwa semua tim operasi telah memperkenalkan nama
dan tugas masing-masing.
- Konfirmasi nama pasien, jenis tindakan dan area yang akan dioperasi.
- Apakah antibiotik profilaksis telah diberikan paling tidak 60 menit
sebelum operasi.
- Antisipasi kejadian kritis bagi operator, anestesi dan instrumen
- Mengingatkan operator untuk memimpin doa sebelum dimulai incisi.
10. Instrumentator : Berikan mess no.10 yang sudah terpasang dan pincet
cirurgis pada operator untuk dilakukan incisi kulit.
11. Berikan muskuito dan kassa kering kepada asisten, jika ada perdarahan,
rawat perdarahan dengan couter.
12. Berikan doubel langenback untuk memperluas lapang operasi, kemudian
operator memperdalam incisi menggunakan couter sampai tanpak fascia.
13. Setelah tampak fascia, berikan mess no. 10 untuk membuka fascia
terlebih dahulu kemudian berikan doubel kocher untuk memegang sisi
kiri dan kanan fascia, setelah itu berikan gunting kasar untuk membuka
fascia secara memanjang.
14. Berikan klem pean manis untuk dilakukan spleet pada otot
15. Setelah muskulus oblikus internus dibuka dan peritonium kelihatan,
berikan doubel pincet anatomis, 1 buat operator dan 1 buat asisten untuk
memegang peritonium, lalu berikan mentzembaum untuk membuka
peritonium. Setelah peritonium dibuka, berikan 2 klem kockher untuk
memegang peritonium.
16. Berikan pinset anatomis panjang untuk mencari sekum, setelah sekum
ketemu lalu dikeluarkan.
17. Berikan babckok (klem apendik) untuk memegang mesinterium pada
ujung apendik
18. Berikan klem bengkok untuk memegang meso apendik,lalu berikan
gunting metzenboum untuk memotong meso apendik sampai pada basis
apendik, kemudian berikan nalvoeder dan benang mersilk no. 2-0 untuk
diligasi
19. Berikan 1 klem lagi untuk krus atau klem pangkal apendik, kemudian
berikan nalvoeder dan benang mersik 2-0 lagi untuk ligasi pangkal
apendik
20. Setelah pangkal apendik terikat kuat,berikan mess yang sudah dicelupkan
bethadin untuk memotong pangkal apendik,kemudian berikan pinset
anatomis dan stell deper batadine untuk desinfeksi irisan pangkal
apendik.
21. Setelah dipastikan tidak ada perdarahan dengan menggunakan kassa
basah, berikan 2 kocher lagi untuk memegang peritonium.
22. Sign out, dibacakan oleh perawat sirkuler yang meliputi :
- Jenis tindakan
- Kecocokan jumlah instrumen,kassa jarum sebelum dan sesudah
operasi
- Label pada spesimen ( membacakan identitas pasien, jenis spesimen,
register, ruangan yang tertera pada label).
- Apakah ada permasalahan pada alat-alat yang digunakan.
- Instumen,anestesi dan operator : apa yang menjadi perhatian husus
pada masa pemulihan ( recovery ).
23. Berikan nalvoeder dan benang vicryl 2-0 untuk menjahit lapis demi lapis,
dari lapisan peritonium, otot, fascia, dan lemak
24. Berikan benang Monosin 3-0 untuk menjahit kulit hingga tertutup rapat
25. Bersihkan area operasi dari bekas darah menggunakan kasa basah dan
kassa kering.
26. Setelah bersih semua, tutup luka operasi dengan sufratul dan kassa kering
lalu dplester dengan hypavix.
27. Operasi selesai, rapikan pasien kembali
28. Merapikan alat-alat, dekontaminasi alat :
- Rendam alat pada larutan presept selama 10-15 menit
- Bersihkan menggunakan larutan cidezyme dengan menggunakan
sikat
- Bilas pada air mengalir kemudian dikeringkan dan packing kembali
29. Inventarisasi bahan habis pakai pada depo farmasi.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah.