Anda di halaman 1dari 42

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/321918255

Modul Pelatihan Komunikasi Empatik Kepada Mahasiswa

Working Paper · December 2017


DOI: 10.13140/RG.2.2.23124.91527

CITATIONS READS

0 6,161

1 author:

Bahril Hidayat
Universitas Islam Riau
68 PUBLICATIONS   93 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Ilmu Alamiah Dasar View project

child behavior disorders View project

All content following this page was uploaded by Bahril Hidayat on 19 December 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

Modul Pelatihan
Komunikasi Empatik Kepada
Mahasiswa

Disusun Oleh:
Bahril Hidayat

Pekanbaru
2017
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

Daftar Isi

I. Latar Belakang Permasalahan ……………………………………… 3


II. Tujuan Pelatihan …………………………………………………… 8
III. Manfaat Pelatihan …………………………………………………. 8
IV. Rancangan Program Pelatihan ……………………………………... 9
A. Petunjuk Umum ………………………………………………….. 9
B. Jadwal Kegiatan ………………………………………………… 10
C. Lembar Petunjuk Trainer ………………………………………… 13
D. Lembar Kerja Kegiatan …………………………………………. 30
E. Lembar Bahan Materi …………………………………………… 31
F. Lampiran Penunjang ……………………………………………. 37
a) Lembar Persetujuan Subjek ……………………………………… 37
b) Lembar Rencana Tindakan ……………………………………… 38
c) Lembar Evaluasi …………………………………………………. 39

REFERENSI …………………………………………………………….. 41

2
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

Modul Pelatihan
Komunikasi Empatik Kepada
Mahasiswa

I. Latar Belakang Permasalahan


Menurut paradigma Psikologi Perkembangan, individu berkembang secara
bertahap berdasarkan periodisasi tertentu. Ahli psikologi berbeda pendapat tentang
klasifikasi periode perkembangan individu. Aliran Freud cenderung berlandaskan
pada teori perkembangan Psikoseksual, lain pula halnya Piaget yang melihat dari
perkembangan aspek kognitif.
Akan tetapi, teori psikologi perkembangan secara umum membagi fase-fase
perkembangan atas masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua.
Pada sisi yang lebih spesifik, masa perkembangan terpenting adalah pada masa
remaja, khususnya pembentukan jati diri dan persiapan pada fase selanjutnya, yaitu
masa dewasa.
Secara umum, masa dewasa memiliki tugas perkembangan yang lebih matang.
Pada fase itu individu yang telah memasuki kematangan biologis dan psikologis
memiliki orientasi untuk persiapan kehidupan selanjutnya. Salah satu orientasi
kehidupan pada fase perkembangan dewasa ini adalah pernikahan sebagai bentuk
aktualisasi kematangan individu yang utuh.
Definisi kematangan bisa ditinjau dari Secara terminologis, kematangan
merupakan keadaan telah mencapai suatu bentuk kedewasaan atau perkembangan
penuh dari intelegensi, proses-proses emosional, dst (Chaplin, 1999). Dilihat dari segi
sosial, kematangan perkembangan seseorang yang terlihat dari adanya perasaan
penilaian diri dan adanya kemampuan untuk membawakan diri secara wajar di
kelompok atau di lingkungan sosial yang berbeda. Secara seksual, keadaan yang
secara biologis telah mampu melakukan reproduksi dan berketurunan.
Allport (dalam Hall & Lindzey pada buku yang berjudul Teori-Teori Sifat dan
Behavioristik, 1993) mengakui bahwa tidak semua orang dewasa mencapai
kematangan penuh. Selanjutnya ia mengatakan sebagai berikut.
Ada individu-individu yang sudah dewasa, namun motivasi-motivasinya
masih bersifat kekanak-kekanakan. Dalam berperilaku, mereka tidak
mengikuti prinsip-prinsip yang jelas dan rasional. Akan tetapi, sejauh

3
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

mana mereka menghindari motivasi-motivasi yang tidak disadari dan


sejauh mana sifat-sifat mereka tidak lagi berhubungan dengan sumber-
sumber yang berasal dari masa kanak-kanak, memang bisa dijadikan
ukuran normalitas dan kematangan mereka.

Kematangan merupakan fenomena psikologis individu yang


perkembangannya bergantung pada banyak faktor. Para ahli psikologi telah banyak
mengkaji dan merumuskan terminologi maupun penjabaran kematangan dilihat dari
aspek lainnya secara luas dan bervariasi, namun tidak menyimpang dari makna
kematangan sebagai unsur dari proses kedewasaan individu.
Kutipan uraian teori Allport di atas merupakan suatu filsafat hidup bagi
orang-orang yang sehat secara psikologis. Butir-butir criteria yang dapat
menyodorkan pemahaman yang praktis tentang konsep pribadi yang matang menurut
Allport dapat disimak pada rincian berikut ini.
a. Memiliki suatu perasaan akan tujuan suatu tugas untuk bekerja sampai selesai.
b. Melihat ke depan dengan didorong oleh tujuan-tujuan dan rencana-rencana
jangka panjang.
c. Nilai-nilai dan suara hati adalah sangat penting bagi perkembangan suatu
filsafat hidup yang mempersatukan.
d. Suara hati yang matang adalah suatu perasaan kewajiban dan tanggung-jawab
terhadap diri sendiri dan orang lain. Kewajiban dan tanggung-jawab itu itu
mungkin berakar dalam nilai-nilai agama atau nilai-nilai etika.
Empat butir konsep pribadi yang matang tersebut merupakan dasar pemikiran
penting bagi pasangan pernikahan. Setiap pasangan pernikahan seharusnya memiliki
tujuan hidup yang jelas, visi dan perencanaan masa depan yang terarah, filsafat hidup
yang mempersatukan, dan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungan sosial.
Akan tetapi, berbagai permasalahan dalam rumah tangga muncul sebagai pemicu
perselisihan antarpasangan, bahkan bisa menjurus ke arah perceraian. Salah satu
penyebab utama perselisihan antara suami istri adalah masalah komunikasi.
Untuk menciptakan pola komunikasi yang harmonis dalam rumah tangga,
maka setiap individu harus mampu menerima keberadaan pasangannya apa adanya,
bukan menjadikannya sebagai orang yang sesuai dengan yang diinginkan. Adanya
keinginan untuk menjadikan atau mengubah pasangan hidup sesuai dengan yang
diinginkan justru menimbulkan kekecewaan. Sebaliknya, apabila perubahan diri ke

4
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

arah yang positif dimulai dari diri sendiri, dengan sendirinya akan mempengaruhi
perubahan positif dalam diri pasangan kita. Hal itu sekaligus berimplikasi pada
terciptanya hubungan yang lebih baik dengan pasangan kita (Hidayat, B., 2014).
Para ahli, konselor pernikahan atau profesional yang kompeten di bidang
konseling perkawinan, telah banyak memberikan kiat-kiat efektif untuk membina
komunikasi yang baik dengan pasangan. Beberapa kiat praktis yang pernah
dilontarkan untuk menciptakan hubungan komunikasi yang baik dalam rumah tangga
adalah sebagai berikut (Hidayat, B., 2004).

1. Lakukanlah introspeksi diri mengenai apa yang telah dilakukan untuk


pasangan Anda hari ini.
2. Berilah pujian atau terima kasih atas tindakan pasangan Anda yang Anda
sukai.
3. Berilah senyuman padanya di saat bertemu.
4. Pergunakanlah kontak mata di saat berteguran.
5. Di saat kontak mata itu, berilah sentuhan yang lembut kepadanya.
6. Upayakan nada bicara yang tidak terlalu tinggi atau melengking dan hilangkan
kebiasaan memaki orang (jika ada).
7. Berhentilah menyalahkan satu sama lain.
8. Kembangkanlah humor dalam suasana interaksi.
9. Yakinlah bahwa setiap persoalan pastilah ada jalan keluar yang terbaik.
Beribadahlah dan minta bantuan kepada Yang Maha Kuasa untuk memberikan
kekuatan kepada Anda berdua dalam menghadapi persoalan.
Di sisi lain, untuk membina komunikasi yang baik dalam rumah tangga juga
dibutuhkan kesadaran dari setiap pasangan untuk menghindari dan mencegah pola
komunikasi yang destruktif. Banyak kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
berawal dari pola komunikasi yang negatif, agresivitas verbal, dan berakhir kepada
perceraian.
Di Indonesia, umumnya korban kekerasan adalah perempuan dan anak-anak.
Komnas Perempuan mencatat bahwa kekerasan terhadap perempuan meningkat terus
dari tahun ke tahun. Tahun 2004 misalnya, menyebut sebanyak 5.934 kasus kekerasan
menimpa perempuan. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2001 (3.169 kasus)

5
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

dan tahun 2002 (5.163 kasus). Angka ini merupakan peristiwa yang berhasil
dilaporkan atau dimonitoring.
Dari keseluruhan 5.934 kasus kekerasan terhadap perempuan, 2.703 adalah
kasus KDRT. Tercakup dalam kategori ini adalah kekerasan terhadap istri sebanyak
2.025 kasus (75%), kekerasan terhadap anak perempuan 389 kasus (14%), kekerasan
dalam pacaran 266 kasus (10%), dan kekerasan dalam keluarga lainnya 23 kasus
(1%). Pelaku kekerasan umumnya adalah orang yang dekat dengan korban seperti
suami, ayah, anggota keluarga besar (dalam laporan oleh aktivis perempuan tidak
disebutkan siapa anggota keluara besar, pelaku kekerasan sesama perempuan yg lebih
kuat & berkuasa jarang disebutkan. Padahal banyak juga kasus yang menimpa anak2
atau orang dewasa perempuan yang dilakukan oleh orang dewasa perempuan juga)
Menurut para aktivis perempuan bentuk kekerasan yang terjadi dan dilaporkan
biasanya berupa hal-hal sebagai berikut.
Kekerasan Fisik & Psikis: kekerasan fisik adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, dan atau luka berat, sementara kekerasan psikis
didefinisikan sebagai perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, dan mengakibatkan rasa tidak
berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Kekerasan seksual: meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut dan pemaksaan
hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan
orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Hal ini juga menyangkut
perkosaan dalam rumah tangga (marital rape).
Penelantaran rumah tangga: adalah suatu keadaan yang menyebabkan
pelarangan untuk bekerja, pemaksaan bekerja atau eksploitasi. Hal ini penting diatur
karena faktanya ditemukan banyak kekerasan berdimensi ekonomi dalam rumah
tangga, yang antara lain menyebabkan korban tidak boleh bekerja tetapi tidak
diberikan nafkah layak, pengambilalihan aset ekonomi milik korban, serta eksploitasi
berupa pemaksaan melakukan pekerjaan tertentu.
Dalam kajian ilmiah tentang perkawinan, istilah pola komunikasi itu disebut
communication breakdown. Cohen (dalam Hidayat, B., 2006) mengatakan bahwa
communication breakdown dapat dianalogikan dengan keadaan radio dua arah.

6
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

Seseorang berusaha untuk menyampaikan pesan, namun orang yang dituju tidak dapat
mendengar hal itu atau tidak dapat memahami pesan yang dimaksud, atau malah
mengartikan pesan itu dengan makna yang berbeda dengan yang sesungguhnya. Oleh
karena itu, untuk memperbaiki masalah miskomunikasi—communication
breakdown—ini, maka individu harus memastikan bahwa pesan yang disampaikannya
harus dikirim dan diterima secara benar oleh si penerima pesan (pasangan). Langkah
selanjutnya adalah berusaha memahami kode-kode (karakter) komunikasi pasangan,
mempelajari berkomunikasi secara terarah dengan menggunakan percakapan atau
bahasa yang sederhana tentang sesuatu yang benar-benar kita rasakan.
Carr (dalam Hidayat, B., 2004) mengidentifikasi lebih jauh tentang penyebab
communication breakdown tersebut, yaitu sebagai berikut.
1. Keras kepala.
2. Tidak memiliki niat untuk mengakui kesalahan yang dilakukan.
3. Membicarakan kekurangan pasangan dan membandingkannya dengan orang
lain.
4. Mengungkit-ungkit masa lalu pasangan yang tidak ia sukai.
5. Menyerang pasangan melalui percakapan yang biasanya mengungkit masa
lalunya yang terkesan tidak dimaafkan.
6. Melebih-lebihkan sesuatu hal dengan menggunakan kata selalu, tidak pernah,
setiap waktu, dst.
7. Berbohong.
8. Kata-kata yang kasar.
9. Kemarahan yang meledak-ledak.
Bertolak dari masalah itu, faktor komunikasi dalam rumah tangga merupakan
aspek yang penting untuk dijaga agar tidak terjadi perselisihan yang serius apalagi
mengarah kepada perceraian. Menciptakan pola komunikasi yang empatik, misalnya
mendengarkan dengan baik keluhan pasangan, sentuhan lembut, senyuman manis,
atau pujian merupakan indikator dari pola komunikasi empatik agar mencegah
komunikasi satu arah. Apalagi jika seorang suami atau istri yang bersedia melatih diri
dengan pola komunikasi empatik tersebut dengan sungguh-sungguh, maka kata-kata
kasar, kemarahan yang meledak-ledak, dan percakapan yang mengungkit kesalahan di
masa lalu bisa diminimalisasi. Jadi, pola komunikasi empatik tersebut merupakan

7
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

aspek penting untuk dipersiapkan dalam suatu kondisi pembelajaran pada masa pra-
pernikahan. Hal itu dilakukan secara khusus melalui suatu bentuk pelatihan
komunikasi empatik pada mahasiswa dengan usia dewasa awal, yaitu fase
perkembangan yang telah mencapai kematangan biologis dan psikologis untuk
memasuki masa kehidupan selanjutnya berupa pernikahan.

II. Tujuan Pelatihan


Tujuan pelatihan komunikasi empatik ini adalah agar para peserta mampu
memahami, merasakan, mengalami, dan mengenal dampak komunikasi interpersonal
destruktif atau satu arah (communication breakdown) dan membina pola komunikasi
yang baik dalam kehidupannya. Dalam pada itu, peserta yang berada pada usia
dewasa awal, khususnya mahasiswa, diharapkan bisa mempelajari komunikasi yang
empatik dan efektif di dalam kehidupannya setelah mengikuti pelatihan ini sebagai
persiapan menuju masa pernikahan yang sesungguhnya. Dengan demikian,
mahasiswa yang akan memasuki masa pernikahan mendapatkan pendekatan
intervensi komunitas berupa pelatihan sesuai dengan kebutuhan mereka pada fase
dewasa awal.

III. Manfaat Pelatihan


Manfaat pelatihan ini adalah agar peserta pelatihan bisa mempersiapkan diri
secara maksimal dalam memasuki masa pernikahan. Peserta pelatihan yang pada
umumnya adalah mahasiswa pada usia dewasa awal akan memperoleh pengalaman
konkrit tentang pola komunikasi yang negative dan positif dan mampu menerapkan
pola komunikasi yang empatik pada pasangan pernikahannuya kelak. Selain itu,
modul pelatihan ini bisa dijadikan sebagai pembanding untuk jenis pelatihan sejenis.

8
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

IV. Rancangan Program Pelatihan


A. Petunjuk Umum

1) Metode
Dalam pelatihan ini diaplikasikan beberapa metode pelatihan. Setiap metode
disesuaikan dengan kebutuhan per sesi. Metode-metode yang digunakan dalam
pelatihan ini adalah metode tatap muka, diskusi, role playing, refleksi,
ceramah dan experiences learning.

2) Sesi
Pelatihan komunikasi empatik ini terdiri dari sembilan sesi dan satu sesi
penutup. Pada setiap sesi difokuskan pada aspek-aspek pola komunikasi.
Berikut ini adalah sesi-sesi dan metode yang akan dilalui dalam pelatihan ini :

No Sesi Metode
1 Gutten Morgan - Tatap muka
- Experiences Learning
2 Hear me - Experiences Learning
- Refleksi
3 Aku Ngomong, Kamu Bicara - Experiences Learning
4 Energizer - Experiences Learning
5 Komunikasi Suami Istri saat - Role Playing
stressfull - Refleksi
6 Good bye, stress - Experiences Learning

7 Apakah Komunikasi Breakdown Ceramah dan diskusi


dan Empatik itu?
8 Group inquiry - Diskusi
9 Goal setting - Debriefing secara umum.
10 Penutup Ucapan terima kasih dan
Evaluasi berupa Lembar Angket
Terbuka.

9
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

3) Keterangan
Di dalam modul pelatihan ini terdapat empat Lembar Penunjang, yaitu sebagai
berikut.
1. Lembar Petunjuk Trainer, merupakan lembar yang berisi uraian
kegiatan lengkap beserta waktu serta instruksi yang menjadi pedoman
trainer dalam melaksanakan setiap kegiatan dalam pelatihan ini.
2. Lembar Kerja Kegiatan, berisi rencana kegiatan serta jadwal
pelaksanaan pelatihan.
3. Lembar Bahan Materi, di dalamnya terdapat gambaran seluruh bahan
materi-materi yang dibutuhkan dalam pelatihan.
4. Lembar Lampiran Penunjang, berisikan lampiran-lampiran yang dapat
menunjang kelancaran proses pelatihan.

B. Jadwal Kegiatan

Kontrak Pelatihan
a. Tujuan
a. menjelaskan kepada peserta tahapan kegiatan pelatihan
b. menjelaskan kepada peserta aturan-aturan yang harus dipatuhi
c. mengetahui kesediaan peserta untukmengikuti pelatihan secara penuh
tanpa paksaan

b. Outcome
Peserta dapat mengikuti seluruh sesi pelatihan dengan baik sehingga bisa
diperoleh hasil yang maksimal.

10
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

Pra-Pelaksanaan Pelatihan

WAKTU TOPIK KEGIATAN MATERI METODE


09.00 – 09.20 Kontrak Penjelasan pelatihan LCD, laptop, Ceramah
Pelatihan serta aturan-aturan Lembar
selama pelatihan Persetujuan
Subyek, Alat
tulis.

ICE BREAKING

Tujuan
a. Peserta saling mengenal satu dengan yang lain
b. Untuk mengatur dan mencairkan suasana pelatihan

Outcome
Menciptakan iklim pelatihan yang kondusif, karena peserta saling mengenal
satu dengan yang lain.

11
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

Desain Pelatihan Komunikasi Empatik

WAKTU TOPIK KEGIATAN MATERI SASARAN


09.20-09.50 Gutten Perkenalan dalam Name tag, Interpersonal
Morgan kelompok- tali
kelompok kecil

09.50-10.40 Hear me Mengungkapkan Botol kaca Suasana hati,


perasaan secara control
langsung dan emosi
verbal
10.40-11.30 Aku Sepasang peserta - Memahami
Ngomong, saling berbicara. hambatan
Kamu Bicara komunikasi.

11.30-12.30 Ishoma
12.30-12.50 Tom and Jerry Energizer Dasi hijau Suasana hati
dan merah

12.50-13.50 Komunikasi Role Playing Baju/Pakaian Experences


Suami Istri Learning
saat stressfull
13.50-14.10 Good Bye, Latihan relaksasi Karpet atau Ketahanan
Stress.. dan meditasi tikar menanggung
stress
14.10-14.20 Coffe break Coffe break Coffe break Coffe break

14.20-15.00 Apakah Ceramah Laptop, in Pemahaman


Komunikasi focus. peserta
Breakdown tentang
dan Empatik komunikasi
itu? empatik.
15.00-15.20 Group inquiry Diskusi Alat tulis. Aspek
Kognitif
Pra-action
plan.
15.20-15-40 Goal setting Diskusi, Alat tulis Aktualisasi
and action Debriefing Experiences
plan Learning.

15.40.0-16.00 Penutup Ucapan terima Angket dan Evaluasi dan


kasih dan alat tulis. Monitoring
pembagian
angket terbuka

12
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

C. Lembar Petunjuk Trainer

Kontrak Pelatihan

A. Tujuan
a. Menjelaskan kepada peserta pelatihan tahapan kegiatan pelatihan.
b. Menjelaskan kepada peserta pelatihan aturan-aturan yang harus
dipatuhi selama mengikuti pelatihan
c. Mengetahui kesediaan peserta untuk mengikuti pelatihan secara penuh,
tanpa paksaan.

B. Waktu : 10 menit

C. Metode yang digunakan adalah ceramah.

D. Materi
a. Laptop
b. LCD
c. Lembar Persetujuan Subyek
d. Kertas dan pena.

E. Prosedur
a. Trainer menjelaskan kepada peserta melalui tayangan LCD mengenai
tahapan kegiatan pelatihan yang akan diikuti oleh peserta
b. Trainer menjelaskan kepada peserta melalui tayangan LCD
c. Trainer meminta kesediaan peserta untuk dengan sukarela
menandatangani Lembar Persetujuan Subyek untuk mengikuti
pelatihan.

13
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

Sesi I
Gutten Morgan

A. Tujuan
Pembukaan dan perkenalan untuk mengenal satu sama lain, baik antar
peserta maupun peserta dengan para fasilitator sehingga proses
pelatihan dapat berjalan dengan suasana hangat.

B. Waktu : 30 menit

C. Metode
1. Tatap muka
2. Experience Learning

D. Materi
a. Kertas 4 warna ukuran setengah HVS
b. Peluit
c. Alat tulis

E. Prosedur
.
1) Perkenalan dari fasilitator.
2) peserta diberikan sebuah name tag berwarna dan diminta untuk
menuliskan nama panggilan pada name tag tersebut.
3) peserta diminta berkumpul membentuk satu kelompok dengan warna
yang berbeda, lalu diberi waktu 10 menit untuk saling mengenal.
4) lalu peserta diminta untuk kembali membentuk kelompok dengan
warna yang sama, dan diberi waktu 10 menit untuk saling mengenal,
dan menciptakan yel-yel yang menjadi salah satu identitas kelompok.

14
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

Sesi II
Ice Breaking

A. Tujuan
1. Untuk mengatasi hambatan fisik dan mental yang dihadapi peserta
sebelum memulai kegiatan.
2. Untuk menciptakan komunikasi yang efektif dan mengangkat dinamika
grup, membangun kepercayaan dan meningkatkan rasa percaya diri

B. Waktu : 20 menit

C. Metode yang digunakan adalah Experience Learning

D. Materi
a. Bola karet atau yang terbuat dari bahan kain.
b. peluit

E. Prosedur
1. Peserta diminta untuk membentuk lingkaran.
2. Fasilitator memberi instruksi: ―Saya memegang sebuah bola, saya akan
melemparkan bola ini pada satu orang, orang tersebut harus
menangkap bola dan menyebutkan nama orang yang melemparkan
bola tersebut. Setelah ditangkap dia harus melemparkan kembali bola
tersebut kepada siapapun dengan menyebutkan nama sasarannya
terlebih dahulu. Begitu seterusnya hingga permainan ini saya
hentikan.‖
3. Permainan dihentikan sekitar 5 menit sebelum waktu 20 menit
berakhir, dengan menggunakan peluit.

F. Inquiry

15
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

Apa yang dirasakan peserta? Bagaimana rasanya jika tidak bisa


menangkap bola dengan sempurna? Apakah hafal semua nama teman?

16
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

SESI III
HEAR ME

A. Tujuan
1. Melatih kemampuan untuk mengungkapkan perasaan secara terbuka.
2. Mampu mengungkapkan perasaan tanpa harus bertindak agresif dan
melecehkan
3. Melatih berlapang dada dalam menerima pendapat orang lain

B. Waktu : 40 menit

C. Metode
1) Experience Learning
2) Refleksi

D. Materi : Botol kaca

E. Prosedur
1. Kelompok besar dibagi ke dalam dua kelompok, tiap kelompok melakukan
permainan ini. Tiap kelompok didampingi seorang fasilitator.
2. instruksi : ―mari kita duduk di lantai. Saya ingin mengajak kalian untuk
mengutarakan hal-hal yang kalian sukai atau hargai pada orang lain.
Sebelumnya ini ada sebuah botol, botol ini akan saya putar, nah orang
berada searah dengan mulut botol mendapat kesempatan untuk duduk
ditengah lingkaran. Selama ia ditengah, ia tidak boleh bicara. Teman yang
tadi disebelah kirinya mengutarakan satu sifat yang disukai dan tidak
disukai disertai alasan yang jelas tanpa menggunakan kalimat yang dapat
menyinggung perasaan. Kalau peserta pertama selesai memberikan kesan,
dilanjutkan dengan teman sebelah kirinya, begitu seterusnya sampai waktu
berakhir.

17
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

F. Debriefing
- Publishing: Menggali perasaan peserta. Semua perserta diminta menceritakan
apa yang dia rasakan ketika dia mengutarakan pendapatnya kepada temannya.
Begitu juga peserta yang dikomentari.

- Generalizing: menyampaikan kembali; memparafrase pengalaman tersebut


dan meminta peserta menentukan solusinya.

- Applying: Peserta memperoleh kesadaran tentang dampak komunikasi


empatik, berkomunikasi dengan terbuka. dan menerapkannya dalam
keseharian secara asertif.

18
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

SESI IV
AKU NGOMONG, KAMU BICARA

A. Tujuan
1. Peserta mengalami perasaan negative jika terus berbicara pada orang
lain.
2. Mengalami kelelahan fisik dan mental jika berbicara pada orang lain
yang sedang berbicara juga.

B. Waktu : 40 menit

C. Metode
1) Experience Learning
2) Refleksi

D. Prosedur
1. Kelompok besar dibagi ke dalam dua kelompok, tiap kelompok melakukan
permainan ini. Tiap kelompok didampingi seorang fasilitator.
2. Instruksi : ―mari kita berdiri dan berbaris. Setiap orang disiapkan untuk
saling berhadapan. Saya ingin mengajak Anda untuk saling berbicara
sesuai giliran masing-masing. Setiap saya mengatakan kata mulai, Anda
berbicara tanpa putus pada pasangan di hadapan Anda. Lalu jika saya
katakan selesai, Anda kembali ke barisan urutan paling belakang dan
teman yang berada di belakang langung berbicara pada orang yang berada
di hadapannya. Jika saya katakan selesai, maka Anda juga kembali ke
barisan belakang. Yang dibicarakan adalah kata-kata apa saja, selama
bukan perkataan jorok atau porno. Anda boleh mengejek orang di hadapan
Anda dengan cara yang pantas dan suara yang keras.‖

F. Debriefing

19
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

- Publishing: Menggali perasaan peserta. Semua perserta diminta menceritakan


apa yang dia rasakan ketika terus berbicara? Mampukah saya mengerti apa
yang dia sampaikan?

- Generalizing: menyampaikan kembali; memparafrase pengalaman tersebut


dan meminta peserta menentukan solusinya.

- Applying: Peserta memperoleh kesadaran tentang dampak komunikasi satu


arah, hinder communcation. dan menghindarinya dalam keseharian.

20
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

SESI ENERGIZER
TOM AND JERRY

A. Tujuan
1. Menstimulasi peserta agar tetap semangat dalam mengikuti pelatihan
sampai selesai.
2. Membangun suasana hati yang positif bagi para peserta.

B. Waktu : 20 menit

C. Metode: Experience Learning

D. Materi: Dasi dua warna

E. Prosedur
1. Peserta diminta untuk membentuk lingkaran dan diberi permainan Tom
and Jery. Tom bertugas menangkap Jery.
2. Tom disimbolkan dengan dasi warna hijau sedangkan jery dasi warna
merah. Dasi merah dan hijau diberikan kepada peserta dengan jarak 5
orang. Orang yang dapat dasi hijau harus mengikat dasi itu dalam 3
simpul lalu melepaskan kembali, setelah lepas langsung diberikan pada
orang disebelah kanannya. Orang yang dapat dasi merah harus membuat
dua simpul dan melepasnya lalu menyerahkan pada orang disebelah
kanannya.
3. terus seperti sampai dasi merah dan hijau berada pada leher satu orang.
Orang yang pada lehernya tergantung dasi merah dan hiajau akan
mendapat hukuman.
4. hukuman berupa hukuman ringan seperti menyanyi, menari dsb.
5. jika waktu belum habis,permainan dapat dimulai lagi dari awal, tapi
dimulai oleh peserta yang berbeda dengan permainan pertama.

21
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

SESI V
Komunikasi Suami Istri Saat Stressfull

F. Tujuan
1. Untuk mengatasi hambatan komunikasi.
2. Untuk menciptakan komunikasi yang efektif dan empatik,
3. Mengalami perasaan negatif jika orang lain berbicara satu arah pada saat
kondisi stressfull.

G. Waktu : 60 menit

H. Metode yang digunakan adalah Role Play.

I. Materi pakaian atau baju, undian scenario.

J. Prosedur
1. Peserta dibagi atas lima pasang laki-laki dan perempuan. Setiap
pasangan mengambil undian yang sudah disiapkan, yaitu skenario
komunikasi empatik dan komunikasi agresif.
2. Fasilitator memberi instruksi : ‖Setiap peserta sudah memperoleh
undian skenario yang akan dimainkan. Ada tiga skenario komunikasi
agresif dan dua skenario komunikasi verbal yang baik. Saya minta agar
pasangan yang mendapat skenario komunikasi verbal yang baik
dimainkan oleh laki-laki dan perempuan mencuci pakaian. Sedangkan
peserta yang memperoleh skenario komunikasi negatif atau agresif
dimainkan oleh perempuan, sedangkan pasangan yang laki-laki
mencuci pakaian.

F. Debriefing.
- Publishing: Menggali perasaan peserta. Semua perserta diminta menceritakan
apa yang dia rasakan ketika menjalani peran-peran yang dimainkan.

22
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

Bagaimana rasanya jika memperoleh perlakuan kekerasan verbal di saat


lelah bekerja? Apa rasanya jika mendapat perlakuan verbal yang positif?

- Generalizing: menyampaikan kembali; memparafrase pengalaman tersebut


dan meminta peserta menentukan solusinya. Gunakan Flipchart dan rekaman
handycam.

- Applying: Peserta memperoleh kesadaran tentang dampak komunikasi


empatik, dampak agresivitas verbal, dan menerapkan komunikasi empatik itu
sdan menghindari komunikasi yang agresif.

23
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

SESI VI
GOOD BYE, STRESS

A. Tujuan
1. Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi peristiwa yang tidak
menyenangkan dan situasi penuh tekanan tanpa menjadi berantakan.
2. Meningkatkan kemampuan untuk tetap sabar dan tenang serta
kemampuan menghadapi kesulitan dengan kepala dingin tanpa emosi
negatife

B. Waktu : 30 menit

C. Metode
1) Experience Learning
2) Refleksi

D. Materi: Peluit.

E. Prosedur

1. Cari tempat berkarpet yang tenang dan tidak ada gangguan. Longgarkan
pakaian, lepas sepatu. Duduk rileks dan pejamkan mata.
2. Letakkan satu tangan diatas dada dan satu tangan di atas perut. Bernafaslah
dengan biasa, dan perhatikan apa yang terjadi_konsentrasilah untuk
mengubah pola itu. Usahakan jangan sampai dada dan tulang dada yang
bergerak, tariklah nafas melalui hidung dan biarkan perut mengambang
dan memberi kekuatan pada proses penarikan nafas. Kemudian hembuskan
pelan-pelan melalui mulut yang sedikit terbuka.
3. Ulangi lagi proses ini selama 5 menit dan kamu akan merasa lebih segar
dan rileks.

24
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

4. Pada saat menghadapi situsi sulit, kalian dapat langsung melakukan proses
ini baik dalam kondisi duduk maupun berdiri.

F. Debriefing
- Publishing: Menggali perasaan peserta. Semua perserta diminta menceritakan
apa yang dia rasakan ketika menjalani proses terapi rileksasi.

- Generalizing: menyampaikan kembali; memparafrase pengalaman tersebut.

- Applying: Peserta memperoleh kesadaran tentang dampak kondisi meditatif,


memilih waktu yang tepat untuk rileksasi, meminta peserta menentukan
jadwal penerapan teknik rileksasi tersebut dalam kehidupannya dan mengatur
ketenangan psikologis pada saat-saat yang cukup mengganggu secara personal
(misal di depan publik).

25
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

SESI VII
Komunikasi Empatik demi Mencapai Kepuasan Pernikahan

A. Tujuannya adalah agar peserta memahami apa yang sudah diperoleh dari
pelatihan ini ke dalam kehidupan sehari-hari.

B. Waktu : 40 menit

C. Metode yang digunakan adalah ceramah dan diskusi.

D. Materi: laptop, in focuss, alat tulis, dan kertas

E. Prosedur berupa komunikasi pemberian materi tentang pola-pola komunikasi


dan dialog interaktif.

26
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

SESI VIII
GROUP INQUIRY

A. Tujuannya adalah menyampaikan informasi dan berbagi pengetahuan tentang


komunikasi empatik, komunikasi yang agresif, maupun communication
breakdown dari pengalaman pelatihan yang telah didapat.

B. Waktu : 20 menit

C. Metode yang digunakan adalah diskusi

D. Materi: alat tulis.

E. Prosedurnya berupa diskusi dua arah tentang apa yang telah didapat selama
mengikuti sesi pelatihan

F. Debriefing

- Publishing: Menggali pengetahuan peserta. Semua perserta diminta


menceritakan apa yang dia ketahui tentang komunikasi empatik dan
communication breakdown.

- Generalizing: menyampaikan kembali; memparafrase pengetahuan tersebut


dan meminta memahaminya lebih luas lagi. Gunakan Flipchart dan rekaman
handycam.

- Applying: Peserta memperoleh kesadaran tentang aspek-aspek komunikasi


empatik dan menerapkannya dalam keseharian menjelang jenjan pernikahan
yang akan dilewatinya juga tentang communication breakdown dan bisa
menghindarinya dalam pola komunikasi sehari-hari.

27
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

SESI IX
GOAL SETTING

F. Tujuannya adalah agar peserta dapat mengaplikasikan apa yang sudah di dapat
dari pelatihan ini ke dalam kehidupan sehari-hari.

G. Waktu : 25 menit

H. Metode yang digunakan adalah diskusi

I. Materinya berupa alat tulis dan kertas Lembar Rencana Tindakan.

J. Prosedur

1. Peserta diberi waktu 10 menit untuk menuliskan apa yang akan


dilakukan ke depan untuk lebih memperkuat pola komunikasinya.
2. Siap peserta diberi kesempatan untuk mempresentasikan tulisannya dan
diberi feedback dari teman-temannya.

28
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

PENUTUP

Peserta diminta untuk mengisi lembar evaluasi.

Fasilitator mengucapkan terimakasih dan permintaan atas segala kekuranngan


pelaksanaan pelatihan. Fasilitator juga menyampaikan harapan agar pelatihan dapat
memberikan dampak yang positif bagi para peserta.

29
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

D. Lembar Kerja Kegiatan


a. Sesi Gutten Morgan
LEMBAR BAHAN MATERI
SESI : GUTTEN MORGAN

1. KERTAS SETENGAH HVS 5 WARNA

2. TALI PLASTIK

30
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

E. Lembar Bahan Materi


a. Makalah Komunikasi Breakdown

Komunikasi Empatik Dalam Fase-Fase Pernikahan


“Design Study”
What and Why…
Marriage first years will pass through three phases, i.e. blending, nesting, and
maintaining. What to know for every new couple in order to gain ultimate marital
satisfaction, promote better communication and prevent communication breakdown.
What usually happened in every phase? Why? Please explain further so we can
understand and predict what will go on.

Pendahuluan
Ketika kita menelaah setiap kata yang membentuk kalimat-
kalimat dalam design study tulisan di atas, penulis teringat kepada
sepasang suami isteri yang telah melewati fase-fase pernikahan
tersebut. Penulis menemukan permasalahan dan perkembangan yang
terjadi pada pasangan itu sangat relevan dengan kondisi umum yang
terjadi pada setiap fase pernikahan itu.
Mereka menikah lebih kurang 3 tahun yang lalu. Pada akhir
tahun 2001 yang lalu, si isteri bercerita (curhat) kepada penulis
bahwa pada awal atau tahun pertama pernikahannya, ia dan
suaminya cukup sulit untuk membangun komunikasi dan hubungan
yang hangat. Dalam kehidupan sehari-hari, suaminya adalah
pasangan hidup yang memiliki karakter ―cool’ dan sangat pendiam.
Ia mengatakan, mungkin, hal itu disebabkan oleh perjodohan yang
diatur oleh orang tuanya (arranged marriage) dengan ―mantan
pacarnya‖ itu, sehingga tidak jarang mereka mengalami kesulitan
untuk menciptakan pembicaraan atau komunikasi yang hangat satu
sama lainnya. Bahkan, sikap cool suaminya itu cenderung tidak
berubah walaupun dirinya telah berupaya menstimulasi suaminya
dengan pertanyaan-pertanyaan, sikap manja, ngobrol santai, dll.
Hal itu sangat dirasakannya pada tahun-tahun pertama
pernikahan mereka, yang secara kebetulan pada saat itu, mereka
masih menumpang di rumah orang tuanya (isteri). Namun, saat
ini—pada tahun ketiga, penulis melihat kehidupan pernikahan
mereka relatif lebih baik sejak mereka pindah dari rumah orang
tuanya dan dianugerahi Allah swt. seorang anak perempuan yang
cantik.

31
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

Sekelumit kasus di atas cukup representatif untuk dijadikan contoh konkrit


yang terjadi pada setiap pasangan manakala mereka melewati fase-fase awal
pernikahan. Setiap orang yang memutuskan untuk menikah dan hidup dengan
pasangan yang menjadi pilihannya—ataupun pilihan orang lain, misalnya orang tua—
merupakan bentuk komitmen hidup yang paling substansial bagi individu itu. Bersatu
dan berusaha untuk menyatukan diri dengan pasangannya, membangun rumah tangga
dengan pasangannya yang memiliki banyak perbedaan dengan dirinya, atau
membangun hubungan dan komunikasi yang hangat terhadap pasangannya,
merupakan derivasi dari komitmen antarindividu itu. Inilah bentuk komitmen dua
individu yang berbeda jenis kelamin, karakter, watak, atau bahkan kultur, yang
melanjutkan kehidupannya ke jenjang perkembangan yang jauh lebih baik daripada
melajang. Lebih substantif lagi, inilah salah satu tujuan hidup seseorang dalam
membentuk sebuah komunitas yang ia idam-idamkan, yaitu isteri/suami, anak, dan
keluarga.

Fase-Fase Pernikahan
Dalam sebuah pernikahan, layaknya perkembangan kehidupan manusia, sudah
pasti memiliki fase-fase tertentu yang harus dilalui oleh setiap pasangan. Fase-fase
pernikahan ini merupakan tahapan gradual yang mengandung permasalahan-
permasalahan di dalamnya dalam proses penyesuaian diri individu dengan
pasangannya, yang membutuhkan solusi tertentu. Beberapa aspek penting yang perlu
disesuaikan dan dipenuhi secara seimbang oleh setiap pasangan adalah kebutuhan
atau pemenuhan aspek emosional, seksual, sifat dan perilaku, pekerjaan, keuangan
atau harta benda, kehidupan sosial, pengambilan keputusan, mengatasi konflik,
kepercayaan, dan komunikasi.
Aspek komunikasi merupakan salah satu aspek yang fundemental dalam
menciptakan kepuasan pernikahan oleh pasangan. Lebih jauh lagi, kepuasan
pernikahan individu sangat tergantung pada bagaimana cara pasangan
mengkomunikasikan dan memanajemen konflik dalam rumah tangga.
Secara umum, setiap pasangan akan melewati tiga fase, yaitu fase blending,
nesting, dan maintaining (dalam Hidayat, B., 2004). Pada dasarnya, setiap fase
tersebut digambarkan secara eksplisit oleh istilah yang digunakan. Fase blending

32
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

biasanya terjadi pada rentang pernikahan 1 tahun pertama, fase nesting terbentuk pada
2-3 tahun di awal pernikahan, sedangkan fase maintaining menghiasi pasangan pada
usia pernikahan 4 tahun ke atas.
Pada fase blending, pasangan akan menghadapi permasalahan bagaimana
mengenal pasangannya secara utuh dalam proses percampuran atau pemaduan yang
baik. Biasanya, pada fase ini pasangan akan merasa canggung antara satu sama
lainnya sehingga proses komunikasi sering kali terhambat (hinder communication) di
antara mereka. Di tahun pertama pernikahan inilah fase urgen yang harus diwaspadai
oleh individu yang menikah dengan sikap yang arif, karena sering terjadi pola
komunikasi yang tidak baik—communication breakdown—dalam rumah tangga.
Biasanya, hal itu disebabkan oleh sikap mau menang sendiri sehingga kadang
mengabaikan kebutuhan-kebutuhan emosional dari pasangannya. Apabila pasangan
berhasil mengatasi masalah pola komunikasi yang destruktif tersebut, maka mereka
dapat melewati usia pernikahannya dengan baik dan memasuki fase nesting.
Fase nesting merupakan tahapan pernikahan yang mengindikasikan kehidupan
pasangan secara lebih baik dan nyaman terhadap pasangannya. Pada fase ini,
pasangan akan saling mengupayakan pembentukan rumah dan kondisi interaksi yang
nyaman, penuh kasih sayang, saling mengenal lebih baik, dan pengertian. Pasangan
yang memasuki fase ini mulai melakukan proses intimacy yang lebih baik
dibandingkan pada fase sebelumnya. Apalagi, kondisi intimacy itu akan lebih
terbentuk dengan hadirnya atau kelahiran anak sebagai anggota keluarga yang
diharapkan oleh hampir setiap orang tua (pasangan).
Dengan kondisi itu, setiap pasangan akan membentuk kebiasaan-kebiasaan
keluarga atau rumah tangga yang terkondisikan dengan baik. Pada saat terbentuknya
kondisi keluarga seperti itu, maka pada saat inilah pasangan memasuki fase
maintaining. Biasanya, permasalahan yang sering dihadapi oleh setiap pasangan
dalam fase maintaining adalah adanya campur tangan dari pihak keluarga isteri atau
suami. Intervensi itu dilakukan oleh pihak orang tua bukan diniatkan untuk
mengacaukan keadaan rumah tangga pasangan, akan tetapi tidak jarang campur
tangan itu mengakibatkan konflik dalam rumah tangga.
Bertolak dari fase-fase pernikahan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
setiap pasangan akan melalui tahapan-tahapan kehidupan pernikahan yang eksklusif,

33
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

namun koherensif antara fase pertama hingga fase terakhir. Kesinambungan yang
harmonis antara fase tersebut akan memberikan rasa kepuasan pernikahan terhadap
pasangan. Di sisi lain, dalam setiap fase memiliki permasalahan yang spesifik pula.
Khusus pada fase pertama (blending) yang menjadi tahap yang paling urgen bagi
pasangan adalah bagaimana menciptakan pola komunikasi yang baik antara suami-
isteri. Oleh karena itu, setiap pasangan harus mengetahui pola komunikasi yang baik
dalam kehidupan rumah tangganya, sekaligus pola komunikasi yang malasuai
terhadap pasangannya.

Membina Komunikasi Dalam Rumah Tangga


Untuk menciptakan pola komunikasi yang harmonis dalam rumah tangga,
maka setiap individu harus mampu menerima keberadaan pasangannya apa adanya,
bukan menjadikannya sebagai orang yang sesuai dengan yang diinginkan. Adanya
keinginan untuk menjadikan atau mengubah pasangan hidup sesuai dengan yang
diinginkan justru menimbulkan kekecewaan. Sebaliknya, apabila perubahan diri ke
arah yang positif dimulai dari diri sendiri, dengan sendirinya akan mempengaruhi
perubahan positif dalam diri pasangan kita. Hal itu sekaligus berimplikasi pada
terciptanya hubungan yang lebih baik dengan pasangan kita.
Para ahli, konselor pernikahan atau profesional yang kompeten di bidang
konseling perkawinan, telah banyak memberikan kiat-kiat efektif untuk membina
komunikasi yang baik dengan pasangan. Beberapa kiat praktis yang pernah
dilontarkan untuk menciptakan hubungan komunikasi yang baik dalam rumah tangga
adalah sebagai berikut.
1. Lakukanlah introspeksi diri mengenai apa yang telah dilakukan untuk
pasangan Anda hari ini.
2. Berilah pujian atau terima kasih atas tindakan pasangan Anda yang Anda
sukai.
3. Berilah senyuman padanya di saat bertemu.
4. Pergunakanlah kontak mata di saat berteguran.
5. Di saat kontak mata itu, berilah sentuhan yang lembut kepadanya.

34
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

6. Upayakan nada bicara yang tidak terlalu tinggi atau melengking dan hilangkan
kebiasaan memaki orang (jika ada).
7. Berhentilah menyalahkan satu sama lain.
8. Kembangkanlah humor dalam suasana interaksi.
9. Yakinlah bahwa setiap persoalan pastilah ada jalan keluar yang terbaik.
Beribadahlah dan minta bantuan kepada Yang Maha Kuasa untuk memberikan
kekuatan kepada Anda berdua dalam menghadapi persoalan.
Di sisi lain, untuk membina komunikasi yang baik dalam rumah tangga juga
dibutuhkan kesadaran dari setiap pasangan untuk menghindari dan mencegah pola
komunikasi yang destruktif. Dalam kajian ilmiah tentang perkawinan, istilah pola
komunikasi itu disebut communication breakdown. Cohen (dalam Hidayat, B., 2004)
mengatakan bahwa communication breakdown dapat dianalogikan dengan keadaan
radio dua arah. Seseorang berusaha untuk menyampaikan pesan, namun orang yang
dituju tidak dapat mendengar hal itu atau tidak dapat memahami pesan yang
dimaksud, atau malah mengartikan pesan itu dengan makna yang berbeda dengan
yang sesungguhnya. Oleh karena itu, untuk memperbaiki masalah miskomunikasi—
communication breakdown—ini, maka individu harus memastikan bahwa pesan yang
disampaikannya harus dikirim dan diterima secara benar oleh si penerima pesan
(pasangan). Langkah selanjutnya adalah berusaha memahami kode-kode (karakter)
komunikasi pasangan, mempelajari berkomunikasi secara terarah dengan
menggunakan percakapan atau bahasa yang sederhana tentang sesuatu yang benar-
benar kita rasakan.
Penyebab communication breakdown tersebut, yaitu sebagai berikut.
1. Keras kepala.
2. Tidak memiliki niat untuk mengakui kesalahan yang dilakukan.
3. Membicarakan kekurangan pasangan dan membandingkannya dengan orang
lain.
4. Mengungkit-ungkit masa lalu pasangan yang tidak ia sukai.
5. Menyerang pasangan melalui percakapan yang biasanya mengungkit masa
lalunya yang terkesan tidak dimaafkan.
6. Melebih-lebihkan sesuatu hal dengan menggunakan kata selalu, tidak pernah,
setiap waktu, dst.

35
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

7. Berbohong.
8. Kata-kata yang kasar.
9. Kemarahan yang meledak-ledak.
Dengan kesungguhan untuk membangun dan senantiasa menjaga pola
komunikasi yang baik dan harmonis dengan pasangan merupakan syarat utama dalam
menciptakan kondisi rumah tangga yang sehat. Adanya kesadaran untuk menunjukkan
penghargaan dan rasa kasih sayang terhadap pasangan dalam percakapan-percakapan
maupun sikap yang ditampakkan sehari-hari, dan mencegah terjadinya miskomunikasi
(communication breakdown) dengan pasangan, maka individu sudah melakukan hal-
hal yang benar dalam kehidupan rumah tangganya. Kemudian, setiap pasangan akan
merasakan betapa mudahnya melewati fase blending yang rawan dengan konflik
komunikasi dan memasuki fase-fase pernikahan selanjutnya dengan adanya rasa
kepuasan yang tidak ternilai dalam pernikahan.
Akhirnya, pernikahan yang secara eksplisit menggambarkan keindahan-
keindahan—yang seringkali mengaburkan evaluasi terhadap permasalahan yang
terkandung di dalamnya, harus dilalui secara gradual oleh setiap pasangan yang telah
menjalin komitmen hidup. Inti dari komitmen antarindividu yang sepakat untuk
menjalani pernikahan adalah mencapai kepuasan-kepuasan dalam pernikahan (marital
satisfaction). Salah satu faktor penting dalam mewujudkan kepuasan itu adalah
menciptakan kondisi komunikasi yang baik dalam fase-fase perkembangan
pernikahan, sehingga dapat diperkirakan—bahkan diciptakan—kondisi rumah tangga
yang diinginkan di masa depan. Dengan kata lain, kondisi rumah tangga yang
harmonis dan disharmonis diciptakan sendiri oleh setiap pasangan yang hidup dalam
ikatan perkawinan, melalui pola komunikasi yang dibangun oleh pasangan itu pada
fase-fase pernikahan mereka.

36
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

F. Lampiran Penunjang
a. Lembar Persetujuan Subjek
Lembar Persetujuan Peserta Pelatihan

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Usia :

Pendidikan :

Pekerjaan :

dengan ini menyatakan kesediaan untuk mengikuti pelatihan Komunikasi Empatik


dan berjanji untuk aktif mengikuti semua materi dengan tepat waktu.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan kesadaran saya sendiri setelah mendapat
penjelasan dari fasilitator.

Pekanbaru, Desember 2015


Peserta,

37
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

b. Lembar Rencana Tindakan

Lembar Rencana Tindakan

Selama Pelatihan ini saya memperoleh pengalaman dan pengetahuan:


.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................

Saya berencana setelah mengikuti pelatihan ini akan melakukan:


.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................

38
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

c. Lembar Evaluasi
Lembar Evaluasi Kegiatan
Pelatihan Komunikasi Empatik

Petunjuk Umum

Lingkari angka yang sesuai dengan pendapat Anda. Angka bergerak dari yang paling
baik (5) sampai dengan yang paling jelek (1).

NO PERNYATAAN SKALA
1 Penguasaan fasilitator dalam menyampaikan materi 5 4 3 2 1
2 Penguasaan fasilitator dalam menjawab masalah 5 4 3 2 1
3 Kejelasan materi yang disampaikan fasilitator 5 4 3 2 1
4 Materi yang disampaikan fasilitator 5 4 3 2 1
5 Penggunaan media sebagai alat bantu 5 4 3 2 1
6 Keterampilan fasilitator memandu diskusi 5 4 3 2 1
7 Manfaat materi bagi peserta 5 4 3 2 1

KOMENTAR DAN MASUKAN BERUPA NARASI

Tentang Penulis

39
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

Profil Penulis

Bahril Hidayat (Bahril Hidayat Lubis) lahir di Pekanbaru, seorang psikolog, penulis,
dan dosen Pendidikan Islam Anak Usia Dini di Universitas Islam Riau, Pekanbaru. Ia
lahir di Pekanbaru, Riau, pada tahun 1979. Dia menamatkan studi S1 di Fakultas
Psikologi Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta pada tahun 2004. Kemudian
dia menyelesaikan studi di Magister Profesi Psikologi,
Minat Utama Psikologi Klinis, di Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta, pada tahun 2013.

Bahril Hidayat aktif di dunia menulis, akademik, dan


keprofesian psikologi. Sebagian besar karya tulisnya
berupa buku, tersebar di berbagai perpustakaan. Bukunya
berjudul Dialektika Psikologi dan Pandangan Islam
(2002), Aku Sadar Aku Gila (2007), Aku Tahu Aku Gila (2007 dan 2009), dan Datuk
Hitam (2006 dan 2009), mengisi koleksi perpustakaan di dalam dan di luar negeri.
Sebagian tulisannya pernah dimuat di Jurnal Psikologi Sosial Universitas Indonesia
Jakarta, maupun Jurnal Asosiasi Psikologi Islami, Yogyakarta. Pada segi keprofesian
psikolog, ia aktif menjadi Psikolog Klinis dengan pendekatan psikoterapi berbentuk
Hipnoterapi dan Neuro-Linguistic Programming (NLP), dalam praktik psikologi,
maupun pengabdian dan perhatian khususnya pada penyalah-gunaan Napza dan kasus
Psikosis.

Untuk menghubungi Bahril Hidayat, silakan mengirimkan email ke


bahrilhidayat@gmail.com dan bahrilhidayat@fis.uir.ac.id atau ke nomor HP
081268338782.

40
Contoh Modul Training
Oleh Bahril Hidayat (2017)

REFERENSI

Caplin, J, P. (1999). Kamus Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hall, Calvin., & Lindzey, Gardner. (1993). Teori-Teori Psikodinamik.Yogyakarta:


Kanisius.

Hall, Calvin., & Lindzey, Gardner. (1993). Teori-Teori Sifat dan


Behavioristik.Yogyakarta: Kanisius

Hall, Calvin., & Lindzey, Gardner. (1993). Teori-Teori Holistik. Yogyakarta.


Kanisius.

Hidayat, Bahril. (2004). TEMA-TEMA PSIKOLOGIS DALAM TRADISI


MANGUPA PADA PASANGAN PERNIKAHAN PEMULA DALAM
MASYARAKAT PERANTAU TAPANULI SELATAN DI PEKANBARU. Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.

Hidayat, Bahril. (2006). PERAN KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN


KEMATANGAN ANAK.

Hidayat, Bahril. (2014). Psikologi Islam.

Lubis, B. H., & Nashori, F. (2002). Dialektika psikologi dan pandangan Islam. Unri
Press.

Lubis, B.H. (2014). Hari Ibu Momen Membahagiakan Mereka.

41

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai