Liputan6.com, Jakarta - Situasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan
China kini kian memanas. Hal ini turut berdampak terhadap kegiatan ekonomi
negara-negara dunia lainnya, termasuk Indonesia.
"Ini masalah serius dan bisa ciptakan kiamat bagi neraca dagang kita. Sampai
bulan April 2019, total ekspor migas dan non-migas sudah turun -9.39 persen
dibanding periode yang sama tahun lalu," ujar dia kepada Liputan6.com, Kamis
(13/6/2019).
Dia pun mewanti-wanti eskportir Indonesia yang dapat terkena imbas pencabutan
fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) oleh AS.
"Maka dari itu, INDEF prediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini mentok di 5
persen atau dibawah asumsi makro APBN 5.3 persen. Kita harus bersiap hadapi
situasi terburuk karena perang dagang ternyata tidak hanya menyasar China, tapi
juga Meksiko, India dan Turki," imbuhnya.
"Bukan tidak mungkin Trump akan sasar Indonesia dengan revisi fasilitas GSP
(Generalized System of Preferences) yang selama ini eksportir indonesia nikmati,"
dia menandaskan.
Menkeu: RI Waspadai Risiko Ekonomi Global yang Semakin Nyata
Perhatian Khusus
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di
Jakarta, Sabtu (15/12). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2019 mendatang tidak jauh berbeda dari tahun ini.
(Liputan6.com/Angga Yuniar)
Sementara bagi Indonesia, hal ini juga harus menjadi perhatian khusus.
Sebab, perang dagang dan ketegangan yang terjadi ini akan menekan
perdagangan global yang akan berdampak kepada Indonesia.
Selama ini, kata dia, ekonomi dunia tumbuh cukup sehat, di mana
mana pertumbuhan perdagangan internasional dua kali lebih tinggi dari
pertumbuhan dunia.
"Jadi kalau pertumbuhan dunia itu 3,3 persen, perdagangan bisa 5-6
persen, sekarang hanya tumbuh 2,6 persen. Artinya untuk Indonesia, kita
akan melihat jika tantangan dari growth global yang melemah menjadi
sangat nyata," tandas dia.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3988483/ekonomi-ri-bakal-hanya-tumbuh-5-persen-imbas-
perang-dagang