Anda di halaman 1dari 16

3

Behaviour Therapy merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam


menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan
dorongan untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan hidup, yang dilakukan melalui
proses belajar agar bisa bertindak dan bertingkah laku lebih efektif, lalu mampu
menanggapi situasi dan masalah dengan cara yang efektif dan efisien. Aktifitas
inilah yang disebut dengan belajar. (Lubis, 2011)

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti di RSJ Prof.Dr.
Muhammad Ildrem Daerah Prov. Sumatera Utara Medan diperoleh data data
pasien dari bulan januari sampai desember 2018 adalah sebanyak 4.341 orang
yang mengalami skizofrenia dan yang mengalami risiko perilaku kekerasan
sebanyak 155 orang. Peneliti mendapatkan pasien 5 orang dengan risiko perilaku
kekerasan menunjukan tanda dan gejala seperti marah, tangan mengepal, dan
mata melotot, dikarenakan pasien trauma terhadap perilaku keluarganya yang
sering memukul pasien. Peneliti juga mendapatkan 8 orang pasien yang tidak
dapat mengontrol risiko perilaku kekerasannya. Peneliti melakukan wawancara
dengan perawat dan berdiskusi mengenai tindakan Behaviour Therapy yang akan
peneliti lakukan terhadap pasien, dari hasil diskusi tersebut perawat mengatakan
bahwasanya Behaviour Therapy belum pernah dilakukan terhadap pasien dan
dalam hal ini perawat sangat antusias dengan adanya rencana tindakan tersebut,
dan jika berhasil terapi ini dapat menjadi pertimbangan dalam penambahan
intervensi asuhan keperawatan khususnya pasien dengan risiko perilaku
kekerasan. Dari hasil survey yang didapatkan oleh peneliti, pasien Risiko Perilaku
Kekerasan di RSJ Prof.Dr. Muhammad Ildrem Daerah Prov. Sumatera Utara
Medan mempunyai sifat yang menunjukan emosi dan berperilaku dengan sikap
yang dapat diterima secara sosial.
22

4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol.

5. Marah
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.

2.2.1 Etiologi Risiko Perilaku Kekerasan


Menurut (Stuart 2011, dalam Sutedjo, 2017) faktor-faktor yang
menyebabkan risiko perilaku kekerasan pada pasien gangguan jiwa
antara lain :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Psikologis
1) Psychoanalytical theory
Dalam hal ini risiko perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil
akumulasi frustasi.Ini terjadi apabila keinginan individu
untuk mencapai sesuatu mengalami kegagalan atau
hambatan.

2) Frustation aggresion theory


Hal ini terjadi bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai
suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul
dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi
perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek
yang menyebabkan frustasi.

b. Faktor Biologis
1) Teori dorongan naluri (Instinctual drive theory)
Keinginan melakukan risiko perilaku kekerasan disebabkan
oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
23

2) Teori psikomatik (Psicomatyc theory)


Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respon psikologi
terhadap stimulus eksternal maupun internal.

c. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap
individu bersifat buruk. Stressor tersebut dapat disebabkan dari
luar maupun dalam. Faktor presipitasi terbagi 2 antara lain :
1) Faktor eksternal
Berbagai stressor yang berasal dari luar antara lain
serangan fisik, kehilangan, kematian, krisis dan lain-lain.

2) Faktor internal
Contoh faktor dari dalam adalah putus hubungan dengan
seseorang yang berarti, kehilangan rasa cinta, ketakutan
terhadap penyakit fisik, hilang kontrol, menurunnya
percaya diri dan lain-lain. Selain itu lingkungan yang
terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku
kekerasan (Sutedjo, 2017).

2.2.4 Tanda dan Gejala Perilaku kekerasan


Menurut Keliat (1996), dalam Muhith (2015) mengatakan bahwa
tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1 Kognitif
Gejala yang sering ditunjukkan oleh pasien skizofrenia dengan
perilaku kekerasan ada berbagai macam meliputi pasien
mendominasi cerewet, sering bawel saat sedang marah, sering
berdebat dengan orang lain, meremehkan orang lain, Pasien sering
mengingat kejadian yang membuatnya marah.
24

2 Afektif
Gejala yang sering ditunjukkan oleh pasien yaitu sering jengkel,
dendam dengan orang lain yang membuatnya marah, sering merasa
terganggu, sering marah apabila ada orang yang membuatnya
marah, sering merasa takut dan gelisah, pasien menangis apabila
kemarahannya tidak dapat dikendalikan.

3 Fisik
gejala yang muncul pada respon fisik adalah frekuensi pernafasan
dan nadi meningkat, produksi keringat meningkat, muka memerah
dan tegang, mata melotot/ pandangan tajam, tangan mengepal,
rahang mengatup, postur tubuh kaku, jalan mondar-mandir.

4 Perilaku
Gejala yang sering terjadi pada pasien skizofrenia dengan perilaku
kekerasan pada respon perilaku yaitu menyerang orang lain pada
saat marah, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif, menunduk.

5 Sosial
Gejala yang muncul pada aspek sosial adalah : pasien menarik diri,
mengasingkan diri dari orang lain, melakukan penolakan terhadap
orang lain, melakukan kekerasan, sering mengejek dan menyindir
orang lain.

2.2.5 Mekanisme Koping


Menurut Stuart dan Sundeen 1998, dalam Muhith, (2015) mekanisme
koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme
27

sebagai reaksi terhadap interaksionisme dan juga psikoanalisis.


Behaviour Therapy ingin menganilisis hanya perilaku yang nampak saja,
yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan (Sumanto, 2014).

Behaviour Therapy merupakan terapi tentang tingkah laku. Sekilas


tentang Behaviour Therapy menurut Marquis, merupakan suatu teknik
yang menerapkan informasi–informasi ilmiah guna menemukan
pemecahan masalah yang dihadapi oleh manusia. Jadi tingkah laku
berfokus pada bagaimana orang –orang belajar dan kondisi – kondisi
apa saja yang menentukan tingkah laku mereka. Istilah Behaviour
Therapy atau konseling behaviour berasal dari bahasa Inggris Behavior
Counseling yang untuk pertama kalinya digunakan oleh Jhon D.
Krumboln (1964). Krumboln adalah pemotor utama dalam menerapkan
pendekatan behaviorisme terhadap konseling, meskipun dia melanjutkan
aliran yang sudah dimulai sejak tahun 1950 (Corey, 2013)

Dapat disimpulkan bahwa Behaviour Therapy merupakan salah satu


teknik yang digunakan dalam menyelesaikan tingkah laku yang
ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan dorongan untuk memenuhi
kebutuhan – kebutuhan hidup, yang dilakukan melalui proses belajar
agar bisa bertindak dan bertingkah laku lebih efektif, lalu mampu
menanggapi situasi dan masalah dengan cara yang efektif dan efisien.

2.3.2 Sejarah Behaviour Therapy


Pendiri dari teori behaviorisme adalah Jhon Broads Watson, menurutnya
psikologi harus menjadi ilmu yang objektif, dalam artian psikologi harus
dipelajari sebagaimana mempelajari ilmu pasti atau ilmu lain. Oleh
karena itu, ia tidak mengakui adanya kesadaran yang hanya dapat diteliti
melalui metode intropeksi yang dianggap tidak obyektif dan tidak
ilmiah. Pengaruh Watson yang lain adalah psikoterapi, yaitu dengan
28

digunakannya teknik kondisioning untuk menyembuhkan kelainan-


kelainan tingkah laku. Rahayu, (2009)

Menurut Madzhab (2009) penganut behaviorisme berpendapat bahwa


sikap manusia adalah hasil dari salah satu faktor berikut:
1 Kegagalan mempelajari atau memperoleh lingkungan yang sesuai
2 Mempelajari pola – pola tingkah laku yang tidak sesuai atau
penyakit
3 Menghadapi suasana pertarungan – pertarungan yang menghendaki
ia untuk membedakan dan mengambil keputusan – keputusan
dimana ia merasa tidak sanggup untuk melakukannya

Menurut Corey (2013) setiap orang dipandang memiliki kecenderungan


positif dan negatif yang sama dan tingkah laku yang sama dan segenap
tingkah laku manusia yang dipelajari.

2.3.3 Aspek Penting Dalam Behaviour Therapy


Aspek penting dari Behaviour Therapy merupakan bahwa perilaku dapat
didefinisikan secara operasional, diamati, dan diukur. Para behavioris
berpandangan bahwa gangguan tingkah laku merupakan akibat dari
proses belajar yang salah. Maka, untuk memperbaikinya diperlukan
perubahan lingkungan menjadi lebih positif dengan harapan tingkah
laku yang dimunculkan bersifat positif pula. (Lubis, 2011)
29

Menurut Sumanto, (2014) Behaviour Therapy berbeda dengan sebagian


besar pendekatan terapi lainnya, ditandai oleh:
1. Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik,
2. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment,
3. Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan
masalah,
4. Penafsiran objektif atas hasil-hasil terapi.

Pada dasarnya, Behaviour Therapy diarahkan pada tujuan-tujuan


memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang
maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang
diinginkan. Pernyataan yang tepat tentang tujuan-tujuan treatment
dispesifikan, sedangkan pernyataan yang bersifat umum tentang tujuan
ditolak. (Lubis, 2011). Karena tingkah laku yang dituju dispesifikan
dengan jelas, tujuan-tujuan treatment dirinci dengan metode-metode
konseling diterangkan, maka hasil-hasil terapi menjadi dapat dievaluasi

2.3.4 Ciri-ciri Behaviour Therapy


Ciri – ciri dari Behaviour Therapy sendiri merupakan berpusat pada
tingkah laku yang tampak dan spesifik, cermat dalam mengurai
treatment yang diberikan, perumusan prosedur yang objektif pada
permasalahan yang ada, penaksiran objektif atas hasil terapi. Behaviour
Therapy merupakan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang
bersumber dari berbagai tentang teori belajar. Behaviour Therapy ini
meyertakan penerapan yang sistematis pada prinsip belajar dan
perubahan tingkah laku kearah yang adaptif. Pendekatan behaviour ini
memberikan manfaat baik pada bidang klinis maupun pendidikan.
(Corey, 2013)
30

Pada dasarnya Behaviour Therapy lebih kepada membuang tingkah laku


maladaptif kepada perilaku adaptif serta memperkuat perilaku dan
mempertahankan perilaku yang diinginkan. (Corey, 2013)

2.3.5 Tujuan Behaviour Therapy


Tujuan dari Behaviour Therapy merupakan untuk menciptakan suasana
baru bagi setiap proses belajarnya. Teori mendasar yang ada pada diri
manusia merupakan setiap tingkah laku manusia itu dipelajari, termasuk
tingkah laku maladaptif. Apabila tingkah laku tersebut tingkah laku
neurotik learned maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan) dan
tingkah laku yang baik dan efektif bisa diperoleh. Teori tingkah laku
sebenarnya terdiri atas penghapusan sikap yang tidak efektif kemudian
diganti dengan perilaku yang lebih efektif, dan juga memberikan
pengalaman – pengalaman pembelajaran didalamnya yang berisi respon
– respon yang layak dan belum dipelajari. (Willis, 2009)

Tujuan adanya Behaviour Therapy sendiri merupakan untuk membantu


konseling menghilangkan respon – respon atau tingkah laku lama yang
merusak dirinya dengan mempelajari yang lebih baik dan sehat. Tujuan
Behaviour Therapy untuk memperoleh perilaku baru, menghilangkan
perilaku lama yang maladaptif dan juga menjaga perilaku baru yang
diinginkannya serta memperkuatnya. (Willis, 2009).

2.3.6 Manfaat Behaviour Therapy


Menurut Nelson, (2011) Manfaat Behaviour Therapy yaitu dapat
digunakan dalam menyembuhkan berbagai gangguan tingkah laku dari
yang sederhana hingga yang kompleks, baik individu atau kelompok. Di
samping itu Behaviour Therapy dapat dilaksanakan oleh guru, pelatih,
orang tua atau pasien itu sendiri.
31

2.3.7 Tahap-tahap Behaviour Therapy


Menurut Nelson, (2011) Tahap-tahap konseling Behaviour Therapy
terdiri atas 4 tahap, yaitu:
1. Pengukuran (assesment)
Hal-hal yang didapat dalam assesmen ini meliputi analisis tingkah
laku bermasalah yang dialami konseling saat ini, yaitu analisis
situasi yang di dalamnya terjadi masalah konseling; analisis self-
control; analisis hubungan sosial; dan analisis lingkungan fisik-
sosial budaya.

2. Menentukan tujuan
Tujuan yang ditetapkan akan digunakan sebagai tolak ukur untuk
melihat keberhasilan proses terapi. Proses terapi akan dihentikan
jika telah mencapai tujuan. Tujuan terapi harus jelas konkret,
dipahami, dan disepakati oleh klien dan konselor. Konselor dan
klien mendiskusikan perilaku yang terkait dengan tujuan keadaan
yang diperlukan untuk perubahan sifat tujuan dan rencana tindakan
untuk bekerja ke arah tujuan tersebut.

3. Mengimplementasikan teknik
Setelah merumuskan tujuan yang ingin dicapai, konselor dan
konseling menentukan strategi belajar yang terbaik untuk
membantu konseling mencapai perubahan tingkah laku yang
diinginkan. Konselor dan konseling mengimplementasikan teknik-
teknik konseling sesuai dengan masalah yang dialami oleh
konseling.
32

4. Mengakhiri konseling
Proses konseling akan berakhir jika tujuan yang ditetapkan di awal
konseling telah tercapai. Mekipun demikian, konseling tetap
memiliki tugas yaitu terus melaksanakan perilaku baru yang
diperolehnya selama proses konseling di dalam kehidupannya
sehari-hari.

2.3.8 Teknik – Teknik Behaviour Therapy


1) Ada beberapa teknik – teknik behaviour therapy Menurut Hartono
(2012) yaitu :
a. Desensitisasi Sistematik
Teknik ini merupakan perpaduan dari beberapa teknik seperti
memikirkan sesuatu, menenangkan diri (relaksasi) dan
membayangkan sesuatu. Dalam pelaksanaannya konselor
berusaha untuk menanggulangi ketakutan atau kecemasan yang
dihadapi oleh konseling. Dengan teori pengkondisian klasik
maka respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan
secara bertahap.

Cara yang digunakan dalam keadaan santai yaitu dengan


memberikan stimulus yang menimbulkan kecemasan kemudian
dipasangkan dengan stimulus yang menimbulkan keadaan santai.
Memasangkan secara berulang-ulang sehingga stimulus yang
semula menimbulkan kecemasan hilang secara berangsur-angsur.

b. Terapi Implosif dan Pembanjiran


Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara
berulang-ulang. Teknik pembanjiran berbeda dengan teknik
desensitisasi sistematik dalam arti teknik pembanjiran tidak
menggunakan agen pengkondisian balik maupun tingkatan
36

Salah satu teknik yang akan dilakukan oleh penulis yaitu Token
Ekonomi dengan menggunakan Reward System dimana peneliti akan
memberi hadiah jika pasien dapat mengikuti terapi yang akan dilakukan
oleh penulis dimana pasien harus mengumpulkan bintang besar jika
menyelesaikan tugas atau pun berkelakuan baik.

2.3.9 Kelemahan Dan Kelebihan Behaviour Therapy


Menurut Hartono (2012) ada Kelemahan Dan Kelebihan Behaviour
Therapy yaitu :
1. Kelebihan Behaviour Therapy:
a. Pembuatan tujuan terapi antara konselor dan konseli diawal
dijadikan acuan keberhasilan proses terapi.
b. Memiliki berbagai macam teknik konseling yang teruji dan
selalu diperbaharui
c. Waktu konseling relatif singkat
d. Kolaborasi yang baik antara konselor dan konseli dalam
penetapan tujuan dan pemilihan teknik.

2. Kelemahan Behaviour Therapy:


a. Dapat mengubah perilaku tetapi tidak mengubah perasaan
b. Mengabaikan faktor relasional penting dalam terapi
c. Tidak memberikan wawasan
d. Mengobati gejala dan bukan penyebab
e. Melibatkan kontrol dan manipulasi oleh konselor.

2.4 Pengaruh Behavior Therapy Terhadap Risiko Perilaku Kekerasan


Berdasarkan Hasil penelitian Rinawati (2015) di dapatkan hasil yang signifikan
risiko perilaku kekerasan pada tingkat kemarahan (p-value < 0,05). Behaviour
Therapy yang dilakukan di ruang akut dilakukan karena sebagian besar klien
menunjukkan perilaku nyata yang maladaptif saat di ruang akut,
50

2. Gejala Risiko Perilaku Kekerasan Pasien Skizofrenia Sebelum


Dilakukan Behavior Therapy
Tabel 4.2
Gejala Risiko Perilaku Kekerasan Pasien Skizofrenia Sebelum
Dilakukan Behavior Therapy di Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. M Ildrem Provsu
Medan 2019 (n = 13)

Gejala Risiko
Perilaku Mean n SD SE
Kekerasan
Kognitif 18,77 13 3,193 ,885
Afektif 20,54 13 1.713 ,475
Sosial 22,77 13 1,922 ,533
Perilaku 20,31 13 1,702 ,472
Komposit 82,39 13 8,53 2,365

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat rata-rata gejala risiko perilaku


kekerasan pada pasien skizofrenia sebelum Behavior Therapy meliputi
respon kognitif sebesar 18,77, respon afektif sebesar 20,54, respon sosial
sebesar 22,77, respon perilaku sebesar 20,31 dan nilai komposit sebesar
82,39.

3. Gejala Risiko Perilaku Kekerasan Pasien Skizofrenia Setelah


Dilakukan Behavior Therapy
Tabel 4.3
Gejala Risiko Perilaku Kekerasan Pasien Skizofrenia
Setelah Dilakukan Behavior Therapydi Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. M Ildrem Provsu
Medan 2019 (n = 13)
Gejala Risiko
Perilaku Mean n SD SE
Kekerasan
Kognitif 10,69 13 1,843 ,511
Afektif 12,00 13 1,472 ,408
Sosial 11,92 13 1,605 ,445
Perilaku 9,69 13 1,494 ,414
Komposit 44,3 13 6,414 1,778
52

perilaku sebelum dilakukan terapi didapatkan nilai sebesar 20,31 dan setelah
dilakukan terapi mengalami perubahan sebesar 9,69 selisih yang didapat
setelah dilakukannya Behavior Therapy adalah 10,615. Pada nilai komposit
menunjukkan adanya perubahan gejala risiko perilaku kekerasan sebelum
dilakukan Behavior Therapy didapatkan nilai sebesar 82,39 dan setelah
dilakukan Behavior Therapy mengalami perubahan sebesar 44,3 dan
mendapat hasil selisih setelah dilakukannya Behavior Therapy 38,076.

4.1.3 Analisa Bivariat


Pengaruh Behavior Therapy Terhadap Perubahan Gejala Risiko
Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia

Tabel 4.5
Perubahan Gejala Risiko Perilaku Kekerasan Pasien Skizofrenia Sebelum
dan Setelah Diberikan Behavior Therapy di Rumah Sakit Jiwa
Prof.Dr. Muhammad Ildrem Provsu Medan 2019 (n = 13)

Gejala Mean Mean Mean


Risiko Sebelum Setelah Selisih SD SE t P
Perilaku
Kekerasan
Kognitif 18,77 10,69 8,077 3,427 ,950 8,498 0,000
Afektif 20,54 12,00 8,538 1,713 ,475 17.967 0,000
Sosial 22,77 11,92 10,846 2,035 ,564 19.217 0,000
Perilaku 20,31 9,69 10,615 2,063 ,572 18,552 0,000
Komposit 82,39 44,3 38,076 9,238 2.561 64,234 0,000

Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan perubahan signifikan antara gejala


risiko perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia sebelum dan setelah
dilakukan Behavior Therapy. Hal ini diperkuat dari gejala risiko perilaku
kekerasan pada pasien sebelum dan setelah mendapatkan Behavior
Therapy. Untuk respon kognitif sebelum dilakukan Behavior Therapy
sebesar 18,77 dan nilai setelah dilakukan Behavior Therapy mengalami
perubahan sebesar 10,69 yang menunjukkan adanya pengaruh Behavior
Therapy. Untuk respon afektif sebelum dilakukan terapi didapatkan nilai
sebesar 20,54 dan setelah dilakukan terapi mengalami perubahan sebesar
63

Risiko perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang


melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan
gaduh gelisah yang tak terkontrol (Kusnadi, 2015). Pengendalian
marah adalah suatu tindakan untuk mengatur pikiran, perasaan, nafsu
amarah dengan cara yang tepat dan positif serta dapat diterima secara
sosial, sehingga dapat mencegah sesuatu yang buruk atau merugikan
diri sendiri dan orang lain. Apabila pasien memberikan makna positif
saat marah maka pasien dapat melakukan kegiatan secara positif dan
tercapai perasaan lega. Selain itu kemarahan yang diekspresikan
secara konstruktif dapat menyelesaikan masalah. Pengendalian marah
juga sangat efektif dengan latihan otot progresif.

Menurut teori Alligood, (2013) bahwa Behaviour Therapy adalah


aktivitas dengan mengubah perilaku tubuh dengan tujuan
memberikan perubahan perilaku secara maladaptif. Hasil penelitian
ini didukung oleh teori (Tobing, 2012) yang menyatakan bahwa
Behaviour Therapy bermanfaat untuk mengubah tingkah laku yang
dari adaptif ke maladaptif. Dengan melakukan terapi ini maka akan
mengurangi kecemasan dan ketegangan yang dialami oleh pasien
risiko perilaku kekerasan.

Berdasarkan hasil uji statistik Paired T-test data pre test dan post test
skor perubahan gejala risiko perilaku kekerasan dengan nilai pvalue
0,000 p= 0,05. Dengan nilai pvalue 0,000 p= 0,05 maka Ha diterima
yang artinya terdapat pengaruh Behaviour Therapy Terhadap
Perubahan Gejala Risiko Perilaku Kekerasan antara sebelum dan
setelah Behaviour Therapy Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. M Ildrem Provsu Medan.
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, L. A., Sevier, M., & Christensen, A. (2013). The Impact Of Behavioral
Couple Therapy On Attachment In Distressed Couples. Journal Of Marital
And Family Therapy.

Bowers, L., Douzenis, A., Galeazzi, G. M., Forghieri, M., Tsopelas, C., Simpson, A.,
& Allan, T. (2005). Disruptive And Dangerous Behaviour By Patients On
Acute Psychiatric Wards In Three European Centres. Social Psychiatry And
Psychiatric Epidemiology, 40 (10).

Burgio, K. L., Kraus, S. R., Borello-France, D., Chai, T. C., Kenton, K., Goode, P. S.,
. . . Kusek, J. W. (2010). The Effects Of Drug And Behavior Therapy On
Urgency And Voiding Frequency. International Urogynecology Journal,
21(6), 711-9.

Corey, G., 2009 Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi. Bandung: Pt Refika
Aditama

Dantas, E. (2011). Insight Controlled For Cognition In Deficit And Nondeficit


Schizophrenia. Schizoprenia Research128 (2011) P.124-126. In Science
Direct.

Depkes, R.I., (2015) Hasil Riskesdas 2015 Departemen Kesehatan Republik


Indonesia Http://Www.Depkes .Go.Id/Resource/Download/General

Direja, A H.S. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika

Folsom, E.A. (2009). Physical And Mental Health-Related Quality Of Life Among
Older People With Schizophrenia. Schizoprenia Research 108 (2009)
P.207-213. In Science Direct.

Hawari. D., (2012) Manejemen Strest, Cemas Dan Depresi Jakarta: Balai Penerbit
Fkui

Hartono, D. R., Cannity, K., Mcindoo, C. C., File, A. A., Ryba, M. M., Clark, C. G.,
& Bell, J. L. (2012). Behavior Therapy For Depressed Breast Cancer Patients:
Predictors Of Treatment Outcome. Journal Of Consulting And Clinical
Psychology, 83(1),

Hastuti, R. Y., & Setianingsih, S. (2016). Pengaruh Cognitive Behaviour Therapy


Pada Klien Dengan Masalah Keperawatan Perilaku Kekerasan Dan Halusinasi
Di Rsjd Dr. Rm Soedjarwadi Klaten. Jurnal Keperawatan Jiwa, 4(1), 7-12.

68
69

Heslin, K.C & Weiss, A. J. (2015). Statistical Brief 189; Hospital Readmissions
Involving Psychiatric Disorders, 2012. Agency For Healthcare Research And
Quality.Https://Www.Hcupus.Ahrq.Gov/Reports/Statbriefs/Sb 189-Hospital-
Readmissions-Pscychiatric-Disorder-2012.Jsp.

Hidayati, E. (2012). Pengaruh Terapi Kelompok Suportif Terhadap Kemampuan


Mengatasi Perilaku Kekerasan Pada Klien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa
Dr. Aminogondoutomo Kota Semarang. Jurnal Seminar Hasil-Hasil
Penelitian – Lppm Unimus 2012 Isbn : 978-602- 18809-0-6.

Isaac . (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatri.(3thed ). Jakarta : Egc.

Jones, R N, (2011) Kepatuhan Minum Obat. Jakarta: Egc.

Kaplan & Sadock. (2010). Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 1.
Tangerang : Binarupa Aksara.

Keliat, B.A. & Akemat. (2016). Keperawatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok.
Ed.2. Egc.

Kirana,N. Dkk. (2014). Efektifitas Senam Aerobic Low Impact Terhadap Aggression
Self Control Pada Pasien Dengan Resiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Online
Mahasiswa Bidang Ilmu Keperawatan Vol 1, No 2 (2014)..

Madzhab M.Y (2009). Buku Saku Psikoterapi Ii, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.

Marquis Dan Huston, (2010). Nursing Diagnoses : Definition And Classification


2009 – 2011, By Nanda International, Alihbahasa : Sumarwati Made,
Widiartidwi, Tiarestu, Jakarta : Egc.

Maramis, W.F., (2011). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Air langga
University Press

Martha A. (2013). Nursing Theories And Their Work. Missouri: Mosby Elsevier.

Madayanty, P. D., Whittal, M. L., Thordarson, D. S., Taylor, S., Söchting, I., Koch,
W. J., . Anderson, K. W. (2014). Cognitive Versus Behavior Therapy In The
Group Treatment Of Obsessive-Compulsive Disorder. Pengaruh Behaviour
Therapy Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Risiko Perilaku
Kekerasan Di Rsj Provinsi Dr. Amino Gondohutomo Jawa Tengah,

Anda mungkin juga menyukai

  • Hipertensi
    Hipertensi
    Dokumen37 halaman
    Hipertensi
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Sop Relaksasi Nafas Dalam
    Sop Relaksasi Nafas Dalam
    Dokumen2 halaman
    Sop Relaksasi Nafas Dalam
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Sop Relaksasi Nafas Dalam
    Sop Relaksasi Nafas Dalam
    Dokumen2 halaman
    Sop Relaksasi Nafas Dalam
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • SAP Hipertensi
    SAP Hipertensi
    Dokumen7 halaman
    SAP Hipertensi
    Eka Nifa Situmeang
    Belum ada peringkat
  • Jawaban 1
    Jawaban 1
    Dokumen1 halaman
    Jawaban 1
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Judul
    Judul
    Dokumen13 halaman
    Judul
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi
    Hipertensi
    Dokumen37 halaman
    Hipertensi
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • USMI-NERS
    USMI-NERS
    Dokumen2 halaman
    USMI-NERS
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Prin Lux
    Prin Lux
    Dokumen73 halaman
    Prin Lux
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • SK Pembimbing 4.3 Psik
    SK Pembimbing 4.3 Psik
    Dokumen43 halaman
    SK Pembimbing 4.3 Psik
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Analisa Proses Interaksi HDR
    Analisa Proses Interaksi HDR
    Dokumen32 halaman
    Analisa Proses Interaksi HDR
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • SK Pemb 4.2
    SK Pemb 4.2
    Dokumen590 halaman
    SK Pemb 4.2
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Jawaban Nomor 6
    Jawaban Nomor 6
    Dokumen2 halaman
    Jawaban Nomor 6
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • SKRIPSI
    SKRIPSI
    Dokumen83 halaman
    SKRIPSI
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • SK Pemb 4.2
    SK Pemb 4.2
    Dokumen590 halaman
    SK Pemb 4.2
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Hipersensitifitas
    Hipersensitifitas
    Dokumen25 halaman
    Hipersensitifitas
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Agnes Marbun Situmeang
    Agnes Marbun Situmeang
    Dokumen3 halaman
    Agnes Marbun Situmeang
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Terjemahan
    Terjemahan
    Dokumen5 halaman
    Terjemahan
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Asus DPD
    Asus DPD
    Dokumen1 halaman
    Asus DPD
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Agnes Marbun Situmeang
    Agnes Marbun Situmeang
    Dokumen3 halaman
    Agnes Marbun Situmeang
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • BAB I Etika
    BAB I Etika
    Dokumen9 halaman
    BAB I Etika
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Perawatan Kuku Yang Baik
    Perawatan Kuku Yang Baik
    Dokumen1 halaman
    Perawatan Kuku Yang Baik
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • BAB I Etika
    BAB I Etika
    Dokumen9 halaman
    BAB I Etika
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • BAB I Etika
    BAB I Etika
    Dokumen9 halaman
    BAB I Etika
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Asus DPD
    Asus DPD
    Dokumen1 halaman
    Asus DPD
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Asus DPD
    Asus DPD
    Dokumen6 halaman
    Asus DPD
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • BAB I Etika
    BAB I Etika
    Dokumen9 halaman
    BAB I Etika
    novekristentinus
    Belum ada peringkat