Anda di halaman 1dari 25

2.

2 Tinjauan Teoritis Keperawatan


1. Pengkajian

a. Data Demografi
- Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi)

- Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien).

b. Riwayat Kesehatan Sekarang


Mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien, meliputi:
1) Alasan masuk rumah sakit:
Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada
kulit,mual muntah,dan terasa gatal
2) Keluhan utama
a) Pasien mengeluh sesak nafas

b) Pasien mengeluh bibirnya bengkak

c) Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah

d) Pasien mengeluh nyeri di bagian perut

e) Pasien mengeluh gatal-gatal dan timbul kemerahan di sekujur tubuhnya.

f) Pasien mengeluh diare

g) Pasien mengeluh demam

3) Kronologis keluhan
Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada
kulit,mual muntah,dan terasa gatal tertahankan lagi sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama atau yang berhubungan
dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya, sebelumnya pasien mengatakan pernah
mengalami nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual
muntah,dan terasa gatal dan pernah menjalani perawatan di RS atau pengobatan tertentu.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit yang sama.
e. Riwayat Psikososial dan Spiritual
Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga, dampak penyakit pasien
terhadap keluarga, masalah yang mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres,
persepsi pasien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat ini, dan sistem nilai
kepercayaan.

Dikaji berdasarkan 14 kebutuhan dasar menurut Virginia Handerson, yaitu :


· Bernafas

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau batuk, serta ukur respirasi
rate.
· Makan

Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS, apakah pasien
mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya.
· Minum

Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada perubahan (lebih
banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).
· Eliminasi (BAB / BAK)

Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.


· Gerak dan aktifitas

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat


menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat
menjalani perawatan di RS.
· Rasa Nyaman

Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya pasien
merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya,
kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)
· Kebersihan Diri

Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS.


Rasa Aman

Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya,
dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS.
· Sosial dan komunikasi

Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan lingkungan sekitar
(termasuk terhadap pasien lainnya).
· Pengetahuan

Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini dan terapi yang
akan diberikan untuk kesembuhannya.
· Rekreasi

Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.
· Spiritual

Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima penyakitnya
adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.

Analisa Data
· Data Subjektif
v Sesak nafas

v Mual, muntah

v Meringis, gelisah

v Terdapat nyeri pada bagian perut

v Gatal – gatal

v Batuk

· Data objektif
v Penggunaan O2

v Adanya kemerahan pada kulit

v Terlihat pucat

v Pembengkakan pada bibir

v Demam ( suhu tubuh diatas 37,50C)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1..Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen


2.Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
3.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal sekunder
4.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih
5.Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( allergen,ex: makanan)

3. Intervensi

No Diagnose Tujuan/kriteria hasil intervensi Rasional


keperawatan
1 Pola nafas tidak setelah diberikan askep selama
1. Kaji frekuensi, Kecepatan biasanya
efektif berhubungan 1.x15 menit. diharapkan pasien kedalaman meningkat. Dispenea dan
dengan terpajan menunjukkan pola nafas pernapasan dan terjadi peningakatan kerja
allergen efektif dengan frekuensi dan ekspansi paru. Catat napas. Kedalaman
kedalaman rentang normal. upaya pernapasan, pernapasan berpariasi
Kriteria hasil : termasuk tergantung derajat gagal
 Frekuensi pengguanaan otot napas. Ekspansi dada
pernapasan pasien normal bantu/ pelebaran terbatas yang berhubungan

(16-20 kali per menit) masal. dengan atelektasis atau


nyeri dada pleuritik.
 Pasien tidak merasa 2. Auskultasi bunyi
2. Bunyi napas menurun/
sesak lagi napas dan catat
tak ada bila jalan napas
 Pasien tidak tampak adanya bunyi napas obstruksi sekunder
memakai alat bantu adventisius seperti terhadap pendarahan,
pernapasan krekels, mengi, bekuan/ kolaps jalan napas
gesekan pleura. kecil (atelektasis). Ronci
 Tidak terdapat
3. Auskultasi bunyi dan mengi menyertai
tanda-tanda sianosis
napas dan catat obstruksi jalan napas/

adanya bunyi napas kegagalan pernapasan

adventisius seperti 3. Bunyi napas menurun/

krekels, mengi, tak ada bila jalan napas


gesekan pleura. obstruksi sekunder
terhadap pendarahan,
bekuan/ kolaps jalan
napas kecil (atelektasis)
2 Hipertermi setelah diberikan askep 1. 1. Pantau suhu 1. Suhu 38,9-41,1C
berhubungan selama 1.x.24 jam pasien ( derajat dan menunjukkan
dengan diharapkan suhu tubuh pola ) proses penyakit
proses inflamasi pasien menurun. 2. 2. Pantau suhu infeksius akut.
lingkungan, batasi 2. Suhu
Kriteria hasil : atau tambahkan ruangan/jumlah
 Suhu tubuh pasien linen tempat tidur selimut harus
kembali normal ( 36,5 oC - sesuai indikasi diubah untuk
37,5 oC) 3. hindari 3. Dapat membantu

 Bibir pasien tidak penggunaan alcohol mengurangi

bengkak lagi demam

3. Kerusakan : setelah diberikan askep 1. Lihat kulit, 1. Kulit berisiko


integritas kulit selama 2 x24 jam adanya edema, area karena gangguan
berhubungan diharapkan pasien tidak akan sirkulasinya sirkulasi perifer
dengan infalamasi mengalami kerusakan terganggu atau 2. Edema interstisial
dermal,intrademal integritas kulit lebih parah. pigmentasi dan gangguan
sekunder 2. Hindari sirkulasi
Kriteria hasil : obat intramaskular memperlambat
 Tidak terdapat absorpsi obat dan
kemerahan,bentol-bentol dan predisposisi untuk
odema kerusakan kulit

 Tidak terdapat \

tanda-tanda urtikaria,pruritus
dan angioderma

 Kerusakan integritas
kulit berkurang

4 Kekurangan  Pasien tidak 1. 1. Ukur dan pantau 1. Peningkatan suhu


volume cairan mengalami mual dan muntah TTV atau
berhubungan  Tidak terdapat 2. 2 Kaji turgor kulit, memanjangnya
dengan tanda-tanda dehidrasi 3. 3 Monitor intake demam
kehilangan cairan dan output cairan meningkatkan laju
 Turgor kulit
berlebih 4. Beri obat sesuai metabolic dan
kembali normal
indikasi misalnya kehilangan cairan
antipiretik, melalui evaporasi.
antiemetic. 2. Indicator langsung
keadekuatan
volume cairan,
3. Mengetahui
keseimbangan
cairan
4. Berguna
menurunkan
kehilangan cairan

5 Nyeri akut  Pasien tidak 1. 1. Ukur TTV 1. untuk mengetahui


berhubungan mengalami diare lagi 2. 2. Kaji tingkat nyeri kondisi umum
dengan agen  Pasien tidak (PQRST) pasien
cedera biologi ( mengalami mual dan muntah3. 3. Berikan posisi 2. Untuk
alergen,ex: yang nyaman sesuai mengetahui faktor
 Tidak terdapat
makanan). dengan kebutuhan pencetus nyeri
tanda-tanda dehidrasi
4. 4. Ciptakan suasana 3. memberikan rasa
 Turgor kulit yang tenang nyaman kepada
kembali normal pasien.
4. membantu pasien
lebih relaks
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 PENDAHULAN
Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-spesifik dan
imunitas spesifik. Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang secara aktif diperankan
oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE)
dan sistem imunitas seluler yang dihantarkan oleh sel limfosit T, yang bila mana ketemu dengan
antigen lalu mengadakan differensiasi dan menghasilkan zat limfokin, yang mengatur sel-sel lain
untuk menghancurkan antigen tersebut.
Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan respon. Bilamana
alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang menguntungkan, sehingga yang terjadi
ialah keadaan imun. Tetapi, bilamana merugikan, jaringan tubuh menjadi rusak, maka terjadilah
reaksi hipersensitivitas atau alergi.

1.2 TUJUAN KHUSUS


Tujuan khusus penulis membuat makalah ini adalah supaya penulis lebih mengetahui dan
memahami tentang definisi reaksi HIPERSENSITIVITAS pada tubuh manusia serta dapat
menerapkan Ilmu Keperawatan untuk penanganan pasien yang menderita reaksi
HIPERSENSITIVITAS.

1.3 TUJUAN UMUM


Tujuan umum penulis membuat makalah ini adalah supaya para pembaca dapat
mengetahui definisi dari reaksi HIPERSENSITIVITAS. Tentang gejala yang timbul sebab akibat
sampai cara pengobatan yang tepat untuk penderita reaksi HIPERSENSITIVITAS.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI
Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh
seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang
umumnya nonimunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap
lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang
menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut allergen.

Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:

1. Tipe I : Reaksi Anafilaksi


Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam hal ini IgE yang
terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat terlepasnya histamin. Keadaan ini
menimbulkan reaksi tipe cepat.
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau anafilaktik.
Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan saluran
gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari
ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah
terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam.
Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada
reaksi ini adalah mastosit atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah,
neutrofil, dan eosinofil.
Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I adalah tes
kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total dan antibodi IgE spesifik
untuk melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi) yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE
merupakan salah satu penanda terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak
terpapar langsung oleh alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa
penyakit non-atopik seperti infeksi cacing, mieloma, dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk
mengatasi hipersensitivitas tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor
histamin, penggunaan Imunoglobulin G (IgG), hyposensitization (imunoterapi atau
desensitization) untuk beberapa alergi tertentu.
2. Tipe II : reaksi sitotoksik
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G (IgG) dan
imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler.
Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang langsung berhubungan dengan
antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan
sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel.
Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang) yang berikatan
dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari
hipersensitivitas tipe II adalah:
 Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel epidermal).
 Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat menempel pada
permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk produksi antibodi kemudian
berikatan dengan permukaan sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah), dan
 Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus sehingga
menyebabkan kerusakan ginjal).

3. Tipe III : reaksi imun kompleks


Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk kompleks imun.
Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang dapat menyebabkan terjadinya
peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya terjadi pada pembuluh darah kecil.
Pengejawantahannya di kornea dapat berupa keratitis herpes simpleks, keratitis karena
bakteri.(stafilokok, pseudomonas) dan jamur. Reaksi demikian juga terjadi pada keratitis Herpes
simpleks.

4. Tipe IV : Reaksi tipe lambat


sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau dikenal sebagai imunitas
seluler. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi dengan antigen, dan menyebabkan
terlepasnya mediator (limfokin) yang jumpai pada reaksi penolakan pasca keratoplasti, keraton-
jungtivitis flikten, keratitis Herpes simpleks dan keratitis diskiformis.
2.2 ETIOLOGI
Faktor yang berperan dalam alergi makanan kami bagi menjadi 2 yaitu :
a. Faktor Internal
1) Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung, enzym-enzym
usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan
penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi makanan
tertentu.
2) Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa bayi
dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat.
3) .Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan alergen
bertambah.
b. Fakor Eksternal
1) Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau beban
latihan (lari, olah raga).

2) Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya

Ikan 15,4 % Apel 4,7 %


Telur 12,7 % Kentang 2,6 %
Susu 12,2 % Coklat 2,1 %
Kacang 5,3 % Babi 1,5 %
Gandum 4,7 % Sapi 3,1 %

3). Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan reaksi
alergi.

2.3 PATOFISIOLOGI

Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh seseorang yang
mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua
kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala – gejala
timbulnya alergi pada kulit orang tersebut. Setelah tanda – tanda itu muncul maka antigen akan
mengenali alergen yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T ,dimana sel T tersebut yang
akan merangsang sel B untuk mengaktifkan antibodi ( Ig E ). Proses ini mengakibatkan
melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang mengalami
paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal yaitu,:
1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek terhadap
berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga
menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.

2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang sel


mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak , kemudian histamin tersebut
beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit, alergen akan
menyebabkan terjadinya gatal,prutitus,angioderma,urtikaria,kemerahan pada kulit dan dermatitis.
Pada saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi
yang paling ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan
darah yang menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan
kematian

Klasifikasi
1) Hipersensitivitas anafilaktif ( tipe 1 )

Keadaan ini merupakan hipersensitivitas anafilaktif seketika dengan reaksi yang di mulai dalam
tempo beberapa menit sesudah kontak dengan antigen.

2) Hipersensitivitas sitotoksik ( tipe 2 )

Hipersensitivitas sitotoksik terjadikalau sistem kekebalan secara keliru mengenali konsituen


tubuh yang normal sebagai benda asing.
3) Hipersensitivitas kompleks imun ( tipe 3 )

kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibodi dan dibersihkan dari dalam
sirkulasi darah lewat kerja fagositik.
4) Hipersensitivitas Tipe lambat (tipe 4 )

Reaksi ini yang juga dikenal sebagai hipersensitivitas seluler, terjadi 24 hingga 72 jam sesudah
kontak dengan allergen
2.4 TANDA DAN GEJALA

Adapun Gejala klinisnya :


1. Pada saluran pernafasan : asma
2. Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut
3. Pada kulit: urtikaria. angioderma,dermatitis,pruritus,gatal,demam,gatal
4. Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir

2.5 PEMERIKSAAN FISIK


 Inspeksi : apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan terdapat gejala adanya
urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada bibir
 Palpasi : ada nyeri tekan pada kemerahan
 Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan
 Auskultasi : mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus( karena pada oarng yang
menderita alergi bunyi usunya cencerung lebih meningkat)

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk,
debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang,
ikan).
 Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai
neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
 IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE
lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami
infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
 Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
 Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
 Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge didapatkan
inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan
mikroskop imunofluoresen ).
 Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
 Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

2.7 DIAGNOSTIK

 Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya : stenosis pilorik,
Hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic fibrosis, peptic
disease dan sebagainya.
 Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan pengawet,
sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin, fungi (aflatoxin), fish
related (scombroid, ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli, Shigella), virus (rotavirus,
enterovirus), parasit (Giardia, Akis simplex), logam berat, pestisida, kafein, glycosidal alkaloid
solanine, histamin (pada ikan), serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju) dan
sebagainya.
 Reaksi psikologi

2.8 PROGNOSIS
Alergi makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun
biasanya imaturitas saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan
saluran cerna karena alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila gangguan saluran cerna akan
membaik maka biasanya gangguan perilaku yang terjadipun akan berkurang. Selanjutnya pada
usia di atas 5 atau 7 tahun alergi makananpun akan berkurang secara bertahap. Perbaikan gejala
alergi makanan dengan bertambahnya usia inilah yang menggambarkan bahwa gejala
Autismepun biasanya akan tampak mulai membaik sejak periode usia tersebut. Meskipun alergi
makanan tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti udang, kepiting atau kacang
tanah.
BAB III
ASKEP HIPERSENSITIFITAS

3.1 PENGKAJIAN

a. Data Demografi
 Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi)
 Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien).

b. Riwayat Kesehatan Sekarang


Mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien, meliputi:
1) Alasan masuk rumah sakit:
Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada
kulit,mual muntah,dan terasa gatal
2) Keluhan utama
a) Pasien mengeluh sesak nafas

b) Pasien mengeluh bibirnya bengkak

c) Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah

d) Pasien mengeluh nyeri di bagian perut

e) Pasien mengeluh gatal-gatal dan timbul kemerahan di sekujur tubuhnya.

f) Pasien mengeluh diare

g) Pasien mengeluh demam

3) Kronologis keluhan
Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada
kulit,mual muntah,dan terasa gatal tertahankan lagi sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama atau yang berhubungan
dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya, sebelumnya pasien mengatakan pernah
mengalami nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual
muntah,dan terasa gatal dan pernah menjalani perawatan di RS atau pengobatan tertentu.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit yang sama.
e. Riwayat Psikososial dan Spiritual
Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga, dampak penyakit pasien
terhadap keluarga, masalah yang mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres,
persepsi pasien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat ini, dan sistem nilai
kepercayaan.

Dikaji berdasarkan 14 kebutuhan dasar menurut Virginia Handerson, yaitu :


 Bernafas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau batuk, serta ukur respirasi
rate.
 Makan

Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS, apakah pasien
mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya.
 Minum

Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada perubahan (lebih
banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).
 Eliminasi (BAB / BAK)

Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.


 Gerak dan aktifitas

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat


menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat
menjalani perawatan di RS.
 Rasa Nyaman

Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya pasien
merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya,
kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)
 Kebersihan Diri

Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS.

 Rasa Aman

Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya,
dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS.
 Sosial dan komunikasi
Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan lingkungan sekitar
(termasuk terhadap pasien lainnya).
 Pengetahuan

Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini dan terapi yang
akan diberikan untuk kesembuhannya.
 Rekreasi

Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.
 Spiritual

Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima penyakitnya
adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.

Analisa Data
 Data Subjektif
 Sesak nafas

 Mual, muntah

 Meringis, gelisah

 Terdapat nyeri pada bagian perut

 Gatal – gatal

 Batuk

 Data objektif
 Penggunaan O2

 Adanya kemerahan pada kulit

 Terlihat pucat

 Pembengkakan pada bibir

 Demam ( suhu tubuh diatas 37,50C)


3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1..Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen


2.Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
3.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal sekunder
4.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih
5.Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( allergen,ex: makanan)

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terpajan allergen

Tujuan : setelah diberikan askep selama 1.x15 menit. diharapkan pasien menunjukkan pola
nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman rentang normal.

Kriteria hasil :
 Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)

 Pasien tidak merasa sesak lagi

 Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan

 Tidak terdapat tanda-tanda sianosis

Intervensi :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernapasan, termasuk
pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dispenea dan terjadi peningakatan kerja napas.
Kedalaman pernapasan berpariasi tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang
berhubungan dengan atelektasis atau nyeri dada pleuritik.
2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti krekels, mengi, gesekan
pleura.
Rasional : Bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap
pendarahan, bekuan/ kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronci dan mengi menyertai obstruksi
jalan napas/ kegagalan pernapasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun dari tempat tidur dan
ambulansi sesegera mungkin.
Rasiona : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan
posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas.

4. Observasi pola batuk dan karakter secret.


Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi. Sputum berdarah dapat
diakibatkan oleh kerusakan jaringan atau antikoagulan berlebihan.
5. Berikan oksigen tambahan
Rasional : Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
6. Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer ultrasonic
Rasional: Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran secret
untuk memudahkan pembersihan.

2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan : setelah diberikan askep selama 1.x.24 jam diharapkan suhu tubuh pasien menurun.

Kriteria hasil :
 Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC)

 Bibir pasien tidak bengkak lagi

Intervensi :
1. Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )
Rasional : Suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
2. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
Rasional : Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan mendekati normal
3. Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcohol
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal
sekunder

Tujuan : setelah diberikan askep selama 2 x24 jam diharapkan pasien tidak akan mengalami
kerusakan integritas kulit lebih parah.

Kriteria hasil :
 Tidak terdapat kemerahan,bentol-bentol dan odema

 Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria,pruritus dan angioderma

 Kerusakan integritas kulit berkurang

Intervensi :
1. Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau pigmentasi

Rasional : Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer


2. Hindari obat intramaskular

Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorpsi obat dan
predisposisi untuk kerusakan kulit

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih

Tujuan : setelah diberikan askep selama 1 x 24 jam diharapkan kekurangan volume cairan pada
pasien dapat teratasi.

Kriteria hasil :
 Pasien tidak mengalami diare lagi
 Pasien tidak mengalami mual dan muntah

 Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi

 Turgor kulit kembali normal

Intervensi :
1. Ukur dan pantau TTV, contoh peningakatan suhu/ demam memanjang, takikardia, hipotensi
ortostatik.
Rasional : Peningkatan suhu atau memanjangnya demam meningkatkan laju metabolic dan
kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia
menunjukkan kekurangan cairan sistemik.

2. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah).


Rasional : Indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane mukosa mulut
mungkin kering karena napas mulut dan oksigen.
3. Monitor intake dan output cairan
Rasional : Mengetahui keseimbangan cairan

4. Beri obat sesuai indikasi misalnya antipiretik, antiemetic.


Rasional : Berguna menurunkan kehilangan cairan
5. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
Rasional : pada adanya penurunan masukan/ banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat
memperbaiki atau mencegah kekurangan.

5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( alergen,ex: makanan).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri pasien
teratasi

kriteria hasil :
- Pasien menyatakan dan menunjukkan nyerinya hilang
- Wajah tidak meringis
- Skala nyeri 0
- Hasil pengukuran TTV dalam batas normal, TTV normal yaitu :
 Tekanan darah : 140-90/90-60 mmHg

 Nadi : 60-100 kali/menit

 Pernapasan : 16-20 kali/menit

 Suhu : Oral (36,1-37,50C)

Rektal (36,7-38,10C)
Axilla (35,5-36,40C)

Intervensi :
1. Ukur TTV
Rasional : untuk mengetahui kondisi umum pasien
2. Kaji tingkat nyeri (PQRST)
Rasional : Untuk mengetahui faktor pencetus nyeri
3. Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan
Rasional : memberikan rasa nyaman kepada pasien
4. Ciptakan suasana yang tenang
Rasional : membantu pasien lebih relaks
5. Bantu pasien melakukan teknik relaksasi
Rasional : membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi
meningkatkan perilaku positif.
6. Observasi gejala-gejala yang berhubungan, seperti dyspnea, mual muntah, palpitasi, keinginan
berkemih.
Rasionala : tanda-tanda tersebut menunjukkan gejala nyeri yang dialami pasien.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik
Rasional : Analgesik dapat meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien.

3.4 .EVALUASI
Diagnosa Evaluasi
1 S : pasien mengeluh tidak sesak lagi
O : pasien bernafas normal (16-24 x/menit),tidak terdapat tanda-
tanda sianosis,pasien tidak mengalami gangguan pola nafas,pasien
tidak tampak menggunakan alat bantu pernapasan.
A : tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
2 S:Pasien mengatakan tidak demam lagi
O: Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC),bibir pasien
tidak tampak bengkak lagi.
A:Tujuan tercapai
P:Pertahankan kondisi pasien
3 S : Pasien mengatakan kulitnya sudah tidak merah-merah lagi
O : kerusakan integritas kulit pada pasien berkurang,tanda-tanda
angioderma,pruritus dan urtikaria sudah mulai berkurang,kulit pasien
tidak terdapat kemerahan.
A: tujuan tercapai sebagian
P: lanjutkan intervensi ( no 1 dan 2)
4 S : pasien mengatakan tidak merasa mual,muntah dan mencret lagi
O: intake & output pasien seimbang,TTV dalam batas normal(TD :
120/80-140/90,Suhu aksila: 36,5 oC -37,5 oC,Frekuensi pernapasan :
16-24 x / menit,Nadi: 60-100x/menit),tidak terdapat tanda-tanda
sianosis,turgor kulit kembali normal.
A : tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
5 S : pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang
O: wajah pasien tampak tenang dan tidak meringis
A : tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
DAFTAR PUSTAKA

 Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3, Jakarta:EGC..
 Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta: EGC.
 www.medikaholistik.com
 Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 2.Edisi
6.Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai

  • Sop Relaksasi Nafas Dalam
    Sop Relaksasi Nafas Dalam
    Dokumen2 halaman
    Sop Relaksasi Nafas Dalam
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Prin Lux
    Prin Lux
    Dokumen73 halaman
    Prin Lux
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Revisi
    Revisi
    Dokumen16 halaman
    Revisi
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • SAP Hipertensi
    SAP Hipertensi
    Dokumen7 halaman
    SAP Hipertensi
    Eka Nifa Situmeang
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi
    Hipertensi
    Dokumen37 halaman
    Hipertensi
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Sop Relaksasi Nafas Dalam
    Sop Relaksasi Nafas Dalam
    Dokumen2 halaman
    Sop Relaksasi Nafas Dalam
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi
    Hipertensi
    Dokumen37 halaman
    Hipertensi
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Judul
    Judul
    Dokumen13 halaman
    Judul
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • USMI-NERS
    USMI-NERS
    Dokumen2 halaman
    USMI-NERS
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Jawaban Nomor 6
    Jawaban Nomor 6
    Dokumen2 halaman
    Jawaban Nomor 6
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • SKRIPSI
    SKRIPSI
    Dokumen83 halaman
    SKRIPSI
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Jawaban 1
    Jawaban 1
    Dokumen1 halaman
    Jawaban 1
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • SK Pemb 4.2
    SK Pemb 4.2
    Dokumen590 halaman
    SK Pemb 4.2
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • SK Pembimbing 4.3 Psik
    SK Pembimbing 4.3 Psik
    Dokumen43 halaman
    SK Pembimbing 4.3 Psik
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Agnes Marbun Situmeang
    Agnes Marbun Situmeang
    Dokumen3 halaman
    Agnes Marbun Situmeang
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Hipersensitifitas
    Hipersensitifitas
    Dokumen25 halaman
    Hipersensitifitas
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • BAB I Etika
    BAB I Etika
    Dokumen9 halaman
    BAB I Etika
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Perawatan Kuku Yang Baik
    Perawatan Kuku Yang Baik
    Dokumen1 halaman
    Perawatan Kuku Yang Baik
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • SK Pemb 4.2
    SK Pemb 4.2
    Dokumen590 halaman
    SK Pemb 4.2
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • BAB I Etika
    BAB I Etika
    Dokumen9 halaman
    BAB I Etika
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Terjemahan
    Terjemahan
    Dokumen5 halaman
    Terjemahan
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • BAB I Etika
    BAB I Etika
    Dokumen9 halaman
    BAB I Etika
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Asus DPD
    Asus DPD
    Dokumen1 halaman
    Asus DPD
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Asus DPD
    Asus DPD
    Dokumen1 halaman
    Asus DPD
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Agnes Marbun Situmeang
    Agnes Marbun Situmeang
    Dokumen3 halaman
    Agnes Marbun Situmeang
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Analisa Proses Interaksi HDR
    Analisa Proses Interaksi HDR
    Dokumen32 halaman
    Analisa Proses Interaksi HDR
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • Asus DPD
    Asus DPD
    Dokumen6 halaman
    Asus DPD
    novekristentinus
    Belum ada peringkat
  • BAB I Etika
    BAB I Etika
    Dokumen9 halaman
    BAB I Etika
    novekristentinus
    Belum ada peringkat