Anda di halaman 1dari 16

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/320056061

Asuransi Perspektif Hukum Islam

Article · March 2016

CITATIONS READS

4 5,010

1 author:

Ahmad Ajib Ridlwan


Universitas Negeri Surabaya
21 PUBLICATIONS 17 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Implementation Akad Muzara'ah In Islamic Bank : Alternative To Access Capital Agricultural Sector View project

Rasionalitas Dalam Ekonomi : Perspektif Konvensional Dan Ekonomi Islam View project

All content following this page was uploaded by Ahmad Ajib Ridlwan on 27 September 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ASURANSI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Ahmad Ajib Ridlwan


Universitas Negeri Surabaya
E-mail : ahmad.el.ayyuby@gmail.com

Abstract
Insurance is an attempt to anticipate addressing life in a world full of
uncertainties and full of risks. Therefore, to address the human life is
required to plan for the future in a comprehensive manner. Islam has
reminded man so as to plan and prepare to face tomorrow. Insurance
has become a vital necessity for humans including Muslims, therefore
it is very important to know the decisions about the system and
mechanism of implementation of syariah insurance are in line with
Islamic values. Given the development of the insurance practice, there
is also still a new innovation that can not be separated from maysir,
gharar, and usury.
Keywords: Insurance, tabaduli, takafuli

Abstrak
Asuransi merupakan upaya antisipasi mengatasi kehidupan di dunia
yang penuh dengan ketidakpastian dan penuh resiko. Oleh sebab
itu untuk mengatasi permasalahan hidup tersebut manusia
dituntut untuk merencanakan masa depan secara komprehensif.
Islam telah mengingatkan manusia agar merencanakan dan
mempersiapkan diri dalam menghadapi hari esok. Asuransi telah
menjadi kebutuhan penting bagi manusia termasuk umat muslim,
karenanya sangat penting untuk mengetahui keputusan para ulama
mengenai sistem dan mekanisme pelaksanaan asuransi syariah yang
sejalan dengan nilai-nilai Islam. Mengingat perkembangan praktik
asuransi juga masih terdapat inovasi baru yang tidak bisa lepas dari
maysir, gharar, dan Riba.
Kata Kunci: Asuransi, tabaduli, takafuli
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
76 Ahmad Ajib Ridlwan

Pendahuluan
Kehidupan di dunia penuh dengan ketidakpastian dan
resiko, mulai dari resiko sakit, kecelakaan, bahkan berujung pada
kematian karena resiko seperti kematian tidak bisa dihindari oleh
sebab itu untuk mengatasi permasalahan hidup tersebut manusia
dituntut untuk merencanakan masa depan secara komprehensif.
Salah satu cara untuk dapat menikmati masa depan yang lebih
baik dan berkecukupan dari sisi materi diperlukan tabungan yang
mampu meminimalkan resiko tersebut yang pada umumnya
disebut dengan tabungan asuransi.1
Al-Qur`an merupakan pedoman hidup yang universal dan
komprehensif bagi setiap umat manusia. Karena sifatnya yang
universal tersebut al-Qur`an tidak menyatakan secara langsung
tentang pengertian asuransi dan bentuknya, namun Dalam al-
Qur`an secara eksplisit terdapat ayat yang menyatakan pentingnya
perencanaan dalam pekerjaan dan masa depan. Dalam surat al-
Hasyr Allah berirman : “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang engkau kerjakan”.
(QS. 59:18).2
Dalam Islam tidak terdapat aturan yang jelas dan tegas
yang mengatur praktik tentang asuransi, oleh karenanya perlu
diadakan penggalian hukum oleh ulama’ (Ijtihad) agar sistem
asuransi tersebut tidak melanggar norma agama mengingat tujuan
asuransi adalah memberikan kemudahan serta kemaslahatan
ummat. Salah satu upaya untuk mewujudkan adalah dengan
menciptakan produk asuransi yang dijalankan dengan prinsip
Islam. Fokus pembahasan dalam paper ini adalah penjelasan
tentang beberapa hal yang terkait dengan hukum asuransi dalam
Islam dan berbagai pendapat ulama iqh tentang hukum asuransi
serta akan dibahas tentang bentuk asuransi yang sesuai dengan
prinsip Islam
1
Amrizal Hamsa, “Asuransi Dalam Perspektif Islam” dalam At-Tasyri’,
Vol. 01, No. 2. Juni-September 2009, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Teungku
Dirundeng, Meulaboh Aceh barat, h. 115.
2
Alquran dan Terjemahan, Departemen Agama RI.

Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1


Asuransi Perspektif Hukum Islam 77

Pembahasan
Asuransi Konvensional
Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie.
Dalam hukum Belanda sering dipakai kata ini dengan kata
verzekering yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
kata “pertanggungan”. Dari kata assurantie ini muncul istilah
assuradeur bagi penanggung, dan geassureerde bagi tertanggung,
atau dengan istilah lain disebut penjamin dan terjamin. Dari istilah
verzekering itu juga timbullah istilah verzekeraar bagi penanggung
dan verzekerde bagi tertanggung.3
Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian bahwa
asuransi (pertanggungan) adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberi
pergantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung
yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Sedangkan
ruang lingkup usaha asuransi yaitu usaha jasa keuangan yang
dengan menghimpun dana masyrakat melalui pengumpulan premi
asuransi, memberi perlindungan kepada anggota masyarakat
pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian
karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau
meninggalnya seseorang.4
Pihak penanggung atau penjamin adalah perusahaan
asuransi, sedangkan tertanggung atau yang dijamin adalah
peserta asuransi. Jadi dalam suatu asuransi, terdapat perjanjian
antara kedua belah pihak dimana pihak yang dijamin diwajibkan
membayar uang premi dalam jumlah tertentu dalam suatu masa
3
Wirjono Projodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, (Jakarta: Intermasa,
1979), h. 1.
4
Dewan Asuransi Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia, Nomor
2 tahun 1992 dan peraturan pelaksanaan tentang usaha perasuransian, Edisi
2003, DAI, h. 2-3.

ADZKIYA MARET 2016


78 Ahmad Ajib Ridlwan

tertentu pula, kemudian pihak yang menjamin akan mengganti


kerugian jika terjadi sesuatu pada diri si penjamin.
Sementara itu Abdul Mannan seorang ahli ekonomi Islam
mengatakan, hakikat asuransi terletak pada dihilangkannya resiko
kerugian yang tak tentu bagi gabungan sejumlah orang yang
menghadapi persoalan serupa dan membayar premi kepada suatu
perusahaan. Dana ini cukup untuk mengganti semua kerugian
yang disebabkan oleh semua anggota.5
Berdasarkan pengertian di atas suatu perjanjian asuransi
minimal terdapat tiga unsur. Pertama, pihak yang sanggup
menanggung atau menjamin bahwa pihak lain akan menadapat
pergantian dari satu kerugian yang mungkin akan diderita sebagai
akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi.
Kedua, pihak yang ditanggung diwajibkan membayar sejumlah
uang kepada pihak yang ditanggung, Ketiga, apabila peristiwa
yang dimaksud telah terjadi.
Sejarah Asuransi
Istilah asuransi mulanya dikenal di Eropa Barat pada abad
pertengahan berupa asuransi kebakaran. Kemudian, pada abad
ke-13 dan ke-14 terjadi peningkatan lalu lintas perhubungan laut
antar pulau sehingga berkembang pula asuransi pengangkutan
laut yang berasal dari Romawi. Jenis asuransi ini merupakan jenis
asuransi kapitalis. Asuransi ini dibentuk untuk mendapatkan
laba dan didasarkan atas perhitungan niaga. Asuransi jiwa baru
dikenal pada awal abad ke-19.
Asal-usul asuransi syariah berbeda dengan kemunculan
asuransi konvensional seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Praktik bernuansa asuransi tumbuh dari budaya suku Arab
pada zaman Nabi Muhammad saw yang disebut aqilah. Al-Aqilah
mengandung pengertian saling memikul dan bertanggung jawab
bagi keluarga.
Dalam kasus terbunuhnya seorang anggota keluarga,
ahli waris korban akan mendapatkan uang darah (diyat) yang
dibayarkan oleh angota keluarga terdekat dari si pembunuh yang
5
Muhammad Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam,
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1993), h. 301.

Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1


Asuransi Perspektif Hukum Islam 79

disebut aqilah. Aqilah mengumpulkan dana secara bergotong


royong untuk membantu keluarga yang terlibat dalam perkara
pembunuhan yang tidak sengaja itu.
Asuransi Perspektif Islam : Pro Kontra Ulama Fiqh
Indonesia merupakan masyarakat muslim mayoritas,
oleh sebab itu perlu adalah sebuah alternatif sistem asuransi
sesuai dengan syariat Islam mengingat banyak kalangan yang
berpendapat bahwa asuransi tidak Islami karena mendahului
takdir Allah yang dalam istilah jawa disebutkan ndisik’i kerso.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam pendahuluan diatas
bahwa asuransi tidak dijelaskan dengan jelas dan tegas dalam nash
Al-Qur`an maka masalah asuransi ini dipandang sebagai masalah
ijtihadi yaitu perbedaan dikalangan ulama’ yang sulit dihindari
dan perpedaan tersebut harus dihargai sebagai bentuk rahmat.
Adapun pandangan para ulama’ iqh terhadap hukum
asuransi sebagai berikut:
Ulama’ yang melarang praktik asuransi diantaranya Sayyid
Sabiq, ‘Abd Allâh al-Qalqi (mufti Yordania), Yusuf Qaradhâwi dan
Muhammad Bakhil al-Muth’i (mufti Mesir). Beliau mengatakan
bahwa Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya,
temasuk asuransi jiwa. Pendapat Alasan-alasan yang mereka
kemukakan ialah:
1). Asuransi sama dengan judi;
2). Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti;
3). Asuransi mengandung unsur riba/renten;
4). Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena
pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan
pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah
dibayar atau dikurangi;
5). Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam
praktik-praktik riba;
6). Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata
uang tidak tunai.
7). Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan
sama halnya dengan mendahului takdir Allah.
Sedangkan para ulama’ yang memperbolehkan praktik
asuransi dengan alasan bahwa:

ADZKIYA MARET 2016


80 Ahmad Ajib Ridlwan

1). Tidak ada nas (Al-Qur`an dan Sunnah) yang melarang


asuransi;
2). Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak;
3). Saling menguntungkan kedua belah pihak;
4). Asuransi dapat menanggulangi kepentingan
umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di
investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan
pembangunan;
5). Asuransi termasuk akad mudhârbah (bagi hasil);
6). Asuransi termasuk koperasi (syirkah
ta’âwuniyah);
7). Asuransi dianalogikan (qiyas) dengan sistem
pensiun seperti taspen.6
Adapun ulama’ yang memperbolehkan adanya praktik
asuransi diantaranya Abd. Wahab Khallaf, Mustafa Akhmad
Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syariah Universitas
Syria), Muhammad Yûsuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada
Universitas Cairo Mesir), dan ‘Abd Rahman ‘Isa (pengarang kitab
al-Muamalah al-Haditsah wa Ahkâmuha).
Sedangkan menurut Zuhdi pandangan ulama tentang
hukum asuransi terbagi menjadi empat bagian. Pertama, kelompok
ulama yang berpendapat bahwa asuransi termasuk segala macam
bentuk dan operasionalnya hukumnya haram. Kedua, kelompok
ulama yang berpendapat bahwa asuransi hukumnya halal
atau diperbolehkan dalam Islam. Ketiga, kelompok ulama yang
berpendapat diperbolehkan adalah asuransi yang bersifat sosial
sedangkan asuransi yang bersifat komersial dilarang dalam Islam
dan keempat, kelompok ulama yang berpendapat bahwa asuransi
hukumnya termasuk syubhat, karena tidak ada dalil syar’i yang
secara jelas mengharamkan atau menghalalkan asuransi.7
Perkembangan Asuransi Syariah di Indonesia
Sistem yang diterapkan pada perusahaan asuransi pada
umumnya tidak sesuai dengan kaidah hukum Islam, oleh sebab
itu dalam rangka memenuhi kebutuhan dan untuk kemaslahatan

6
Zarqa, Musthafa Ahmad, al-Ta’mim i al-Islam, h. 209.
7
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: Gunung Agung, 1996), h. 134.

Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1


Asuransi Perspektif Hukum Islam 81

ummat ditemukan alternatif sistem tersendiri yang lazim disebut


dengan takaful yang dijalankan sesuai dengan prinsip syariah.
Landasan dasar yang digunakan dalam takaful adalah konsep
tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Lain halnya
dengan praktik asuransi konvensional yang menggunakan prinsip
jual beli.
Sementara bagi umat Islam sendiri secara umum masih
terdapat keraguan tentang kedudukan hukum asuransi, karena
dikawatirkan mengandung unsur-unsur ketidak pastian
(gharar), gambling (maisir), riba dan komersial. Oleh sebab
itu perlu diciptakan produk alternatif yang bebas dari unsure-
unsur tersebut.
Keberadaan usaha asuransi syariah tidak lepas dari
keberadaan usaha asuransi konvensional yang telah ada sejak lama.
Sebelum terwujud usaha erasuransian syariah sudah terdapat
berbagai macam perusahaan asuransi konvensional yang telah
lama berkembang. Atas dasar keyakinan umat Islam dunia dan
manfaat yang diperoleh melalui konsep asuransi syariah, maka
lahirlah berbagai perusahaan asuransi yang menjalankan usaha
perasuransian berlandaskan prinsip syariah. Perusahaan ini bukan
saja dimiliki orang Islam, namun juga berbagai perusahaan miliki
non muslim. Selain itu juga terdapat perusahaan induk dengan
konsep konvensional ikut memberikan layanan asuransi syariah
dengan membuka kantor cabag atau unit usaha syariah (UUS).
Pada 27 Juli 1993 ICMI melalui yayasan Abdi Bangsa
bersama Bank Muamalat Indonesia (BNI) dan perusahaan Asuransi
Tugu Mandiri, sepakat memprakarsai pendirian Asuransi Takaful,
dengan menyusun Tim Pembentuk Asuransi Takaful Indonesia
(TEPATI). Pada 25 Agustus 1994 dibentuklah Asuransi Takaful
Keluarga yang beroperasi di bawah anak perusahaan PT. Syarikat
Takaful Indonesia. Berdirinya PT. Syarikat Takaful Indonesia
sebagai Holding Company disusul dengan adanya dua anak
perusahaannya yaitu PT. Asuransi Takaful Keluarga (Asuransi
Jiwa) dan PT.. Asuransi Takaful Umum (Asuransi Kerugian).
Pembentukan kedua perusahaan asuransi tersebut untuk
mengikuti ketentuan UU No 2 Th 1992 tantang Usaha Perasuransian
yang mengharuskan perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan

ADZKIYA MARET 2016


82 Ahmad Ajib Ridlwan

asuransi kerugian didirikan secara terpisah.


Tugas Holding Company ini selanjutnya adalah
mengembangkan keuangan syari’ah lainnya, seperti Leasing,
Modal Ventura, Pegadaian dan sebagainya. Dalam hal ini fungsi
utama PT. Asuransi Takaful adalah sebagai Investment Company.8
Kontradiksi Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah
Sebagaimana sudah dibahas bahwa dalam Asuransi Islam
terdapat prinsip-prinsip yang dijadikan landasan operasionalnya.
Prinsip-prinsip itulah yang antara lain membedakan praktik
asuransi syariah dengan asuransi konvensional. Jika melihat
prinsip dan sistem operasional asuransi Islam, akan mengantar
seseorang kepada pemahaman bahwa jasa perasuransian Islam
tidak bekerja semata-mata dari sudut kepentingannya yang
bersifat materi. Menurut Syakir Sula, kehadiran asuransi Islam ini
membawa misi pemberdayaan umat (ekonomi dan sumber daya
manusia) serta pencerahan cultural. Adapun perbedaan asuransi
Islam dan asuransi konvensional adalah sebagai berikut 9
1). Dari segi konsep. Dalam konsep konvensional, asuransi
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan
mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan pergantian kepada tertanggung.
Sedangkan dalam konsep Islam, asuransi adalah
sekumpulan orang-orang yang saling membantu, saling
menjamin, dan bekerja sama, dengan cara masing-
masing mengeluarkan dana tabarru’.
2). Dari asal-usul. Asuransi Konvensional berasal dari
masyarakat Babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan
perjanjian Hammurabi. Pada tahun 1668 M di Coffe
House London berdirilah Lloyd of London sebagai cikal-
bakal asuransi konvensional. Adapun Asuransi Islam
berasal dari al aqilah, kebiasaan suku Arab jauh sebelum

8
Redaksi Ulumul Qur’an, “Syarikat Takaful sebagai suatu
Alternatif”. Dalam Jurnal Kebudayaandan Peradaban Ulumul Quran,
No. 2/VII/1996, h. 36.
9
Syakir Sula, Asuransi Syariah, h. 326-328.

Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1


Asuransi Perspektif Hukum Islam 83

Islam datang. Kemudian disahkan oleh Rasulullah


menjadi hukum Islam, bahkan telah dituangkan dalam
konstitusi pertama di dunia (Konstitusi Madinah) yang
dibuat langsung oleh Rasulullah;
3). Dilihat dari sumber hukumnya. Asuransi konvensional
bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan.
Asuransi konvensional berdasarkan pada hukum
positif, hukum alam, dan contoh-contoh yang ada
sebelumnya. Sedangkan asuransi Islam bersumber dari
wahyu Allah, Sunnah Nabi Muhammad saw., Ijma’,
qiyas, istihsan, ‘urf, dan maslahah mursalah.
4). Asuransi konvensional tidak selaras dengan syariah
Islam karena adanya maisir, gharar, dan riba yang
diharamkan dalam mu’amalah. Sedangkan asuransi
Islam bersih dari adanya maisir, gharar, dan rib.10
5). Dalam asuransi konvensional tidak ada Dewan
Pengawas Syariah, karena prinsip-prinsipnya tidak
berdasarkan syariah Islam sehingga dalam praktiknya
banyak bertentangan dengan kaidah-kaidah syara’.
6). Asuransi konvensional menggunakan akad jual-
beli, sedangkan asuransi Islam menggunakan akad
tabarru’, tijarah, mudlarabah, wakalah, wadiah, syirkah, dan
sebagainya.
7). Dari segi jaminan/risk, asuransi konvensional
menggunakan transfer of risk, di mana terjadi transfer
risiko dari tertanggung kepada penanggung, sedangkan
asuransi Islam menggunakan sharing of risk, di mana
terjadi proses saling menanggung antara satu peserta
dengan peserta lainnya;
8. Dari segi pengelolaan, dalam asuransi konvensional tidak
ada pemisahan dana, yang berakibat pada terjadinya dana
hangus (untuk produk saving-life). Sedangkan dalam
asuransi Islam, pada produk-produk saving (life) terjadi
pemisahan dana, yaitu dana tabarru’, derma dan dana
peserta, sehingga tidak mengenal istilah dana hangus.
10
Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, Upaya
menghilangkan Gharar, Maisir, dan Riba, (Jakarta: Gema Insani, 2006), h. 151.

ADZKIYA MARET 2016


84 Ahmad Ajib Ridlwan

Untuk term insurance (life) dan general insurance semuanya


bersifat tabarru’.11
9. Dalam asuransi konvensional bebas melakukan investasi
dalam batas-batas ketentuan perundang-undangan, dan
tidak terbatasi pada halal dan haramnya obyek atau sistem
investasi yang digunakan. Sedangkan dalam asuransi
Islam, investasi dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan, sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Di samping itu,
dalam melakukan investasi, asuransi bebas dari riba dan
tempat-tempat investasi yang terlarang;
10. Dalam asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari
premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan.
Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan
ke mana saja. Sedangkan dalam asuransi Islam, dana yang
terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi,
merupakan milik peserta, asuransi syariah hanya sebagai
pemegang amanah dalam mengelola dana tersebut;
11. Dalam asuransi konvensional, unsur premi terdiri dari
tabel mortalita (mortality tables), bunga (interest), biaya-
biaya asuransi (cost of insurance). Dalam asuransi Islam,
iuran atau kontribusi terdiri dari unsur tabarru’ dan
tabungan (yang tidak mengandung unsur riba). Tabarru’
juga dihitung dari tabel mortalita, tetapi tanpa perhitungan
bunga teknik;
12. Loading pada asuransi konvensional cukup besar terutama
diperuntukkan bagi komisi agen, bisa menyerap premi
tahun pertama dan kedua. Karena itu, nilai tunai pada
tahun pertama dan kedua biasanya belum ada (masih
hangus), sedangkan pada sebagian asuransi Islam, loading
(komisi agen) tidak dibebankan pada peserta tetapi dari
dana pemegang saham. Akan tetapi, sebagian yang lainnya
mengambilkan dari sekitar 20-30 persen saja dari premi
tahun pertama. Dengan demikian, nilai tunai tahun pertama
sudah terbentuk;

Amin Suma, Asuransi Syariah & Asuransi Konvensional: Teori, Sistem,


11

Aplikasi, & Pemasaran, (Tangerang: Kholam Publishing, 2006), h. 63.

Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1


Asuransi Perspektif Hukum Islam 85

13. Pada asuransi konvensional, sumber biaya klaim adalah dari


rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penanggung
terhadap tertanggung. Dari praktiknya tampak benar
bahwa asuransi konvensional merupakan bisnis murni dan
tidak ada nuansa spiritualnya; Sedangkan pada asuransi
Islam, sumber pembiayaan klaim diperoleh dari rekening
tabarru’, di mana peserta saling menanggung. Jika salah
satu peserta mendapat musibah, peserta lainnya ikut
menanggung bersama risiko tersebut;
14. Sistem akuntansi yang dianut asuransi konvensional
adalah konsep akuntansi accrual basis, yaitu proses
akuntasi yang mengakui terjadinya peristiwa atau keadaan
nonkas. Di samping asuransi konvensional juga mengakui
pendapatan, peningkatan aset, expenses, leabilities dalam
jumlah tertentu yang baru akan diterima dalam waktu yang
akan datang. Adapun asuransi Islam menganut konsep
akuntansi cash basis, mengakui apa yang benar-benar
telah ada, sedangkan accrual basis dianggap bertentangan
dengan syariah karena mengakui adanya pendapatan,
harta, beban atau utang yang akan terjadi di masa yang
akan datang. Sementara apakah itu benar-benar dapat
terjadi hanya Allah yang tahu;
15. Pada asuransi konvensional, keuntungan yang diperoleh
dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil
investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan.
Sedangkan pada asuransi Islam, proit yang diperoleh
dari surplus underwriting, komisi reasuransi dan hasil
investasi, bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan,
tetapi dilakukan bagi hasil dengan peserta;
16. Secara garis besar misi utama asuransi konvensional adalah
misi ekonomi dan sosial. Adapun misi yang diemban oleh
asuransi Islam adalah misi akidah, misi ibadah (ta’awun),
misi ekonomi, dan misi pemberdayaan umat.

Simpulan
Sebagian ulama syariah menyamakan sistem asuransi
syariah dengan sistem aqilah pada zaman Rasulullah Saw.

ADZKIYA MARET 2016


86 Ahmad Ajib Ridlwan

Lembaga tersebut kemudian disahkan oleh Rasulullah menjadi


bagian dari hukum Islam yang dituangkan dalam piagam madinah
dan dikembangkan lebih lanjut pada masa Khulafa al-Rasyidin
khususnya pada masa Umar bin Khattab. Walaupun mengalami
pasang surut, namun lembaga ini terus-menerus dikembangkan
di dunia Islam, bahkan pada abad 19 seorang ahli hukum Islam,
yakni Ibnu Abidin dari Mazhab Hanai berpendapat bahwa
asuransi merupakan lembaga resmi, bukan hanya sekedar praktik
adat. Pada Abad 20 Muhammad Abduh mengeluarkan fatwa
bahwa hubungan antara pihak tertanggung dan pihak perusahaan
asuransi merupakan kontrak mudharabah. Dalam Islam Istilah
asuransi dikenal dengan nama takaful yang dapat dideiniskan
dengan al-takmin, al-ta’awun atau al-takaful (asuransi bersifat
tolong menolong), yang dikelola oleh suatu badan, dan terjadi
kesepakatan dari anggota untuk bersama-sama memikul suatu
kerugian atau penderitaan yang mungkin terjadi pada anggotanya.
Untuk kepentingan itu masing-masing anggota membayar iuran
berkala (premi). Dana yang terkumpul akan terus dikembangkan,
sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk kepentingan di atas,
bukan untuk kepentingan badan pengelola (asuransi syariah).
Dengan demikian badan tersebut tidak dengan sengaja mengeruk
keuntungan untuk dirinya sendiri. Disini sifat yang paling
menonjol adalah tolong-menolong seperti yang diajarkan Islam.
Pada asuransi syariah seluruh aktivitas kegiatannya diawasi
oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian
dari Dewan Syariah Nasional (DSN), baik dari segi operasional
perusahaan, investasi maupun Sumber Daya Manusia (SDM).
Kedudukan DPS dalam Struktur oraganisasi perusahaan setara
dengan dewan komisaris. Itulah beberapa hal yang membedakan
asuransi syariah dengan asuransi konvensional. Apabila dilihat
dari sisi perbedaannya, baik dari sisi ekonomi, kemanuasiaan atau
syariahnya, maka sistem asuransi syariah adalah yang terbaik dari
seluruh sistem.

DAFTAR PUSTAKA

Amin Suma, Asuransi Syariah & Asuransi Konvensional: Teori,


Sistem, Aplikasi, & Pemasaran (Tangerang: Kholam
Publishing, 2006).
Amrizal Hamsa, “Asuransi Dalam Perspektif Islam” dalam At-
Tasyri’, Vol. 01, No. 2. Juni-September 2009, Sekolah Tinggi

Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1


Asuransi Perspektif Hukum Islam 87

Agama Islam (STAI) Teungku Dirundeng, Meulaboh


Aceh barat.
Dewan Asuransi Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 tahun 1992 dan peraturan pelaksanaan tentang usaha
perasuransian, Edisi 2003, DAI.
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: Gunung Agung, 1996).
Muhammad Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam,
(Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf, 1993).
Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, Upaya
menghilangkan Gharar, Maisir, dan Riba, (Jakarta: Gema
Insani, 2006).
Redaksi Ulumul Qur’an, “Syarikat Takaful sebagai suatu
Alternatif”. Dalam Jurnal Kebudayaandan Peradaban Ulumul
Quran No. 2/VII/1996.
Syakir Sula, Asuransi Syariah.
Wirjono Projodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, (Jakarta:
Intermasa, 1979).
Zarqâ, Musthafâ Ahmad, al-Ta’mîm i al-Islâm.

ADZKIYA MARET 2016


88 Ahmad Ajib Ridlwan

ADZKIYA MARET 2016

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai