Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang, seperti di Indonesia. Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama dalam masyarakat. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita, Berdasarkan survey yang dilakukan Subdit diare, Departemen Kesehatan mulai tahun 2000 s.d. 2010 angka kesakitan diare cenderung mengalami peningkatan (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan Riskeet Kesehatan Dasar tahun 2007, rata-rata 9% penduduk Indonesia mengalami diare, tersebar pada setiap kelompok umur terutama pada anak- anak dan tingkat kejadian di pedesaan lebih tinggi sekitar 10% di bandingkan perkotan 7,4% (Kemenkes RI, 2011). Diare menempati urutan ke-13 penyebab kematian dengan proporsi 3,5% (Kemenkes RI, 2013). Diare adalah konsistensi tinja cair atau setengah cair atau kandungan airnya lebih banyak saat buang air besar atau dilihat dari frekuensinya lebih dari 3 kali per hari (Setiati, 2015). Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, tetapi juga biasa terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan penyebabnya, diare dapat disebabkan infeksi atau nonifeksi, penyebab yang berasal dari infeksi seperti virus, bakteri, protozoa dan lain- lain sadangkan nonifeksi seperti malabsorbsi, keracunan, alergi makanan dan psikologi penderita.Diare biasanya disertai peradangan mukosa lambung atau usus halus atau dikenal dengan Gastroentritis, yang infeksi biasanya disebabkan Entamoeba histolyticaatau Shigelladisebut disentri, bila disebabkan leh oleh Giardia lamblia disebut giardasis, sedangkan bila disebabkan Vibrio cholera disebut kolera (IDI, 2014). Pada Gastroentritis yang disebabkan Vibrio cholera memiliki karakteristik diare seperti air cucian beras atau rice-water (Harris, 2013). Kolera adalah diare sekretori akut yang disebabkan oleh infeksi Vibrio cholerae pada serogrup O1 dan O139 (Harris, 2013). Vibrio Cholera memproduksi toksin, yang merusak mukosa intestinal, sehingga terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit dan terjadilah diare. Diare berair besar-besaran, hingga 1 liter per jam, karakteristikya diare seperti air beras dapat menyebabkan syok hipotensi dan kematian dalam beberapa jam setelah gejala pertama, dan tingkat kematian pada pasien dengan kolera berat yang tidak diobati dapat melebihi 70% (Harris, 2013). Oleh karena itu, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus diare seperti air cucian beras (kolera) pada Nn. T karena kolera merupakan diare serius dan mungkin mengancam nyawa.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum Mengetahui Kasus pada Nn. A Umur 20 tahun dengan diare seperti air cucian beras (kolera). 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui anamnesa pada pada Nn. A Umur 20 tahun dengan diare . 2. Mengetahui Pemeriksaan fisik pada Nn. A Umur 20 tahun dengan diare. 3. Mengetahui Pemeriksaan penunjang pada Nn. A Umur 20 tahun dengan diare. 4. Mengetahui Alogoritma penegakan diagnosis pada Nn. A Umur 20 tahun dengan diare. 5. Mengetahui Penatalaksanaan tindakan pada Nn. A Umur 20 tahun dengan diare. 6. Mengetahui evaluasi pada Nn. A Umur 20 tahun dengan diare.
1.3 Manfaat Penulisan
Dapat meningkatkan kualitas pelatihan dan bimbingan agar mahasiswa lebih terampil dan termotivasi dalam menulis makalah. Hasil dari makalah dapat dijadikan bahan bacaan dan panduan bagi angkatan selanjutnya dalam menyusun laporan makalah serta untuk menambah referensi di perpustakaan. Serta, menambah pengetahuan dan wawasan penulis dibidang kesehatan, terutama tentang kolera.