Anda di halaman 1dari 9

GEOLOGI DAERAH TAMBAKREJO DAN SEKITARNYA

KECAMATAN TAMBAKREJO KABUPATEN BOJONEGORO


PROVINSI JAWA TIMUR
No Lembar Peta 5/9 1508-513 (Tambakrejo)

Larikiansyah

Jurusan Teknik Geologi

Institut Sains & Teknologi AKPRIND, Jln. Kalisahak no 28 Komplek Balapan, Yogyakarta
(syahkri62@gmail.com)

INTISARI

Daerah Tambakrejo dianggap menarik untuk dilakukan penelitian, karena permasalahan geologi daerah
tersebut cukup kompleks dan sebagai seorang mahasiswa jurusan Teknik Geologi dituntut dapat menyelesaikan
permasalahan geologi daerah Tambakrejo tersebut. Daerah penelitian secara administratif terletak di daerah
Tambakrejo dan sekitarnya, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro Propinsi Jawa Timur. Secara astronomis
o o o o
terletak pada koordinat 07 07’15’’ LS – 07 20’00’’ LS dan 110 32’30” BT – 110 37’30” BT. Tujuan penulisan adalah
untuk mengetahui keadaan geologi daerah penelitian, yang meliputi geomorfologi, stratigrafi, geologi struktur, sejarah
geologi, dan geologi lingkungannya. Metode yang digunakan adalah pemetaan geologi permukaan meliputi beberapa
tahapan, antara lain tahap pra-lapangan, tahap lapangan yaitu kolekting data, dan tahap pasca lapangan berup
aanalisis laboratorium dan analisis di studio. Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 3 subsatuan yaitu:
subsatuan geomorfik tubuh sungai (F2), subsatuan perbukitan lipatan kompleks berlereng miring-curam (S21),
subsatuan geomorfik perbukitan berlereng landai terdenudasional (D1). Daerah penelitian mempunyai 2 pola aliran
yaitu dendritik dan trelis dengan stadia daerah muda menuju dewasa. Stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi 4
satuan batuan. Urutan satuan batuan dari yang tertua sampai yang paling muda adalah satuan napal perselingan
batupasir Kalibeng, napal Kalibeng, Napal Lidah serta endapan aluvial. Struktur geologi yang berkembang di daerah
penelitian berupa sesar, kekar dan lipatan. Daerah penelitian terdapat 2 lipatan, 3 sesar naik dan 1 sesar mendatar
yaitu, Antiklin Margomulyo, Sinklin Tambakrejo, Sesar Naik Jatimulyo, Sesar Naik Jumuk, Sesar Naik Ngraho, dan
Sesar Mendatar Windu yang memiliki arah tegasan utama relatif dari utara-selatan dengan pola timur-barat sampai
baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya. Sesumber yang terdapat pada daerah penelitian adalah air dan
lahan.Bahaya geologi dalam bentuk gerakan tanah berupa longsoran (landslide).

Kata kunci : Geomorfologi, Stratigrafi, Struktur Geologi,

ABSTRACT

Tambakrejo region is considered interesting to do a reasearch, because of the geological problem exist in that
area is considered complex and as a geologist student of Geology engineering, we demanded to explain the
geological information of Tambakrejo region. Administratively research area is located in approximately Tambakrejo
o o
region, Tambakrejo Subdistrict, Bojonegoro Regency of East Java. Astronomicaly located in 07 07’15” – 07 20’00”
o o
latitude and 110 32’30” – 110 37’30” longitude. The writing objective of this essay is to understand the geological
condition of research area, including the geomorfology, stratigraphy, structural, historical and environmental geology.
Methode used in this project is surface mapping including several stage, which is preliminary field study, field study or
data collecting, and post field study in form of laboratory analysis and studio analysis. Research area
geomorphofology is consist of 3 sub unit which is, river bed geomorphical subunit (F2), moderatly to steeply complex
folding hilly subunit (S21), denudational slopes and hills subunit (D1). Research area is made of 2 stream pattern that
is trellis and sub-trellis pattern with youth to mature regional stadia. Statigraphy of research area consist of 4 bedrock
unit. Queu of the bedrock unit from the oldest to youngest is napal bedrock unit with sandstone (Kalibeng formation),
napal kalibeng, napal lidah and alluvial sedimentation. Structural geology developed in research area consist of fault,
joint and folds. Research area consist of 2 folds, 3 reverse fault, 1 slip fault which is, Margomulyo anticline,
Tambakrejo Syncline, Jatimulyo reverse fault, Jumuk reverse Fault, Ngraho reverse fault, Windu slip fault, all of that
have relatively north-south main force direction with east-west pattern to northwest-southeast and northeast-
southwest. Natural reserve occured in research area is mainly water and fertile farm land. Geological hazzard in
research area is mass movement spesifically landslide.

Keyword : Geomorphology, stratigraphy, structural geology


PENDAHULUAN
Daerah penelitian merupakan daerah yang
menarik secara geologi, karena daerah ini termasuk
dalam Zona Kendeng dan Zona Rembang. Zona
Kedang dan Zona Rembang merupakan zona
perbukitan terlipat yang banyak terdapat struktur yang
bekerja. Perbukitan pada zona ini telah banyak
mengalami proses erosi dan pelapukan, sehingga
terdapat singkapan yang mengalami pelapukan
tingkat sedang-tinggi.
Menurut Harsono Pringgoprawiro pada tahun
(1983), dalam Stratigrafi Daerah Mandala Rembang
dan Sekitarnya, Stratigrafi daerah kendeng terbagi
menjadi dua cekungan pengendapan, yaitu Cekungan
Rembang (Rembang Bed) yang membentuk
Pegunungan Kapur Utara, dan Cekungan Kendeng
(Kendeng Bed) yang membentuk Pegunungan
Kendeng. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi Gambar I.2. Bagan alir penelitian (Penulis, 2016)
ini adalah pemetaan geologi. Adapun pembahasan
yang perlu dilakukan dalam pemetaan geologi ini
adalah dengan melihat aspek-aspek geologi yang GEOMORFOLOGI REGIONAL
berkembang di daerah tersebut, yaitu mencakup
geomorfologi, stratigrafi, geologi struktur, sejarah Secara regional, Zona Kendeng merupakan
geologi, dan geologi lingkungan. antiklinorium berarah barat-timur. Pada bagian utara
Secara administratif, daerah penelitian terletak berbatasan dengan Depresi Randublatung,
kurang lebih 210 km kearah barat laut dari kota sedangkan bagian selatan bagian jajaran gunungapi
Yogyakarta, terletak pada Kabupaten Bojonegoro. (Zona Solo). Zona Kendeng merupakan kelanjutan
Secara astronomi daerah penelitian terletak pada dari Zona Pegunungan Serayu Utara yang
o o o
posisi 07 07’15’’ LS – 07 20’00’’ LS dan 110 32’30” berkembang di Jawa Tengah. Mandala Kendeng
o
BT – 110 37’30” BT. Daerah penelitian mempunyai terbentang mulai dari Salatiga ke timur sampai ke
skala peta 1 : 25.000, terletak pada nomor lembar Mojokerto dan menunjam di bawah alluvial Sungai
peta RBI 1508-513 (Tambakrejo), dengan luas daerah Brantas, kelanjutan pegunungan ini masih dapat
penelitian adalah 9 km × 9 km atau sama dengan 81 diikuti hingga di bawah Selat Madura.
km .
2 Secara fisiografi dan kesamaan morfologi
Daerah penelitian dapat dicapai dengan serta tektonik, Bemmelen (1949) membagi wilayah
menggunakan kendaraan roda empat dan roda dua, Jawa bagian timur (meliputi Propinsi Jawa Tengah
tetapi di beberapa tempat seperti jalan setapak dan dan Jawa Timur) menjadi beberapa zona fisiografi,
curam hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. antara lain: Zona Pegunungan Selatan, Zona Solo
Kesampaian daerah dapat ditempuh dari Yogyakarta atau Depresi Solo, Zona Kendeng, Depresi
– Klaten – Solo – Sragen – Ngawi – Bojonegoro dapat Randublatung, dan Zona Rembang.
ditempuh dengan jarak ± 95 km. Zona Kendeng sendiri dibagi menjadi 3
bagian, yaitu bagian barat yang terletak di antara
G.Ungaran dan Solo (utara Ngawi), bagian tengah
yang membentang hingga Jombang dan bagian timur
mulai dari timur Jombang hingga Delta Sungai
Brantas dan menerus ke Teluk Madura. Daerah
penelitian termasuk dalam Zona Kendeng bagian
tengah.

Gambar I.1. Peta indeks dan lokasi daerah penelitian


(Penulis, 2016)

Pada tahap penelitian dibagi menjadi 4 bagian


tahapan, yaitu tahap persiapan (penelitian
pralapangan), tahap observasi (penelitian lapangan),
tahap analisis (penelitian laboratorium) dan tahap
akhir (penyusunan laporan). Gambar I.3. Fisiografi Jawa Tengah dan Jawa Timur
modifikasi (Van Bemmelen, 1949)
Subsatuan geomorfik perbukitan berlereng
GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN landai terdenudasi ini terbentuk akibat dipengaruhi
oleh gaya eksogen berupa proses pelapukan dan
Dengan mempertimbangkan keadaan
erosi, kedua proses tersebut yang telah mengikis
geomorfologi daerah penelitian maka penyusun
permukaan atau hampir keseluruhan tubuh batuannya
membagi satuan geomorfik daerah penelitian
tersebut, sehingga mengikis dan mengerosi
didasarkan pada relief, litologi, proses pembentukan,
permukaan atasnya. Untuk itu masih diperlukan
serta struktur geologi yang berkembang di daerah
penelitian yang lebih lanjut untuk dapat
penelitian. Klasifikasi geomorfik yang digunakan
menginterpretasi proses geomorfologi yang
dalam penelitian ini mengacu pada klasifikasi Zuidam
mendominasi pembentukan subsatuan geomorfik D1
(1983) yang telah dimodifikasi sesuai dengan kondisi
ini.
daerah penelitian.
Atas dasar-dasar yang telah disebutkan di atas,
maka daerah penelitian dikelompokkan berdasarkan
aspek relief, litologi, dan genetiknya, terbagi menjadi 3
subsatuan geomorfik yaitu :
1. Subsatuan geomorfik tubuh sungai (F2) dari
satuan geomorfik asal fluvial.
Subsatuan ini didominasi oleh Kali Tunggang
yang secara garis besar memiliki aliran dari utara ke
selatan. Secara umum subsatuan terbentuk oleh
proses erosi vertikal yang mengakibatakan terkikisnya
bagian tepi sungai serta erosi secara horisontal yg
mengakibatkan pendalaman pada tubuh sungai,
hingga sekarang proses eksogen yang
mempengaruhi daerah penelitian masih berlanjut.
Daerah penelitian tersusun oleh material lepas atau
endapan talus berukuran brangkal sampai lempung,
dan ketebalan soil pada tebing sungai mencapai
ketebalan 1,5 m. Lebar sungai rata-rata 2-5 meter,
subsatuan ini di dominasi oleh sungai berstadia
dewasa. Subsatuan ini menempati sekitar 0,58% dari
lokasi penelitian meliputi daerah Bakalan sampai
Napis
2. Subsatuan geomorfik perbukitan lipatan kompleks Gambar I.4. Pembagian satuan geomorfik pada daerah
(S21) dari satuan geomorfik asal struktural. penelitian, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro,
Sabsatuan geomorfik ini disusun oleh lipatan Provisi Jawa Timur (Penyusun, 2016)
berupa antiklin dan sinklin, beberapa lipatan
diantaranya sudah menjadi sesar naik akibatnya
adannya gaya endogen terus berkerja. Secara umum STRATIGRAFI REGIONAL
arah lipatan-lipatan yang membentuk morfologi Daerah penelitian secara regional masuk dalam
daerah ini memiliki sumbu yang membentang dari Zona Kendeng dibagian selatan dan Zona Rembang
timur ke barat. Subsatuan bentuklahan ini menempati dibagian utara. Stratigrafi penyusun Zona Kendeng
80% dari total daerah penelitian meliputi daerah merupakan endapan laut dalam dibagian bawah
Jatimulyo, Napis, dan Margomulyo. Morfologinya semakin ke atas berubah menjadi endapan laut
berupa lereng berkisar antara 2-70%, ketinggian pada dangkal dan akhirnya menjadi endapan non laut
daerah ini berkisar antara 50-157 meter diatas sedangkan Zona Rembang merupakan endapan laut
permukaan laut. Tingkat pengerosian sedang, dengan dangkal dibagian bawah semakin ke atas berubah
dasar sungai berbentuk “U” hingga “V”, dengan pola menjadi endapan transisi. Stratigrafi Zona Kendeng
pengaliran tipe trelis, dan subtrelis, pada pola terdiri atas 7 formasi batuan yaitu Formasi Pelang,
pengaliran trelis sebagai penciri berkembangnya Formasi Kerek, Formasi Banyak, Formasi Kalibeng,
daerah lipatan yg sudah tererosi. Formasi Pucangan, Formasi Kabuh, Formasi
3. Subsatuan geomorfik perbukitan denudasional Notopuro, dan Endapan Undak Bengawan Solo
(D1) dari satuan geomorfik. sedangakan Zona Rembnag terdiri atas 12 formasi
Subsatuan ini adalah daerah dengan kontrol batuan yaitu Formasi Kujung, Formasi Prupuh,
dari proses aksogen yang paling dominan. Derajat Formasi Tuban, Formasi Tawun, Formasi Ngrayong,
pelapukan pada daerah ini termasuk sedang sampai Formasi Bulu, Formasi Wonocolo, Formasi Ledok,
kuat. Daerah ini memiliki relief yang bergelombang Formasi Mundu, Formasi Selorejo, Formasi Lidah,
sedang. Litologi yang menyusun daerah ini berupa dan Formasi Paciran dari tua ke muda
Napal, dan Batupasir karbonat. Daerah ini memiliki (Pringgoprawiro, 1983).
ketinggian 50-125 mdpl, morfologinya berupa lereng,
dengan kelerengan berkisar 15-30%. Subsatuan
geomorfik D1 ini tersusun oleh satuan Napal lidah.
Tingkat pelapukan dan erosi cukup dominan, dengan
dasar sungai berbentuk U dan V dengan pola
pengaliran tipe subtrelis.
Adapun hasil pertrografi litologi batupasir karbonatan
yang mengacu pada klasifikasi Gilbert (1982)
diperoleh calcareus sandy. Ketebalan dari satuan ini
berdasarkan hasil pengukuran penampang geologi C-
D satuan ini memiliki tebal kurang lebih 740 meter.
Berdasarkan kehadiran fosil plantonik
foraminifera tersebut dapat disimpulkan umur satuan
Napal perselingan batupasir Kalibeng adalah Miosen
Akhir-Pliosen Awal dengan N18-N19 menurut Blow
(1969). di temukan fosil Foraminifera planktonik
berupa Globigerinoides sacculiferus, Spharoidinella
subdehiscens, Globorotalia miocenica, Globigerina
riveroae, Globorotalia pseudomiocenia, Orbulina
universa, Globorotalia margaritae, Globigerinoides
immaturus, dan Globorotalia tumida. Fosil
Foraminifera benthos berupa Cibides sp, Gyroidina
orbicularus, dan Nodosaria sp berdasarkan hasil
analisis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
lingkungan pengendapan satuan napal perselingan
batupasir Kalibeng berupa Bathial Atas-Bawah pada
kedalaman 1800-4000 meter (Barker, 1960).
Hubungan stratigrafi satuan napal perselingan
batupasir Kalibeng diendapkan secara selaras menjari
di bawah satuan napal Kalibeng.
Gambar I.5. Kolom stratigrafi komposit Jawa Timur (Husein,
2016) 2. Satuan Napal Kalibeng

STRATIGRAFI DAERAH PENELITIAN Satuan batuan napal Kalibeng ini menempati


35% dari luas total daerah penelitian. Secara umum
Berdasarkan hasil pengumpulan data lapangan
kondisi singkapan pada batuan ini ditemukan dalam
dan analisis laboratorium, maka dihasilkan kolom
kondisi lapuk dikarenakan longsor akibat hujan
stratigrafi daerah penelitian dari tua ke muda.
sehingga sebagian singkapan tertutup. Singkapan
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan
tersusun oleh litologi napal dan batugamping kalsiluti.
analisis laboraturium, penulis membagi daerah
Napal litologi ini memiliki karakteristik warna krem,
penelitian menjadi 4 satuan litosstratigrafi tidak resmi
lapuk kecoklatan, didominasi oleh kehadiran napal
dengan urutan tua ke muda sebagai yaitu satuan
yang berwarna krem, ukuran butir pada satuan ini
napal perselingan batupasir Kalibeng, satuan napal
berkisar lempung (<1/256 mm), komposisi mineral
Kalibeng, satuan napal Lidah, dan endapan alluvial
berupa kalsit, mineral opak, mineral lempung dan
lumpur karbonat. Struktur sedimen yang didapatkan
1. Satuan napal perselingan batupasir Kalibeng
pada litologi napal Kalibeng adalah masif. Adapaun
hasil petrografi litologi napal Kalibeng yang mengacu
Satuan napal perselingan batupasir Kalibeng pada klasifikasi Gilbert (1954) diperoleh Marl. Selain
ini menempati 42% dari luas total daerah penelitian.
itu, litologi yang terdapat di satuan ini adalah
Singkapan tersusun oleh litologi napal dan batupasir batugamping kalsiluti. Berdasarkan kenampakan di
karbonatan yang menempati satuan bentuklahan
lapangan, ciri-ciri litologi menunjukan karakteristik
perbukitan lipatan kompleks (S21). Satuan
warna segar krem, lapuk coklat, berukuran butir
menunjukan bahwa litologi ini memiliki karakteristik
lempung (<1/256 mm), membundar, terpilah baik,
warna segar krem, lapuk coklat, ukuran butir lempung
kemas tertutup, komposisi mineral berupa kalsit,
(<1/256 mm), komposisi mineral berupa kalsit, mineral
mineral opak, mineral lempung, dan lumpur karbonat,
opak, mineral lempung, dan lumpur karbonat, terpilah semen karbonatan, struktur sedimen yang didapatkan
baik, kemas tertutup, semen karbonatan, struktur
pada litologi ini adalah masif. Adapun hasil pertrografi
sedimen yang didapatkan masif, dengan berlimpah
litologi batugamping kalsilutit yang mengacu pada
fosil Foraminifera plantonik. Adapaun hasil petrografi klasifikasi Dunham (1962) diperoleh mudstone.
litologi napal yang mengacu pada klasifikasi Gilbert
Ketebalan dari satuan ini berdasarkan hasil
(1954) diperoleh Marl. Selain itu, litologi yang terdapat
pengukuran penampang geologi C-D satuan ini
di satuan ini adalah batupasir karbonatan. memiliki tebal kurang lebih 670 meter.
Berdasarkan kenampakan di lapangan, ciri-ciri litologi
Berdasarkan kehadiran fosil plantonik
pada lokasi pengamatan 111 di bagian barat lokasi
foraminifera tersebut dapat disimpulkan umur satuan
daerah penelitian menunjukan karakteristik warna
Napal Kalibeng adalah Miosen Akhir-Pliosen Awal
segar kuning, lapuk kuning kecoklat, berukuran butir
dengan N18-N19 menurut Blow (1969). Fosil
pasir halus-pasir sedang (1/4-1/2 mm), membundar
foraminifera yang berhasil diidentifikasi yaitu
sampai membundar tanggung, terpilah baik, kemas Globigerinoides sacculiferus, Globigerina
tertutup, komposisi mineral berupa felsdspar, kalsit, venezuelana, Globigerinoides immaturus, Globorotalia
mineral opak, dan lumpur karbonat, semen pseudomiocenia, Globorotalia conglongbatus,
karbonatan, struktur sedimen yang didapatkan pada Globorotalia margaritae, Globorotalia plesiotumida,
litologi ini adalah masif namun ada beberapa Spharoidinella subdehiscens, Globigerina riveroae,
berstruktur wavy laminasi dan laminasi sejajar.
Orbulina bilobata, Pulleniatina primalis, Globorotalia diendapkan secara tidak selaras dengan satuan
tumida, Globorotalia miocenica, Globigerinoides dibawahnya yaitu satuan Napal Kalibeng, ditunjukan
primadius, Globigerinoides obliquus, Globorotalia dengan adanya umur yang berbedah dari umur
multicamerata, Globorotalia siakensis, Orbulina Foraminifera planktonik serta diendapkan secara tidak
universa, Sphaeroidinella subdehiscens, selaras diatas sataun endapan alluvial.
Globigerinoides ruber, dan Globorotalia
peripheroronda. Fosil foraminifera benthos berupa 4. Endapan Alluvial
Cibicides sp, Gyroidina orbicularis dan Nodosaria
berdasarkan hasil analisis tersebut, maka dapat Satuan ini terdiri atau tersusun dari material
disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan satuan lepas yang belum mengalami litifikasi. Material ini
napal Kalibeng berupa Bathial Atas-Bawah pada merupakan hasil dari rombakan batuan yang lebih tua
kedalaman 1800-4000 meter (Barker, 1960). di sekitarnya. Material lepas ini memiliki ukuran yang
Hubungan stratigrafi menunjukan bahwa satuan napal beragam, dari lempung-brangkal. Satuan ini
Kalibeng ini diendapkan secara selaras menjari bertempat di daerah-daerah yang memiliki morfologi
dengan satuan dibawahnya yaitu satuan Napal landai dan rendah, terbawa melalui sungai-sungai dan
perselingan batupasir Kalibeng, ditunjukan dengan angin menjadi agen geologi. Berdasarkan data
adanya umur yang sama dari umur Foraminifera pengamatan di lapangan satuan ini memiliki ketebalan
planktonik serta diendapkan secara tidak selaras 1-5meter. Penyebaran satuan ini di lapangan
diatas sataun Napal lidah. mencapai sekitar 3,11% dari luas daerah penelitian.

3. Satuan Napal Lidah

Satuan Napal Lidah ini menempati 19% dari


luas total daerah penelitian. Singkapan tersusun oleh
litologi batulempung dengan anggota sisipan baupasir
halus-kasar kenampakan di lapangan menunjukan
bahwa litologi ini memiliki karakteristik warna
kehitaman, lapuk kecoklatan, ukuran butir pada litologi
ini berkisar lempung (<1/256 mm),berfragmen
batugamping berukuran krakalan-krikilan, komposisi
mineral berupa kalsit, mineral opak, dan mineral
lempung, semen karbonatan, struktur sedimen yang
didapatkan pada litologi batulempung Lidah adalah
masif. Adapaun hasil petrografi litologi napal Kalibeng
yang mengacu pada klasifikasi Gilbert (1954)
diperoleh claystone. Selain itu, litologi yang terdapat
di satuan ini adalah batupasir. Berdasarkan
kenampakan di lapangan, ciri-ciri litologi pada lokasi
pengamatan 09 di bagian barat pada utara lokasi
daerah penelitian menunjukan karakteristik warna
kuning, lapuk coklat, berukuran pasir halus-kasar (1/4-
1 mm), membundar, terpilah baik, kemas tertutup,
Tabel I.6. Peta Geologi dan stratigrafi daerah penelitian,
berfragmen pecahan cangkang dan krakal-krikil (tanpa skala) (Penyusun, 2016)
batugamping, komposisi karbonat, semen karbonatan,
struktur sedimen yang didapatkan pada litologi ini
adalah masif serta laminasi, paralel dan silangsiur.
Ketebalan dari satuan ini berdasarkan hasil
pengukuran penampang geologi C-D satuan ini
memiliki tebal kurang lebih 170 meter.
Berdasarkan kehadiran fosil plantonik
foraminifera tersebut dapat disimpulkan umur satuan
Napal Lidah adalah Plistosen dengan N22-N23
menurut Blow (1969) ditemukan fosil foraminifera
planton berupa Globigerinoides sacculiferus,
Globorotalia tumida, Spharoidinella subdehiscens,
Orbulina universa, Globigerina venezuelana,
Globorotalia multicamerata, Globorotalia miocenica,
Globigerinoides immaturus, Globorotalia plesiotumida,
Pulleniatina primalis, dan Globoquadrina altispira.
Fosil Foraminifera benthos berupa Dentalina
subsolata, Nodellum sp, dan Uvigerina schwageri
berdasarkan hasil analisis tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan satuan
napal Lidah berupa Neritik tengah pada kedalaman
100-200 meter (Barker, 1960). Hubungan stratigrafi Gambar I.7. Kolom stratigrafi daerah penelitian (Penulis,
menunjukan bahwa satuan napal Lidah ini 2016)
STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL didapatkan bahwa daerah penelitian merupakan
daerah yang mengalami deformasi kuat. Maka tidak
Secara regional perkembangan tektonik Jawa
banyak data kekar yang dapat diambil di lokasi
Tengah adalah periode antara Miosen Bawah sampai
penelitian. Menentukan arah gaya utama pada daerah
Pliosen Atas. Deformasi tektonik tersebut
penelitian dapat menggunakan data dari analisis
berpengaruh pada terbentuknya sistem Geantiklin
sesar maupun lipatan, setalah melakukan observasi di
Jawa Tengah, sistem Geantiklin Pengunungan
lapangan maka didapatkan data kekar yang kemudian
Serayu Selatan dan sistem Geantiklin Pengunungan
dilakukan analisis dengan batuan software dips
Serayu Utara (Bemmelen, 1949).
dengan tujuan untuk mengetahui arah umum tegasan
utama. Hasil analisis diketahui arah umum kekar
o o o o
gerus N 264 E/74 dan N 334 E/77 dan arah tegasan
o o
utama 3 ,N 116 E.

2. Struktur Sesar

Sesar adalah suatu rekahan/kekar yang teleh


mengalami pergeseran (dari salah satu yang
berhadap) arahnya paralel dengan zona permukaan
(Twiss & Moores, 1992). Sesar adalah rekahan yang
telah mengalami pergeseran yang arahnya relatif
Gambar I.8. Pola struktur Jawa (Sribudiyani dkk., 2003) sejajar dengan bidang rekahan (bergeser pada bidang
Deformasi pertama pada Zona Kendeng terjadi sesar).
pada akhir Pliosen (Plio – Plistosen), deformasi
merupakan manifestasi dari zona konvergen pada a. Sesar Naik Jatimulyo
konsep tektonik lempeng yang diakibatkan oleh gaya
kompresi berarah relatif utara – selatan dengan tipe Berdasarkan hasil observasi lapangan, sesar
formasi berupa ductile yang pada fase terakhirnya naik Jatimulyo pada daerah penelitian lebih tepatnya
berubah menjadi deformasi brittle berupa pergeseran di Desa Jatimulyo. Kenampakan morfologi dari
blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng. Intensitas analisis citra SRTM, sesar naik Jatimulyo membentuk
gaya kompresi semakin besar ke arah bagian barat suatu kelurusan penggunungan berarah barat-timur
Zona Kendeng yang menyebabkan banyak dijumpai dan ditempat lain membentuk pola aliran sungai
lipatan dan sesar naik dimana banyak zona sesar naik dengan tipe trellis. Unsur-unsur struktur yang dijumpai
juga merupakan kontak antara formasi atau anggota diantranya bidang sesar dan gores garis. Analisi dari
formasi. hasil pengukuran di peroleh kedudukan bidang sesar
o o o o
Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi N 117 E/45 , net slip 41 , N 145 E, dan rake 65.
tiga fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa Berdasarkan hasil analisis kinematika dari data
perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya lapangan di peroleh nama sesar tersebut yaitu Left
Geantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat – Reverse Slip Fault (Rickard, 1972).
timur dan menunjam di bagian Kendeng Timur, fase
kedua berupa pensesaran yang dapat dibagi menjadi b. Sesar Naik Jumuk
dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan
pensesaran akibat telah berubahnya deformasi ductile Sesar ini berada dibagian utara daerah
menjadi deformasi brittle karena batuan telah penelitian (LP 92), sekitar Desa Jumuk. Sesar ini
melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar berkembang pada litologi napal pada satuan napal
tersebut secara umum merupakan sesar naik bahkan Kalibeng. Analisis dari kenampak topografi dicirikan
ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga lembah dan sungai yang relatif berarah barat-timur.
berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Indikasi sesar ini ditunjukan oleh adanya zona
Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesar – hancuran, bidang sesar, dan gores garis. Unsur-unsur
sesar geser berarah relatif utara – selatan. struktur yang telah diukur yaitu bidang sesar dengan
o o o
Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang kedudukan N 65 E/75 , kedudukan net slip 49 , N
o o
berlangsung secara lambat dan mengakibatkan 192 E, dan rake 50 . Hasil pengolahan data lapangan
terbentuknya struktur kubah di Sangiran. Deformasi dan analisis kinematika diperoleh nama sesar naik
ini masih berlangsung hingga saat ini dengan Jumuk adalah Left Reverse Slip Fault (Rickard,1972).
intensitas yang relatif kecil dengan bukti berupa
terbentuknya sedimen termuda di Zona Kendeng yaitu c. Sesar naik Ngraho
Endapan Undak.
Sesar naik Ngraho merupakan sesar
STRUKTUR GEOLOGI DAERAH PENELITIAN interpratsi berdasarkan topografi maupun analisis citra
SRTM, sesar ini berada di bagian utara lebih tepatnya
1. Struktur Kekar pada Desa Ngraho. Pada lokasi penelitian sudah
tertimbun oleh rombakan batuan asal Napal satuan
Kekar merupakan suatu rekahan yang relatif Napal Kalibeng, sesar naik Ngraho mengindikasikan
tanpa mengalami pergeseran pada bidang batas satuan Napal kalibeng dengan satuan Lempung
rekahannya, terjadinya kekar dapat disebabkan oleh Lidah.
gaya yang dihasilkan akibat adanya aktivitas lempeng
tektonik. Berdasarkan hasil observasi dilapangan
d. Sesar Mendatar Kiri Windu

Sesar ini dijumpai pada daerah penelitian


dibagian tengah (LP 21), lokasinya berada di daerah
Desa Windu. Analisis dari kenampakan topografi dan
citra SRTM, keberadaan sesar ini ditandai melalui
kelurusan lembah, pembelokan sungai secara tiba-
tiba, dan pembelokan kelurusan bukit. Sesar ini
mengakibatkan bergesarnya satuan Napal Kalibeng
menjadi sedikit menyerong ke tenggara dan juga
berpengaruh pada kemenerusan lipatan-lipatan dan
sesar-sesar naik yang dipotong oleh sesar mendatar
tersebut. Indikasi sesar yang dijumpai antara lain
berupa bidang sesar dan gores garis. Kedudukan
o o o
bidang sesar yaitu N 212 E/83, net slip 48 , N 336 E
o
dan rake 40 , dengan pergeseran relatif ke kiri.
Berdasarkan data lapangan dan hasil analisis
kinematika diperoleh nama sesar Reverse Left Slip
Fault (Rickard,1972).

3. Struktur Lipatan
Gambar I.9. Sesar-sesar dan lipatan pada daerah penelitian
Liapatan adalah merupakan hasil perubahan dari citra DEM (Penulis, 2016)
bentuk dari suatu yang ditunjukan sebagai
lengkungan atau kumpulan dari lengkungan yang SEJARAH GEOLOGI
ditunjukannya pada unsur garis atau bidang didalam Berdasarkan data lapangan serta hasil
bahan tersebut, pada umumnya unsur yang terlibat analisis laboratorium di interpretasi lokasi daerah
pada lipatann adalah bidang perlipatan, foliasi, dan penelitian dapat disimpulkan, geologi yang
liniasi. Hansen (1971) vide Ragan (2009) menggambarkan mengenai runtutan sejarah geologi
mendefinisikan lipatan sebagai hasil perubahan dalam kerangka ruang dan waktu.
bentuk suatu bahan yang ditunjukan sebagai Sejarah geologi pada daerah penelitian
lengkungan atau kumpulan lengkungan pada unsur dimulai pada Kala Miosen Akhir-Pliosen Awal (N18-
garis atau bidang di dalam bahan tersebut. 19). Pada kala itu secara ragional Pulau Jawa
merupakan suatu genangan laut yang memiliki lereng-
a. Antiklin Margomulyo lereng gunungapi yang cukup terjal dan berakhirnya
aktivitas vulkanisme secara umum, dimana zona
Antiklin ini dijumpai pada bagian selatan kendeng merupakan cekungan yang masuk kedalam
daerah penelitian, lebih tepatnya pada Desa cekungan foreland basin, akibat adanya aktivitas
Margomulyo. Ciri-ciri keberadaan antiklin ini ditandai tektonik dan tubuh gunungapi yang sudah tidak aktif
dengan adanya kemiringan lapisan yang saling mulai tererosi dan meningkatkan suplai material
berlawanan, dimana sayap bagian selatan miring ke sedimen sehingga menghasilkan endapan satuan
arah selatan, sedangkan sayap utara miring ke arah napal Kalibeng yang tersusun atas napal masif dan
utara. Lipatan ini melibatkan satuan napal Kalibeng kalsilutit, satuan ini diendapkan pada kedalaman zona
yang terdiri dari napal perselingan batupasir. Sumbu Bathial Atas-Bawah (Barker, 1960), berdasarkan
lipatan tidak dijumpai pada lokasi ini dikarenakan regional daerah penelitian dimana provenace sedimen
terbatasnya dimensi singkapan. Antiklin ini berasal dari arah selatan.
memanjang dari barat-timur daerah penelitian dan Pada Kala Miosen Atas-Pliosen Awal (N18-
berbelok ke tenggara dibagian timur dikarenakan N19) fase pengendapan berikutnya terjadi proses
terpotong oleh sesar mendatar.Berdasarkan data perubahan fasies yang diakibatkan oleh adanya
lapangan dan hasil analisi diperoleh kedudukan kenaikan muka air laut (transgresi) yang disebabkan
o o
bidang sumbu (Antiklin Magomulyo) N 259 E/81 dan oleh penurunan dasar cekungan, sehingga di
o o
sumbu lipatan 7 /N 78 E, maka diperoleh nama endapkan satuan napal perselingan batupasir
lipatan tersebut Upright Horizontal Fold (Fluety,1964). Kalibeng yang tersusun atas napal masif dan
batupasir yang terendapakan pada kedalaman zona
b. Sinklin Tambakrejo Bathial Atas-Bawah (Barker, 1960).
Pada Kala Pliosen Awal-Plistosen Struktur
Lipatan ini letaknya berdekatan dengan Antiklin geologi yang berkembang di daerah penelitian terjadi
Margomulyo, berada pada Desa Tambakrejo. 2 kali proses pembentukan struktur geologi yaitu
Keberadaan lipatan tersebut ditandai dengan adanya terjadi 2 orde pembentukan struktur geologi, pada
kemiringan lapisan yang berlawanan. Lipatan sinklin orde 1 menghasilkan gaya utama berasal dari utara-
Tambakrejo memenjang barat-timur atau sejajar selatan yang menghasilkan Fase deformasi rezim
dengan jurus sesar naik Jatimulyo. Berdasarkan data kompresi yang membentuk jalur lipatan-anjakan yang
lapangan dan hasil analisis pada sinklin Tambakrejo berarah barat-timur yang membentuk Antiklin
o o
diperoleh kedudukan bidang sumbu yaitu N 277 E/89 Margomulyo, Sinklin Tambakrejo, Sesar Naik
o o
dan sumbu lipatan 14 , N 277 E. Jatimulyo, Sesar Naik Jumuk, Sesar Naik Ngraho
dan Sesar Naik Ngraho. Dampak lain dari rezim
kompresi ini yaitu aktifnya jalur magmatisme Zaman 2. Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari 4 satuan
Kuarter yaitu terbentuknya vulkanisme Gunungapi batuan, dengan urutan dari yang tertua sampai
Pandan yang bersamaan dengan perlipatan Zona termuda adalah satuan napal perselingan
Kendeng. batupasir karbonatan Kalibeng, merupakan satuan
Setelah terjadi pengangkatan besar-besar di yang paling tua di daerah penelitian, di atasnya
Kala Pliosen Akhir-Pleistosen Awal maka seiring diendapkan satuan napal Kalibeng yang memiliki
dengan proses erosi dan pelapukan yang terjadi hubungan selaras menjari terhadap satuan napal
diendapkan secara tidak selaras satuan Napal Lidah perselingan batupasir karbonatan Kalibeng.
dengan umur Pleistosen (N22-N23) yang tersusun Satuan napal Lidah secara tidak selaras di bawah
atas napal dengan beberapa sisipan batupasir yang satuan napal Kalibeng serta tidak selaras dengan
terendapkan pada zona kedalaman Neritik Tengah endapan aluvial di atas.
100-200 meter (Barker, 1960). 3. Struktur geologi yang berkembang di daerah
Kemudian terjadi aktivitas tektonik terakhir penelitian berupa lipatan, kekar dan sesar. Daerah
selanjutnya yang menyebabkan terbentuknya struktur penelitian terdapat 2 lipatan, 3 sesar naik dan 1
geologi pada orde yang ke 2, yang memiliki gaya sesar mendatar yaitu, Antiklin Margomulyo, Sinklin
utama berasal masih dari utara-selatan, yang Tambakrejo, Sesar Naik Jatimulyo, Sesar Naik
menghasilkan struktur geologi berupa sesar-sesar Jumuk, Sesar Naik Ngraho, dan Sesar Mendatar
mendatar Windu yang memotong lipatan dan Sesar kiri Windu yang memiliki arah tegasan utama relatif
Anjak di lokasi penelitian. dari utara-selatan dengan pola timur-barat sampai
baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya.
GEOLOGI LINGKUNGAN 4. Bahaya geologi bencana alam di daerah penelitian
adalah gerakan massa berupa land slide.
Geologi lingkungan juga merupakan salah satu
Sesumber geologi daerah penelitian berupa
cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang
sumber daya air dan lahan.
interaksi antara manusia dengan alam lingkungannya,
serta pelestarian dan pemanfaatan bumi oleh
manusia. Interaksi tersebut meliputi pemanfaatan dan
DAFTAR PUSTAKA
pengembangan sumber daya alam, dampak yang
ditimbulkan oleh adanya kegiatan pemanfaatan dan
Asikin, S., 1974, Geologi Struktur Indonesia,
pengembangan sumber daya alam tersebut, serta
Laboratorium Geologi Dinamis Institut Teknologi
adaptasi terhadap bencana alam.Sesumber yang
Bandung.
terdapat pada daerah penelitian yaitu:
Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia
1. Sumber daya air
Vol. 1A, Goverment Printing Office, Netherland.
2. Sumber daya tanah
Blow, W. H., 1969, Late Middle Eocene to Recent
Bencana alam adalah suatu proses yang dapat
Planktonic Foraminifera Biostratigraphy, Leideen
menimbulkan kerugian bagi makhluk hidup. Disebut
Nederland, E. J, Vol 1, Geneva.
bencana adalah karena adanya aktivitas geologi yang
memberi dampak negatif bagi kehidupan manusia,
Bouma, A.H., 1962, Sedimentology of Some Flysh
baik langsung maupun tidak langsung. Bencana alam
Deposits, A Graphic Approach to Facies
yang terdapat pada daerah penelitian gerakan
Interpretation. Elsevier Co., Amsterdam.
massa (land slide)
Dunham, R. J., 1962, Classification of Carbonate
KESIMPULAN
Rock According to Depositional Texture, In Han,
W. E. (ed) 1962, Classification of Carbonate
Pada daerah penelitian dari hasil pengolahan Rock, AAPG, bulletin, v.65, h. 108-121.
dan interpretasi data lapangan dan data laboratorium
yang dilandasi konsep geologi, maka dapat diambil Fossen, H., 2010, Structural geology, Cambridge
kesimpulan bahwa keadaan geologi daerah University Press, New York.
penelitian, yang terletak pada daerah Tambakrejo dan
sekitarnya Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Genevraye , P., Samuel, L, 1972,Geology of the
Bojonegoro, Propinsi Jawa Timur, adalah sebagai Kendeng Zone (Central and East Java),
berikut: Indonesian Petroleum Association.
1. Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 3 Howard, A.D., 1967, Drainage Analysis in Geologi
satuan geomorfik yaitu: subsatuan geomorfik Interpretation, AAPG Bulletn, vol.51.
tubuh sungai (F2) menempati sekitar 0,52% dari
luas daerah penelitian, subsatuan geomorfik Hussein, S., 2016, Buku Panduan Ekskursi Geologi
perbukitan lipatan komplek (S21) menempati Regional Jawa Timur Bagian Barat, Jurusan
sekitar 80% dari luas daerah penelitian dan Teknik Geologi, Fakultas teknik Universitas
subsatuan geomorfik perbukitan denudasional Gadjah Mada, Yogyakarta.
(D1) menempati sekitar 19% dari luas daerah
penelitian. Pola pengaliran yang berkembang Koesoemadinata, R. P., 1985, Prinsip-prinsip
berupa subdendritik dan trelis, dengan stadia Sedimentasi, Catatan Kuliah, Jurusan Teknik
daerah muda menuju dewasa. Geologi ITB.
BIODATA PENULIS
Marshak, S. & Mitra, G., 1988, Basic Methods of
Structural Geology, New Jersey : Prentice Hall. Nama Lengkap :
rd Larikiansyah
Pettijhon, F. J., 1975, Sedimentary Rock 3 edition,
Harper and Row, Publishers, New York, 1-628. Tempat Tanggal Lahir :
1,5,13. Prabumulih ( Sumatera Selatan) 14 April 1992
Lobeck, A.K., 1939, Geomorphology, An Introduction Alamat :
to the Study of Landscape, Mcgraw-Hill Book Jln Wijoyomulyo Glaga Lor, Kecamatan Banguntapan,
Company Inc., New York. Kabupaten Bantu, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pringgoprawiro., 1983. Biostratigrafi dan Bidang :
Paleogeografi Cekungan Jawa Timur : Suatu Teknik Geologi
Pendekatan Baru, Thesis Doktor, ITB, Bandung.
Tahun Lulus :
Pringgoprawiro,H.,dan Sukido, 1992, Peta Geologi !6 Januari 2017
Lembar Bojonegoro skala 1 : 100.000, Puasat
Penelitiandan Pengembangan Geologi, Bandung.

Postuma, J.A., 1971, Manual of Planktonic


Foraminifera, Royal Dutch/Shell Group, The
Hague, The Netherlands.

Ragan. D.M., 1973, Structural Geology An


Introduction to Geometrical Techniques, Second
Edition. John Willey & Sons. Inc, New York.

Sribudiyani, 2003, The collision of the East Java


Microplate and its Implication for Hydrocarbon
Occures in The East Java Basin. Proceeding
Indonesia Petroleum Association, Twenty-Ninth
Annual Convertion & Exibition.

van Zuidam, R. A., 1985, Aerial Photo Interpretation in


Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping,
The Hague : Smits.

Walker, R.G., 1978, Facies Models, Geological


Association of Canada, Toronto.

Walker, R.G., 1985, Turbidit and Associated Coarse


Clastic Deposit, dalam Roger G.Walker (ed.),
Fasies Model.

Williams, H., Turner, F.J. & Gilbert, C.M., 1982,


Petrography: An Introduction to The Study of
Rock in Thin Sections. 2nd ed. W.H. Freeman
and Company, San Francisco.

Anda mungkin juga menyukai