Anda di halaman 1dari 24

EFEKTIVITAS H2O2 DAN NaClO TERHADAP PEMBENTUKAN GUGUS

FUNGSI LATEKS KARET ALAM (Havea Brasiliensis)

Makalah RencanaTugasAkhir

Disusun Oleh :
YOGA PRASETIA
062115051

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2019
KATA PENGANTAR

Pertama dan yang paling utama penulis ingin mengucapkan puji serta
syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan nikmat-Nya yang tak
terhingga penulis masih diberikan kesempatan untuk terus menimba ilmu.
Sholawat bersayapkan salam selalu penulis curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW sebagai penyampai risalah Ilahi. Penulis ingin mengucapkan banyak
terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua yang selalu memberikan motivasi selama penulis


menimba ilmu di Universitas Pakuan.
2. Ibu Dr. Prasetyorini, M.S., selaku dekanFMIPA Universitas Pakuan
Bogor.
3. Ibu Ade Heri Mulyati, M. Si., selaku Ketua Program Studi Kimia FMIPA
Universitas Pakuan, yang tiada lelahnya memimpin Program Studi Kimia
FMIPA Universitas Pakuan kearah yang lebih baik lagi.
4. Bapak Dr. Sutanto, M. Si., selaku pembimbing I, dan bapak Adi Cifriadi,
M. Si., selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya
untuk memberikan bimbingan.
5. Seluruh dosen di lingkungan Program Studi Kimia FMIPA Universitas
Pakuan, yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuannya.
6. Seluruh Karyawan di lingkungan Badan Penelitian Teknologi Karet Bogor
yang telah banyak membantu selama penelitian.

7. Karyawan dan Staff dalam lingkup Fakultas Matematika dan Ilmu


Pengetahuan Alam yang telah banyak membantu penulis dalam mengurus
surat.
8. Seluruh mahasiswa Program Studi Kimia FMIPA Universitas Pakuan,
yang selalu memberikan semangat.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu segala kritikan dan saran sangat terbuka lebar
guna penyempurnaan makalah ini. kepada semua pihak yang telah
membantusemoga Allah SWT membalas atas segala kebaikan yang telah
diberikan kepada penulis dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua.

Bogor, November 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian .............................................................................. 2
1.3 Manfaat Penelitian ............................................................................ 2
1.4 Hipotesis............................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 3
2.1 Lateks Karet Alam ............................................................................ 3
2.2 Modifikasi Karet Alam ..................................................................... 4
2.3 Modifikasi Secara Kimia................................................................... 4
2.4 Depolimerisasi................................................................................... 5
2.5 Hidrogen Peroksida (H2O2) ............................................................... 6
2.6 Natrium Hipoklorit (NaClO) ............................................................. 7
2.7 Asam Format ..................................................................................... 8
2.7.1 Sifat Fisika Asam Formiat ............................................................. 8
2.7.2 Sifat Kimia Asam Formiat ............................................................. 8
2.7.3. Kegunaan Asam Formiat............................................................... 8
2.8 Fourier Transform Infra Red (FTIR) ................................................ 9
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... 11
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 11
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................. 11
3.3 Prosedur Penelitian............................................................................ 11
3.3.1 Penyiapan Lateks Pekat ................................................................. 11
3.3.2 Penetapan Kadar Karet Kering (KKK) .......................................... 11
3.3.4 Modifikasi Lateks Karet Alam ....................................................... 12
3.3.5 Pengujian Spektroskopi FTIR ........................................................ 13
3.3.6 Penetapan Nilai Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Index ..... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 15
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Molekul Karet Alam (cis-1,4-poliisoprena) .............. 1


Gambar 2. Tahapan Reaksi Berantai (reaksi auto-oksidasi karet alam) ... 3
Gambar 3. Struktur Molekul Hidrogen Peroksida (H2O2) ........................ 3
Gambar 4. Struktur Molekul Natrium Hipoklorit (NaClO) ...................... 7
Gambar 5. Struktur Molekul Asam Formiat ............................................. 2
Gambar 6. Peregangan Getaran Frekuensi Penyerapan Inframerah ......... 10
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian ...................................................... 15


Lampiran 2. Diagram Alir Persiapan Lateks Pekat ................................. 16
Lampiran 3. Diagram Alir Penetapan Kadar Karet Kering..................... 17
Lampiran 4. Diagram Alir Modifikasi Lateks Karet Alam ..................... 18
Lampiran 5. Diagram Alir Uji Spektroskopi FTIR ................................. 19
Lampiran 6. Diagram Alir Penetapan Nilai Plastisitas Awal dan
Plastisitas Retensi Index .................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luas areal perkebunan karet mencapai 3.672.123 Ha dengan jumlah total
produksi 3.229.861 ton pada tahun 2017 (Ditjenbun, 2015-2017). Kenyataan
itu menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil karet terbesar
kedua di dunia. Kebutuhan karet alam di dalam negeri dan dunia semankin
meningkat. Dengan demikian karet menjadi salah satu komoditas non-migas
andalan ekspor Indonesia (Zuliarti, 2009). Dengan banyaknya produk-produk
industri hingga produk rumah tangga yang terbuat dari bahan dasar karet
memberi rangsangan untuk melakukan penelitian dan pengembangan terhadap
karet.
Hingga saat ini upaya penelitian terhadap karet masih terus dilakukan
mulai dari bahan mentah berupa lateks sampai kepada limbah produk yang
terbuat dari bahan dasar karet. Dari sekian banyak ragam penelitian terhadap
karet itu salah satunya adalah modifikasi struktur molekul karet alam yang
memiliki karakteristik unik sehingga menghasilkan material baru untuk
dikembangkan kepada berbagai bidang yang lebih luas.
Cara yang digunakan untuk mengubah atau memodifikasi struktur karet
alam dapat dilakukan secara fisika maupun kimia. Namun pada kesempatan
ini cara yang digunakan adalah secara kimia yaitu depolimerisasi atau
degradasi molekul karet dengan menambahkan senyawa oksidator H2O2 dan
NaClO pada suhu ruang (250 C).
Menurut Alfa, et al. (2000) Hidrogen Peroksida (H2O2) adalah suatu
oksidator yang dapat mendegradasi rantai molekul karet. Namun pada suhu
ruang pengaruh peroksida terhadap pemutusan rantai molekul berlangsung
lambat. Kemudian NaClO merupakan bahan yang mampu mempercepat reaksi
pemutusan rantai molekul oleh peroksida pada suhu rendah. Selain itu, NaClO
berperan dalam menyediakan oksigen yang akan digunakan oleh H2O2 dalam
proses oksidasi. Percobaan dilakukan dengan memvariasikan waktu dan dosis
senyawa pendegradasi sehingga hasil yang diperoleh setelah dilakukan
identifikasi dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red) dapat
diketahui gugus fungsi yang terbentuk pada waktu dan dosis pendegradasi
yang ditetapkan.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektivitas H2O2 dan
NaClO dalam berbagai dosis terhadap pembentukan gugus fungsi rantai
molekul karet alam melalui proses degradasi pada suhu ruang (250C).
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu mengetahui gugus fungsi yang terbentuk
pada lateks karet alam yang dapat dikembangkan menjadi bahan kimia.
1.4 Hipotesis
Selain dapat dapat memutus rantai struktur atau menurunkan bobot
molekul lateks karet alam, H2O2 dan NaClO juga dapat mengubah bentuk
struktur lateks karet alam sehingga diperoleh kateristik struktur molekul yang
memiliki gugus fungsi yang khas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lateks Karet Alam


Lateks karet alam merupakan cairan berwarna putih kekuning-kuningan
yang terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet yang terdispersi di
dalam air. Bentuk utama dari karet alam terdiri dari 97% cis 1,4-poliisoprena,
dikenal sebagai Havea Rubber. Struktur molekul karet alam diperlihatkan
pada gambar 1. Sedankan bahan bukan karet terdiri atas protein, lipid
(terutama fosfolipid), karbohidrat, asam amino, asam organik lainnya serta
kation anorganik (Blackley, 1966).

H CH3

C C

H2C H2C
n

Gambar 1. Struktur Molekul Karet Alam (cis 1,4-poliisoprena)

Karet alam eksis dalam bentuk yang berbeda-beda, tetapi sejauh ini yang
paling penting adalah yang tersusun hamper seluruhnya dari cis-1,4-
poliisoprena. Karet sintesis, yang pada tahun 1950-an produksinya telah
melampaui karet alam, muncul dalam berbagai bentuk (Stevens, 2001).
Menurut Utami dan Siswanto (1989), lateks terdiri atas partikel karet dan
bahan bukan karet. Di dalam lateks, pertikel bukan lateks memiliki jumlah
yang relatif kecil dan berperan penting dalam mengendalikan sifat lateks dan
karetnya. Apabila lateks segar Havea dipusingkan dengan alat pemusing ultra
pada kecepatan ± 18000 putaran per menit, maka lateks akan terpisah menjadi
4 (empat) fraksi, yaitu:
1. Fraksi karet (37%) : Karet (poliisopren), protein, lipida,
dan ion logam
2. Fraksi Frey Wysling (1-3%) : Karotenoid, lipida, air, karbohidrat,
dan inositol, protein dan turunannya.
3. Fraksi serum (48%) : Senyawa nitrogen, asam nukleat dan
nukleotida, senyawa organik, ion anorganik, dan logam.
4. Fraksi dasar (14%) : Air, protein dan senyawa nitrogen,
karet dan karotenoid, lipida dan ion logam

Di dalam lateks, partikel karet terdispersi di dalam air berbentu bulat


berukuran 5 nm – 3x103 nm. Partikel karet tersebut diselubungi oleh protein
dan lipid yang berfungsi sebagai lapisan pelindung partikel karet agar stabil
di dalam system disperse (Blacley, 1966).

2.2 Modifikasi Karet Alam


Modifiasi Karet alam adalah suatu teknik ataupun proses untuk merekayasa
struktur molekul karet alam sehingga dihasilkan suatu material baru, turunan dari
karet alam, yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik dari
karet alam semula. Modifikasi ini umumnya bertujuan untuk memperluas
penggunaan karet alam yang selama ini karet alam hanya dapat digunakan sebagai
karet penggunaan umum, belum dapat digunakan sebagai karet penggunaan
khusus karena karet alam tidak tahan terhadap ozon, panas, oksidasi, cuaca
ataupun minyak. Kelemahan sifat karet alam ini disebabkan oleh ikatan rangkap
C=C yang terdapat pada struktur molekulnya yang sangat reaktif terhadap
kondisi-kondisi di atas. Oleh karena itu, modifikasi karet alam juga merupakan
suatu cara untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, disamping untuk
menghasilan material baru yang memiliki sifat yang unik (Cipriadi, 2008).

2.3 Modifikasi Secara Kimia

Modifikasi karet alam secara kimia merupakan suatu teknik mengubah


struktur molekul karet alam yang dilakukan dengan cara mereaksikan bahan kimia
tertentu sehingga terjadi reaksi kimia dengan molekul karet alam, seperti
epoksidasi, degradasi kimia, hidrogenasi, klorinasi, pencangkokan (grafting),
siklisasi karet alam, dll.

2.4 Depolimerisasi
Depolimerisasi merupakan salah satu cara modifikasi karet alam dengan cara
degradasi rantai molekul karet. Degradasi polimer dapat terjadi secara kimia.
Degradasi polimer secara kimiawi terjadi dengan bantuan senyawa pemutus rantai
molekul polimer. Tujuan depolimerisasi adalah untuk melunakkan atau sekedar
menurunkan viskositas karet dan untuk memperoleh karet dengan rantai polimer
yang sangat pendek atau karet cair.

Menurut Gunanti (2004), depolimerisasi molekul karet terjadi karena adanya


radikal OH hasil penguraian Hidrogen Peroksida (H2O2). Radikal OH yang
terbentuk bersifat sangat reaktif dan dapat bereaksi secara tidak terkontrol dengan
molekul polimer karet alam (poliisoprena). Radikal OH yang terbentuk menarik
salah satu atom H yang terdapat pada polimer karet terutama menyerang ikatan
karbon rangkap, sehingga dihasilkan radikal bebas yang aktif. Radikal bebas pada
molekul isoprene tersebut mudah bereaksi dan berikatan dengan oksigen yang ada
dalam lateks dan membentu molekul molekul yang tidak stabil sehingga
mengalami reaksi autoosidasi sampai terjadi pemutusan ikatan.

Bolland and Gee (1988) mengusulkan rekasi auto-oksidasi karet alam melalui
meanisme rekasi berantai radikal bebas dengan tahapan reaksi sebagai berikut :

Inisiasi :
ROOH -
RO- + OH

2ROOH RO- + RO2- + H2O

Propagasi :

RO2- + RH ROOH + R-

R- + O2 RO2-
Terminasi :
2R- R-R
R- + RO2- RO2R
2RO2 Produk non radikal + O2

Gambar 2. Tahapan Reaksi Berantai (reasi auto-oksidasi karet alam)

Berdasarkan tahapan reaksi di atas, adanya bahan hidroperosida dengan


konsentrasi yang sangat rendah pun dapat terdekomposisi menjadi sumber radikal
yang dapat memulai terjadinya mekanisme reaksi berantai radikal bebas.

2.5 Hidrogen Peroksida (H2O2)


Hidrogen Peroksida (H2O2) adalah cairan bening, lebih kental disbanding air,
bersifat sebagai oksidator kuat dan bahkan sebagai bahan pemucat yang kuat.
Hidrogen Peroksida (H2O2) digunakan pada desinfektan dan sebagai oksidator.
Hidrogen Peroksida (H2O2) merupakan oksidator kuat yang dapat terurai menjadi
dua produk yaitu air dan oksigen.

2 H2O2 2 H2O + O2 + energi

Adapun Struktur molekul Hidrogen Peroksida dapat dilihat pada gambar 3.

H
O O
H
Gambar 3. Struktur Molekul Hidrogen Peroksida (H2O2)

Hidrogen Peroksida (H2O2) merupakan senyawa oksidator kuat yang


memiliki kemampuan potensial oksidasi lebih tinggi dibandingkan dengan klorin,
klorin oksida dan potassium permanganat. Reaksi senyawa ini akan menghasilkan
radikal hidroksil.

Menurut Alfa, et al. (2000). Hidrogen Peroksida (H2O2) adalah suatu


oksidator yang dapat mendegradasi rantai molekul karet. Pada suhu ruang
pengaruh peroksida terhadap pemutusan rantai molekul berlangsung lambat, tetapi
reaksi dapat berlangsung cepat dengan penambahan bahan peptizer ( bahan
pemutus rantai ) yang berfungsi sebagai pemindah radikal bebas. Pencampuran
bahan peptizer pada peroksida akan mempercepat reaksi degradasi pada suhu
rendah, sehingga lebih praktis dan ekonomis.

2.6 Natrium Hipoklorit (NaClO)


Natrium Hipoklorit (NaClO) adalah garam dari asam hipoklorit. Natrium
Hipoklorit (NaClO) tidak berwarna dan merupakan cairan transparan. Dalam air
akan terurmenjadi kation Natrium (Na+) dan anion Asam Hipoklorit (HClO-).
Rumus molekul Natrium Hipoklorit (NaClO) dilihat pada gambar 4.

Cl Na

O
Gambar 4. Struktur Molekul Natrium Hipoklorit (NaClO)
Natrium Hipoklorit (NaClO) merupakan bahan yang mampu mempercepat
reaksi pemutusan rantai molekul oleh peroksida pada suhu rendah. Selain itu,
Natrium Hipoklorit (NaClO) berperan dalam menyediakan oksigen yang akan
digunakan oleh H2O2 dalam proses oksidasi.

NaClO + H2O2 O2 + NaCl + H2O

2.7 Asam Formiat


Asam Formiat atau Asam Format berasal dari nama sejenis semut merah
“Formica Rufa” yang dapat mengeluarkan asam dan terbentuk sebagai asam
bebas. Rumus molekul asam formiat dilihat pada gambar 5.

C
H OH
Gambar 5. Struktur Asam Formiat

2.7.1 Sifat Fisika Asam Formiat


Asam formiat atau asam semut atau asam metanoat, yang memiliki rumus
molekul HCOOH, merupakan turunan pertama asam karboksilat yang paling kuat
dengan gugus molekul yang paling pendek dibandingkan dengan asam karboksilat
yang lain. Asam karboksilat termasuk dalam kategori asam organik lemah, tapi
bersifat sangat korosif, tidak berwarna,mempunyai bau yang menyengat, dapat
menyebabkan iritasi pada mata, hidung, tenggorokan dan dapat melepuhkan kulit.
Asam formiat dapat melarut dengan sempurna dengan air , aseton eter, etil asetat,
etanol, methanol dan gliserin ( Lestari, 2011)

2.7.2 Sifat Kimia Asam Formiat


Asam formiat dapat bercampur sempurna dengan airdan sedikit larut dalam
benzene, karbon tetra klorida, toluene, dan tidak larut dalam hidrokarbon
alifatikseperti heptana, dan oktana. Asam formiat dapat melarutkan nilon,
poliamida tetapi tidak melarutkkan Poli Vinil Cloride (PVC) ( Lestari, 2011).
2.7.3 Kegunaan Asam Formiat
Asam formiat memiliki banyak kegunaan dan digunakan pada berbagai
macam industry dan rekasi-reaksi. Salah satu industry yang sering menggunakan
asam formiat adalah industri karet. Dalam industri karet , asam formiat digunakan
sebagai bahan koagulan untuk meng-koagulasi karet dari lateks. Kualitas karet
yang dihasilkan dengan asam formiat lebih baik dibandingkan dengan bahan
koagulan lainnya ( Lestari, 2011).

2.8 Fourier Transform Infra Red (FTIR)


Spektroskopi Infra Merah meruopakan suatu metode yang mengamati
interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah
panjang gelombang 0.75 – 1.000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000 – 10
cm-1. Metode spektroskopi merupakan suatu metode yang meliputi teknik serapan
(absorption), teknik emisi (emission), dan teknik fluorosesi (fluorescence).
Penemuan Infra Merah ditemukan pertama kali oleh William Harschel pada tahun
1800. Penelitian selanjutnya diteruskan oleh Y B Lambert dan Julius tahun1892.
Julius menemukan dan membuktikan adanya hubungan antara struktur molekul
dengan IR dengan ditemukannya gugus metil dalam suatu molekul akan
memberikan serapan karakteristik yang tidak dipengaruhi oleh susunan
molekulnya.

Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya energy yang diserap


oleh ikatan pada gugus fungsi adalah:

E = h.v = h.C/λ = h.C/v

Keterangan :

E = energi λ= panjang gelombang

h = tetapan Planck = 6.62 x 10-34 J.det v= bilangan gelombang

v = frekuensi

C = kecepatan cahaya = 2.998x108m/det

Absorpsi IR yang kuat diamati untuk kelompok dengan dipol permanen


(mis., Untuk ikatan polar). Dengan demikian, gugus car-bonyl pada tulang
punggung polipeptida berkontribusi pada spektrum serapan inframerah protein.
Frekuensi getaran m karenanya tergantung pada kekuatan ikatan, dengan
frekuensi yang lebih tinggi untuk ikatan rangkap tiga atau rangkap dibandingkan
dengan ikatan tunggal. Ini diilustrasikan pada Gambar. 1 untuk ikatan CO.

Gambar 6. Peregangan Getaran Frekuensi Penyerapan Inframerah.

Konsekuensi dari ketergantungan frekuensi mode peregangan pada


kekuatan ikatan adalah bahwa frekuensi sangat peka terhadap lingkungan
kelompok, keelektronegatifan atom atau kelompok di sekitarnya, atau terhadap
interaksi ikatan hidrogen. Keterlibatan salah satu atom dalam ikatan hidrogen
akan menyebabkan melemahnya kekuatan ikatan, dan dengan demikian
penurunan frekuensi mode peregangan kelompok kimia (Gbr. 1). Sensitivitas
metode ini tinggi, dan sesuai dengan perubahan panjang ikatan yang lebih kecil
dari 0,2 A ˚ (Deng dan Callender 1999; Barth 2007). Untuk gugus karbonil,
pembentukan ikatan hidrogen menginduksi pergeseran turun hingga 20 cm-1.
Pemeriksaan frekuensi mode regangan kelompok kimia, dan khususnya gugus
karbonil atau karboksilat dalam protein, mengungkapkan informasi tentang detail
struktural yang baik. Formasi atau gangguan interaksi ikatan hidrogen adalah
salah satunya.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor
dari bulan Januari hingga bulan Mei 2019

3.2 Alat dan Bahan


Peralatanyang digunakan pada penelitian ini yaitu, alat sentrifugasi
lateks, mesi ngiling duarol terbuka, pengaduk (agitator), cawan
aluminium, thermometer, desikator, neracaanalitik, Erlenmeyer asah, oven,
batang pengaduk, stop watch, peralatangelas, dan perlengkapan plastik.
Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu lateks karet alam, dan bahan-
bahan kimia yang digunakan adalah H2O2, NaClO, aseton teknis, surfaktan
emal, emulgen, ammonia, asamasetat.

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Persiapan LateksPekat
Lateks pekat diperoleh dengan cara memekatkan lateks kebun
dengan alat sentrifugasi. Sebelum dilakukan proses pemekatan, lateks
ditambahkan larutan ammonia sehingga kadar ammonia di dalam lateks
sebesar 0.7 %. Penambahan larutan ammonia ini dimaksudkan untuk
mengawetkan lateks dan sebagai bahan penstabil lateks. Lateks hasil
pemekatan dengan alat sentrifugasi tersebut kemudian diuji Kadar Karet
Kering dan stabilitasnya. Contoh lateks pekat ini kemudian digunakan
sebagai bahan baku untuk proses degradasi lateks karet alam dan sebagai
kontrol.

3.3.2 Penetapan Kadar KaretKering (KKK) (ASTM D-1076-02)


Lateks kebun sebanyak ±10 g (W1) dituangkan dalam cawan
aluminium, kemudian digumpalkan dengan asam asetat. Gumpalan lateks
yang dihasilkan digiling membentuk krep dengan ketebalan tidak lebih
dari 2 mm. Lembaran krep kemudian dikeringkan pada suhu 70°C. Krep
yng telah kering sempurna didinginkan dengan desikator, kemudian
ditimbang (W2). Kadar karet kering lateks kebun dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
𝑊1
%𝐾𝐾𝐾 = × 100%
𝑊2

Dimana, W1 = Bobot sampel


W2 = Bobot krep kering

3.3.3 Modifikasi Lateks Karet Alam


Degradasi lateks karet alam pada penelitian ini menggunakan
teknikdegradasi secara kimia melalui oksidasi lateks karet alam dalam
suhu ruangan dengan prosedur sebagai berikut: lateks pekat sebanyak 200
mL dimasukkan ke dalam gelas kimia 1 L, lalu ditambahkan surfaktan
emal dan emulgen masing-masing dengan dosis 2 phr, Hidrogen Peroksida
(H2O2) dan NatriumHipoklorit (NaClO)dengan dosis yang divariasikan (5
phrdan 7 phr). Contoh dalam gelas kimia tersebut diaduk dengan agitator
dengan putaran sebesar 200 rpm. Degradasi lateks karet alam dilakukan
dengan waktu reaksi selama 6 jam. Berikut adalah table variasi bahan
pendegradasi:

No Bahan Dosis (phr)


1 Tanpa Bahan Pendegrdasi (Blanko) -
2 H2O2 + NaClO 5
3 H2O2 + NaClO 7
4 NaClO 5
5 NaClO 7
6 H2O2 5
7 H2O2 7

3.3.5 UjiSpektroskopi FTIR (ASTM D1076-97)

Lateks hasil degradasi yang telah digmpalkan dengan aseton dibuat


lembaran tipis, kemudian dikeringkan dan ditimbang sebanyak 0,05 g dan
dipindahkan kedalam Erlenmeyer bertutup. Setelah itu ditambahkan
kloroform sebanyak 10 ml dan dibiarkan sampai lembaran tipis larut
dalam kloroform. Apabila telah larut, sampel kemudian dioleskan pada
plat KBr dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 90°C. Apabila olesan
pada plat kurang tebal dapat dioleskan kembali (olesan pada pelat jangan
terlalu tebal dan juga jangan terlalu tipis). Setelah itu sampel dianalisis
dengan menggunakan FTIR BIO RAD FTS 135.

3.3.6 Penetapan Nilai Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Index


(ISO 2930-1991 (E))
Contoh uji seberat 15-25 gram digiling dengan dilingan
Iaboratorium maksimum 3 kali gilingan, lalu lembaran karet tersebut
kemudian dilipat 2 dan dipotong dengan wallace punch sebanyak 6
potongan uji dengan urutan seperti gambar.

Gambar 7. Potongan uji

Potongan uji (1) digunakan untuk pengukuran plastisitas awal dan


potongan uji (2) digunakan untuk pengukuran plastisitas setelah
pengusangan. Letakkan potongan uji (2) diatas tatakan contoh dan
masukkan kedalam oven pada suhu 140°C ± 0,2°C selama tepat 30 menit.
Setelah dikeluarkan kemudian didinginkan sampai suhu kamar. Pada
pengukuran platisitas wallace, letakan potongan uji diantara 2 lembar
kertas sigaret yang berukuran 40 mm x 35 mm diatas piringan plastimeter,
kemudian tutup piringan plastimeter tersebut. Setelah ketukan pertama
piringan bawah akan bergerak keatas selama 15 detik dan menekan
piringan atas, dan setelah ketukan kedua berakhir dicatat sebagai nilai
pengukuran plastisitas. Angka yang dicatat adalah angka yang ditunjuk
oleh mikrometer/display pada waktu berhenti begerak.

𝑃𝑎 (𝑃30)
𝐏𝐥𝐚𝐬𝐭𝐢𝐜𝐢𝐭𝐲 𝐑𝐞𝐭𝐞𝐧𝐭𝐢𝐨𝐧 𝐈𝐧𝐝𝐞𝐱 = × 100
𝑃𝑜

Po = Plastisitas awal

Pa (P30) = Plastisitas setelah pengusangan selama 30 menit.


Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian

Persiapan alat dan bahan

Persiapan lateks pekat

Penetapan kadar karet kering


(KKK)

Modifikasi lateks karet alam

Uji spektroskopi FTIR

Penetapan nilai plastisitas awal


dan plastisitas retensi index
Lampiran 2. Diagram Alir Persiapan Lateks Pekat

Penambahan ammonia ke dalam


lateks kebun

Pemekatan lateks kebun


(sntrifugasi)

Lateks pekat (bahan baku untuk


proses degradasi)
Lampiran 3. Diagram Alir Penetaapan Kadar Karet Kering (KKK)

Timbang sebanyak ± 10 g lateks


(W1)

Digumpalkan dengan asam asetat


(CH3COOH)

Digiling hingga membentuk krep


(ketebalan max. 2 mm)

Dikeringkan pada suhu 70 0C

Didinginkan di dalam desikator

Ditimbang (W2) KKK


Lampiran 4. Diagram Alir Modifikasi Lateks Karet Alam

200 mL contoh dituangkan ke


dalam gelas kimia 1 L

Ditambakan surfaktan emal +


emulgen (2 phr)

Ditambahkan Hidrogen Peroksida


(H2O2) + NaClO) (5;7phr)

Diaduk dengan agitator dengan


putaran 200 rpm (6 jam)

Digumpalkan dengan aseton

Digiling hingga membentuk Dikeringkan T =


lembaran karet 70 0C
Lampiran 5. Diagram Alir Uji Spektroskopi FTIR

Lembaran karet ditimbang


sebanyak 0,05 g

Dipindahkan ke dalam Erlenmeyer


tertutup

Ditambahkan kloroform 10 mL
sampai larut

Sampel dioleskan kepada plat KBr


dan dikeringkan pada suhu 90 0C

Dianalisis dengan menggunakan


FTIR BIO RAD 135
Lampiran 6. Diagram Alir Penetapan Nilai Plastisitas Awal dan Plastisitas
Retensi Index

Contoh uji seberat 15-25 g digiling


(max: 3 kali)

Dilipat 2 dan dipotong (6


potongan)

Pengukuran plastisitas awal (1)


dan pengukuran plastisitas setelah
pengusanagan(2)

Diletkkan (2) pada tatakan contoh


dan di oven pada suhu 140 0C (30
menit)

Didinginkan dalam suhu kamar

Pengukuran plastisitas wallance

Anda mungkin juga menyukai