Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALINAN TERHADAP Ny.

G
G3P2A0 HAMIL 29 MINGGU DENGAN KETUBAN PECAH DINI
DI RUANG DELIMA RSUD Dr. H ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tindakan operasi merupakan salah satu jalan untuk menolong persalinan
sehingga tercapai well born baby dan well health mother. Kini tindakan operasi
sudah dapat di terima oleh masyarakat bahkan sering dijumpai permintaan
persalinan dengan operasi Sectio caesarea, dengan insisi dibagian awah dan
persalinan berikut dilakukan dengan tindakan yang sama serta diikuti sterilisasi
memakai teknik MA (Vasektomi Tuba) (Manuaba, 2007).

Caesarea adalah suatu pembedahan untuk melahirkan janin dengan sayatan pada
dinding perut dan dinding rahim (Manuaba, 2007). Ada beberapa penyebab yang
sering terjadi dan harus dilakukan caesar yaitu partus lama, partus tak maju,
panggul sempit dan janin terlalu besar, sehingga jalan satu satunya adalah caesar.
Jika tidak dilakukan caesar akan membahayakan nyawa ibu dan nyawa janin
(Wiknjosastro, 2007). Jumlah persalinan caesarea di rumah sakit Pemerintah
adalah sekitar 20-25% dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit Swasta
jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30- 80% dari total persalinan (Himapid,
2009).

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka


dinding perut dan dinding rahim. Ada tiga teknik Sectio caesarea, yaitu
transperitonealis, corporal (klasik), dan ekstraperitoneal. Sectio Caesar adalah
lahirnya janin, plasenta dan selaput ketuban melalui irisan yang dibuat pada
dinding perut dan rahim (Jurnal.unimus.ac.id, 2014).

Beberapa kerugian dari persalinan yang dijalani melalui bedah caesar, yaitu
adanya komplikasi lain yang dapat terjadi saat tindakan bedah caesar dengan
frekuensi di atas 11%, antara lain cedera kandung kemih, cedera rahim, cedera
pada pembuluh darah, cedera pada usus, dan infeksi yaitu infeksi pada
rahim/endometritis, alat-alat berkemih, usus, serta infeksi akibat luka operasi.
Pada operasi caesar yang direncanakan angka komplikasinya kurang lebih 4,2%
sedangkan untuk operasi caesar darurat (sectio caesar emergency) berangka
kurang lebih 19%. Setiap tindakan operasi caesar memiliki tingkat kesulitan
berbeda-beda. Pada operasi kasus persalinan macet dengan kedudukan kepala
janin pada akhir jalan lahir misalnya, sering terjadi cedera pada rahim bagian
bawah atau cedera pada kandung kemih (robek). Sedangkan pada kasus bekas
operasi sebelumnya dimana dapat ditemukan perlekatan organ dalam panggul
sering menyulitkan saat mengeluarkan bayi dan dapat pula menyebabkan cedera
pada kandung kemih dan usus (www.academia.edu /2014).

Berdasarkan uraian diatas penulis untuk melakukan laporan kasus dengan judul
“Asuhan Kebidanan Pada Ny G G3P2A0 Dengan Ketuban Pecah Dini Di Ruang
Delima Rsud Dr. H Abdul Moeloek Bandar Lampung.

1.2. Rumusan Masalah


“Bagaimanakah Asuhan Kebidanan Pada Ny G G3P2A0 Dengan Ketuban Pecah
Dini Di Ruang Delima Rsud Dr. H Abdul Moeloek Bandar Lampung.

1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif dengan
menggunakan pendekatan manajemen kebidanan pada Ny G G3P2A0 Dengan
Ketuban Pecah Dini Di Ruang Delima Rsud Dr. H Abdul Moeloek Bandar
Lampung.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Dapat melakukan pengkajian data subjektif pada Ny G G3P2A0 Dengan
Ketuban Pecah Dini Di Ruang Delima Rsud Dr. H Abdul Moeloek Bandar
Lampung.
2. Dapat melakukan pengkajian data objektiff pada Ny G G3P2A0 Dengan
Ketuban Pecah Dini Di Ruang Delima Rsud Dr. H Abdul Moeloek Bandar
Lampung.

3. Dapat melakukan analisa data pada Ny G G3P2A0 Dengan Ketuban Pecah


Dini Di Ruang Delima Rsud Dr. H Abdul Moeloek Bandar Lampung.
4. Dapat melakukan penatalaksanaan pada Ny G G3P2A0 Dengan Ketuban
Pecah Dini Di Ruang Delima Rsud Dr. H Abdul Moeloek Bandar
Lampung.
BAB II

TINJAUAN TIORI

2.1. Tinjauan Umum Tentang Sectio caesaria


2.1.1 Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2002).

Sectio caesare adalah lahirnya janin melalui insisi didinding abdomen (laparotomi)
dan dinding uterus (histerektomi) (Garry, 2005).

2.1.2 Macam-macam operasi Sectio caesarea (Garry, 2005)


a) Abdomen
1. Sectio caesarea Abdominalis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri).
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira 10 cm.
Kelebihan:
1) Mengeluarkan janin dengan cepat.
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan:
1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena
2) tidak ada reperitonealis yang baik.
3) Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptureuteri spontan.

b) SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah
rahim).
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen
bawah rahim (low servical transversal) kirakira 10 cm.
Kelebihan:
1. Penjahitan luka lebih mudah.
2. Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran
isi uterus ke rongga peritoneum.

4. Perdarahan tidak begitu banyak.


5. Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil.
Kekurangan :
1. Luka dapat melebar ke kiri, kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan
banyak.
2. Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi

c) Sectio caesarea ekstra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis


dengandemikian tidak membuka cavum abdominal.
Vagina (Sectio caesarea vaginalis) Menurut sayatan pada rahim, Sectio
caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Sayatan memanjang (longitudinal).
2. Sayatan melintang (transversal).
3. Sayatan huruf T (T insicion).

2.1.3 Indikasi
Menurut Winkjosastro (2006), Operasi Sectio caesarea dilakukan jika kelahiran
pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin,
dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal.
1) Fetal distress.
2) His lemah/melemah.

3) Janin dalam posisi sungsang atau melintang.


4) Bayi besar (BBL > 4,2 kg).
5) Plasenta previa.
6) Kelainan letak.
7) Disproporsi Cevalo-Pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan
panggul).
8) Rupture uteri mengancam.
9) Hydrocephalus.
10) Primi muda atau tua.
11) Partus dengan komplikasi.
12) Panggul sempit.
13) Problema plasenta
Kelemahan umum, partus tidak maju/partus lama, penyakit Jantung, Placenta Previa
dengan perdarahan hebat atau Placenta previa marginalis. Pintu vagina lemah,
tumor vagina tumor cervic. Kehamilan Serotinus (lebih dari 42 minggu) Distocia
karena kekurangan his Prolapsus Foniculli Wiknjosastro (2006)

2.1.4 Komplikasi
Menurut Wiknjosastro (2006), Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi
ini antara lain:
Pada ibu :
a) Infeksi puerperal (Nifas) :
1. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.

2. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi


3. dan perut sedikit kembung.
4. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik.
b) Perdarahan:
1. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
2. Perdarahan pada plasenta bed.
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemihbila
peritonealisasi terlalu tinggi.
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya karena jika
pernah mengalami pembedahan pada dinding rahim insisi yang dibuat
menciptakan garis kelemahan yang sangat beresikountuk rupture pada
persalinan berikutnya.
Pada bayi : hipoksia, depresi pernafasan, sindrom gawat pernafasan dan trauma
persalinan
a) Pemeriksaan Diagnostik (Wiknjosastro, 2006)
1. Elektroensefalogram ( EEG ) :
2. Dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
3. Pemindaian CT :
4. Menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
5. Magneti resonance imaging ( MRI ) :

6. Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetic dan


gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang
tidak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
7. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) :
8. Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.

2.1.5 Penatalaksanaan ibu bersalin dengan Sectio caesarea meliputi:


a) Manajemen post operatif
1. Pasien dibaringkan di dalam kamar pulih (kamar isolasi) dengan
pemantauan ketat tensi, nadi, nafas tiap 15 menit dalam 1 jam pertama,
kemudian 30 menit dalam 1 jam berikut dan selanjutnya.
2. Pasien tidur dengan muka ke samping dan yakinkan kepalanya agak
tengadah agar jalan nafas bebas.
3. Letakkan tangan yang tidak diinfus di samping badan agar cairan infus
dapat mengalir dengan lancar.
b) Mobilisasi/aktifitas
Pasien boleh menggerakkan kaki dan tangan serta tubuhnya sedikit 8 – 12
jam kemudian duduk, bila mampuh pada 24 jam setelah Sectio caesarea
pasien jalan, bahkan mandi sendiri pada hari kedua.
c) Perawatan luka
Perawatan luka pada ibu nifas post Sectio caesarea adalah merawat luka
dengan cara mengganti balutan atau penutup yang sudah kotor atau lama
dengan penutup luka atau pembalut luka yang baru. Tujuannya adalah untuk
mencegah terjadinya luka infeksi serta memberikan rasa aman dan nyaman
pada pasien.
d) Pemberian cairan
e) Penanganan nyeri
f) Kateter/eliminasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involasi uterus dan menyebabkan pendarahan oleh
karena itu dianjurkan pemasangan kateter seperti dower cateter/balon kateter
yang terpasang selama 24 sampai 48 jam, kecuali penderita dapat kencing
sendiri. Kateter dibuka 12 – 24 jam pasca pembedahan.Bila terdapat
hematuria maka pengangkatan dapat ditunda.
g) Berikan obat antibiotik dan analgetik (Wiknjosastro, 2006)

2.2. Tinjauan Umum Tentang Ketuban Pecah Dini (KPD)


2.2.1 Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan,
dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak ketuban
pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini. Ketuban
dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung
(Sarwono P, 2009).

2.2.2 Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum jelas, maka preventif tidak dapat
dilakukan kecuali dalam usaha penekanan infeksi. Menurut Sarwono P,. (2009),
penyebab ketuban pecah dini adalah :
1. Serviks inkompeten
2. Ketegangan rahim berlebihan
3. Polihidramnion
4. Gemeli
5. Kelainan letak janin dalam rahim
6. Riwayat KPD sebelumnya
7. Kelainan bawaan dari selaput ketuban
8. Infeksi vagina

2.2.3 Tanda dan Gejala


Kadang – kadang agak sulit atau meragukan kita apakah ketuban benar sudah
pecah atau belum apabila pembukaan kanalis servikalis belum ada atau kecil.
Cara menentukannya sebagai berikut :
1. Adanya cairan berisi mekonium, verniks caseosa, rambut lanugo
2. Adanya cairan ketuban dari vagina
3. Perubahan warna kertas lakmus dari merah menjadi biru
4. Cairan berbau khas, tidak seperti bau urin (Sarwono P,. 2009)

2.2.4 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dapat berlangsung sebagai berikut :

1. Ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi
sehingga dapat menyebabkan ketegangan rahim
2. Bila terjadi serviks inkompeten, maka selaput ketuban sangat lemah dan
mudah pecah dan mengeluarkan air ketuban
3. Infeksi yang menyebabkan terjadinya proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah
4. Kelainan bawaan selaput ketuban dimana selaput ketuban terlalu tipis
sehingga mudah pecah
Patofisiologi KPD menurut Wiknjosastro (2006) yaitu KPD terjadi karena adanya
kelainan pada amnion dan juga bisa pada selaput janin. Kelainan pada hidramnion
jumlahnya bisa mencapai 2000 cc atau lebih. Karena volume berlebihan maka
tekanan akan lebih besar. Hal ini akan lebih memudahkan selaput janin
mengalami kerusakan akibat dari selaput janin yang jelek.
2.2.5 Diagnosis
Tentukan pecahnya selaput ketuban. Ditentukan dengan adanya cairan ketuban
di vagina, jika tidak ada dapat dicoba dengan gerakan sedikit bagian terbawah
janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat
dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin test) merah menjadi biru, membantu
dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan, kelainan janin.
Tentukan usia kehamilan bila perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada

tidaknya infeksi, tanda- tanda infeksi bila suhu ibu 38o C, air ketuban yang
keruh dan berbau. Pemeriksaan air ketuban dengan tes LEA (leukosit estrase).
Leukosit darah > 15.000/mm3. Janin yang mengalami tekhikardi, mungkin
mengalami infeksi intrauterin.
Tentukan tanda-tanda inpartu. Tentukan adanya kontraksi yang teratur, periksa
dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan) antara
lain untuk menilai skor pelvik (Sarwono P,. 2009).

2.2.6 Komplikasi
Bagi janin
1. Prematuritas
2. Infeksi
3. Semakin lama periode laten, semakin lama kala satu persalinan, maka
semakin besar insiden infeksi
4. Prolaps tali pusat
5. Mortalitas perinatal

Bagi ibu
1. Partus lama
Adanya inkoordinasi kontraksi otot rahim akibat dari induksi persalinan dengan
oksitosis sehingga menyebabkan sulitnya kekuatan otot rahim untuk
meningkatkan pembukaan serviks
2. Perdarahan post partum
3. Atonia uteri
Bila pada saat ketuban percah serviks belum matang atau belum membuka,
maka akan memperlama proses persalinan dan menyebabkan kelelahan pada
ibu yang berakibat pada lemahnya kontraksi uterus
4. Infeksi nifas
Adanya infeksi intra partum akibat ketuban pecah lebih dari 6 jam.

2.2.7 Penatalaksanaan
a) Konservatif
1. Rawat di rumah sakit
2. Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau entromisin bila tak tahan
ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
3. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
basa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu.
5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.

7. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi intrauteri)


8. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitinm
dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4
kali.
b) Aktif
1. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprosto 25 µg - 50 µg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
2. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan
diakhiri.
 Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
 Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam (Sarwono
P,. 2009).

2.4. Tinjuan Teori Asuhan Kebidanan


2.4.1. Pengertian
Manajemen Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan
sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan
teori ilmiah. Penemuan–penemuan, keterampilan dalam rangka tahapan logis
untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien (Saminem, 2010).

2.4.2. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)


1. Data Subjektif
Data atau fakta yang merupakan informasi termasuk biodata, mencakup nama,
umur, tempat tinggal, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan serta keluhan-
keluhan yang diperoleh dari hasil wawancara langsung pada pasien
atau keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
2. Data Objektif
Data yang diperoleh dari pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi, serta pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium.
3. Asessment /Diagnosa
Merupakan keputusan yang ditegakkan dari hasil perumusan masalah yang
mencakup masalah dan prediksi terhadap kondisi tersebut. Penegakan
diagnose kebidanan dijadikan sebagai dasar tindakan dalam upaya
penanggulangan ancaman keselamatan pasien.
4. Planning / Perencanaan
Rencana kegiatan mencakup langkah-langkah yang akan dilakukan oleh bidan
dalam melakukan interfens iuntuk memecahkan masalah pasien/klien.
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini penulis akan membandingkan antara kasus yang diiteliti
dengan tinjauan teori yang ada. Teori yang disajikan dapat mendukung atau
bertentangan dengan kasus di lahan. Sehingga dari temuan tersebut, penulis dapat
mengetahui kelebihan dan kekurangan atau kesenjangan yang terjadi menggunakan
langkah-langkah manajemen kebidanan.
Dalam pembahasan ini penulis menggunakan pendekatan asuhan kebidanan
yang terdiri dari SOAP untuk menguraikan kesenjangan antara tiori dengan
temuan kasus.

4.1 Data Subjektif (S)


Menurut Sarwono P (2009) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban
sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum dimulainya
tanda persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim
disebut ketuban pecah dini. Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum
proses persalinan berlangsung

Pada pengkajian yang dilakukan pada Ny. G G3P2A0 ditemukan data subjektive
kelahiran ini merupakan kelahiran anaknya yang ketiga. Pada riwayat persalinan
menunjukkan bahwa pasien dilakukan tindakan persalinan secara Sectio Caesarea
dengan indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD).

Berdasarkan dari hasil asuhan kebidanan yang diberikan diketahui bahwa kasus
persalinan Ny. G G3P2A0 mengalami masalah KPD sehingga dilakukan tidakan Sectio
Caesarea dalam persalinannya. Berdasarkan hal tersebut persalinan Ny. G
G3P2A0 menunjukkan bahwa tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktik..
Menurut Kriebs (2008) bahwa pengkajian pada pasien dengan post Sectio
Cesarea akan ditemukan keluhan nyeri akibat insisi akibat terputusnya
kontinuitas jaringan akibat laparotomi pada dinding abdomen dan histerotomi
pada dinding uterus, maka aliran darah pada jaringan tersebut akan terhambat
dan menyebabkan nyeri, distensi kandung kemih, atau efek-efek anestesi

Pada Ny. G G3P2A0 saat dilakukan pengkajian mengatakan bahwa setelah


dilakukan operasi dan memasuki ruang perawatan, pasien mengeluh nyeri pada
luka post operasi Sectio caesarea. Pada pengkajian subjektif ditemukan masalah
utama yaitu pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi, hal ini sesuai dengan
pendapat. Dengan demikian tidak ditemukan adanya kesenjangan dengan teori
yang ada.

4.2 Data Objektif (O)


Disamping data subjektif ditemukan data objektif terdapat hasil pemeriksaan tanda
vital dimana tekanan darah pasien ........ mmHg, nadi...... x/menit, suhu ...... C
dan respirasi .......x/menit. Pemeriksaan fisik pada abdomen terdapat luka jahitan
post operasi, genitalia terpasang katater , TFU setinggi pusat, kontraksi uterus
baik, teraba keras dan bundar Lochia rubra (± 50 cc) , warna merah tua, dan
berbau amis.

Berdasarkan perbandingan data objektif antara teori dengan temuan pada kasus
menunjukkan adanya keterkaitan data mayor, sehingga disimpukan tidak ada
kesenjangan antara teori dengan kasus.

4.3 Assesment (A)


Interpretasi data terdiri dari penentuan diagnosa, menentukan masalah, dan
kebutuhan pada ibu bersalin dengan SC indikasi KPD. Interpretasi data terdiri
dari diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup
praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan yang
dikemukakan dari hasil pengkajian.
Pada kasus Ny. S diganosa aktual yang terindentifikasi adalah nyeri luka pada
bekas operasi dan diagnosa potensial yang muncul antara lain potensi terjadinya
infeksi pada luka post operasi Sectio caesarea. Diagnosa ini sesuai dengan apa
yang diterangkan dalam Kriebs (2008) bahwa beberapa masalah yang muncul
pada pasien post Sectio caesarea antara lain nyeri akut, resiko infeksi, menyusui
tidak efektif, kekurangan volume cairan, defisit perwatan diri, resiko konstipasi,
mobilitas inadekuat dan kurang pengetahuan. Jadi pada langkah ini tidak terdapat
kesenjangan antara teori dengan kasus.

4.4 Penatalaksaan
Menurut Winkjosastro (2007), perencanaan pada ibu bersalin post sectio cesarea
antara lain :
a) Manajemen post operatif
1. Pasien dibaringkan di dalam kamar pulih (kamar isolasi) dengan
pemantauan ketat tensi, nadi, nafas tiap 15 menit dalam 1 jam pertama,
kemudian 30 menit dalam 1 jam berikut dan selanjutnya.
2. Pasien tidur dengan muka ke samping dan yakinkan kepalanya agak
tengadah agar jalan nafas bebas.
3. Letakkan tangan yang tidak diinfus di samping badan agar cairan infus
dapat mengalir dengan lancar.
b) Mobilisasi/aktifitas
Pasien boleh menggerakkan kaki dan tangan serta tubuhnya sedikit 8 – 12
jam kemudian duduk, bila mampuh pada 24 jam setelah Sectio caesarea
pasien jalan, bahkan mandi sendiri pada hari kedua.
c) Perawatan luka
Perawatan luka pada ibu nifas post Sectio caesarea adalah merawat luka
dengan cara mengganti balutan atau penutup yang sudah kotor atau lama
dengan penutup luka atau pembalut luka yang baru. Tujuannya adalah untuk
mencegah terjadinya luka infeksi serta memberikan rasa aman dan nyaman
pada pasien.
d) Pemberian cairan
e) Penanganan nyeri
f) Kateter/eliminasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involasi uterus dan menyebabkan pendarahan oleh
karena itu dianjurkan pemasangan kateter seperti dower cateter/balon kateter
yang terpasang selama 24 sampai 48 jam, kecuali penderita dapat kencing
sendiri. Kateter dibuka 12 – 24 jam pasca pembedahan.Bila terdapat
hematuria maka pengangkatan dapat ditunda.
g) Berikan obat antibiotik dan analgetik (Wiknjosastro, 2006)

Pada kasus Ny. S G3P2A0 dengan post sectio cesarea perencanaan yang dilakukan
antara lain :
1. Mengobservasi TTV, TFU, Kontraksi uterus dan pengeluaran lochia dan

memberitahu ibu tentang kondisi ibu saat ini

Ibu mengerti kondisinya saat ini

2. Mengkaji tingkat nyeri yang dirasakan ibu

Nyeri tingkat sedang

3. Menganjurkan ibu teknik mengurangi rasa nyeri dengan teknik nafas dalam

Ibu mendemonstrasikan nafas dalam selama periode nyeri

4. Memotivasi ibu untuk bedrest selama 24 jam pertama sesuai indikasi dan

mobilisasi bertahap yaitu dengan miring kanan dan kiri setelah 8-12 jam post

operasi SC dan boleh mulai duduk setelah 24 jam dan berjalan secara

bertahap

Ibu mengerti dan akan melakukannya

5. Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan alat kelamin (personal hygine)

dengan cara mengganti pembalut setiap kali BAB/BAK atau jika terasa penuh
dan selesai mandi, membersihkan vulva setiap kali selesai BAK/BAB dengan

cara menyiram dari depan kebelakang.

Ibu mengerti dan akan melakukannya

Berdasarkan penatalaksanaan yang dilakukan pada Ny. S G3P2A0 dengan post


sectio cesarea menunjukkan bahwa penalaksanaan asuhan kebidanan mengacu
pada penatalaksanaan yang direkomendasikan dalam tiori sehingga disimpulkan
pada langkah ini tidak terdapat kesenjangan.
BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan “Auhan Kebidanan Pada Ny Ny. S G3P2A0 Post OP Sectio
Caesarea Indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) Di RSUD Dr.H Abdul Moeloek,
maka penulis dapat menyimpulkan tidak ditemukan antara kesenjangan antar teori
dengan kasus tersebut dengan hasil sebagai berikut:
1. Pada data subjektif pada Ny. S G3P2A0 persalinan dilakukan tindakan
persalinan secara Sectio caesarea dengan indikasi Ketuban Pecah Dini
(KPD) dan pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi, pemenuhan
kebutuhan belum aktif.
2. Data objektif ditemukan tanda vital : tekanan darah pasien ..... mmHg, nadi
..... x/menit, suhu .......C dan respirasi .....x/menit, abdomen terdapat luka
jahitan post operasi, genitalia terpasang katater , TFU setinggi pusat,
kontraksi uterus baik, teraba keras dan bundar Lochia rubra (± .....cc) ,
warna merah tua, dan berbau amis.
3. Pada kasus Ny. S diganosa aktual yang terindentifikasi adalah nyeri luka
pada bekas operasi dan diagnosa potensial yang muncul antara lain potensi
terjadinya infeksi pada luka post operasi Sectio caesarea.

4. Dalam menyusun suatu rencana asuhan kebidanan pada kasus Ny. S dengan
post operasi Sectio caesarea dilakukan tindakan secara komprehensif untuk
mengatasi masalah aktuan dan potensial dengan tetap mengacu pada tiori ,
yaitu observasi : TTV, TFU, kontraksi uterus, dan pengeluaran lochia, kaji
tingkat nyeri, ajarkan pasien teknik relaksasi, perawatan lukan, mobilisasi,
personal hygiene, breast care, diet gizi seimbang, pemberian ASI Ekslusif ,
tanda-tanda bahaya pada masa nifas, promosi KB, perawatan kateter dan
terapi infuse dan memberikan terapi sesuai program: injeksi Ketorolac 1
ampul/iv dan Cefotaxime 1gr/iv.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, dkk. 2009. Neonatus Dan Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha

Bagian Bina Kesmas Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar Drew,
David dan Philip Jevon, Maregaret Raby; alih bahasa,Dian Ramadhani.
(2009).editor edisi bahasa Indonesia, Sari Isnaeni. – Jakarta : EGC

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan, Aspiksia Neonatorum Tahun 2009 – 2011.

Haider dan Bhutta, (2006) Birth Asphyxia in Developing Countries: Current


Status and Public Health Implications. Department of Paediatrics and
Child Health, The Aga Khan University, Karachi, Pakistan. Curr Probl
Pediatr Adolesc Health Care 2006;36:178-188

Hellen Varney (2007), Varvey Midwifery. Jakarta: EGC

Manuaba, Ida Bagus Gede (2010).Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan


KB.Jakarta : EGC

Manuaba. 2005. Gawat Darurat Obstetri-Genekologi dan Obstetri – Genekologi

Prawirohardjo, Sarwono.(2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka

Prawirohardjo, Sarwono. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT bina Pustaka

Saminem.(2010). Dokumentasi Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC

Sulistyawati Ari dan Esti Nugraheni. (2010) . Asuhan Kebidanan Pada


Ibu Bersalin.Jakarta: Salemba Medika

Wiknjosastro. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP.

Anda mungkin juga menyukai