Makalah Laporan
Makalah Laporan
G
G3P2A0 HAMIL 29 MINGGU DENGAN KETUBAN PECAH DINI
DI RUANG DELIMA RSUD Dr. H ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
BAB I
PENDAHULUAN
Caesarea adalah suatu pembedahan untuk melahirkan janin dengan sayatan pada
dinding perut dan dinding rahim (Manuaba, 2007). Ada beberapa penyebab yang
sering terjadi dan harus dilakukan caesar yaitu partus lama, partus tak maju,
panggul sempit dan janin terlalu besar, sehingga jalan satu satunya adalah caesar.
Jika tidak dilakukan caesar akan membahayakan nyawa ibu dan nyawa janin
(Wiknjosastro, 2007). Jumlah persalinan caesarea di rumah sakit Pemerintah
adalah sekitar 20-25% dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit Swasta
jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30- 80% dari total persalinan (Himapid,
2009).
Beberapa kerugian dari persalinan yang dijalani melalui bedah caesar, yaitu
adanya komplikasi lain yang dapat terjadi saat tindakan bedah caesar dengan
frekuensi di atas 11%, antara lain cedera kandung kemih, cedera rahim, cedera
pada pembuluh darah, cedera pada usus, dan infeksi yaitu infeksi pada
rahim/endometritis, alat-alat berkemih, usus, serta infeksi akibat luka operasi.
Pada operasi caesar yang direncanakan angka komplikasinya kurang lebih 4,2%
sedangkan untuk operasi caesar darurat (sectio caesar emergency) berangka
kurang lebih 19%. Setiap tindakan operasi caesar memiliki tingkat kesulitan
berbeda-beda. Pada operasi kasus persalinan macet dengan kedudukan kepala
janin pada akhir jalan lahir misalnya, sering terjadi cedera pada rahim bagian
bawah atau cedera pada kandung kemih (robek). Sedangkan pada kasus bekas
operasi sebelumnya dimana dapat ditemukan perlekatan organ dalam panggul
sering menyulitkan saat mengeluarkan bayi dan dapat pula menyebabkan cedera
pada kandung kemih dan usus (www.academia.edu /2014).
Berdasarkan uraian diatas penulis untuk melakukan laporan kasus dengan judul
“Asuhan Kebidanan Pada Ny G G3P2A0 Dengan Ketuban Pecah Dini Di Ruang
Delima Rsud Dr. H Abdul Moeloek Bandar Lampung.
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif dengan
menggunakan pendekatan manajemen kebidanan pada Ny G G3P2A0 Dengan
Ketuban Pecah Dini Di Ruang Delima Rsud Dr. H Abdul Moeloek Bandar
Lampung.
TINJAUAN TIORI
Sectio caesare adalah lahirnya janin melalui insisi didinding abdomen (laparotomi)
dan dinding uterus (histerektomi) (Garry, 2005).
b) SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah
rahim).
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen
bawah rahim (low servical transversal) kirakira 10 cm.
Kelebihan:
1. Penjahitan luka lebih mudah.
2. Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran
isi uterus ke rongga peritoneum.
2.1.3 Indikasi
Menurut Winkjosastro (2006), Operasi Sectio caesarea dilakukan jika kelahiran
pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin,
dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal.
1) Fetal distress.
2) His lemah/melemah.
2.1.4 Komplikasi
Menurut Wiknjosastro (2006), Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi
ini antara lain:
Pada ibu :
a) Infeksi puerperal (Nifas) :
1. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
2.2.2 Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum jelas, maka preventif tidak dapat
dilakukan kecuali dalam usaha penekanan infeksi. Menurut Sarwono P,. (2009),
penyebab ketuban pecah dini adalah :
1. Serviks inkompeten
2. Ketegangan rahim berlebihan
3. Polihidramnion
4. Gemeli
5. Kelainan letak janin dalam rahim
6. Riwayat KPD sebelumnya
7. Kelainan bawaan dari selaput ketuban
8. Infeksi vagina
2.2.4 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dapat berlangsung sebagai berikut :
1. Ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi
sehingga dapat menyebabkan ketegangan rahim
2. Bila terjadi serviks inkompeten, maka selaput ketuban sangat lemah dan
mudah pecah dan mengeluarkan air ketuban
3. Infeksi yang menyebabkan terjadinya proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah
4. Kelainan bawaan selaput ketuban dimana selaput ketuban terlalu tipis
sehingga mudah pecah
Patofisiologi KPD menurut Wiknjosastro (2006) yaitu KPD terjadi karena adanya
kelainan pada amnion dan juga bisa pada selaput janin. Kelainan pada hidramnion
jumlahnya bisa mencapai 2000 cc atau lebih. Karena volume berlebihan maka
tekanan akan lebih besar. Hal ini akan lebih memudahkan selaput janin
mengalami kerusakan akibat dari selaput janin yang jelek.
2.2.5 Diagnosis
Tentukan pecahnya selaput ketuban. Ditentukan dengan adanya cairan ketuban
di vagina, jika tidak ada dapat dicoba dengan gerakan sedikit bagian terbawah
janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat
dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin test) merah menjadi biru, membantu
dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan, kelainan janin.
Tentukan usia kehamilan bila perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada
tidaknya infeksi, tanda- tanda infeksi bila suhu ibu 38o C, air ketuban yang
keruh dan berbau. Pemeriksaan air ketuban dengan tes LEA (leukosit estrase).
Leukosit darah > 15.000/mm3. Janin yang mengalami tekhikardi, mungkin
mengalami infeksi intrauterin.
Tentukan tanda-tanda inpartu. Tentukan adanya kontraksi yang teratur, periksa
dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan) antara
lain untuk menilai skor pelvik (Sarwono P,. 2009).
2.2.6 Komplikasi
Bagi janin
1. Prematuritas
2. Infeksi
3. Semakin lama periode laten, semakin lama kala satu persalinan, maka
semakin besar insiden infeksi
4. Prolaps tali pusat
5. Mortalitas perinatal
Bagi ibu
1. Partus lama
Adanya inkoordinasi kontraksi otot rahim akibat dari induksi persalinan dengan
oksitosis sehingga menyebabkan sulitnya kekuatan otot rahim untuk
meningkatkan pembukaan serviks
2. Perdarahan post partum
3. Atonia uteri
Bila pada saat ketuban percah serviks belum matang atau belum membuka,
maka akan memperlama proses persalinan dan menyebabkan kelelahan pada
ibu yang berakibat pada lemahnya kontraksi uterus
4. Infeksi nifas
Adanya infeksi intra partum akibat ketuban pecah lebih dari 6 jam.
2.2.7 Penatalaksanaan
a) Konservatif
1. Rawat di rumah sakit
2. Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau entromisin bila tak tahan
ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
3. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
basa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu.
5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.
PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini penulis akan membandingkan antara kasus yang diiteliti
dengan tinjauan teori yang ada. Teori yang disajikan dapat mendukung atau
bertentangan dengan kasus di lahan. Sehingga dari temuan tersebut, penulis dapat
mengetahui kelebihan dan kekurangan atau kesenjangan yang terjadi menggunakan
langkah-langkah manajemen kebidanan.
Dalam pembahasan ini penulis menggunakan pendekatan asuhan kebidanan
yang terdiri dari SOAP untuk menguraikan kesenjangan antara tiori dengan
temuan kasus.
Pada pengkajian yang dilakukan pada Ny. G G3P2A0 ditemukan data subjektive
kelahiran ini merupakan kelahiran anaknya yang ketiga. Pada riwayat persalinan
menunjukkan bahwa pasien dilakukan tindakan persalinan secara Sectio Caesarea
dengan indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD).
Berdasarkan dari hasil asuhan kebidanan yang diberikan diketahui bahwa kasus
persalinan Ny. G G3P2A0 mengalami masalah KPD sehingga dilakukan tidakan Sectio
Caesarea dalam persalinannya. Berdasarkan hal tersebut persalinan Ny. G
G3P2A0 menunjukkan bahwa tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktik..
Menurut Kriebs (2008) bahwa pengkajian pada pasien dengan post Sectio
Cesarea akan ditemukan keluhan nyeri akibat insisi akibat terputusnya
kontinuitas jaringan akibat laparotomi pada dinding abdomen dan histerotomi
pada dinding uterus, maka aliran darah pada jaringan tersebut akan terhambat
dan menyebabkan nyeri, distensi kandung kemih, atau efek-efek anestesi
Berdasarkan perbandingan data objektif antara teori dengan temuan pada kasus
menunjukkan adanya keterkaitan data mayor, sehingga disimpukan tidak ada
kesenjangan antara teori dengan kasus.
4.4 Penatalaksaan
Menurut Winkjosastro (2007), perencanaan pada ibu bersalin post sectio cesarea
antara lain :
a) Manajemen post operatif
1. Pasien dibaringkan di dalam kamar pulih (kamar isolasi) dengan
pemantauan ketat tensi, nadi, nafas tiap 15 menit dalam 1 jam pertama,
kemudian 30 menit dalam 1 jam berikut dan selanjutnya.
2. Pasien tidur dengan muka ke samping dan yakinkan kepalanya agak
tengadah agar jalan nafas bebas.
3. Letakkan tangan yang tidak diinfus di samping badan agar cairan infus
dapat mengalir dengan lancar.
b) Mobilisasi/aktifitas
Pasien boleh menggerakkan kaki dan tangan serta tubuhnya sedikit 8 – 12
jam kemudian duduk, bila mampuh pada 24 jam setelah Sectio caesarea
pasien jalan, bahkan mandi sendiri pada hari kedua.
c) Perawatan luka
Perawatan luka pada ibu nifas post Sectio caesarea adalah merawat luka
dengan cara mengganti balutan atau penutup yang sudah kotor atau lama
dengan penutup luka atau pembalut luka yang baru. Tujuannya adalah untuk
mencegah terjadinya luka infeksi serta memberikan rasa aman dan nyaman
pada pasien.
d) Pemberian cairan
e) Penanganan nyeri
f) Kateter/eliminasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involasi uterus dan menyebabkan pendarahan oleh
karena itu dianjurkan pemasangan kateter seperti dower cateter/balon kateter
yang terpasang selama 24 sampai 48 jam, kecuali penderita dapat kencing
sendiri. Kateter dibuka 12 – 24 jam pasca pembedahan.Bila terdapat
hematuria maka pengangkatan dapat ditunda.
g) Berikan obat antibiotik dan analgetik (Wiknjosastro, 2006)
Pada kasus Ny. S G3P2A0 dengan post sectio cesarea perencanaan yang dilakukan
antara lain :
1. Mengobservasi TTV, TFU, Kontraksi uterus dan pengeluaran lochia dan
3. Menganjurkan ibu teknik mengurangi rasa nyeri dengan teknik nafas dalam
4. Memotivasi ibu untuk bedrest selama 24 jam pertama sesuai indikasi dan
mobilisasi bertahap yaitu dengan miring kanan dan kiri setelah 8-12 jam post
operasi SC dan boleh mulai duduk setelah 24 jam dan berjalan secara
bertahap
dengan cara mengganti pembalut setiap kali BAB/BAK atau jika terasa penuh
dan selesai mandi, membersihkan vulva setiap kali selesai BAK/BAB dengan
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan “Auhan Kebidanan Pada Ny Ny. S G3P2A0 Post OP Sectio
Caesarea Indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) Di RSUD Dr.H Abdul Moeloek,
maka penulis dapat menyimpulkan tidak ditemukan antara kesenjangan antar teori
dengan kasus tersebut dengan hasil sebagai berikut:
1. Pada data subjektif pada Ny. S G3P2A0 persalinan dilakukan tindakan
persalinan secara Sectio caesarea dengan indikasi Ketuban Pecah Dini
(KPD) dan pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi, pemenuhan
kebutuhan belum aktif.
2. Data objektif ditemukan tanda vital : tekanan darah pasien ..... mmHg, nadi
..... x/menit, suhu .......C dan respirasi .....x/menit, abdomen terdapat luka
jahitan post operasi, genitalia terpasang katater , TFU setinggi pusat,
kontraksi uterus baik, teraba keras dan bundar Lochia rubra (± .....cc) ,
warna merah tua, dan berbau amis.
3. Pada kasus Ny. S diganosa aktual yang terindentifikasi adalah nyeri luka
pada bekas operasi dan diagnosa potensial yang muncul antara lain potensi
terjadinya infeksi pada luka post operasi Sectio caesarea.
4. Dalam menyusun suatu rencana asuhan kebidanan pada kasus Ny. S dengan
post operasi Sectio caesarea dilakukan tindakan secara komprehensif untuk
mengatasi masalah aktuan dan potensial dengan tetap mengacu pada tiori ,
yaitu observasi : TTV, TFU, kontraksi uterus, dan pengeluaran lochia, kaji
tingkat nyeri, ajarkan pasien teknik relaksasi, perawatan lukan, mobilisasi,
personal hygiene, breast care, diet gizi seimbang, pemberian ASI Ekslusif ,
tanda-tanda bahaya pada masa nifas, promosi KB, perawatan kateter dan
terapi infuse dan memberikan terapi sesuai program: injeksi Ketorolac 1
ampul/iv dan Cefotaxime 1gr/iv.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, dkk. 2009. Neonatus Dan Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha
Bagian Bina Kesmas Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar Drew,
David dan Philip Jevon, Maregaret Raby; alih bahasa,Dian Ramadhani.
(2009).editor edisi bahasa Indonesia, Sari Isnaeni. – Jakarta : EGC