Anda di halaman 1dari 26

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator yang peka terhadap

kualitas dan aksesibilitas fasilitas pelayanan kesehatan.Berdasarkan hasil Survei


Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, angka kematian ibu dari 359 per 100.000
kelahiran hidup mengalami penurunan menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup
(Dinkes RI, 2015).

Pre Eklamsia menurut gejala klinisnya dibagi menjadi Pre Eklamsia


Ringan(PER) dan Pre Eklamsia Berat (PEB).Pre Eklamsia Berat (PEB)
merupakanPre Eklampsia dengan tekanan darah sistolik >160 mmHg dan tekanan
darah diastolik >110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24jam (Prawirohardjo,
2013).Pre Eklamsia Berat (PEB) yangtidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan
eklamsia, sehingga memerlukan penanganan dengan tindakan kegawatdaruratan obstetrik.
Seorang bidan berperan dalam melakukan deteksi dini serta memberikan asuhan pada ibu
bersalin dengan Pre Eklamsia Berat sesuai kebutuhan dengan melakukan kolaborasi
dengan dr.SpOG untuk pemberian anti kejang/anti kovulsan untuk mencegah kejang
MgSO4 4 gram secara IV, anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah 10-20 mg per
oral (Nugroho, 2012), memantau tekanan darah dan protein urine, kehamilan diakhiri
(terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil (Prawirohardjo, 2013).

Tindakan operasi merupakan salah satu jalan untuk menolong persalinan


sehingga tercapai well born baby dan well health mother. Kini tindakan operasi
sudah dapat di terima oleh masyarakat bahkan sering dijumpai permintaan
persalinan dengan operasi Sectio caesarea, dengan insisi dibagian awah dan
persalinan berikut dilakukan dengan tindakan yang sama serta diikuti sterilisasi
memakai teknik MA (Vasektomi Tuba) (Manuaba, 2007).

Caesarea adalah suatu pembedahan untuk melahirkan janin dengan sayatan pada
dinding perut dan dinding rahim (Manuaba, 2007). Ada beberapa penyebab yang
sering terjadi dan harus dilakukan caesar yaitu partus lama, partus tak maju,
panggul sempit dan janin terlalu besar, sehingga jalan satu satunya adalah caesar.
Jika tidak dilakukan caesar akan membahayakan nyawa ibu dan nyawa janin
(Wiknjosastro, 2007). Jumlah persalinan caesarea di rumah sakit Pemerintah
adalah sekitar 20-25% dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit Swasta
jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30- 80% dari total persalinan (Himapid,
2009).

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka


dinding perut dan dinding rahim. Ada tiga teknik Sectio caesarea, yaitu
transperitonealis, corporal (klasik), dan ekstraperitoneal. Sectio Caesar adalah
lahirnya janin, plasenta dan selaput ketuban melalui irisan yang dibuat pada
dinding perut dan rahim (Jurnal.unimus.ac.id, 2014).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif dengan
menggunakan pendekatan manajemen kebidanan pada Ibu Nifas Terhadap Ny
H P1A0 Dengan Sectio Cecarea dengan Indikasi Pre Eklamsi Berat RSIA
Restu Bunda
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Dapat melakukan pengkajian data subjektif pada Ibu Nifas Terhadap Ny
H P1A0 Dengan Sectio Cecarea dengan Indikasi Pre Eklamsi Berat
RSIA Restu Bunda
2. Dapat melakukan pengkajian data objektif pada Ibu Nifas Terhadap
Ny H P1A0 Dengan Sectio Cecarea dengan Indikasi Pre Eklamsi
Berat RSIA Restu Bunda
3. Dapat melakukan analisa data pada Ibu Nifas Terhadap Ny H P1A0
Dengan Sectio Cecarea dengan Indikasi Pre Eklamsi Berat RSIA
Restu Bunda
4. Dapat melakukan penatalaksanaan pada Ibu Nifas Terhadap Ny H
P1A0 Dengan Sectio Cecarea dengan Indikasi Pre Eklamsi Berat
RSIA Restu Bunda
1.3 Manfaat
1.3.1. Bagi penulis
Mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari perkuliahan dan pengalaman
nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan post section
cecaria dengan indikasi pre eklamsi berat
1.3.2. Bagi profesi
Sebagai tambahan informasi kepada bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanan
ibu nifas dengan post section cecaria dengan indikasi pre eklamsi berat
1.3.3. Bagi instansi dan institusi
1. Rumah Sakit
Sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan program pelayanan
kebidanan khususnya tentang pemberian asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan
post section cecaria dengan indikasi pre eklamsi berat
2. Pendidikan
Dapat menjadi referensi dan bahan bacaan di perpustakaan khususnya tentang
asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan post section cecaria dengan indikasi pre
eklamsi berat
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Tinjauan Umum Tentang Sectio caesaria
2.1.1 Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2002).

Sectio caesare adalah lahirnya janin melalui insisi didinding abdomen (laparotomi)
dan dinding uterus (histerektomi) (Garry, 2005).

2.1.2 Macam-macam operasi Sectio caesarea (Garry, 2005)


a) Abdomen
1. Sectio caesarea Abdominalis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri).
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira 10 cm.
Kelebihan:
1) Mengeluarkan janin dengan cepat.
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan:
1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena
2) tidak ada reperitonealis yang baik.
3) Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptureuteri spontan.

b) SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah
rahim).
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen
bawah rahim (low servical transversal) kirakira 10 cm.
Kelebihan:
1. Penjahitan luka lebih mudah.
2. Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran
isi uterus ke rongga peritoneum.

4. Perdarahan tidak begitu banyak.


5. Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil.
Kekurangan :
1. Luka dapat melebar ke kiri, kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan
banyak.
2. Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi

c) Sectio caesarea ekstra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis


dengandemikian tidak membuka cavum abdominal.
Vagina (Sectio caesarea vaginalis) Menurut sayatan pada rahim, Sectio
caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Sayatan memanjang (longitudinal).
2. Sayatan melintang (transversal).
3. Sayatan huruf T (T insicion).

2.1.3 Indikasi
Menurut Winkjosastro (2006), Operasi Sectio caesarea dilakukan jika kelahiran
pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin,
dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal.
1) Fetal distress.
2) His lemah/melemah.

3) Janin dalam posisi sungsang atau melintang.


4) Bayi besar (BBL > 4,2 kg).
5) Plasenta previa.
6) Kelainan letak.
7) Disproporsi Cevalo-Pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan
panggul).
8) Rupture uteri mengancam.
9) Hydrocephalus.
10) Primi muda atau tua.
11) Partus dengan komplikasi.
12) Panggul sempit.
13) Problema plasenta
Kelemahan umum, partus tidak maju/partus lama, penyakit Jantung, Placenta Previa
dengan perdarahan hebat atau Placenta previa marginalis. Pintu vagina lemah,
tumor vagina tumor cervic. Kehamilan Serotinus (lebih dari 42 minggu) Distocia
karena kekurangan his Prolapsus Foniculli Wiknjosastro (2006)

2.1.4 Komplikasi
Menurut Wiknjosastro (2006), Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi
ini antara lain:
Pada ibu :
a) Infeksi puerperal (Nifas) :
1. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.

2. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung.
3. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik.
b) Perdarahan:
1. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
2. Perdarahan pada plasenta bed.
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemihbila
peritonealisasi terlalu tinggi.
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya karena jika
pernah mengalami pembedahan pada dinding rahim insisi yang dibuat
menciptakan garis kelemahan yang sangat beresikountuk rupture pada
persalinan berikutnya.
Pada bayi : hipoksia, depresi pernafasan, sindrom gawat pernafasan dan trauma
persalinan
a) Pemeriksaan Diagnostik (Wiknjosastro, 2006)
1. Elektroensefalogram ( EEG ) :
2. Dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
3. Pemindaian CT :
4. Menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
5. Magneti resonance imaging ( MRI ) :

6. Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetic dan


gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang
tidak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
7. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) :
8. Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.

2.1.5 Penatalaksanaan ibu bersalin dengan Sectio caesarea meliputi:


a) Manajemen post operatif
1. Pasien dibaringkan di dalam kamar pulih (kamar isolasi) dengan
pemantauan ketat tensi, nadi, nafas tiap 15 menit dalam 1 jam pertama,
kemudian 30 menit dalam 1 jam berikut dan selanjutnya.
2. Pasien tidur dengan muka ke samping dan yakinkan kepalanya agak
tengadah agar jalan nafas bebas.
3. Letakkan tangan yang tidak diinfus di samping badan agar cairan infus
dapat mengalir dengan lancar.
b) Mobilisasi/aktifitas
Pasien boleh menggerakkan kaki dan tangan serta tubuhnya sedikit 8 – 12
jam kemudian duduk, bila mampuh pada 24 jam setelah Sectio caesarea
pasien jalan, bahkan mandi sendiri pada hari kedua.
c) Perawatan luka
Perawatan luka pada ibu nifas post Sectio caesarea adalah merawat luka
dengan cara mengganti balutan atau penutup yang sudah kotor atau lama
dengan penutup luka atau pembalut luka yang baru. Tujuannya adalah untuk
mencegah terjadinya luka infeksi serta memberikan rasa aman dan nyaman
pada pasien.
d) Pemberian cairan
e) Penanganan nyeri
f) Kateter/eliminasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involasi uterus dan menyebabkan pendarahan oleh
karena itu dianjurkan pemasangan kateter seperti dower cateter/balon kateter
yang terpasang selama 24 sampai 48 jam, kecuali penderita dapat kencing
sendiri. Kateter dibuka 12 – 24 jam pasca pembedahan.Bila terdapat
hematuria maka pengangkatan dapat ditunda.
g) Berikan obat antibiotik dan analgetik (Wiknjosastro, 2006)

2.1. Pre Eklamsia


2.2.1. Pengertian
1) Pre Eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan
edema yang timbul karena kehamilan. (Rukiyah dan Yulianti, 2010).
2) Pre Eklampsia dapat dideskripsikan sebagai kondisi yang tidak dapat
diprediksi dan progresif serta berpotensi mengakibatkan disfungsi dan gagal
multi-organ yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan berdampak negative
pada lingkungan janin (Boyle, 2007).
3) Pre Eklampsia merupakan gangguan hipertensi yang paling sering terjadi
pada kehamilan. (Billington dan Stevenson, 2010).

2.2.2. Klasifikasi Pre Eklampsia


Kemenkes RI (2013), mengklasifikasikan pre eklampsia menjadi dua yaitu :
1) Pre Eklampsia Ringan
Pre Eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi >140/90 mmHg pada usia
kehamilan > 20 minggu, proteinuria menunjukkan +1 atau pemeriksaan
kuantitatif menunjukkan hasil 300mg/24 jam. Gejala klinis pre eklampsia
ringan meliputi : kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastole
15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20
minggu atau lebih dari sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastole
90 mmHg sampai kurang 110 mmHg, edema pada wajah atau tangan.
2) Pre Eklampsia Berat (PEB)
Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria > +2,
atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil > 300 mg/24 jam,
dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.Gejala klinis pre eklampsia
berat meliputi tekanan darah sistolik >160 mmHg tekanan darah diastolik
>110 mmHg, trombositopenia (100.000 sel/uL), oliguria < 500ml/24 jam,
nyeri abdomen kuadran kanan atas, sakit kepala, skotoma penglihatan,
perdarahan retina, odem pulmonum.

2.2.3. Etiologi
Rukiyah dan Yulianti (2010), menyatakan penyebab pre eklampsia saat ini tak
bisa diketahui dengan pasti, walaupun penelitian yang dilakukan terhadap
penyakit ini sudah sedemikian maju.Semuanya baru didasarkan pada teori yang
dihubung-hubungkan dengan kejadian, itulah sebab pre eklampsia disebut juga
“Disease of theory”, gangguan kesehatan yang berasumsi pada teori. Adapun
teori-teori tersebut antara lain :

1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan


2. Pada pre eklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga terjadi penurunan prosuksi prostasiklin (PGI 2) yang
pada kehamilan normal meningkat, aktivitas penggumpalan dan
fibrinolisis, yang kemudian akan diganti thrombin dan plasmin.
3. Peran Faktor Imunologis
4. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen
pada Pre Eklampsi.
5. Faktor Genetik
6. Kecenderungan meningkatnya frekwensi Pre Eklampsi pada anak dan
cucu ibu hamil dengan riwayat Pre Eklampsi dan bukan pada ipar mereka.

2.2.4. Patofisiologi
Pada kehamilan yang sehat yang tidak dipersulit Pre Eklampsia, sel-sel trofoblas
menginvasi arteri uterine maternal pada tingkat desidua dan miometrium sehingga
mengakibatkan erosi lapisan otot serta pembesaran lumen.Selain itu, terjadi
peningkatan sintesis prostasiklin, nitrogen monoksida, dan tromboksan A, yang
mengakibatkan perubahan keseimbangan homeostatis dan kecenderungan
vasodilatasi arteri uterine.Perubahan fungsi ini mengakibatkan penurunan
resistansi didalam arteri, ketiadaan kendali vasomotor maternal, dan peningkatan
suplai darah massif ke plasenta untuk memenuhi kebutuhan janin yang sedang
berkembang.Perubahan tersebut mengakibatkan penurunan tekanan darah ibu
sementara yang terlihat pada awal kehamilan, yang kemudian dikompensasikan
dengan hemodilusi fisiologis. Probabilitas gen tunggal dominan diperkirakan
sebagai factor penyebab pre-eklampsia dan hal ini dipertimbangkan
mempengaruhi tingkat invasi trofoblas pada arteri spiralis plasenta. Sebagai akibat
terhentinya invasi trofoblas, suplai saraf adrenargis ke arteri spiralis uterus tidak
terganggu, resistansi pembuluh darah sistemik masih tinggi, dan perfusi plasenta
buruk.Efek yang timbul adalah hipoksia jaringan, yang dipercaya dapat
mengakibatkan pelepasan substansi yang toksis terhadap sel-sel endotel, terjadi
kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pelepasan endotelin, satu vasokonstriktor
kuat.Peningkatan kontraksi pembuluh darah yang rusak memudahkan agregasi
trombosit pada area cidera.Produksi radikal bebas oksigen, kegagalan hemodilusi,
penurunan filtrasi glomerulus, dan reabsorbsi ginjal yang buruk, seluruhnya
menyatu dan memberikan tampilan yang terlihat pada pre eklampsia dan
digunakan oleh bidan dalam praktik klinis sebagai tanda diagnostic pertama yang
mungkin (Boyle, 2008).
2.2.5. Komplikasi
Komplikasi Pre Eklampsia menurut Prawirohardjo (2013), meliputi :
1) Pada Ibu
a) Gagal ginjal akut
b) Perdarahan intrakranial
c) Depresi
d) Kematian
2) Pada Janin
a) Intrauterine fetal growth restriction (IUGR)
b) Solusio plasenta
c) Prematur
d) Sindroma distress napas

2.2. Pre Eklamsi Berat (PEB)


2.2.1. Pengertian
1) Pre Eklampsia Berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik >160
mmHg dan tekanan darah diastolik >110 mmHg disertai proteinuria > +2
(Kemenkes, 2013).
2) Pre Eklampsia Berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria
dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Sujiyatini dkk,
2009).

2.2.2. Tanda dan gejala Pre Eklampsia Berat (PEB).


Menurut Kemenkes RI (2013) tanda dan gejala Pre Eklampsia Berat (PEB), antara
lain :
1) Tekanan darah sistolik >160 mmH dan tekanan darah diastolik >110
mmHg.
2) Proteinuria lebih 5g/24 jam.
3) Oliguria, yaitu produksi urine kurang dari 500cc/24 jam.
4) Penurunan kesadaran, nyeri kepala, pandangan mata kabur.
5) Nyeri epigastrum.
6) Edema paru.

2.2.3. Tanda-tanda impending eklampsia :


1) Nyeri kepala
2) Mata kabur
3) Mual dan muntah
4) Nyeri epigastrium
5) Nyeri kuadran atas abdomen

2.2.4. Penatalaksanaan Pre Eklampsia Berat


Penatalaksanaan Pre Eklampsia Berat menurut Kemenkes RI (2013), meliputi :
1) Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan
sirkulasi (cairan intravena).

2) MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan Pre Eklampsia Berat
(PEB) (sebagai pencegahan kejang). Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat
diberikan seluruhnya, berikan dosis awal. Ambil 4gr larutan MgSO4 (10ml larutan
MgSO4 40%) dan larutkan dengan 10 ml akuades, berikan larutan tersebut secara
perlahan IV selama 20 menit, jika akses IV sulit berikan masing-masing 5gr MgSO4
(12,5ml larutan MgSO4 40%) IM dibokong kiri dan kanan. Cara pemberian dosis
rumatan yaitu ambil 6gr MgSO4 (15ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam
500ml larutan Ringer Laktat/Ringer Asetat lalu berikan secara IV dengan kecepatan
28 tetes/menit selama 6 jam dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau
kejang berakhir (bila eklampsi).
3) Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi pernapasan, reflek patella, dan jumlah urine.
4) Bila frekuensi pernapasan <16x/menit atau terdapat oliguria (produksi urine
<0,5ml) segera hentikan pemberian MgSO4.
5) Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1gr IV (10ml larutan 10%)
bolus dalam 10 menit.
6) Pemberian anti hipertensi
Nifedipin dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit maksimum 120
mg dalam 24 jam.

2.2.5. Terminasi Kehamilan


Kemenkes RI (2013), pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan meliputi :
1) Pada ibu dengan Eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam sejak
terjadinya kejang.
2) Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan Pre Eklampsia berat dengan
janin yang belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu.
3) Pada ibu dengan Pre Eklampsia berat dimana janin sudah viable namun usia
kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspetan dianjurkan,
asalkan tidak terdapat kontraindikasi, lakukan pengawasan ketat.
4) Pada ibu dengan Pre Eklampsia Berat, dimana usia kehamilan antara 34 dan
37 minggu, manajemen ekspetasi boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat
hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin.
5) Pada ibu dengan pre eklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm,
persalinan dini dianjurkan.
6) Pada ibu dengan Pre Eklampsia ringan yang sudah aterm, induksi persalinan
dianjurkan.

Menurut Sujiyatini dkk (2009), cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan)


adalah :
1) Cara terminasi kehamilan yang belum Inpartu
a) Induksi persalinan: tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bioshop 5 atau
lebih dan dengan fetal heart monitoring.
Cara yang sekarang banyak dipakai yaitu oksitosin drip, pemberiannya
dapat secara intramuscular, intravena, dan infuse tetes. Yang paling baik
dan aman adalah pemberian infuse tetes (drip) karena dapat diatur dan
diawasi efek kerjanya. Cara pemberiannya yaitu kandung kemih dan
rectum terlebih dahulu dikosongkan, masukkan 5 satuan oksitosin
kedalam 500 cc dektor atau Nacl 0,9% dan diberikan per infuse dengan
kecepatan pertama 10 tetes permenit, kecepatan dapat dinaikkan 5 tetes
setiap 15 menit sampai tetes maksimal 40-60 tetes permenit, oksitosin
drip akan lebih berhasil jika nilai pelvis di atas 5 dan dilakukan
amniotomi (Sofian, 2013).
c) Seksio sesaria bila :
(1) Fetal assessment jelek
(2) Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bioshop kurang dari 5)
atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.
(3) 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif.
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan
seksio sesaria.
2) Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu
a) Kala I
(1) Fase laten: 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio
sesaria.
(2) Fase aktif: amniotomi saja, apabila 6 jam setelah amniotomi belum
terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu
dilakukan tetesan oksitosin).
b) Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus
buatan.Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3
menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan 32
minggu atau kurang, bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2
kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.

2.2.6. Komplikasi
Komplikasi Pre Eklampsia Beratbagi janin dapat menyebabkan intrauterine fetal
growth recstriction (IUGR), solusio plasenta, prematuritas, sindroma distress
napas, dan kematian janin intrauterine, kemudian komplikasi bagi ibu adalah
perdarahan intrakranial, gagal ginjal akut, dan edema paru,trombositopenia
(Prawirohardjo, 2013).
1.3 Tinjuan Teori Asuhan Kebidanan
2.4.1. Pengertian
Manajemen Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan
sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan
teori ilmiah. Penemuan–penemuan, keterampilan dalam rangka tahapan logis
untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien (Saminem, 2010).

2.4.2. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)


1. Data Subjektif
Data atau fakta yang merupakan informasi termasuk biodata, mencakup nama,
umur, tempat tinggal, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan serta keluhan-
keluhan yang diperoleh dari hasil wawancara langsung pada pasien
atau keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
2. Data Objektif
Data yang diperoleh dari pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi, serta pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium.
3. Asessment /Diagnosa
Merupakan keputusan yang ditegakkan dari hasil perumusan masalah yang
mencakup masalah dan prediksi terhadap kondisi tersebut. Penegakan
diagnose kebidanan dijadikan sebagai dasar tindakan dalam upaya
penanggulangan ancaman keselamatan pasien.
4. Planning / Perencanaan
Rencana kegiatan mencakup langkah-langkah yang akan dilakukan oleh bidan
dalam melakukan interfens iuntuk memecahkan masalah pasien/klien.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS TERHADAP NY. H P1 A0
POST SECTIO CECAREA DENGAN PREEKLAMSIA BERAT
DI RSIA RESTUBUNDA BANDAR LAMUNG 2019

Tanggal pengkajian : 2 juli 2019


Jam : 15.00

A. Subjektif
1. Identitas
Nama istri : Ny. H
Umur : 20 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Suku Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Rangai Tri Tunggal

Nama Suami : Tn. H


Umur : 21 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh
Suku Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Rangai Tri Tunggal

2. Keluhan utama
Pasien mengatakan kepalanya pusing dan nyeri luka jahitan operasi

3. Riwayat kehamilan saat ini


ANC : Teratur
Frekuensi : 4 kali
Imunisasi TT : 2 kali, Tanggal 3 Januari dan 15 Mei 2019

B. Objektif
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. TTV
TD : 160/100 mmHg
R : 21x/menit
N : 112x/menit
S : 36,40C

2. Pemeriksaan fisik
a. Wajah : pucat
b. Mata
Kelopak mata : tidak odema
Konjungtiva : merah muda
Sclera : putih
c. Hidung : bersih
d. Gigi dan mulut
Lidah : bersih
Gigi & geraham : bersih
e. Dada
Bentuk : Simetris
Auskultasi jantung : lup dup teratur
Auskultasi paru-paru : tidak ada bunyi wheezing dan tidak ada
bunyi ronchi
f. Mammae : tidak ada benjolan
Pembesaran : simetris
Putting susu : menonjol
Pengeluaran : kolostrum
Rasa nyeri : ada
g. Abdomen
Konsistensi : keras
Benjolan : tidak ada
Kandung kemih : kosong
h. Punggung dan pinggang
Posisi : normal
Pinggang : tidak ada nyeri
i. Ekstermitas atas dan bawah
Ekstermitas bagian atas
Odema :-
Kekakuan otot : -
Dan sendi
Ketegangan :-
Kemerahan :-
Reflek patella : kanan (+) kiri (+)
3. Pemeriksaan kebidanan
a. Uterus : TFU 2 jari bawah pusat
b. Kontraksi uterus : keras
c. Anogetalia : pengeluaran cairan darah berwarna
merah segar
d. Pengeluaran pervaginam : lochea rubra
e. Perineum : utuh dan bersih
4. Pemeriksaan lboratorium
Tanggal : 15 mei 2019
HB : 12,5 gr

C. Assessment
Ny. H 20 tahun P1 A0 Post Sectio Caesare dengan Preeklamsi Berat
D. Planning of action
Tanggal : 2 juli 2019
1. Menjalin komunikasi dengan ibu dan keluarga untuk meningkatkan
kesembuhan atas masalah yang dihadapi.
2. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada klien dan keluarga
TD : 160/100 mmHg
N : 112x/menit
R :21x/menit
S : 36,40C
- ibu dan keluarga mengerti hasil pemeriksaan
3. Menjelaskan mengenai masalah yang dialami ibu
Pusing dan nyeri luka operasi yang dirasakan adalah hal yang wajar dan
membutuhkan untuk proses penyembuhan
- Ibu mengerti atas masalah yang dialaminya
4. Membantu ibu untuk mobilisasi secara bertahap mulai miring kanan dan
kiri,duduk, berdiri dan jalan secara perlahan-lahan. Dengan mobilisasi
secara bertahap lochea akan keluar dengan lancar dan mencegah
terjdinya pendarahan serta mempercepat proses involusi uterus dan
mempercepa penyembuhan luka.
- Ibu bersedia untk melakukan mobilisasi
5. menganjurkan ibu untuk pemenuhan kebutuhan hidrasi dan nutrisi seperti
minum sedikit-dikit dan makan bertahap yaitu makanan yang lunak atau
halus. Bila kebutuhan ibu terpenuhi maka ibu tetap mempunyai tenaga
dan untuk proses laktasi.
- Ibu bersedia untuk memenuhi kebutuhan hidrasi dan nutrisi
6. Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
- Infuse dextrose 5 %
Untuk memenuhi kebutuhan cairan
- MgSO4 40% sebanyak 4 gr di drip
Untuk menurunkan hipertensi
- Ceftriaxone 1 gr secara iv
Untuk antibiotic yaitu mencegah berbagai macam infeksi
- Oral cefodraxil 2x500 mg
- Asam mefemanat 500 mg
- Nifedipine 3x 10 mg
- B complex
- Obat telah diberikan dan ibu bersedia
7. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi bayi
- Ibu bersedia melakukannya
8. Menganjurkan ibu untuk menjaga personal hygine(kebersihan diri)
payudara dan luka jaitan operasi dengan di kompres
- Ibu bersedia untuk menjaga kebersihan diri
9. Menjelaskan kepada ibu untuk kunjungan ulang 1 minggu kemudian,
yaitu pada tanggal 9 juli 2019
-Ibu bersedia untuk kunjungan ulang

Tanggal Subjektif Objektif Assessment Planning of action


Jam
3-07- Ibu mengatakan Ku : baik Ny. H umur P1A0 Melanjutkan pemberian
2019 masih merasakan Kes :composmentis Post Sectio therapy yaitu :
sedikit pusing TD : 140/90mmHg Cesarea hari ke 2 -MgSO4 40% 4gr
dan nyeri pada N : 98x/menit dengan -infus DS 5%
luka operasi. S : 36,00C preeklamsi Berat -ceftriaxone
R : 20x/menit 1 gr secara IV
TFU : 3 jari bawah -obat oral
pusat Cefadroxil
Lochea : Rubra Asam, mefemanat
Kontraksi : keras Nifedipine,
B.komplek

04-07- -Ibu mengatakan Ku : baik Ny. H umur P1A0 Menganjurkan ibu tetap
2019 pusingnya sudah Kes : Post Sectio minum obat oral sesuai
berkurang composmentis Cesarea hari ke 2 petunjuk
- masih merasa TD : 120/80mmHg dengan -cefadraxil 3x500 gr
nyeri pada luka N : 90x/menit Preeklamsi Berat -asam mefemanat
post op S : 36,00C 3x500gr
R : 20x/menit -nifedipine
TFU : 2 jari atas 3x10mg
sympisis
Lochea : Rubra
Kontraksi : keras
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini penulis akan membandingkan antara kasus yang diiteliti
dengan tinjauan teori yang ada. Teori yang disajikan dapat mendukung atau
bertentangan dengan kasus di lahan. Sehingga dari temuan tersebut, penulis dapat
mengetahui kelebihan dan kekurangan atau kesenjangan yang terjadi menggunakan
langkah-langkah manajemen kebidanan.
Dalam pembahasan ini penulis menggunakan pendekatan asuhan kebidanan
yang terdiri dari SOAP untuk menguraikan kesenjangan antara tiori dengan
temuan kasus.

4.1 Data Subjektif (S)


Menurut Wiknjosastro (2006), Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi
pada ibu antara lain:
a) Infeksi puerperal (Nifas) :
1. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.

2. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung.
3. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik.
b) Perdarahan:
1. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
2. Perdarahan pada plasenta bed.
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemihbila
peritonealisasi terlalu tinggi.
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya karena jika
pernah mengalami pembedahan pada dinding rahim insisi yang dibuat
menciptakan garis kelemahan yang sangat beresikountuk rupture pada
persalinan berikutnya.
Berdasarkan pengkajian data subjektif diketahui ibu baru saja melakukan operasi
cecar untuk kelahiran bayinya dengan masalah PEB, dan keluhan yang dialami
saat pengkajian adalah ibu mengatakan kepalanya pusing dan nyeri luka jahitan
operasi.

Berdasarkan pemantauan asuhan kebidanan yang diberikan terdapat kesenjangan


antara teori dan praktik dimana keluhan ibu tidak terdapat dalam teori yang
diungkapkan oleh Wiknjosastro (2006),yang mengungkapkan kemungkinan yang
timbul setelah dilakukan operasi pada ibu.

4.2 Data Objektif (O)


Pre Eklampsia Berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau
edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Sujiyatini dkk, 2009).

Berdasarkan pemeriksaan data objektif yang ditemukan adalah hasil TTV


TD : 160/100 mmHg, N: 112x/menit, R:21x/menit, S : 36,40C, TFU: 2 jari
dibawah pusat, kontraksi uterus baik, lokhea rubra

Berdasarkan pemantauan dan asuhan kebidanan yang diberikan tidak terdapat


kesenjangan antara teori dan praktik.

4.3 Assesment (A)


Menurut Winkjosastro (2006), Operasi Sectio caesarea dilakukan jika kelahiran
pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin,
dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal.

Berdasarkan anamnesa Ny. H 20 tahun P1 A0 Post Sectio Caesare dengan


Preeklamsi Berat. Maka bisa dikatakan bahwa Ny.H mengalami masalah dalam
kehamilannya yang menyebabkan resiko pada proses persalinannya sehingga
diambil jalan operasui cecar
Berdasarkan pemantauan dan asuhan kebidanan yang diberikan maka tidak
terdapat kesenjangan antara teori dan praktik.

4.4 Planning (P)


a) Manajemen post operatif
1. Pasien dibaringkan di dalam kamar pulih (kamar isolasi) dengan
pemantauan ketat tensi, nadi, nafas tiap 15 menit dalam 1 jam pertama,
kemudian 30 menit dalam 1 jam berikut dan selanjutnya.
2. Pasien tidur dengan muka ke samping dan yakinkan kepalanya agak
tengadah agar jalan nafas bebas.
3. Letakkan tangan yang tidak diinfus di samping badan agar cairan infus
dapat mengalir dengan lancar.
b) Mobilisasi/aktifitas
Pasien boleh menggerakkan kaki dan tangan serta tubuhnya sedikit 8 – 12
jam kemudian duduk, bila mampuh pada 24 jam setelah Sectio caesarea
pasien jalan, bahkan mandi sendiri pada hari kedua.

c) Perawatan luka
Perawatan luka pada ibu nifas post Sectio caesarea adalah merawat luka
dengan cara mengganti balutan atau penutup yang sudah kotor atau lama
dengan penutup luka atau pembalut luka yang baru. Tujuannya adalah untuk
mencegah terjadinya luka infeksi serta memberikan rasa aman dan nyaman
pada pasien.
d) Pemberian cairan
e) Penanganan nyeri
f) Kateter/eliminasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involasi uterus dan menyebabkan pendarahan oleh
karena itu dianjurkan pemasangan kateter seperti dower cateter/balon kateter
yang terpasang selama 24 sampai 48 jam, kecuali penderita dapat kencing
sendiri. Kateter dibuka 12 – 24 jam pasca pembedahan.Bila terdapat
hematuria maka pengangkatan dapat ditunda.
g) Berikan obat antibiotik dan analgetik (Wiknjosastro, 2006)

Berdasarkan data perencanaan dan penatalaksanaan yang dilakukan pada Ny.H


adalah:
1. Membantu ibu untuk mobilisasi secara bertahap mulai miring kanan dan
kiri,duduk, berdiri dan jalan secara perlahan-lahan
2. menganjurkan ibu untuk pemenuhan kebutuhan hidrasi dan nutrisi seperti
minum sedikit-dikit dan makan bertahap yaitu makanan yang lunak atau
halus.
3. Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
4. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi bayi
5. Menganjurkan ibu untuk menjaga personal hygine(kebersihan diri) payudara
dan luka jaitan operasi dengan di kompres

Berdasarkan pemantauan dan asuhan kebidanan yang diberikan maka tidak


terdapat kesenjangan antara teori dan praktik.
BAB V
PENUTUP

5.1. KESIMPULAN
Setelah melaksanakan asuhan kebidanan ibu nifas pada Ny.H post op section
cecaria dengan Pre Eklampsia Berat (PEB) dengan menerapkan asuhan kebidanan
SOAP dapat diambil kesimpulan :
1. Berdasarkan asuhan kebidanan dilihat dari data subjektifnya diberikan
terdapat kesenjangan antara teori dan praktik dimana keluhan ibu tidak
terdapat dalam teori yang diungkapkan oleh Wiknjosastro (2006),yang
mengungkapkan kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi pada
ibu.
2. Berdasarkan asuhan kebidanan dilihat dari objektif terdapat kesenjangan
antara teori dan praktik
3. Berdasarkan asuhan kebidanan dilihat dari anemnessa tidak terdapat
kesenjangan antara teori dan praktik
4. Berdasarkan asuhan kebidanan dilihat dari penatalaksanaannya terdapat
kesenjangan antara teori dan praktik

;
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2015. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Edisi 1 : Jakarta. Departemen Kesehatan RI.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :


369/MENKES/SK/III/2007. Standar Profesi Bidan. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.

Prawirohardjo, Sarwono.(2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka

Prawirohardjo, S. 2012. BukuPanduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal


dan Neonatal.Edisi 2 : Jakarta.Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Sulistyawati, A. 2015.Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.Yogyakarta


:Andi Offset.

Sulistyawati Ari dan Esti Nugraheni. (2010) . Asuhan Kebidanan Pada


Ibu Bersalin.Jakarta: Salemba Medika

Wiknjosastro. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP.

Anda mungkin juga menyukai