Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh :

RAUDINA FISABILA MARTADIPURA (1102015119)

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD ARJAWINANGUN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 24 JUNI – 31 AGUSTUS 2019


LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. S
Umur : 22 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Cipanas
Tanggal MRS : 30 Juni 2019

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Demam naik turun selama 2 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Mimisan (+), mual (+), muntah (+) 3x/hr
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki usia 22 tahun dibawa ke IGD RSUD Arjawinangun
dalam keadaan komposmentis oleh keluarganya dengan keluhan demam
naik turun sejak 2 hari SMRS (30 Juni 2019). Pasien mengalami mimisan
tadi malam dengan jumlah sedikit dan cepat berhentinya. Gusi berdarah (-),
muntah darah (-). Pasien merasakan mual dan muntah sebanyak 3x/hr,
muntah berisi ampas, tidak ada darah, dan jumlahnya tidak terlalu banyak.
Pasien juga mengeluh pusing, lemas dan badan terasa pegal sejak kemarin
serta nafsu makan yang menurun. BAB dan BAK dalam batas normal, BAB
hitam (-). Pasien mengatakan bahwa demam timbul setelah pasien
menghabiskan waktu di kebun dari siang hingga malam hari. Pasien belum
pernah mendapatkan pengobatan untuk keluhan yang dirasakan pasien.

1
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku pernah merasa keluhan seperti ini dulu sekitar 1 tahun
yang lalu, namun tidak sampai dirawat di rumah sakit.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Pasien mengatakan bahwa pada anggota keluarga tidak ada mengalami hal
yang sama seperti dirinya. Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi dan
kencing manis.

Riwayat Sosial dan Personal


Pasien memiliki kebiasaan sering pergi ke kebun.

PEMERIKSAAN FISIK

Tanda-Tanda Vital:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 111 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 39,5°C
SpO2 : 99%

Pemeriksaan umum
Kulit : Kuning langsat, tidak pucat
Kepala : Tidak ada deformitas, tidak ada nyeri tekan sinus
Mata : Conjungtiva anemis +/+, ikterus -/-
Leher : Kelenjar tiroid normal, deviasi trakea (-), pembesaran
kelenjar getah bening (-)
Cor :
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus kordis

2
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV linea midclavicularis dextra
Batas jantung kiri IC V linea parasternalis sinistra
Batas pinggang jantung ICS III liner miclavicularis
sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo :
Inspeksi :Normal (+), Simetris (+), diameter transversal dan
anteroposterior 2:1, retraksi (-), hematom (-), sikatrik (-)
Palpasi : Fremitus taktil dan vocal kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Thorax depan Wheezing (-/-) dan Ronki (-/-)
Thorax Belakang Wheezing (-/-) dan Ronki (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Normal (+), tidak ada massa, sikatrik, tidak licin
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak ada massa,
tidak ada organomegali
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+)

III. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah lengkap (30/06/19) / (09:48:32)

Nama Test Hasil Satuan Nilai Metode


Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap:
Haemoglobin L 10.7 g/dL 13.2-17.3 Flowcytometri
Leukosit 5.2 10^3/uL 3.8-10.6 Flowcytometri
Trombosit 173 10^3/uL 150-440 Flowcytometri
Hematokrit L 33.9 % 40-52 Flowcytometri
Eritrosit 5.65 10^6/uL 4.4-5.9 Flowcytometri
MCV L 60.0 fL 80-100 Flowcytometri

3
MCH L 18.9 Pg 26-34 Flowcytometri
MCHC L 31.5 g/dL 32-36 Flowcytometri
RDW 14.2 % 11.5-14.5 Flowcytometri
MPV 7.7 fL 7.0-11.0 Flowcytometri
Hitung Jenis (diff)
Segmen 76.6 % 28.0-78.0 Flowcytometri
Limfosit L 23.9 % 25-40 Flowcytometri
Monosit H 12.4 % 2-8 Flowcytometri
Eosinofil 3.9 % 2-4 Flowcytometri
Basophil 1.0 % 0-1 Flowcytometri
Luc 0 % 3-6 Flowcytometri
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu H 148 Mg/Dl 75-140 GHOD- PAP

Pemeriksaan darah lengkap (1/7/19) / (07:19:43)

Nama Test Hasil Satuan Nilai Metode


Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap:
Haemoglobin L 10.5 g/dL 13.2-17.3 Flowcytometri
Leukosit L 3.3 10^3/uL 3.8-10.6 Flowcytometri
Trombosit L 145 10^3/uL 150-440 Flowcytometri
Hematokrit L 33.9 % 40-52 Flowcytometri
Eritrosit 5.79 10^6/uL 4.4-5.9 Flowcytometri
MCV L 60.3 fL 80-100 Flowcytometri
MCH L 18.1 Pg 26-34 Flowcytometri
MCHC L 30.1 g/dL 32-36 Flowcytometri
RDW 14.4 % 11.5-14.5 Flowcytometri
MPV 7.1 fL 7.0-11.0 Flowcytometri
Hitung Jenis (diff)
Segmen 53.2 % 28.0-78.0 Flowcytometri
Limfosit 33.0 % 25-40 Flowcytometri
Monosit H 11.3 % 2-8 Flowcytometri
Eosinofil 0.1 % 2-4 Flowcytometri
Basophil 2.4 % 0-1 Flowcytometri
Luc 0 % 3-6 Flowcytometri

4
Pemeriksaan Darah Lengkap (02/07/19) / (08:32:49)

Nama Test Hasil Satuan Nilai Metode


Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap:
Haemoglobin L 10.1 g/dL 13.2-17.3 Flowcytometri
Leukosit L 2.5 10^3/uL 3.8-10.6 Flowcytometri
Trombosit L 93 10^3/uL 150-440 Flowcytometri
Hematokrit L 33.9 % 40-52 Flowcytometri
Eritrosit 5.65 10^6/uL 4.4-5.9 Flowcytometri
MCV L 60.1 fL 80-100 Flowcytometri
MCH L 17.9 Pg 26-34 Flowcytometri
MCHC L 29.9 g/dL 32-36 Flowcytometri
RDW 13.7 % 11.5-14.5 Flowcytometri
MPV 8.8 fL 7.0-11.0 Flowcytometri
Hitung Jenis (diff)
Segmen 48.6 % 28.0-78.0 Flowcytometri
Limfosit 39.4 % 25-40 Flowcytometri
Monosit H 10.2 % 2-8 Flowcytometri
Eosinofil 4.7 % 2-4 Flowcytometri
Basophil 0.3 % 0-1 Flowcytometri
Luc 0 % 3-6 Flowcytometri

Pemeriksaan Imunologi (02/07/19) / (13:41:53)

Nama Test Hasil Satuan Nilai Metode


Rujukan
HEMATOLOGI
Dengue IgM Positif Negatif Chromatography
Dengue IgG Negatif Negatif Chromatography

Pemeriksaan Darah Lengkap (03/07/19) / (07:26:03)

Nama Test Hasil Satuan Nilai Metode


Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap:
Haemoglobin L 10.1 g/dL 13.2-17.3 Flowcytometri

5
Leukosit L 2.3 10^3/uL 3.8-10.6 Flowcytometri
Trombosit L 60 10^3/uL 150-440 Flowcytometri
Hematokrit L 34.9 % 40-52 Flowcytometri
Eritrosit 5.77 10^6/uL 4.4-5.9 Flowcytometri
MCV L 60.5 fL 80-100 Flowcytometri
MCH L 17.6 Pg 26-34 Flowcytometri
MCHC L 29.1 g/dL 32-36 Flowcytometri
RDW 13.7 % 11.5-14.5 Flowcytometri
MPV L 6.7 fL 7.0-11.0 Flowcytometri
Hitung Jenis (diff)
Segmen 44.8 % 28.0-78.0 Flowcytometri
Limfosit H 42.2 % 25-40 Flowcytometri
Monosit H 12.3 % 2-8 Flowcytometri
Eosinofil 4.7 % 2-4 Flowcytometri
Basophil 0.3 % 0-1 Flowcytometri
Luc 0 % 3-6 Flowcytometri

Pemeriksaan Darah Lengkap (03/07/19) / (18:07:53)

Nama Test Hasil Satuan Nilai Metode


Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap:
Haemoglobin L 10.6 g/dL 13.2-17.3 Flowcytometri
Leukosit L 2.4 10^3/uL 3.8-10.6 Flowcytometri
Trombosit L 80 10^3/uL 150-440 Flowcytometri
Hematokrit L 33.4 % 40-52 Flowcytometri
Eritrosit 5.54 10^6/uL 4.4-5.9 Flowcytometri
MCV L 60.3 fL 80-100 Flowcytometri
MCH L 19.1 Pg 26-34 Flowcytometri
MCHC L 31.7 g/dL 32-36 Flowcytometri
RDW 13.9 % 11.5-14.5 Flowcytometri
MPV L 5.6 fL 7.0-11.0 Flowcytometri
Hitung Jenis (diff)
Segmen 37.5 % 28.0-78.0 Flowcytometri
Limfosit H 52.3 % 25-40 Flowcytometri
Monosit H 9.0 % 2-8 Flowcytometri
Eosinofil 2.9 % 2-4 Flowcytometri
Basophil 0.4 % 0-1 Flowcytometri

6
Luc 0 % 3-6 Flowcytometri

Pemeriksaan Darah Lengkap (04/07/19) / (08:18:02)

Nama Test Hasil Satuan Nilai Metode


Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap:
Haemoglobin L 9.6 g/dL 13.2-17.3 Flowcytometri
Leukosit L 2.8 10^3/uL 3.8-10.6 Flowcytometri
Trombosit L 36 10^3/uL 150-440 Flowcytometri
Hematokrit L 33.2 % 40-52 Flowcytometri
Eritrosit 5.53 10^6/uL 4.4-5.9 Flowcytometri
MCV L 60.1 fL 80-100 Flowcytometri
MCH L 17.4 Pg 26-34 Flowcytometri
MCHC L 28.9 g/dL 32-36 Flowcytometri
RDW 13.8 % 11.5-14.5 Flowcytometri
MPV H 12.3 fL 7.0-11.0 Flowcytometri
Hitung Jenis (diff)
Segmen 33.8 % 28.0-78.0 Flowcytometri
Limfosit H 51.5 % 25-40 Flowcytometri
Monosit H 12.6 % 2-8 Flowcytometri
Eosinofil 1.3 % 2-4 Flowcytometri
Basophil 0.9 % 0-1 Flowcytometri
Luc 0 % 3-6 Flowcytometri

Pemeriksaan Darah Lengkap (04/07/19) / (18:29:55)

Nama Test Hasil Satuan Nilai Metode


Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap:
Haemoglobin L 10.0 g/dL 13.2-17.3 Flowcytometri
Leukosit L 2.6 10^3/uL 3.8-10.6 Flowcytometri
Trombosit L 69 10^3/uL 150-440 Flowcytometri

7
Hematokrit L 31.9 % 40-52 Flowcytometri
Eritrosit 5.31 10^6/uL 4.4-5.9 Flowcytometri
MCV L 60.1 fL 80-100 Flowcytometri
MCH L 18.8 Pg 26-34 Flowcytometri
MCHC L 31.3 g/dL 32-36 Flowcytometri
RDW 13.8 % 11.5-14.5 Flowcytometri
MPV 7.8 fL 7.0-11.0 Flowcytometri
Hitung Jenis (diff)
Segmen 35.3 % 28.0-78.0 Flowcytometri
Limfosit H 46.9 % 25-40 Flowcytometri
Monosit H 14.3 % 2-8 Flowcytometri
Eosinofil 1.8 % 2-4 Flowcytometri
Basophil 1.8 % 0-1 Flowcytometri
Luc 0 % 3-6 Flowcytometri

IV. RESUME

a. Subjektif

1. Pasien dibawa ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan demam


naik turun sejak 2 hari SMRS
2. Terdapat mimisan malam sebelumnya, mual dan muntah 3x/hr, disertai
dengan keluhan pusing, lemas dan badan terasa pegal
3. Pasien ada riwayat berpergian ke kebun dari siang sampai malam
sebelum timbul demam
b. Objektif
Tanda-Tanda Vital:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 111 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 39.5°C
SpO2 : 99%

8
Pemeriksaan umum
Mata : Conjungtiva anemis +/+
Cor : Bentuk dan ukuran normal (+) S1S2 tunggal, regular dan
murmur (-)
Pulmo : Simetris (+), retraksi (-), dan Thorax depan dan belakang
Wheezing (-/-) dan Ronki (-/-)
Abdomen : Tidak ada nyeri tekan, bising usus (+)

V. DIAGNOSIS KERJA
Dengue Hemorrhagic Fever grade II + Anemia Mikrositik Hipokrom

VI. PENATALAKSANAAN

1. Rencana Terapi:
a. Rehidrasi 7 cc/KgBB per 4 Jam dilanjut dengan RL 20 tpm
b. Inj Omeprazol 2 x 1 amp
c. Inj Ondansentron 3 x 1 amp
d. PCT 4 x 500 mg drip
e. Ceftriaxone 1 x 1 gr
f. Sanfuliq 3 x 1 tab PO

2. Rencana Monitoring :
a. Tanda-tanda vital
b. Keluhan

Follow up (01/06/2019)

S : Demam sudah berkurang, sakit kepala berdenyut di bagian kanan (+), mual
(+) muntah (+) 5x/hr berisi ampas, lemas (+), sudah tidak mimisan, nafsu
makan menurun (+). BAB cair 2x/hr. BAK dbn
O : Keadaan umum TSS
Kesadaran CM

9
TD : 110/80
Nadi : 85
RR : 20
Suhu : 38.6°C (Demam hari ke 3)
SPO2 : 38.6%
A : Obs Febris H3
Dengue Hemorrhagic Fever
Anemia
P : Anjuran cek DL ulang. Tambahan obat OMZ 2x1, PCT drip 4 x 500, RL/
6 jam, Rehidrasi 1000 cc, Ceftriazone 1 x 1 gr, Ondansentron 3 x 1 amp

Follow up (02/06/2019)
S : Demam sudah berkurang, namun masih naik turun. Sakit kepala berdenyut
sudah berkurang. Mual (+) muntah (+) 2x/hr berisi ampas, sudah berkurang.
Nafsu makan menurun (+). BAB BAK dbn.
O : Keadaan umum TSS
Kesadaran CM
TD : 90/60
Nadi : 87
RR : 22
Suhu : 38.3°C (Demam hari-4)
SPO2 : 99%
A : DHF dd TF
Anemia
P : Cek Darah lengkap, cek IgM IgG Dengue. Tatalaksana lanjut, dengan
tambahan sanfulit 3 x 1 P

Follow up (03/07/2019)
S : Mual (+), muntah (+) 1x/hr berisi ampas. Nafsu makan menurun (+), BAB
terakhir kemarin, BAK dbn. Lemas (+)
O : Keadaan umum TSS

10
Kesadaran CM
TD : 100/70
Nadi : 74
RR : 20
Suhu : 36,8°C (Bebas Demam hari ke-1)
SPO2 : 99%
A : DHF grade II
Anemia mikrositik hipokrom
P : Cek DL/ 12 jam, pemberian cairan 7cc/KgBB selama 4 jam, terapi lanjut

Follow up (04/05/2019)
S : Mual (+) muntah (-), lemas (+), sakit kepala berdenyut (+), nafsu makan
meningkat, BAB BAK dbn. Mimisan (-), gusi berdarah (-)
O : Kesadaran CM
TD : 110/70
Nadi : 68
RR : 20
Suhu : 36,6°C (Bebas demam hari ke-2)
SPO2 : 99%
A : DHF grade II
Anemia
P : Rehidrasi 7cc/KgBB / 4 jam. Target trombosit > 50.000, terapi lain
lanjut

Follow up (05/07/2019)
S : Mual (-), muntah (-), Nafsu makan meningkat, sudah mau makan dan
minum dalam porsi sedikit, sakit kepala (-), sudah tidak ada keluhan
O : Kesadaran CM
TD : 110/70
Nadi : 72
RR : 20

11
Suhu : 36,6°C
SPO2 : 97%
A : DHF gr. II
Anemia
P : Sudah ada perbaikan, trombosit >50.000, Keluhan awal sudah teratasi.
Pasien pulang.

12
BAB II

PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang


disebabkan oleh virus Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albocpictus. Di Indonesia merupakan wilayah endemis
dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Gejala yang akan muncul seperti
ditandaidengan demam mendadak, sakir kepala, nyeri belakang bola mata, mual
dan menifestasi perdarahan seperti mimisan atau gusi berdarah serta
adanyakemerahan di bagian permukaan tubuh pada penderita (Kemenkes RI,
2010). Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
Pada DBD terjadi pembesaran plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematocrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sedangkan
sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah DBD yang ditandai
dengan renjatan atau syok (IPD, 2014).

13
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEMAM BERDARAH DENGUE


3.1.1. Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dengan tanda dan
gejala demam, nyeri otot, nyeri sendi disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia serta memenuhi kriteria WHO untuk Manifestasi simptomatik
infeksi virus dengue adalah sebagai berikut :

1. Demam tidak terdiferensiasi, sindrom infeksi virus.


2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7
hari,ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri
retroorbital, mialgia/atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau
uji bendung positif], leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue positif atau
ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam dengue/ DBD
pada lokasi dan waktu yang sama.
3. Demam Berdarah Dengue dengan kebocoran plasma (dengan atau tanpa
renjatan syok)
4. Expanded dengue syndrome, manifestasi yang tidak biasa dari pasien dengan
keterlibatan organ yang parah seperti hari, ginjal, otak atau jantung yang
berhubungan dengan infeksi dengue, dilaporkan semakin banyak terjadi juga
pada pasien dengue yang tidak memiliki bukti kebocoran plasma; dapat
dikaitkan dengan koinfeksi, komorbiditas, atau komplikasi dari syok yang
berkepanjangan.

Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi


(peningkatan hematocrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. SIndrom
renjatan dengue (Dengue Shock Syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.

14
3.1.2. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah asia tenggara, pasifik barat dan
karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk
(1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar bias hingga 35
per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung
menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue
terjadi melalui vector nyamuk genus aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus).
Peningkatan kasus setiap tahunnya disebabkan oleh dengan tersedianya tempat
perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejan ayang berisi air jernih (bak mandi,
kaleng bekas dan tempat penampngan air lainnya). Beberapa faktor lainnya
berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue yaitu :
1. Vektor
Perkembangbiakan vector, kebiasaan menggigit, kepadatan vector di
lingkungan, transportasi vector dari tempat satu ketempat lainnya.
2. Pejamu
Terdapatnya penderita di lingkungan atau keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan kelamin.
3. Lingkungan
Curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk (IPD, 2014).

Klasifikasi kasus yang disepakati sekarang adalah


1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs)
2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs)
3. Dengue berat (severe Dengue)
Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya
Dengue probable :
a. Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue
b. Demam disertai 2 dari hal berikut :
1. Mual, muntah
2. Ruam

15
3. Sakit dan nyeri
4. Uji torniket positif
5. Lekopenia
6. Adanya tanda bahaya, antara lain: Nyeri perut atau kelembutannya,
Muntah berkepanjangan, Terdapat akumulasi cairan, Perdarahan
mukosa, Letargi, lemah, Pembesaran hati > 2 cm, Kenaikan hematokrit
seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat Dengue dengan
konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma tidak
jelas)
Kriteria dengue berat :
a. Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi
cairan dengan distress pernafasan.
b. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi
c. Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT ≥ 1000, gangguan kesadaran,
gangguan jantung dan organ lain)

3.1.3. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30 nm tediri dari asam ribonukleat arantai tunggal dengan
berat molekul 4x106. Dengue Virus (DENV) adalah virus yang ditularkan oleh
nyamuk milik keluarga Flaviviridae. Ada 4 serotipe DENV (DENV-1 hingga
DENV-4) yang menyebabkan penyakit pada manusia, penularan melalui vektor
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. DBD merupakan konsekuensi paling
serius dari infeksi DENV.
Berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa kedua faktor virus dan host
dapat berkontribusi pada patogenesis penyakit ini, termasuk antigen virus protein
Nonstruktural 1 (NS1) dan antibodinya, variasi dan virulensi virus, RNA
subgenomik, antibody-dependent enhancement (ADE), dan memori reaksi silang
dari sel T. Penelitian lebih lanjut tentang patogenesis DBD dapat memberikan target
baru untuk pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi dengue.

16
3.1.4. Patogenesis

Respons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah

1. Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam


proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibody terhadap virud dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag.
Hipotesis ini disebut Antibody Dependent Enhancement (ADE);
2. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperdan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1
akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dam limfokin, sengkan TH2
memproduksi IL-5, IL-6, IL-10;
3. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibody. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag
4. Selain itu terbentuk komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a.

Kurva demam pada demam berdarah dengue berhubungan dengan saat


pelepasan sitokin karena reaksi imun tubuh terhadap serangan virus dengue.
Sitokin yang menyebabkan demam seperti interleukin 1 (IL-1) dan IL-6, tumor
necrosis factor α (TNF- α), interferon γ (IFN- γ). Virus dengue merupakan pirogen
eksogen. Pada saat virus sudah menginfeksi dan berada didalam darah, ada 2
respon imun yang bekerja. Yaitu respon imun nonspesifik yang bekerja diawal dan
cepat serta respon imun nonspesifik yang bekerjanya lebih lambat. Segera terjadi
viremia selama 2 hari respon imun nonspesifik yang berperan penting adalah
makrofag dan sel Natural Killer (Sel NK) (Baratawidjaja, 2009). Makrofag akan
segera bereaksi dengan memfagositosis virus dan memprosesnya sehingga
makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Makrofag juga akan
mensekresi sitokin yang merangsang inflamasi. Sitokin utama yang disekresi oleh
makrofag adalah IL-1 yang merupakan pirogen endogen. Pirogen adalah bahan
yang menginduksi demam yang dipicu baik faktor eksogen atau endogen seperti
IL-1. Selain itu ada juga proses respon imun nonspesifik lain yang diperankan oleh
sel NK. Sel NK membunuh sel yang terinfeksi dan merupakan faktor efektor

17
imunitas penting terhadap infeksi dini virus, sebelum respon imun spesifik bekerja
(Baratawidjaja, 2009). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi
sel T-helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus.
Dimulailah mekanisme respon imun spesifik. Sel T yang diaktifasi adalah T CD4+
. T CD4+ ini akan mengaktifasi Th2 untuk membentuk antibodi lagi sehingga
meningkatkan opsonisasi dan aktivasi komplemen. T CD4+ juga mengaktifkan
Th1 yang akan mengaktifkan T CD8+ melalui presentasi oleh molekul MHC-1.
CD8+ ini bersifat sitotoksik dan menghancurkan peptida virus. Th1 akan
melepaskan IFN-γ, IL-2, dan limfokin sedangkan Th2 melepaskan IL-4, IL-5, IL-
6, dan IL-10. Selanjutnya IFN-γ akan merangsang monosit melepaskan TNF-α, IL-
1, PAF, IL-6, dan histamin. Limfokin juga merangsang makrofag melepas IL-1.
IL-2 juga merupakan stimulan pelepasan IL-1, TNF-α, dan IFN-γ. Pada jalur
komplemen, kompleks imun akan menyebabkan aktivasi jalur komplemen
sehingga dilepaskan C3a dan C5a (anafilatoksin) yang meningkatkan jumlah
histamin. Hasil akhir respon imun tersebut adalah peningkatan IL-1, TNF-α, IFN-
γ, IL-2, dan histamin (Kresno, 2001; Soedarmo, 2002; Nainggolan et al., 2006).
IL-1, TNF-α, dan IFN-γ dikenal sebagai pirogen endogen sehingga
timbul demam. IL-1 langsung bekerja pada pusat termoregulator sedangkan TNF-
α dan IFN-γ bekerja tidak secara langsung karena merekalah yang merangsang
pelepasan IL-1. Bagaimana mekanisme IL-1 menyebabkan demam? Daerah
spesifik IL-1 adalah pre-optik dan hipothalamus anterior dimana terdapat corpus
callosum lamina terminalis (OVLT). OVLT terletak di dinding rostral ventriculus
III dan merupakan sekelompok saraf termosensitif (cold dan hot sensitive
neurons). IL-1 masuk ke dalam OVLT melalui kapiler dan merangsang sel
memproduksi serta melepaskan PGE2. Selain itu, IL-1 juga dapat memfasilitasi
perubahan asam arakhidonat menjadi PGE2. Selanjutnya PGE2 yang terbentuk
akan berdifusi ke dalam hipothalamus atau bereaksi dengan cold sensitive
neurons. Hasil akhir mekanisme tersebut adalah peningkatan thermostatic set
pointyang menyebabkan aktivasi sistem saraf simpatis untuk menahan panas
(vasokontriksi) dan memproduksi panas dengan menggigil (Kresno, 2001;
Abdoerrachman, 2002).

18
Selain menyebabkan demam, IL-1 juga bertanggung jawab terhadap gejala
lain seperti timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan penurunan
sintesis albumin serta transferin. Penurunan nafsu makan merupakan akibat dari
kerjasama IL-1 dan TNF-α. Keduanya akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel
adiposa. Peningkatan leptin dalam sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke
hipothalamus ventromedial yang berakibat pada penurunan intake makanan
(Luheshi et al., 2000).
IFN-γ sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang poten,
menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk memproduksi antibodi.
Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan menimbulkan efek toksik
seperti demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala berat,
muntah, dan somnolen (Soedarmo, 2002).
Pola demam pada demam berdarah adalah demam bifasik yang
menunjukkan suatu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback
fever pattern, atau saddleback fever).

Gambar 1. Pola demam bifasik pada demam berdarah.

19
Pola demam yang bifasik seperti ini dikarenakan adanya respon imun dari
serangan virus dengue. Seperti penjelasan diatas, pada awal infeksi, viremia
menyebabkan demam tinggi karena adanya sitokin yang dihasilkan oleh respon
imun akibat virus yang masuk. Virus dengue ini setelah beredar didalam darah akan
difagosit oleh makrofag. Virus ini menggunakan makrofag sebagai tempat
replikasinya. Selama melakukan replikasi virus terhindar dari respon imun,
sehingga respon imun dan sitokin yang dihasilkan berkurang dan demam mulai
turun. Saat proses replikasi selesai, virus dengue akan siap dikeluarkan lagi melalui
lisis sel, sehingga respon imun mulai meningkat lagi dan menghasilkan sitokin,
sehingga terjadilah demam. Demam yang meningkat lagi suhunya tidak setinggi
diawal infeksi, hal ini dikarenakan karena sudah terbentuknya antibodi tubuh
spesifik virus. Sehingga pada saat virus keluar dan menyerang lagi, tubuh sudah
dapat mengkompensasi serangan virus tersebut untuk menetralisirnya. Selain
demam ada hal lain yang lebih penting untuk diperhatikan pada fase demam bifasik
ini, yaitu adanya kebocoran plasma yang menjadi masalah serius dalam penanganan
demam berdarah.

Gambar 2. Patogenesis demam berdarah dengue

20
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1).
Supresi sumsum tulang, 2). Destruksi pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukan keadaan
hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah keadaan itu akan terjadi peningkatan
proses hematopoesis termasuk megakariopoesis. Kadar trombopoetin dalam darah
pada saat terjadi trombositopenia justru mengalami kenaikan, hal ini menunjukan
terjadinya stimulasi trombopoesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap
keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen
C3g, terdapatnya antibody virus dengue, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui
mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan
PF4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebgai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Aktivasi koagulasi pada DBD terjadi melalui
aktivasi jalur ekstrinsik (tissur factor pathway). Jalur intrinsic juga berperan
melalui aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (Kalikrein C1-
inhibitor complex).

Gambar 3. Patogenesis infeksi virus Dengue

21
Perubahan patofisiologi mayor yang ditemukan pada kasus DBD berkisar
pada pertama, peningkatan permeabilitas vaskuler yang mengakibatkan
perembesan plasma, hipovolemia dan berujung pada renjatan. Kedua, abnormalitas
sistem hemostasis akibat vaskulopati, trombositopenia dan koagulopati. Hal ini
menyebabkan berbagai manifestasi perdarahan yang mengancam kehidupan
penderita.
Perembesan plasma diduga terjadi karena proses imunologi dan kerusakan
endotel. Hal ini disebabkan oleh pelepasan zat anafilatoksin, serotonin, histamin
serta aktivasi sistem kalikrein. Akibatnya terjadi ekstravasasi cairan elektrolit dan
protein --terutama albumin-- ke dalam rongga di antara jaringan ikat dan serosa.
Dan terdapat korelasi positif antara jumlah kumpulan cairan (asites dan pleura) dan
beratnya penyakit. Perembesan plasma inilah yang merupakan titik perbedaan
antara DBD dengan demam dengue.

3.1.5. Diagnosis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau
dapat berupa demam yang tidak khas. Pada umunya pasien mengalami fase demam
selama 2-7 hari, yang diikuti pleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini
pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika
tidak mendapat pengobatan adekuat. Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar
4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodromal yang tidak khas, seperti nyeri
kepala, nyeri tulang belakang, perasaan lelah.

Demam Dengue (DD) Probable dengue


Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:
1. Nyeri kepala
2. Nyeri retro-orbital
3. Mialgia
4. Atralgia
5. Ruam kulit

22
6. Manifestasi perdarahan (Petekie atau uji bending positif)
7. Leukopenia (leuokosit < 5000)
8. Trombosit < 150.000
9. Hematokrit naik 5-10%
Serta pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang
sudah dikonfirmasi pada waktu dan tempat yang sama.

Tabel 1. Fase Demam berdarah dengue

No Fase Anamnesis Pemeriksaan Fisik


Penderita
Dengue
1. Fase Febris Demam mendadak tinggi Pada fase ini dapat pula
2 – 7 hari, disertai nyeri ditemukan muka
seluruh tubuh, mialgia, kemerahan, eritema kulit,
artralgia dan sakit kepala. tanda perdarahan seperti
Pada beberapa kasus ptekie, perdarahan mukosa,
ditemukan nyeri walaupun jarang dapat pula
tenggorok, injeksi farings terjadi perdarahan
dan konjungtiva, pervaginam dan perdarahan
anoreksia, mual dan gastrointestinal.
muntah
2. Fase Kritis Pada hari 3 – 7 sakit dan Pada fase ini dapat terjadi
ditandai dengan syok yang ditandai dengan
penurunan suhu tubuh penurunan kesadaran dan
disertai kenaikan perburukan pada tanda vital.
permeabilitas kapiler dan
timbulnya kebocoran
plasma yang biasanya
berlangsung selama 24 –
48 jam.
3. Fase Keadaan umum penderita Tanda vital pasien kembali
Pemulihan membaik, nafsu makan normal
pulih kembali ,
hemodinamik stabil dan
diuresis membaik. terjadi
pengembalian cairan dari
ekstravaskuler ke
intravaskuler secara
perlahan pada 48 – 72 jam
setelahnya.

23
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi.

Anamnesis
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
Pemeriksaan Fisik
1. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
a. Uji bendung positif
b. Petekie, ekimosis atau purpura
c. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi) atau
perdarahan dari tempat lain
d. Hematemesis atau melena
Pemeriksaan laboraturium
1) Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
2) Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage sebagai berikut:
a. Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin.
a. Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapatkan terapi
cairan, dibandingan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
b. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites,
hipoporteinemia
c.
Penentuan derajat klinis DBD seseuai dengan diformulasikan oleh WHO
penting untuk menjadi patokan dalam menilai kondisi klinis penderita DBD.
Rumusan ini didasarkan pada keadaan klinis penderita yaitu: demam, manifestasi
perdarahan, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Derajat klinis DBD
diklasifikasikan ke dalam empat strata. Klasifikasi ini baik pada kasus dewasa
maupun anak adalah sama.

24
Gambar 3. Derajat kIinis Demam Berdarah Dengue

Pemeriksaan Penunjang lainnya :


A. Laboratorium
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
1) Leukosit dapat ormal atau menurun. Mulai dari hari ke 3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma
biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat. 

2) Trombosit umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8 

3) Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan

hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam 

4) Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-dimer, atau FDP
pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
5) Protein/albumin: terdapat hipoproteinemiaakibat kebocoran plasma. 

6) SGOT/SGPT dapat meningkat. 

7) Ureum, kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal 

8) Elektrolit : sebagai pemantauan pemberian cairan 

9) Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : bila akan dilakukan
transfusi darah atau komponen darah. 

10) Imunoserologi
IgM : terdekteksi pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu
ke 3, menghilang setelah 60-90 hari.
IgG : pada infeksi primer, terdeteksi pada

25
hari ke-14, pada infeksi sekunder igG mulai terdeteksi hari ke-2 

11) Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari per tam serta saat plang dari
perawatan, uji ini dilakukan untuk kepentingan survailens
12) NS1: antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari
kedelapan. Sensistivitas antigen NS1 berkisar sekitar 63%-93% dengan
spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus.

B. Radiologi
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto dada sebaiknya dalam posisi lateral decubitus kanan
(pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asistes dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan USG.

3.1.6. Tatalaksana

Protokol 1. Penanganan pasien DBD dewasa tanpa syok


Digunakan sebagai petujuk dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita
DBD di instalasi gawat darurat:
Jika ada pasien datang ke instalasi gawat darurat curiga DBD dilakukan
pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit:
1. Jika normal atau antara 100.000-150.000, pasien dapat dipulangkan dengan
anjuran control atau berobat rawat jalan ke poliklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya atau jika mengalami perburukan kembali ke instalasi gawat darurat.

2. Jika Hb dan Ht normal tapi trombosit menurun, dianjurkan untuk dirawat
3. Jika Hb dan Ht meningkat tapi trombosit normal atau turun dianjurkan untuk
dirawat 

4. Hb, Ht meningkat, dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan dirawat.

26
Gambar 4. Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa renjatan di
Unit Gawat Darurat

Protokol 2. Pemberian cairan pada pasien DBD dewasa di ruang rawat


Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif tanpa syok maka
di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut
ini.
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut:

1500 + (20 x (BB dalam kg – 20))

Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb dan Ht tiap 24 jam.


1. Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit<100.000 jumlah pemberian
cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht, Trombosit
dilakukan tiap 12 jam.
2. Bila Hb, Ht meningkat <20% dan trombosit<100.000 maka pemberian
cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan
Ht >20%.

27
Gambar 4. Pemberian cairan pada suspek DBD dewasa di ruang rawat

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%


Meningkatnya Ht >20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan
memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kgBB/jam. Pasien kemudian
dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai
denga tanda-tanda hematocrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil,
produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5
ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan
menunjukan perbaikan maka jumlah cairan ingus dikurangi menjadi 3
ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian
cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap
tidak membaik, yang ditandai dengan hematocrit dan nadi meningkat, tekanan nadi
< 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan
infus menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali
dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5

28
ml/kgBB.jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikkan maka jumlah
cairan infus dinaikan menjadi 15 ml/kgBB/jam dab bula dalam perkembagannya
kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani
sesuai dengan protocol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok
telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan
awal.

Gambar 5. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematocrit > 20%

Protokol 4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa


Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah: perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskezia), perdarahan
saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tesembunyi dengan
jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan
kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya.
Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering

29
mungkin dengan kewaspadaan Hb, Hit, dan thrombosis serta hemostasis harus
segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Kt, dan trombosit sebaiknya diulang setiap
4-6 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didaptkan tanda-
tanda koagulasi intravascular diseminata (DIC). Transfusi komponen darah
diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didaptkan defisiensi faktor-faktor
pembekuan (PT dan aPTT memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari
10 g/dl. Transfuse trombosit hanya diberikan pada pasien DBD demgam
perdarahan spontan dan massif dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai
atau DIC.

Gambar 6. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.

Protokol 5. Tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa


Hal yang perlu diingat dalam mengatasi syok adalah syok harus segera diatasi dan
oleh karena itu penggantian cairan intravascular yang hilang harus segera
dilakukan. Cairan kristaloid merupakan pilihan utama yang diberikan untuk
resusitasi cairan, selain itu pasien juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit.

30
Gambar 7. Penatalaksanaan sindrom dengue syok pada dewasa

Pemeriksaan darah perifer lengkap (DPl), hemostasis, analisa gas darah, kadar
natrium, kalium dan klorida serta ureum dan kreatinin. Pada fase awal kristaloid
diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaliuasi setelah 15-30 menit. Bila syok
telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi
> 20 mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba
hangat dan kulit tidak pucat serta diuesis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan
dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap
stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit
kemudian keadaan tetap stabil, pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-
48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta

31
diuresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika infus
terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat
terjadi).
Cairan kristaloid hanya bertahan 20% yang menetap dalam pembuluh darah
selama 1 jam, maka perlu dilakukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran,
frekuensi nadi, frekuensi jantung dan nafas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah
hipokondrium kanan dan epigastric, serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan 2
ml/kgBB/jam.

3.1.7. Komplikasi dan Prognosis


Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut :
1) Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm3 dan koagulopati,
trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam
sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan
terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan
saluran cerna, hematemesis dan melena. 

2) Efusi pleura

Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi
aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam
rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas. 

3) Hepatomegali

Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan
nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler.
Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak
dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody. 

4) Gagal sirkulasi

DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7, disebabkan
oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma,

32
efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia,
hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik
vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung,
sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi
jaringan. 


33
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Pasien laki- laki usia 22 tahun dibawa ke IGD RSUD Arjawinangun dengan
keluhan demam naik turun sejak 2 hari SMRS (30 Juni 2019), disertai dengan
keluhan mimisan pada malam hari, serta keluhan mual dan muntah sebanyak 3x/hr
berisi ampas. Tidak ada keluhan gusi berdarah, muntah darah maupun BAB hitam.
BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien juga mengeluh pusing, lemas dan badan
terasa pegal sejak kemarin serta nafsu makan yang menurun.
Pemeriksaan fisik menunjukan hasil conjungtiva anemis +/+, suhu tinggi
serta nadi cepat dan teraba kuat. Pemeriksaan darah lengkap menunjukan bahwa
terdapat trombositopenia pada hari ke-3 demam dengan jumlah trombosit 145.000,
semakin menurun hingga mencapai 36.000 pada hari ke-6, bebas demam selama 2
hari. Penurunan kadar Hb, MCV, MCH serta MCHC pada pasien ini menunjukan
bahwa pasien mengalami anemia mikrositik hipokrom. Pada umumnya, kadar Hb
pada pasien DBD pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun.
Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan
merupakan kelainan hematologi paling awal yang ditemukan pada DBD. Namun,
adanya anemia mikrositik hipokrom dapat mempengaruhi kadar Hb sehingga tidak
terdapat peningkatan (Rena et al, 2009). Pada pasien ini tidak ditemukan adanya
peningkatan Ht yang dihubungkan dengan kebocoran plasma yang berperan
penting dalam patogenesis terjadinya syok (Taufik et al, 2007). Menurunnya kadar
Ht pada pasien ini dapat dipengaruhi oleh adanya anemia mikrositik hipokrom serta
diperberat oleh low intake, asupan nutrisi yang kurang pada pasien (Davis, 2019).
Selain itu, untuk menentukan peningkatan hematokrit sebesar ≥20% secara tepat
masih sulit dilakukan, mengingat belum ada nilai standar hematokrit untuk
orang Indonesia baik anak-anak maupun dewasa (Wowor, 2011). Pemeriksaan
Imunologis yang dilakukan pada hari ke-4 demam menunjukan hasil IgM dengue
(+), IgG dengue (-). IgM Dengue akan terdeteksi pada hari ke 3-5, meningkat
sampai minggu ke 3, menghilang setelah 60-90 hari serta IgG pada infeksi primer,

34
terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder igG mulai terdeteksi hari ke-2
(Bakta, 2014). Pemeriksaan NS1 tidak dilakukan karena Antigen NS1 muncul awal
pada hari pertama setelah serangan demam dan menurun ke tingkat tidak
terdeteksi setelah 5-6 hari. Pada akhir fase akut infeksi, serologi adalah metode
pilihan untuk diagnosis (Wowor, 2011).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria WHO 2009 menjadi DBD grade
II, dengan gejala demam akut bifasik selama 5 hari disertai dengan tanda
perdarahan spontan berupa epistaksis, myalgia dan didapatkan trombositopenia.
Pada pasien ini tidak ditemukan adanya peningkatan kadar hematokrit yang dapat
dipengaruhi oleh adanya anemia mikrositik hipokrom ditandai dengan kadar
hemoglobin<12 g/dL, MCV<80 fl dan MCH<27 pg.
Tatalaksana difokuskan untuk pemeliharaan volume cairan sirkulasi dengan
rehidrasi kristaloid 7cc/KgBB/jam selama 4 jam dilanjutkan dengan pemberian rl
20 tpm. Pemberian cairan dipantau melalui keluhan, tanda vital pasien serta
pemeriksaan darah lengkap setiap 24 jam atau 12 jam.

35
DAFTAR PUSTAKA

Bakta I, M. 2014 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Taufik et al. 2007. ‘Peranan Kadar Hematokrit, Jumlah Trombosit dan Serologi
IgG dan IgM AntiDHF dalam Memprediksi Terjadinya Syok pada Pasien
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Rumah Sakit Islam Siti Hajar
Mataram’ Jurnal Penyakit Dalam, Vol. 8 No. 2 hh 105-111
Rena et al. 2009. ‘Kelainan Hematologi Pada Demam Berdarah Dengue’ Jurnal
Penyakit Dalam, Vol.10 No. 3 hh 218-225
Candra, A. 2010. ‘Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan’ Aspirator Vol. 2 No. 2 hh.110 –119

36

Anda mungkin juga menyukai