Delirium adalah gangguan kognitif dan kesadaran dengan onset akut. Kata
delirium berasal dari bahasa Latin “de lira” yang berarti “keluar dari parit” atau keluar
dari jalurnya. Dalam karyanya (2), Engel dan Romano menyebut delirium sebagai
“suatu sindrom insufisiensi serebral”. Keduanya menganggap delirium bsebagai
sindrom terkait dengan insufisiensi organ lain : Ginjal, jantung, hepar dan paru-paru.
Sebagai perbandingan, Lipowsky dalam “Delirium : Acute Brain Failure In Man”,
mengemukakan bahwa berkurangnya kewaspadaan terhadap lingkungan dapat
diasosiasikan dengan gangguan memori, disorientasi, gangguan bahasa dan
gangguan kognitif tipe lainnya. Beragam pasien mempunyai pengalaman disorientasi
yang berbeda seperti salah identifikasi, ilusi, halusinasi, dan waham. Dengan onset
yang mendadak dan durasi yang pendek, delirium terjadi dari jam sampai hari dan
berfluktiatif. Kebiasaan pasien menunjukkan variasi dengan adanya agitasi yang
menonjol pada beberapa individu, dan hipoaktif pada pasien lainnya, dan pada
individu yang sama pun akan menunjukkan variasi berbeda dari waktu ke waktu.
Delirium harus dibedakan dari demensia, kondisi kronis kemerosotan fungsi kognitif
yang merupakan faktor risiko terjadinya delirium.
Gejala delirium dapat disebabkan pajanan terhadap toksin atau ingesti obat,
seperti anti konvulsan, neuroleptik, ansiolitik, anti depresan, obat kardiovaskular,
anti neoplastik, dan hormone.
Gejala delirium dapat berhubungan dengan lebih dari satu masalah medis
umum atau pengaruh kombinasi masalah medis umum dan penggunaan zat.
Selain klasifikasi di atas, delirium juga dapat dibagi menjadi sub tipe hiperaktif
dan hipoaktif, tergantung dari aktivitas psikomotornya. Keduanya dapat terjadi
bersamaan pada satu individu.
a. Delirium hiperaktif
Delirium hiperaktif merupakan delirium yang paling sering terjadi. Pada pasien terjadi
agitasi, psikosis, labilitas mood, penolakan untuk terapi medis, dan tindakan
dispruptif lainnya. Kadang diperlukan pengawas karena pasien mungkin mencabut
selang infus atau kathether, atau mencoba pergi dari tempat tidur. Pasien delirium
karena intoksikasi, obat antikolinergik, dan alkohol withdrawal biasanya
menunjukkan perilaku tersebut. Delirium hiperaktif juga didapatkan pada pasien
dengan gejala putus substansi antara lain; alkohol,amfetamin,lysergic acid
diethylamideatau LSD.
b. Delirium hipoaktif
Adalah bentuk delirium yang paling sering, tapi sedikit dikenali oleh para klinisi.
Pasien tampak bingung, lethargia, dan malas. Hal itu mungkin sulit dibedakan
dengan keadaan fatigue dan somnolen, bedanya pasien akan dengan mudah
dibangunkan dan dalam berada dalam tingkat kesadaran yang normal. Rangsang
yang kuat diperlukan untuk membangunkan , biasanya bangun tidak komplet dan
transient. Penyakit yang mendasari adalah metabolit dan enchepalopati.
Etiologi
Terkadang, gejala delirium dapat memburuk saat malam hari ketika suasana
sekeliling gelap sehingga kondisinya terlihat asing.
Banyak kondisi yang dapat menyebabkan otak tidak mendapat pasokan oksigen atau
mengalami gangguan, sehingga terjadi delirium. Beberapa faktor yang dapat
menyebabkan delirium antara lain:
Diagnosis Delirium
Keparahan gejala delirium dapat dinilai dengan Skala Deteksi Delirium (DDS) dan
Skala Penilaian Delirium Memorial (MDAS). Diagnosis merupakan langkah dokter
untuk mengidentifikasi penyakit atau kondisi yang menjelaskan gejala dan tanda-
tanda yang dialami oleh pasien.
Penatalaksanaan
a) Pengobatan etiologik harus sedini mungkin dan di samping faal otak dibantu
agar tidak terjadi kerusakan otak yang menetap.
b) Peredaran darah harus diperhatikan (nadi, jantung dan tekanan darah), bila
perlu diberi stimulansia.
c) Pemberian cairan harus cukup, sebab tidak jarang terjadi dehidrasi. Hati-hati
dengan sedativa dan narkotika (barbiturat, morfin) sebab kadang-kadang
tidak menolong, tetapi dapat menimbulkan efek paradoksal, yaitu klien tidak
menjadi tenang, tetapi bertambah gelisah.
d) Klien harus dijaga terus, lebih-lebih bila ia sangat gelisah, sebab berbahaya
untuk dirinya sendiri (jatuh, lari dan loncat keluar dari jendela dan sebagainya)
ataupun untuk orang lain.
e) Dicoba menenangkan klien dengan kata-kata (biarpun kesadarannya
menurun) atau dengan kompres es. Klien mungkin lebih tenang bila ia dapat
melihat orang atau barang yang ia kenal dari rumah. Sebaiknya kamar jangan
terlalu gelap , klien tidak tahan terlalu diisolasi.
f) Terdapat gejala psikiatrik bila sangat mengganggu dapat diberikan
neroleptika, terutama yang mempunyai dosis efektif tinggi.
Penatalaksanaan Klinis
Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul pada pasien gangguan kognitif delirium adalah
sebagai berikut:
Prof. DR. Dr. Satyanegara, SpBS dkk, 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. PT
Gramedia Pustaka Utama. Edisi IV : Jakarta
Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
KlinisJilid I Edisi 7. Jakarta: Binarupa Aksara
Keliat, Budi Anna, DKK.2011. Kesehatan Keperawatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC.
Fong, TG. et al. (2009). Delirium in Elderly Adults: Diagnosis, Prevention and
Treatment. Nature Reviews Neurology, 5(4), pp. 210-220