Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lingkungan merupakan unsur yang sangat berperan penting bagi
kehidupan mahluk hidup, terutama manusia. Kehidupan manusia sehari-hari tidak
dapat terlepas dari lingkungan. Semua aktivitas manusia membutuhkan peran
lingkungan, baik untuk makan, minum, bekerja, bahkan beristirahat pun
memerlukan dukungan lingkungan hidup yang baik. Oleh karena itu, lingkungan
dapat dikatakan merupakan salah satu unsur utama dalam kehidupan manusia.
Dalam mengupayakan lingkungan yang sehat tak lepas dari permasalahan
yang besar yaitu sampah.Sampah diartikan sebagai material sisa yang tidak
diinginkan setelah berakhirnya suatu proses yang cenderung merusak lingkungan
di sekitarnya. Sampah dapat membawa dampak yang buruk pada kondisi
kesehatan manusia. Bila sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk
tanpa ada pengelolaan yang baik, maka akan menimbulkan berbagai dampak
kesehatan yang serius. Tumpukan sampah yang dibiarkan begitu saja akan
mendatangkan serangga (lalat, kecoa, kutu, dan lai-lain) yang membawa kuman
penyakit. Sampah menjadi sumber penyakit yang dapat memengaruhi kesehatan
masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu masyarakat harus menyadari pentingnya
kesadaran membuang sampah pada tempatnya dan pengolahan sampah agar tidak
menimbulkan berbagai macam penyakit sekaligus dapat memberikan manfaat
bagi masyarakat itu sendiri.

1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui apa yang dimaksud dengan paradigma
1.2.2 Mengetahui apa yang dimaksud dengan paradigma sehat dalam BPJS
1.2.3 Mengetahui bagaimana konsep sakit menurut WHO
1.2.4 Mengetahui apa sehat menurut DEPKES RI

1
1.2.5 Mengetahui apa saja ciri-ciri sehat
1.2.6 Mengetahui apa yang dimaksud paradigma sehat
1.2.7 Mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan dan
tindakan kesehatan
1.2.8 Mengetahui apa itu rentang sehat-sakit
1.2.9 Mengetahui bagaimana tahapan sakit menurut Suchman
1.2.10 Mengetahui apa itu sakit dan perilaku sakit
1.2.11 Mengetahui bagaimana ciri-ciri sakit
1.2.12 Mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi perilaku sakit
1.2.13 Mengetahui bagaimana tahap-tahap perilaku sakit
1.2.14 Mengetahui bagaimana dampak sakit

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Lingkungan
2.1 Paradigma Masyarakat dan Lingkungan
Masyarakat dan lingkungan merupakan komponen dalam paradigma
keperawatan dimana setiap individu berinteraksi. Masyarakat dan lingkungan juga
dianggap sebagai sumber terjadinya keadaan sakit (tidak sehat) dan merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan atau kondisi sakit seseorang. Orem
(Marriner-Tomey, 1994) mengidentifikasi bahwa hubungan antara individu dan
Iingkungannya serta kemampuan individu untuk mempertahankan kesehatan
dirinya dapat dipenagruhi oleh lingkungan dimana individu itu berada. Individu
selalu berada pada lingkungan fisik, psikologis, dan sosial.
Fokus lingkungan dibagi 2:
a.lingkungan dalam terdiri dari :
-lingkungan fisik(physical enviroment)
Merupakan lingkungan dasar/alami yang berhubungan dengan ventilasi
dan udara. Faktor tersebut mempunyai efek terhadap lingkungan fisik yang bersih
yang selalu akan mempengaruhi pasien dimana pun dia berada di dalam ruangan
harus bebas dari debu, asap, bau-bauan. Tempat tidur pasien harus bersih, ruangan
hangat, udara bersih, tidak lembab, bebas dari bau-bauan. Lingkungan dibuat
sedemikian rupa sehingga memudahkan perawat bai bagi orang lain maupun
dirinya sendiri. Luas, tinggi penempatan tempat tidur harus memberikan
keleluasaan pasien untuk beraktifitas. Tempat tidur harus mendapat penerangan
yang cukup, jauh dari kebisingan dan bau limbah. Posisi pasien di tempat tidur
harus diatur sedemikian rupa supaya mendapat ventilasi.

-lingkungan psikologi (psychologi enviroment)

3
Kondisi lingkungan yang negatif dapat menyebabkan stress fisik dan
berpengaruh buruk terhadap emosi pasien. Oleh karena itu ditekankan kepada
pasien menjaga rangsangan fisiknya. Mendapatkan sinar matahari, makanan yang
menarik dan aktifitas manual dapat merangsang semua faktor untuk membantu
pasien dalam mempertahankan emosinya. Komunikasi dengan pasien dipandang
dalam suatu konteks lingkumgan secara menyeluruh, jangan dilakukan secara
terburu-buru atau terputus-putus. Tidak memberikan harapan yang muluk, nasehat
yang berlebihan tentang kondisi penyakitnya.selain itu mendiskusikan kondisi-
kondisi lingkungan dimana dia berada atau menceritakan hal-hal yang
menyenangkan dan para pengunjung yang selalu memberikan support dapat
memberikan rasa nyaman terhadap pasien.

-lingkungan sosial (social environment)


Lingkungan sosial dapat mempengaruhi proses perubahan status kesehatan
seseorang karena akan mempengaruhi pemikiran atau keyakinan sehinggan dapat
menimbulkan perubahan dalam perilaku kesehatan. Observasi dari lingkungan
sosial terutama hubungan yang spesifik,kumpulan data-data yang spesifik yang
berhubungan dengan keadaan penyakit sangat penting untuk pencegahan
penyakit. Dengan demikian setiap perawat harus menggunakan kemampuan
observasi dalam hubungan dengan kasus-kasus secara spesifik lebih dari sekedar
data-data yang ditunjukkan pasien pada umumnya.

b.lingkungan luar (eksternal)


Lingkungan luar terdiri dari:
v Kultur
v Adat
v Struktur masyarakat
v Status sosial
v Udara
v Suara
v Pendidikan

4
v Pekerjaan dan
v Sosial ekonomi budaya
- Lingkungan berkaitan dengan dimana individu berada, perilaku
lingkungan dipengaruhi oleh hal-hal yang terjadi dilingkungannya. Lingkungan
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan, apabila lingkungan itu
kotor maka kesehatan manusia terganggu sehingga manusia perlu dirawat dirinya
atau membutuhkan perawatan dari orang lain. Keperawatan dengan lingkungan
juga sangat berpengaruh salah satu contoh pasien yang sedang menjalani proses
perwatan atau rehabilitas akan memerlukan lingkungan yang bersih,aman dan
juga nyaman. Dengan kata lain lingkungan dapat berperan sebagai media
transmisi yang mendukung terjadinya penyakit apabila media atau lingkungan itu
dapat membawa atau mendekatkan agen pada host. Konsep lingkungan pada
paradigma keperawatan difokuskan pada lingkungan masyarakat yaitu lingkungan
fisik,sosial,budaya dan spiritual.

Fokus perhatian terhadap interaksi manusia dan lingkungannya dalam


teori keperawatan dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu teori keperawatan
yang berfokus parsial dan teori keperawatan yang berfokus total. Pada fokus
parsial, perawat berperan sebagai pengganti, dimana peran perawat diperlukan
pada saat klien tidak mampu melakukan kegiatannya. Teori ini beranggapan
bahwa perawat bertanggung jawab terhadap kesehatan dan kebutuhan harian klien
sampai mereka dapat pulih kembali dan mampu bertanggung jawab terhadap
kelangsungan hidup selanjutnya (Marriner-Tomey, 1994). Aplikasi teori ini dapat
dilihat dalam teori Orem, Henderson, dan Orlando, dimana ketiga ahli teori ini
sepakat bahwa peran perawat merupakan peran pengganti ketika klien tidak
mampu, tidak mau atau tidak tahu merawat diri dalam menjalankan fungsi
interaksinya yang seimbang dengan lingkungan, yang dapat disebabkan oleh
faktor perkembangan, faktor ketidak mampuan, faktor keterbatasan lingkungan,
faktor respons berlawanan terhadap interaksi lingkungan dan faktor ketidak-
mampuan berkomunikasi.

5
Teori yang berfokus total dikemukakan melalui dukungan beberapa ahli
teori keperawatan yaitu Nightingale, Levine, Rogers, Roy, Neuman, dan Johnson
(Marriner-Tomey, 1994) yang memandang bahwa lingkungan merupakan kondisi
eksternal sebagai sumber ventilasi, kehangatan, kebisingan, dan pencahayaan
dimana perawat dapat mengatur dan memanipulasinya dalam rangka membantu
klien memulihkan diri. Dengan demikian, kegiatan keperawatan meliputi antara
lain menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya penyembuhan dan
pemulihan kesehatan seorang klien.
Teori ini juga menekankan bahwa keperawatan seyogyanya berperan aktif
dalam memfasilitasi interaksi antara individu dan lingkungannya melalui upaya
menciptakan lingkungan fisik yang kondusif agar kondisi kesehatan dapat
tercapai. Selain itu, berperan aktif melalui hubungan interaksi klien dan
lingkungan yang tidak terpisahkan dan amat ekstensif (komplementer, helisi, dan
resonansi). Juga, melalui upaya mempertahankan dan meningkatkan kemampuan
proses adaptasi klien terhadap berbagai stimulus. Disamping itu, melalui
kemampuan meningkatkan sistem terbuka klien secara intrapersonal,
interpersonal, dan ekstrapersonal, dan memfasilitasi sistem perilaku yang positif
rnelalui peningkatan fungsi - fungsi interrelasi dan interdependensi subsistem
yang terdapat dalam setiap individu.

2.2 Lingkungan yang Sehat


Pengertian lingkungan sehat adalah lingkungan yang mendukung
terciptanya individu hingga masyarakat yang sehat. Lingkungan sehat juga dapat
didefinisikan sebagai lingkungan yang terhindar dari hal-hal yang menyebabkan
gangguan kesehatan seperti berbagai bentuk limbah (cair, padat dan gas),
terhindar dari binatang-binatang pembawa bibit penyakit, zat kimia berbahaya,
polusi suara berlebihan serta hal-hal lain.
Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan
hal yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan
dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap
timbulnya masalah kesehatan masyarakat.

6
Menurut World Health Organisation (WHO) tentang pengertian Kesehatan
Lingkungan adalah “Those aspects of human health and disease that are
determined by factors in the environment. It also refers to the theory and practice
of assessing and controlling factors in the environment that can potentially affect
health,” atau bila disimpulkan “Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada
antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.”
Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) definisi
kesehatan lingkungan yaitu “Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang
keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk
mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.”

Ilmu yang berkaitan dengan lingkungan yaitu kesehatan lingkungan.


Dalam kesehatan lingkungan dipelajari upaya untuk melindungi kesehatan
manusia melalui pengelolaan, pengawasan dan pencegahan faktor-faktor
lingkungan yang dapat mengganggu kesehatan manusia (Sutomo, 1991).
Kesehatan lingkungan adalah ilmu dan seni dalam mencapai keseimbangan,
keselarasan dan keserasian lingkungan hidup melalui upaya pengembangan
budaya perilaku sehat dan pengelolaan lingkungan sehingga dicapai kondisi yang
bersih, aman, nyaman, sehat dan sejahtera terhindar dari gangguan penyakit,
pencemaran dan kecelakaan sesuai dengan harkat dan martabat manusia
(Soenhadji, 1994). Kesehatan lingkungan adalah ilmu dan seni untuk mencegah
pengganggu, menanggulangi kerusakan dan meningkatkan/memulihkan fungsi
lingkungan melalui pengelolaan unsur-unsur atau faktor-faktor lingkungan yang
beresiko terhadap kesehatan manusia dengan cara identifikasi, analisis, intervensi
rekayasa lingkungan, sehingga tersedianya lingkungan yang menjamin bagi
derajat kesehatan manusia secara optimal (Cahyono, 2000).

2.3 Syarat-syarat Lingkungan yang Sehat


Syarat-syarat lingkungan sehat antara lain sebagai berikut:
1. Udara bersih, tidak berbau, segar, dan terasa sejuk.
2. Ada tempat sampah dan keadaannya bersih. Dengan adanya tempat

7
sampah, sampah jadi tidak berserakan sehingga tidak menimbulkan bau
yang tidak sedap.
Teknik pengelolaan sampah yang baik dan benar harus memperhatikan faktor-
faktor/unsur, berikut:
a. Penimbunan sampah. Faktor-faktor yang memengaruhi produksi sampah
adalah jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas, pola
kehidupan/tingkat sosial ekonomi, letak geografis, iklim, musim, dan
kemajuan teknologi.
b. Penyimpanan sampah.
c. Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali.
d. Pengangkutan.
e. Pembuangan.
Dengan mengetahui unsur-unsur pengelolaan sampah, kita dapat
mengetahui hubungan dan urgensinya masing-masing unsur tersebut agar kita
dapat memecahkan masalah-masalah ini secara efisien.
Selain terkait dengan pembuangan sampah, hal yang perlu diperhatikan
juga dalam mengelola kotoran/tinja. Metode pembuangan tinja yang baik yaitu
dengan jamban dengan syarat sebagai berikut:
a. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi.
b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata
air atau sumur.
c. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan.
d. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain.
e. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar atau bila memang benar-benar
diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin.
f. Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang.
g. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.

3. Terdapat saluran air yang bersih dan lancar. Air dalam saluran air akan
mengalir dengan lancar. Hal ini karena tidak tersumbat oleh sampah.
Tersedianya air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

8
Syarat-syarat kualitas air bersih di antaranya adalah sebagai berikut:
 Syarat Fisik: Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna.
 Syarat Kimia: Kadar Besi: maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l,
Kesadahan (maks 500 mg/l).

3. Syarat Mikrobiologis: Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air).

4. Terdapat berbagai tumbuhan hijau yang terpelihara dan tertata rapi. Dengan adanya
tumbuhan, udara akan menjadi lebih bersih. Selain itu, keadaan lingkungan rumah
akan terlihat lebih indah.
5. Pemukiman/tempat tinggal yang sehat.

Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu: pencahayaan, ruang gerak yang cukup,
terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
b. Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu: privasi yang cukup, komunikasi yang
sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas
vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar
matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, di samping
pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena
keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan,
konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung
membuat penghuninya jatuh tergelincir.

6. Terhindar dari kontak serangga dan binatang pengganggu.

Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang


kemudian disebut sebagai vektor misalnya: pinjal tikus untuk penyakit
pes/sampar, nyamuk Anopheles sp untuk penyakit malaria, nyamuk Aedes sp

9
untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), nyamuk Culex sp untuk penyakit Kaki
Gajah/Filariasis. Penanggulangan/pencegahan dari penyakit tersebut di antaranya
dengan merancang rumah/tempat pengelolaan makanan dengan rat proff (rapat
tikus), kelambu yang dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah gigitan
Nyamuk Anopheles sp, gerakan 3 M (menguras mengubur dan menutup) tempat
penampungan air untuk mencegah penyakit DBD, penggunaan kasa pada lubang
angin di rumah atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan
usaha-usaha sanitasi.
Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing
dapat menularkan penyakit rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi
perantara perpindahan bibit penyakit ke makanan sehingga menimbulakan diare.
Tikus dapat menyebabkan Leptospirosis dari kencing yang dikeluarkannya yang
telah terinfeksi bakteri penyebab.

2.4 Dampak yang Ditimbulkan Sampah


Sampah-sampah yang berserakan, terutama ditumpukan sampah yang
berlebihan dapat mengundang serangga, pertumbuhan organisme-organisme yang
membahayakan, mencemari udara, tanah dan air. Sehingga dampak negatif yang
ditimbulkan cukup banyak. Dampak yang dapat ditimbulkan sampah, antara lain:
1. Diare, kolera, dan tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal
dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat mencemari air tanah
yang biasa di minum masyarakat. Penyakit DBD (Demam Berdarah) dapat
juga meningkat dengan cepat di daerah dengan pengelolaan sampahnya
yang tidak memadai.
2. Selama ini ada anggapan bahwa sampah menimbulkan pemanasan global.
Berdasarkan penelitian anggapan tersebut tidak 100% benar. Sampah
yang dibuang begitu saja berkontribusi dalam mempercepat pemanasan
global, karena sampah dapat menghasilkan gas metan (CH4) yang dapat
merusak atmosfer bumi. Rata-rata tiap satu ton sampah padat
menghasilkan 50 kg gas metan. Gas metan itu sendiri mempunyai
kekuatan merusak hingga 20-30 kali lebih besar dari karbondioksida

10
(CO2). Gas metan berada di atmosfer selama sekitar 7-10 tahundan dapat
meningkatkan suhu sekitar 1,30C per tahun.
3. Sampah dapat menyebabkan banjir. Sampah yang dibuang sembarangan,
salah satunya yang dibuang kesungai atau aliran air lainnya. Lama
kelamaan akan menumpuk dan menyumbat aliran air, sehingga air tidak
dapat mengalir dengan lancar dan akan meluap menyebabkan banjir.
4. Selain pernyataan diatas, sampah juga dapat merusak pemandangan.

2.5 Pengolahan Sampah


Sampah sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan sekitar.
Oleh karena itu, sampah haruslah diolah atau didaur ulang dengan baik agar tidak
mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan manusia. Sampah yang selama
ini kita buang begitu saja, ternyata masih dapat diolah kembali antara lain dalam
bentuk kerajinan yang bernilai ekonomi, bercita rasa seni dan unik. Secara umum
pengelolaan sampah dilakukan dalam tiga tahap kegiatan, yaitu: pengumpulan,
pengangkutan, dan pembuangan akhir/pengolahan. Pada tahap pembuangan
akhir/pengolahan, sampah akan mengalami proses-proses tertentu, baik secara
fisik, kimiawi, maupun biologis.
Ada dua proses pembuangan akhir, yaitu open dumping (penimbunan
secara terbuka) dan sanitary landfill(pembuangan secara sehat). Pada proses open
dumping, sampah ditimbun secara bergantian dengan tanah sebagai lapisan
penutupnya.
Sampah yang dibuang harus dipilih sehingga tiap bagian dapat di daur
ulang secara optimal. Hal ini jauh lebih baik di bandingkan membuangnya ke
sistem pembuangan sampah yang tercemar. Pembuangan sampah yang tercampur
dapat merusak dan mengurangi nilai material yang mungkin masih bisa
dimanfaatkan dari sampah-sampah tersebut.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip yang dapat di terapkan dalam
pengolahan sampah. Prinsip ini sering dikenal dengan 4R, yaitu:

11
- Reduse (mengurangi), sebisa mungkin kita meminimalisasi barang atau material
yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan barang atau material,
semakin banyak sampah yang kita hasilkan
- Reuse (menggunakan kembali), sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang
masih bisa dipakai kembali. Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian
barang sebelum barang menjadi sampah.
- Recycle (mendaur ulang), sebisa mungkin, barang-barang yang tidak berguna di
daur ulang kembali. Tidak semua barang bisa didaur ulang, tetapi saat ini sudah
banyak industri informal dan rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi
barang lain.
- Replace (mengganti), teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang-
barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama dan
hanya barang-barang yang lebih ramah lingkungan.
Dalam mengelola usaha daur ulang, kita bisa hanya melakukan satu dari
kegiatan-kegiatan berikut ini: pemilahan, pengumpulan, pemrosesan,
pendistribusian, dan pembuangan produk/material bekas pakai, atau jika usaha
daur ulang berkembang dengan pesat, kita bisa melakukan semua kegiatan
tersebut secara bersamaan.

2.6 Cara Memelihara Lingkungan agar Tetap Sehat


1. Memberikan kesadaran tentang arti penting lingkungan yang bersih kepada
masyarakat, terutama pada anak-anak agar kesadaran tersebut bisa tumbuh
sejak usia dini. Membiasakan hidup bersih sejak usia anak-anak tentu lebih
membuahkan hasil yang luar biasa daripada pembiasaan diri pada usia
setelahnya. Alasannya tentu saja berkaitan dengan kesadaran yang berhasil
muncul melalui kebiasaan. Anak-anak tidak perlu diperintah ataupun
dipaksa untuk senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungannya.
Mereka diberi contoh dan pemahaman akan pentingnya kebersihan, maka
hal itu akan menancap dan dilakukan dengan maksimal dan sebaik mungkin
dalam kehidupannya. Mereka akan terus mengingat dengan baik hal positif
yang sering dilakukannya dengan kesadaran tanpa adanya rasa takut,

12
khawatir ataupun was-was jika belum berhasil melakukan upaya menjaga
kebersihan. Mereka akan terus belajar dan berlatih karena lingkungan
sekitarnya memberikan contoh dan pemahaman dengan benar.
2. Buatlah tempat sampah yang memisahkan antara sampah organik dan non
organik. Hal ini penting dilakukan agar memudahkan upaya untuk
menanggulangi timbunan sampah. Jika sampah organik berhasil dipisahkan,
maka akan mudah untuk merencanakan langkah positif terhadap sampah.
Sampah adalah komponen yang begitu dekat dengan kehidupan manusia.
Dan seringkali dalam pembuangannya menimbulkan banyak permasalahan.
Untuk itu, haruslah dipikirkan cara yang paling tepat untuk dapat mengelola
sampah ini termasuk dalam pembuangan mulai dari tahap di rumah tangga
sampai di tempat pembuangan akhir. Atau juga bagaimana cara untuk
mendaur ulang sampah agar masih dapat untuk digunakan kembali.
3. Buatlah jadwal rutin untuk melakuan aktivitas pembersihan lingkungan
secara terjadwal. Melalui jadwal, maka kita akan membiasakan diri disiplin
menjaga kebersihan lingkungan. Tidak masalah meski ada kendala di tengah
pelaksanaannya. Tapi hal penting adalah keseriusan dan keberlanjutan hidup
bersih serta sehat. Kita tak akan mendapatkan atau merasakan manfaat dari
lingkungan yang bersih tanpa adanya kemauan dari diri kita sendiri untuk
melakukan pembersihan lingkungan. Dan hal ini seharusnya dijadikan
sebagai sebuah kebiasaan hidup. Bukan lagi sebagai hal yang hanya
dilakukan sesekali namun haruslah dijadwal atau diagendakan secara rutin.
4. Buatlah sebuah aktivitas kreatif untuk mengelola sampah non organik
menjadi sebuah benda yang bersifat produktif dan bisa menghasilkan uang.
Hal ini dapat diketahui beragam informasinya melalui beragam media, baik
cetak maupun online. Sejatinya saat ini telah banyak ditemukan ide kreatif
untuk mengelola kembali sampah menjadi barang yang lebih berguna. Kita
dapat mencontoh ide yang sudah ada atau memikirkan ide lain yang
berbeda. Poin yang terpenting adalah bahwa sampah tersebut dapat untuk
kembali diolah tanpa memberikan beban yang lebih bagi alam dan
lingkungan.

13
5. Membudayakan hidup bersih dan sehat seperti membiasakan
untuk membuang sampah pada tempatnya. Hal ini akan sangat bermanfaat
jika diberikan juga kepada anak-anak, sehingga akan menjadi sebuah pola
perilaku yang tercipta di bawah sadar. Seperti yang telah disebutkan bahwa
masalah sampah adalah masalah yang klasik. Namun dapat dipecahkan
dengan banyak hal yang sederhana. Dengan membiasakan untuk membuang
sampah ke tempat sampah yang benar adalah hal awal untuk menanggulangi
masalah sampah ini.
ltulah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menciptakan
lingkungan sekitar kita tetap sehat. Dengan lingkungan yang bersih maka
akan banyak manfaat yang akan dirasakan oleh hidup kita.

B. Konsep Sehat- Sakit

1. Definisi Sehat

Menurut WHO (World Heath Organisatin) definisi sehat merupakan suatu


keadaan kondisi fisik, mental dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu
kesatuan dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.
“ Health is a state of complete physical, mental, and social well – being and not
merely the absence of diseases or infirmity “

Menurut WHO, ada tiga komponen penting yang merupakan satu kesatuan
dalam definisi sehat yaitu:

1. Sehat Jasmani

Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya,


berupa sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut
tersisir rapi, berpakaian rapi, berotot, tidak gemuk, nafas tidak bau, selera makan
baik, tidur nyenyak, gesit dan seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan normal.

2. Sehat Mental

14
Sehat Mental dan sehat jasmani selalu dihubungkan satu sama lain dalam
pepatah kuno “Jiwa yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat “(Men Sana In
Corpore Sano)”.

Atribut seorang insan yang memiliki mental yang sehat adalah sebagai
berikut:

a. Selalu merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya, tidak pernah
menyesal dan kasihan terhadap dirinya, selalu gembira, santai dan
menyenangkan serta tidak ada tanda-tanda konflik kejiwaan.
b. Dapat bergaul dengan baik dan dapat menerima kritik serta tidak mudah
tersinggung dan marah, selalu pengertian dan toleransi terhadap kebutuhan
emosi orang lain.
c. Dapat mengontrol diri dan tidak mudah emosi serta tidak mudah takut,
cemburu, benci serta menghadapi dan dapat menyelesaikan masalah secara
cerdik dan bijaksana.

3. Kesejahteraan Sosial

Batasan kesejahteraan sosial yang ada di setiap tempat atau negara sulit
diukur dan sangat tergantung pada kultur, kebudayaan dan tingkat
kemakmuran masyarakat setempat. Dalam arti yang lebih hakiki,
kesejahteraan sosial adalah suasana kehidupan berupa perasaan aman damai
dan sejahtera, cukup pangan, sandang dan papan. Dalam kehidupan
masyarakat yang sejahtera, masyarakat hidup tertib dan selalu menghargai
kepentingan orang lain serta masyarakat umum.

4. Sehat Spiritual

Spiritual merupakan komponen tambahan pada definisi sehat oleh WHO


dan memiliki arti penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.Setiap
individu perlu mendapat pendidikan formal maupun informal, kesempatan
untuk berlibur, mendengar alunan lagu dan musik, siraman rohani seperti

15
ceramah agama dan lainnya agar terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis dan
tidak monoton.

Keempat komponen ini dikenal sebagai sehat positif atau disebut sebagai
“Positive Health” karena lebih realistis dibandingkan dengan definisi WHO yang
hanya bersifat idealistik semata-mata.

2. Konsep sehat sakit menurut who

Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu
keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya
bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).

Definisi WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat


meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994) :

Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.

Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.

Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.

3. Sehat menurut Depkes RI

UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa :

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini
maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur –
unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian
integral kesehatan

Dalam pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang
dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan

16
lingkungan internal (psikologis, intelektua, spiritual dan penyakit) dan eksternal
(lingkungan fisik, social, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.

Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit


menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas
kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari)
seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan
kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit(2).

Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi


impersonal dan sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu
hal yang disebabkan oleh gangguan terhadap sistem tubuh manusia.

4. Ciri-ciri Sehat
Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit
atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit.Semua
organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.

Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional,


dan spiritual.

1. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.


2. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk

mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan

sebagainya.

3. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan

rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam
fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam).
Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.

4. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan

17
dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku,
agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta
saling toleran dan menghargai.

5. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa)

produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat
menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi
mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan),
dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok
tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan
yang berguna bagi kehidupanmereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau
mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan
lainnya bagi usia lanjut.

5. Paradigma Sehat

Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan


kesehatan yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah
kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis
dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan
pemeliharaan dan per - lindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan
hanya penyembuhan penduduk yang sakit.

Pada intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap


kebijakan yang bersifat pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan
dukungan dan alokasi sumber daya untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat
namun teta p mengupayakan yang sakit segera sehat.Pada prinsipnya kebijakan
tersebut menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan kegiatan kesehatan
daripada mengobati penyakit.Telah dikembangkan pengertian tentang penyakit
yang mempunyai konotasi biomedik dan sosio kultural.

6. Rentang sehat-sakit

18
1. Suatu skala ukur secara relative dalam mengukur keadaan sehat/kesehatan
seseorang.

2. Kedudukannya pada tingkat skala ukur : dinamis dan bersifat individual.

3. Jarak dalam skala ukur : keadaan sehat secara optimal pada satu titik dan

kematian pada titik yang lain.

7. Tahapan sakit menurut Suchman


1. Terbagi menjadi 5 tahap yaitu Tahap mengalami gejala

Tahap transisi :

a. individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuhnya ; merasa dirinya tidak
sehat/merasa timbulnya berbagai gejala/merasa ada bahaya.

b. Mempunyai 3 aspek :

Ø Secara fisik : nyeri, panas tinggi

Ø Kognitif : interprestasi terhadap gejala

Ø Respon emosi terhadap ketakutan/kecemasan

c. Konsultasin dengan orang terdekat : gejala + perasaan, kadang-kadangh


mencoba pengobatan di rumah.

2. Tahap asumsi terhadap peran sakit (sick Role)

a. Penerimaan terhadap sakit

b. Individu mencari kepastian sakitnya keluarga atau teman : menghasilkan peran


sakit.

c. Mencari pertolongan dari profesi kesehatan, yang lain mengobati sendiri,


mengikuti nasehat teman/keluarga.

d. Akhir dari tahap ini dapat ditemukan bahwa gejala telah berubah dan merasa
lebih baik. Invidu masih mencari penegasan dari keluarga tentang
sakitnya.Rencana pengobatan dipenuhi/dipengaruhi oleh pengetahuan dan
pengalaman selanjutnya.

19
3. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan.

a. Individu yang sakit : meminta nasehat dari profesi kesehatan atas inisiatif
sendiri.

b. 3 tipe informasi

Ø validasi keadaan sakit

Ø Penjelasan tentang gejala yang tidak dimengerti

Ø Keyakinan bahwa mereka akan baik

c. Jika tidak ada gejala : individu mempersepsikan dirinya sembuh jika ada gejala
kembali pada profesi kesehatan.

4. Tahap ketergantungan

Jika profesi kesehatan memvalidasi (memantapkan) bahwa seseorang sakuit :


menjadi pasien yang tergantung untuk memperoleh bantuan.

Setiap orang mempunyai tingkat ketergantungan yang berbeda sesuai dengan


kebutuhan.

5. Tahap penyembuhan

a. Pasien belajar untuk melepaskan peran sakit dan kembali pada peran sakit dan
fungi sebelum sakit.

b. Kesiapan untuk fungsi social.

8. Sakit dan perilaku sakit

Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial,


perkembangan, atau seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan
terjadinya proses penyakit.

Oleh karena itu sakit tidak sama dengan penyakit. Sebagai contoh klien
dengan Leukemia yang sedang menjalani pengobatan mungkin akan mampu
berfungsi seperti biasanya, sedangkan klien lain dengan kanker payudara yang

20
sedang mempersiapkan diri untuk menjalanaio operasi mungkin akan merasakan
akibatnya pada dimensi lain, selain dimensi fisik.

Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang
memantau tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang
dialami; melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan
kesehatan.

Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bisa
berfungsi sebagai mekanisme koping. Bauman (1965)

Seseorang menggunakan tiga criteria untuk menentukan apakah mereka sakit :

1. Adanya gejala : naiknya temperature, nyeri

2. Persepsi tentang bagaimana mereka merasakan : baik, buruk, sakit

3. Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari : bekerja, sekolah.

9. Ciri-ciri sakit

1. Individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuh ; merasa dirinya tidak sehat /
merasa timbulnya berbagai gejala merasa adanya bahaya.
Mempunyai 3 aspek :
- secara fisik : nyeri, panas tinggi.
- Kognitif : interprestasi terhadap gejala.
- Respons emosi terhadap ketakutan / kecamasan.

2. Asumsi terhadap peran sakit (sick Rok).Penerimaan terhadap sakit.

10. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sakit


 Faktor Internal

Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami

Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu
rutinitas kegiatan sehari-hari.

21
Misal: Tukang Kayu yang menderitas sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut
bisa membahayakan dan mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari
bantuan.

Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang
sebaliknya. Bisa saja orang yang takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi
dengan cara menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.

Asal atau Jenis penyakit

Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin
mengganggu fungsi pada seluruh dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan
segera mencari pertolongan dan mematuhi program terapi yang diberikan.

Sedangkan pada penyakit kronik biasany berlangsung lama (>6 bulan)


sehingga jelas dapat mengganggu fungsi diseluruh dimensi yang ada. Jika
penyakit kronik itu tidak dapat disembuhkan dan terapi yang diberikan hanya
menghilangkan sebagian gejala yang ada, maka klien mungkin tidak akan
termotivasi untuk memenuhi rencana terapi yang ada.

 Faktor Eksternal

a. Gejala yang Dapat Dilihat

Gajala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh
dan Perilaku Sakit.

Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan
lebih cepat mencari pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan,
karena mungkin komentar orang lain terhadap gejala bibir pecah-pecah yang
dialaminya.

b. Kelompok Sosial

Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau


justru meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.

Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35
tahun yang berasal dari dua kelompok sosial yang berbeda telah menemukan

22
adanya benjolan pada Payudaranya saat melakukan SADARI.Kemudian mereka
mendisukusikannya dengan temannya masing-masing. Teman Ny. A mungkin
akan mendorong mencari pengobatan untuk menentukan apakah perlu dibiopsi
atau tidak; sedangkan teman Ny. B mungkin akan mengatakan itu hanyalah
benjolan biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.

c. Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana menjadi


sehat, mengenal penyakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu
memahami latar belakang budaya yang dimiliki klien.

d. Ekonomi

Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat


tanggap terhadap gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera
mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.

e. Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayanan

Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain
sering mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan
kesehatan.

Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks


dan besar dan mereka lebih suka untuk mengunjungi Puskesmas yang tidak
membutuhkan prosedur yang rumit.

f. Dukungan Sosial

Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang


bersifat peningkatan kesehatan.Di institusi tersebut dapat dilakukan berbagai
kegiatan, seperti seminar kesehatan, pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan
(aerobik, senam POCO-POCO dll).

Juga menyediakan fasilitas olehraga seperti, kolam renang, lapangan Bola


Basket, Lapangan Sepak Bola, dll.

23
11. Tahap-tahap perilaku sakit
 Tahap I (Mengalami Gejala)

o Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ”ada sesuatu yang salah ”

o Mereka mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga
adanya diagnosa tertentu.

O Persepsi individu terhadap suatu gejala meliputi:

(a) kesadaran terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan, dll);

(b) evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut
merupakan suatu gejala penyakit;

(c) respon emosional.

O Jika gejala itu dianggap merupakan suatu gejal penyakit dan dapat mengancam
kehidupannya maka ia akan segera mencari pertolongan.

 Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)

o Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat

o Orang yang sakit akan melakukan konfirmasi kepada keluarga, orang terdekat
atau kelompok sosialnya bahwa ia benar-benar sakit sehingga harus diistirahatkan
dari kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap perannya.

o Menimbulkan perubahan emosional spt : menarik diri/depresi, dan juga


perubahan fisik. Perubahan emosional yang terjadi bisa kompleks atau sederhana
tergantung beratnya penyakit, tingkat ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit.

o Seseorang awalnya menyangkal pentingnya intervensi dari pelayanan


kesehatan, sehingga ia menunda kontak dengan sistem pelayanan kesehatan à
akan tetapi jika gejala itu menetap dan semakin memberat maka ia akan segera
melakukan kontak dengan sistem pelayanan kesehatan dan berubah menjadi
seorang klien.

 Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)

24
o Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang
ahli, mencari penjelasan mengenai gejala yang dirasakan, penyebab penyakit, dan
implikasi penyakit terhadap kesehatan dimasa yang akan datang

o Profesi kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka tidak menderita


suatu penyakit atau justru menyatakan jika mereka menderita penyakit yang bisa
mengancam kehidupannya. à klien bisa menerima atau menyangkal diagnosa
tersebut.

o Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencan pengobatan yang
telah ditentukan, akan tetapi jika menyangkal mereka mungkin akan mencari
sistem pelayanan kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan beberapa pemberi
pelayanan kesehatan lain sampai mereka menemukan orang yang membuat
diagnosa sesuai dengan keinginannya atau sampai mereka menerima diagnosa
awal yang telah ditetapkan.

o Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan sehat oleh profesi kesehatan,
mungkin ia akan mengunjungi profesi kesehatan lain sampai ia memperoleh
diagnosa yang diinginkan

o Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam
kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain untuk meyakinkan
bahwa kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang
didiagnosa mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter sebagai
usaha klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.

 Tahap IV (Peran Klien Dependen)

o Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung
pada pada pemberi pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada.

o Klien menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan


dan stress hidupnya.

o Secara sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas
normalnya à semakin parah sakitnya, semakin bebas.

25
o Pada tahap ini klien juga harus menyesuaikanny dengan perubahan jadwal
sehari-hari. Perubahan ini jelas akan mempengaruhi peran klien di tempat ia
bekerja, rumah maupun masyarakat.

 Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)

o Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-tiba,
misalnya penurunan demam.

o Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien butuh perawatan


lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis.

Tidak semua klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien
melewatinya dengan kecepatan atau dengan sikap yang sama. Pemahaman
terhadap tahapan perilaku sakit akan membantu perawat dalam mengidentifikasi
perubahan-perubahan perilaku sakit klien dan bersama-sama klien membuat
rencana perawatan yang efektif

12. Dampak sakit


 Terhadap Perilaku dan Emosi Klien

Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal


penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain.

Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam


kehidupannya akan menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi klien
dan keluarga. Misalnya seorang Ayah yang mengalami demam, mungkin akan
mengalami penurunan tenaga atau kesabaran untuk menghabiskan waktunya
dalam kegiatan keluarga dan mungkin akan menjadi mudah marah, dan lebih
memilih menyendiri.

Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya.dapat


menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas,
syok, penolakan, marah, dan menarikd diri.

26
Perawat berperan dalam mengembangkan koping klien dan keluarga
terhadap stress, karena stressor sendiri tidak bisa dihilangkan.

 Terhadap Peran Keluarga

Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah,


pengambil keputusan, seorang profesional, atau sebagai orang tua.Saat mengalami
penyakit, peran-peran klien tersebut dapat mengalami perubahan.

Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau


terlihat secara drastis dan berlangsung lama.Individu / keluarga lebih mudah
beradaftasi dengan perubahan yang berlangsung singkat dan tidak terlihat.

Perubahan jangka pendek à klien tidak mengalami tahap penyesuaian yang


berkepanjangan. Akan tetapi pada perubahan jangka penjang àklien memerlukan
proses penyesuaian yang sama dengan ’Tahap Berduka’.

Peran perawat adalah melibatkan keluarga dalam pembuatan rencana


keperawatan.

 Terhadap Citra Tubuh

Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap penampilan


fisiknya. Beberapa penyakit dapat menimbulkan perubahan dalam penampilan
fisiknya, dan klien/keluarga akan bereaksi dengan cara yang berbeda-beda
terhadap perubahan tersebut.

Reaksi klien/keluarga etrhadap perubahan gambaran tubuh itu tergantung


pada:

o Jenis Perubahan (mis: kehilangan tangan, alat indera tertentu, atau organ
tertentu)
o Kapasitas adaptasi
o Kecepatan perubahan
o Dukungan yang tersedia.
 Terhadap Konsep Diri

27
Konsep Diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup
bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek
kepribadiannya.

Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang
dimilikinya tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri.

Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa
terobservasi dibandingkan perubahan peran.

Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota


keluarganya yang lain. Klien yang mengalami perubahan konsep diri karena
sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi harapan keluarganya, yang
akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik. Akibatnya anggiota keluarga
akan merubah interaksi mereka dengan klien.

Misal: Klien tidak lagi terlibat dalam proses pengambilan keputusan


dikeluarga atau tidak akan merasa mampu memberi dukungan emosi pada anggota
keluarganya yang lain atau kepada teman-temannya à klien akan merasa
kehilangan fungsi sosialnya.

Perawat seharusnya mampu mengobservasi perubahan konsep diri klien,


dengan mengembangkan rencana perawatan yann membantu mereka
menyesuaikan diri dengan akibat dan kondisi yang dialami klien.

 Terhadap Dinamika Keluarga

Dinamika Keluarga meruapakan proses dimana keluarga melakukan fungsi,


mengambil keputusan, memberi dukungan kepada anggota keluarganya, dan
melakukan koping terhadap perubahan dan tantangan hidup sehari-hari.

Misal: jika salah satu orang tua sakit maka kegiatan dan pengambilan
keputusan akan tertunda sampai mereka sembuh.

Jika penyakitnya berkepanjangan, seringkali keluarga harus membuat pola


fungsi yang baru sehingga bisa menimbulkan stress emosional.

28
Misal: anak kecil akan mengalami rasa kehilangan yang besar jika salah satu
orang tuanya tidak mampu memberikan kasih sayang dan rasa aman pada mereka.
Atau jika anaknya sudah dewasa maka seringkali ia harus menggantikan peran
mereka sebagai mereka termasuk kalau perlu sebagai pencari nafkah.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Derajat kesehatan seseorang atau dalam sekelompok orang dipengaruhi
oleh beberapa faktor di antaranya perilaku/kebiasaan masyarakat, pelayanan
kesehatan, keturunan dan lingkungan. Di antara beberapa faktor tersebut,
lingkungan adalah faktor yang paling membawa pengaruh besar terhadap status
kesehatan seseorang atau sekelompok orang tersebut. Oleh karena itu setiap orang
harus memperhatikan lingkungan di sekitarnya, apakah lingkungannya bersih,
terhindar dari sampah, dan dapat mendukung untuk hidup sehat atau sebaliknya.
Dengan menerapkan kebiasaan berperilaku hidup bersih dan sehat, seseorang
dapat meminimalisir terserang oleh penyakit. Mengajak masyarakat untuk
berpartisipasi aktif memelihara lingkungan juga dapat membangun suatu
masyarakat yang memiliki kesadaran akan perilaku hidup bersih dan sehat.
Sehingga terciptanya suatu lingkungan yang seimbang dan harmonis antara
manusia dengan lingkungan dan organisme yang ada di dalamnya.

29
3.2 Saran
Untuk menanamkan kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat pada
seseorang atau sekelompok orang memang tidak mudah. Namun bagaimana pun
caranya pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam menciptakan
lingkungan yang bersih, aman dan nyaman agar membawa pengaruh positif
terhadap manusia dan organisme yang hidup di dalamnya. Pemerintah hendaknya
peka dan gencar terhadap segala isu kesehatan yang melanda. Apalagi masyarakat
yang memegang peranan penting dalam menjaga dan memelihara lingkungan di
sekitarnya. Masyarakat harus merubah kebiasaan-kebiasaan buruk seperti
membuang sampah sembarangan, buang hajat di sungai, bahkan merusak
lingkungan sekitar. Masyarakat hendaknya sadar bahwa lingkungan adalah faktor
yang dapat memengaruhi segala aktivitas manusia seperti makan, bekerja bahkan
ketika istirahat. Dengan membiasakan perilaku menjaga kebersihan, memilah
sampah atau membuat sesuatu dari limbah yang ada, dan tidak merusak
lingkungan maka masyarakat sedang menanam kebaikan yang dapat
memunculkan timbal balik positif kepada manusia. Karena manusia sendiri yang
dapat mengambil manfaatnya bila lingkungan di sekitarnya dipelihara dengan
baik oleh manusia.

30
DAFTAR PUSTAKA

Sumijatun, (2010). Konsep Dasar menuju Keperawatan Profesional.Trans Info


Media. Jakarta
http://rumah-perawat.blogspot.co.id/2016/12/paradigma-keperawatan. html
Anonim.2015.Kesehatan
Lingkungan. http://www.materikesehatan.com/2015/04/contoh-makalah-
kesehatan-lingkungan.html, diakses tanggal 21 Desember 2015.

Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan.2015.Menciptakan Lingkungan yang


Sehat dan Bersih.http://lamongankab.go.id/instansi/dinkes/menciptakan-
lingkungan-yang-sehat-dan-bersih/, diakses tanggal 22 Desember 2015.

Hapsari, Dwi.,Puti Sari, dan Julianty Pradono.2009.Pengaruh Lingkungan


Sehat dan Perilaku Hidup Sehat terhadap Status
Kesehatan.http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/viewFile/21
92/1090, diakses tanggal 22 Desember 2015.

Kompas.2015.Sampah dan Dampaknya pada Kehidupan


Kita.http://www.kompasiana.com/purwanti_asih_anna_levi/sampah-dan-
dampaknyapada-kehidupan-kita_5518255b813311a4689de839, diakses tanggal
10 Januari 2016.

31

Anda mungkin juga menyukai