Anda di halaman 1dari 10

ARSITEKTUR YANG DIPENGARUHI

KEHIDUPAN SOSIAL
KARYA ILMIAH BAHASA INDONESIA

Disusun Oleh :
Ghifari Abror Iswara
21020117130105

Dosen Pembimbing :
Drs. Mulyo Hadi, M. Hum

S1 DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018
Topik : Pengaruh Kehidupan Sosial dalam Kreativitas Kerja
Arsitektural
Tujuan : Mengidentifikasi Bagian dari Kehidupan Sosial Yang Memberi
Pengaruh Terhadap Kreativitas Kerja Arsitektural
Tema : Berbagai Kebutuhan, Tuntutan, dan Keinginan Masyarakat Yang
Muncul Akibat Adanya Tuntutan Sosial Yang Secara Langsung
Menentukan Arah Berkembang Kreativitas Kerja Arsitektural
Tesis : Penentuan Arah Gerak Kreativitas Kerja Arsitektur Apabila Harus
Menuruti Berbagai Tuntutan Masyarakat Sosial Yang Memiliki
Pemecahan Masalah Secara Mayoritas.
Kerangka : Abstraksi
1. Latar Belakang
2. Pembahasan
2.1.Definisi Kehidupan Sosial dalam Ranah Kerja Arsitektural
2.2.Pengaruh Kehidupan Sosial dalam Kreativitas Kerja
Arsitektural
2.3.Produk Yang Dihasilkan dalam Pemenuhan Tuntutan
Sosial
3. Kesimpulan

Judul : Arsitektur yang Dipengaruhi Kehidupan Sosial


Arsitektur yang Dipengaruhi Kehidupan Sosial
Abstraksi

Manusia sebagai mahluk sosial tidak pernah lupa untuk bersosialisasi atau
berinteraksi dengan sesama manusia. Hal ini mengindikasikan betapa eratnya
hubungan sosial antar manusia. Terlebih dalam lingkup masyarakat Indonesia,
dimana adat istiadat merupakan salah satu faktor besar dalam penentuan kehidupan
Sosial. Segala bentuk pendapat, tuntutan, dan pandangan dapat dengan mudah
mengalir dalam masyarat.

Dalam kehidupan bersosial, perbedaan pendapat merupakan salah satu


interaksi yang dapat ditemukan. Menurut Max Weber, perbedaan pendapat
menghasilkan beberapa pihak yang berebeda, dan pendukung yang berbeda 1. Dari
perbedaan pendukung pula, dibedakan menjadi mayoritas dan minoritas.

Klasifikasi sosial dalam bentuk mayoritas minoritas memang dapat terlihat


merugikan, namun apabila diteliti lebih baik, sebenarnya lebih mudah dianalisis
lebih dalam. Dalam kasus mayoritas, masalah-masalah yang ditemukan mayoritas
biasanya dapat dengan mudah diselesaikan, karena semua orang memiliki masalah
yang sama. Dalam kasus minoritas, masalah-masalah yang ditemukan biasanya
sedikit lebih rumit, dan tiap kaum minoritas memiliki kebutuhan khusus yang
sedikit lebih berbeda dari yang lain. Namun dengan mengetahui berbagai keunikan
minoritas tersebut, pemecahan masalah globar dapat diselesaikan dengan satu
kesimpulan yang tepat.

Sama halnya dengan arsitektur, dalam lingkungan mayoritas, dapat


dikatakan bahwa semuanya menginginkan desain rumah yang indah dan ramah
lingkungan. Namun kaum minoritas sering berpendapat, menginginkan bentuk
produk yang berkesan lokat, menginginkan bentuk produk yang berkesan mewah,
mengingingkan bentuk produk yang berkesan aneh atau tidak wajar. Semua ini

1
Weber, M. (2012). The Theory of Social and Economic Organization. New Foreword Martino
Publishing.
harus dijawab dengan cepat dan tepat oleh seorang arsitek, supaya memiliki
pemecahan masalah yang tepat.

1. Latar Belakang

Dengan adanya perbedaan pendapat yang merajalela, dengan terbukanya


sistem demokrasi yang memberikan kesempatan semua orang untuk berpendapat,
muncul pula banyak masalah yang harus diselesaikan. Bukan hanya oleh aparat
pemerintah, namun juga oleh para pakar-pakar penyedia barang dan jasa. Dengan
banyaknya kebutuhan dan keberagaman kebutuhan yang berbeda, setiap orang
memiliki tingkat kepuasan sendiri-sendiri.

Tidak terbatas hanya dalam permintaan, terkadang berbagai hal menjadi


radikal dan menjadi seperti tuntutan. Seperti tuntutan untuk menyisakan beberapa
lahan dalam tapak sebagai daerah resapan air. Walaupun memiliki niatan yang baik,
banyak orang yang menyalahkan pemerintah karena membuat kebijakan yang
sangat sulit dilakukan. Perbedaanpun terkadang memecah-belah suatu kesatuan.

Untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut, dibutuhkan pemikiran


yang tenang dan optimis. Dalam dunia arsitektur, masalah ini dengan mudah dapat
digambarkan seperti memiliki konsumen yang memiliki keinginan lain daripada
yang lain. Oleh karena itu, seorang arsitek harus selalu siap secara pendidikan
maupun mental untuk menghadapi berbagai tuntutan masyarakat dan individu.

Dalam prakteknya, banyak arsitek yang masih kebingunan menentukan dan


menyelesaikan masalah tuntutan yang lahir dalam dunia sosial. Jadi mereka
berujung pada keputus-asaan dan menyelesaikan masalah dengan desain seadanya
tanpa memiliki pemikiran atau dasar filosofis yang dalam. Masalah tersebut
menjadi suatu tren yang dibicarakan orang banyak, dan dapat menjadi stereotipe
tentang kerja seorang arsitek yang salah.
2. Pembahasan

2.1. Definisi Kehidupan Sosial dalam Ranah Kerja Arsitektural.

Kehidupan sosial adalah kehidupan yang berlangsung apabila masyarakat


dalam suatu komunitas saling berinteraksi. Interaksi tersebut tidak hanya dibatasi
secara verbal, namun juga secara non-verbal. Adanya interaksi tersebut
memungkinkan masyarakat tersebut terlibat dalam suatu kegiatan berinteraksi.
Kegiatan tersebut dilakukan dengan adanya syarat, yaitu penyebaran informasi.
Informasi dapat berupa berita, kabar, maupun bentuk informasi lainnya seperti
peringatan2.

Dalam ranah kerja arsitektural, kehidupan sosial memiliki arti kehidupan


dimana masyarakat yang ada dalam lingkungan tersebut melakukan kegiatan
berinteraksi mengenai hal-hal berbau arsitektural. Seperti membicarakan tentang
tren arsitektural yang baru kali ini keluar. Dengan adanya interaksi tersebut,
penyebaran informasi mengenai kegiatan arsitektur dapat dengan mudah tersebar.

Penyebaran informasi terkadang mengundang pendapat yang memiliki arti


dan kemauan yang berbeda-beda. Dalam bahasa arsitektur, arsitek mendefinisikan
ini sebagai “permintaan user”. Lebih sering, permintaan user ini mengandung hal-
hal eksplisit yang mereka inginkan, walaupun mereka tidak memperhatikan faktor-
faktor lain.

Sebagai arsitek, diperlukan pemahaman mengenai pandangan-pandangan


tersebut, supaya memiliki pemikiran yang terbuka. Pemikiran tersebut sangat
penting karena selain dapat menerima kritik dengan baik, juga dapat memberikan
pembetulan yang tepat dan sesuai dengan kemauan.

Dari banyak permintaan tersebut, muncu tuntutan publik, atau lebih sering
disebut sebagai norma. Norma mengharuskan kita memenuhinya, lebih ke arah
radikal sebagai aturan, dan dianggap tidak etis apabila tidak memenuhinya.

2
Petrus, A. (2012, Oktober 12). Kehidupan Sosial Manusia. Retrieved from Abel Petrus
Wordpress: https://abelpetrus.wordpress.com/sociology/kehidupan-sosial-manusia/
Permasalahannya adalah, terkadang norma-norma tersebut tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip dasar arsitektural3.

2.2. Pengaruh Kehidupan Sosial dalam Ranah Kerja Arsitektural.

Pengaruh yang diberikan kehidupan sosial dalam ranah kerja arsitektural


dapat dibilang sangat banyak. Di Indonesia sendiri, dengan adanya masyarakat
yang beragam suku beragam pulau beragam kebutuhan, memiliki tuntutan sendiri-
sendiri tentang objek arsitektur mereka. Semua itu terkadang dapat digeneralisir
sebagai suatu mayoritas, dan apabila memiliki keinginan khusus dapat dikatakan
sebagai minoritas.

Pengaruh yang diberikan kaum mayoritas yang sangat berpengaruh dalam


kreativitas kerjanya adalah tuntutan penanggulangan bencana dalam desain. Karena
Indonesia adalah negara yang dilewati oleh garis khatulistiwa, negara ini memiliki
2 musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Kedua musim ini harus
secara efektif diselesaikan semua masalahnya dengan hanya satu bentuk desain.

Dalam musim panas, masyarakat menginginkan bangunan yang memiliki


bukaan yang tidak terlalu banyak, namun memiliki aliran udara yang alami dan
menerus. Tuntutan ini memaksa arsitek untuk membuat ventilasi di tempat yang
tinggi, dan membuat elemen pembayang sebanyak mungkin untuk menghindari
meningkatnya suhu di dalam rumah. Selain dalam hal perlubangan, penentuan
material bangunan juga sangat berpengaruh terhadap kenyamanan pengguna.
Material yang digunakan haruslan tahan lama, tahan air, dan tahan panas.

Musim panas identik dengan suhu tinggi, kebakaran, dan gerah. Oleh
karena itu, muncul berbagai ide arsitektural yang sekaligus dapat menutup semua
kekurang itu. Seperti contoh membuat gazebo di luar rth, membuat kolam renang
dengan atap non permanen. Semua ini diciptakan oleh tuntutan masyarakat
mayoritas, dan memiliki dampak yang baik untuk penelitian dan keberlangsungan
bangunan.

3
Mallgrave, H. (2006). Architectural Theory Volume I. Blackwell Publishing
Dalam musim penghujan, masyarakat menginginkan bangunan yang tahan
air dan memiliki kelembaban yang cukup. Semua kembali lagi ke sistem
pembayangan yang harus sesuai untuk mengatur kelembaban dalam rumah, atau
rumah akan terasa pengap dan bakteri akan dengan mudah berkembang di dalam
rumah. Untuk menanggulangi hujan, masyarakat menuntut atap yang memiliki
sudut kemiringan tinggi, supaya air yang jatuh tidak menggenang. Namun dengan
menggunakan penyelesaian tersebut, masyarakat lupa akan adanya beban angin
yang siap mendorong konstruksi atap apabila sudut kemiringannya terlalu besar.
Oleh karena itu, muncul standar yang ditetapkan oleh para arsitek yaitu penentuan
sudut atap antara 30 sampai 60 derajat untuk menyelesaikan masalah musim
penghujan dan beban angin sekaligus.

Untuk masyarakat minoritas, memiliki berbagai tuntutan yang lebih


spesifik dan lebih radikal dari masyarakat mayoritas. Seperti contoh, seorang
konglomerat akan mementingkan keindahan bangunan tidak peduli berapapun
harga bangunan tersebut, dan seorang masyarakat biasa akan cenderung memilih
rumah tipe minimalis yang indah namun tidak menghabiskan biaya yang banyak.
Tidak hanya terbatas dalam konteks ekonomi, budaya juga terkadang masuk
sebagai pengaruh terbesar arah gerak arsitektur. Seperti contoh, masyarakat Jawa
lebih memilih untuk dibuatkan atap joglo daripada atap datar dag beton,
dikarenakan memang sudah adat Jawa yang menggambarkan berbagai filosofis
kehidupan orang Jawa.
2.3. Produk yang Dihasilkan dari Pemenuhan Tuntutan Sosial

Berbagai produk pun dihasilkan untuk memenuhi tuntutan sosial, beberapa


contohnya adalah :

 Masyarakat Jawa : Atap berbentuk Joglo.

 Masyarakat Papua : Rumah Honai

 Masyarakat Aceh : Krong Bade

 Masyarakat Sumatera Barat : Rumah Gadang

 Masyarakat Sumatera Utara : Rumah Bolon

 Masyarakat Sumatera Selatan : Rumah Limas

 Masyarakat Lampung : Nuwou Sesat

 Masyarakat Riau : Balai Salaso Jatuh

 Masyarakat Kalimantan : Rumah Betang

Contoh-contoh diatas adalah produk yang dihasilkan oleh masyarakat


sekitar yang kemudian menjadi preseden seorang arsitek dalam membuat objek
arsitektural di kalangan tersebut. Karena contoh-contoh tersebut merupakan
manifestasi pemenuhan kebutuhan dari setiap adat, setiap daerah, dan setiap pulau.4

4
Bukhori, M. (2017, Oktober 16). Rumah Adat Sumatera. Retrieved from Karya Pemuda:
https://karyapemuda.com/rumah-adat-sumatera/
3. Kesimpulan

Adanya interaksi sosial menyebabkan masyarakat memiliki pemikiran


yang terbuka, dan mengakibatkan penyebaran informasi yang cepat. Dalam bentuk
berpendapat, setiap orang memiliki pendapatnya sendiri-sendiri dan terkadang
dapat digeneralisir menjadi suatu mayoritas. Untuk beberapa kebutuhan yang tidak
dapat digeneralisir, dapat disebut sabagai minoritas karena dalam pemenuhannya
membutuhkan syarat-syarat yang khusus.

Seorang arsitek harus selalu siap menerima pengaruh sosial, terlebih


pengaruh budaya dalam desainnya. Tidak hanya meningkatkan tingkat kreativitas,
namun juga akan memaksa arsitek untuk menyelesaikan berbagai masalah-masalah
tuntutannya melalui desain yang diciptakan. Hal-hal seperti ini dapat meningkatkan
kualitas seorang arsitek. Jangan menyerah untuk menemukan suatu jalan keluar,
karena akan selalu ada jalan apabila dicari dengan teliti.
DAFTAR PUSTAKA

Bukhori, M. (2017, Oktober 16). Rumah Adat Sumatera. Retrieved from Karya
Pemuda: https://karyapemuda.com/rumah-adat-sumatera/
Mallgrave, H. (2006). Architectural Theory Volume I. Blackwell Publishing.
Petrus, A. (2012, Oktober 12). Kehidupan Sosial Manusia. Retrieved from Abel
Petrus Wordpress: https://abelpetrus.wordpress.com/sociology/kehidupan-
sosial-manusia/
Weber, M. (2012). The Theory of Social and Economic Organization. New
Foreword Martino Publishing.

Anda mungkin juga menyukai