Guna menurunkan negative emotional states pada caregiver Orang Dengan Skizofrenia (ODS)
Disusun oleh :
(15010114130104)
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan
2. Pengenalan resiliensi
3. Bisakah menjadi resilien?
4. Regulasi Emosi dan Impulse Control
5. Analisis Kausal
6. Empati
7. Reaching Out
8. Optimisme dan Efikasi Diri
9. Buku Kontrol
10. Rundown Acara
11. Daftar Pustaka
PEMAHAMAN MATERI
PENDAHULUAN
Tidak hanya
memiliki gejala yang
berat, prevalensi
gangguan ini pun
menempati posisi
pertama untuk
gangguan jiwa berat
Gambar 1 Peta dunia ini menggambarkan prevalensi negara-negara di dunia dengan terbanyakd di dunia.
penduduknya yang mengalami skizofrenia. Kuning menunjukkan angka yang rendah
dan semakin merah maka semakin tinggi angka penderita di negara tersebut World Health
Organization
(WHO) mendapati bahwa kurang lebih 26 juta penduduk dunia. WHO berpendapat bahwa
tingginya angka gangguan mental ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan keluarga atau
lingkungan sekitar tentang deteksi dini ganggun ini. Terlebih banyaknya stigma yang
berkembang di masyarakat kepada kepada pasien dan keluarga menambah daftar panjang
sumber stres yang dialami oleh pasien dan keluarga. Kondisi yang lebih buruk pun di alami
oleh Indonesia. Negara ini memiliki kurang lebih 400.000 penduduk, hal ini setara dengan
0.17% dari total penduduk Indonesia. Angka ini tentulah sangat jauh di atas prevalensi
global, yaitu 0.04% penderita skizofrenia.
Caregiver yang dalam hal ini keluarga yang tinggal bersama satu atap dengan pasien
skizofrenia merupakan peran yang sangat penting dalam menopang kebutuhan sehari-hari
pasien. Pasien akan cenderung bergantung pada perawatan yang diberikan caregiver dari
mulai urusan pribadi seperti mandu cuci kakus, sampai dengan hubungan interpersonal
dengan dunia sosial di sekitarnya.
Tekanan psikologis ini tentulah harus diatasi. Penelitian yang dilakukan oleh Chen, dkk
(2016) menemukan bahwa caregiver yang mengalami distres psikologis yang tinggi
cenderung menerima stigma lingkungan sosial yang tinggi pula dan disertai dengan
resiliensi sebagai variabel moderator, sehingga Chen beranggapan bahwa untuk
menurunkan distres psikologis, caregiver harus dilatih untuk resilien dalam pengasuhan.
Resiliensi diartikan sebagai kemampuan untuk beradaptasi individu pada kondisi sosial yang
berat dan menekan.
MEMAHAMI RESILIENSI
Resiliensi secara akar kata berarti daya lenting. Daya lenting
yang dimaksud tentulah daya lenting individu terhadap masalah
yang ditemui. Sepertihalnya bola
basket, individu yang resilien akan
semakin kuat melenting bila
diberikan tekanan yang lebih kuat
pula. Selain itu, Reivich dan Shatte
(2002) mengungkapkan bahwa
resiliensi merupakan kemampuan
individu dalam bertahan,
menyelesaikan dan beradaptasi
dengan pengalaman-pengalaman
yang merugikan (adversity) atau
traumatis yang terjadi di dalam
hidup. Sehingga, resiliensi semakin
dibutuhkan di berbagai konteks
kehidupan – industri misalnya. Kita
seringkali melihat salah satu
prasyarat untuk rekrumen pegawai
adalah “mampu bekerja di bawah
tekanan” atau “mudah beradaptasi”.
Hal ini merupakan sesuatu yang
penting bagi individu dalam
menjalani beratnya tantangan yang mungkin akan dihadapi dalam kehidupannya sebagai
pegawai di perusahaan itu kelak. Berbagai penelitian pun membuktikan bahwa karyawan
yang resilien dapat lebih mudah dalam menghadapi stres kerja (work-related stress) yang
mungkin terjadi selama bekerja.
Sehingga tidak diragukan bahwa resiliensi merupakan keadaan psikologis yang positif
dan dibutuhkan dalam berbagai konteks kehidupan. Resiliensi mampu mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan psikologis seseorang. Resiliensi pun
sangat potensial untuk membantu caregiver penderita skizofrenia dapat bertahan di tengah
beratnya beban psikologis yang dihadapi.
Proses yang sama merupakan proses yang dihadapi oleh caregiver penderita skizofrenia.
Keberadaan resiliensi ini tentulah mampu hadir dalam diri setiap caregiver sehingga
caregiver mampu memandang masalah pengasuhan yang ada setiap harinya sebagai suatu
proses yang positif untuk menjadikan caregiver sebagai pribadi yang positif pula. Keadaan
positif inilah yang nantinya akan memampukan caregiver untuk bangkit dari masalah-
masalah emosi negatif yang dialami. Adapun dalam melatih resiliensi pada caregiver
penderita skizofrenia, ada beberapa “senjata” yang harus dipersiapkan untuk memerangi
emosi negatif, antara lain :
1. Kecerdasan emosi
2. Keterampilan berpikir reflektif
3. Empati
4. Keterampilan sosial
5. Optimisme dan Ketekunan
Merefleksikan pengalaman-pengalaman
yang dilalui sebagai caregiver akan menolong kita
untuk lebih serius dalam melakukan tugas-tugas
sebagai caregiver. Hal ini berhubungan dengan
cara kita beradaptasi dengan pengalaman buruk
yang terjadi sepanjang proses pengasuhan.
Terkadang sulit bagi kita untuk objektif dalam memandang permasalahan dari sudut
pandang pribadi saja. Sehingga, keberadaan orang lain membantu dalam berpikir reflektif.
Mendengarkan pendapat orang lain yang tentunya kita percaya mungkin akan membantu kita
untuk lebih memahami apa yang sebenarnya terjadi. Pastikan orang tersebut dapat dipercaya,
seperti psikolog, dokter, perawat, pekerja sosial atau profesi lainnya. Selain itu, menulis segera
kejadian-kejadian serta pikiran, perasaan serta perilaku yang menyertainya pun dapat membantu
kita lebih jujur terhadap diri sendiri. Adapun dalam proses berpikir reflektif, kita dapat
memanfaatkan prinsip ABC (antecedent, belief consequence). Antecedent mengacu pada situasi
apa saja yang terjadi pada caregiver, sedangkan belief mengacu pada pikiran apa yang muncul
sebagai respon atas situasi yang terjadi sebelumnya. Adapun consequence merupakan perilaku
yang muncul sebagai perwujudan dari belief tadi.
EMPATI
Empati adalah kunci keberhasilan proses perawatan ODS. Melalui empati kita dituntut
untu “berjalan menggunakan sepatu orang lain”. Hal ini adalah ungkapan umum yang
menggambarkan apa itu empati. “Berjalan menggunakan sepatu orang lain” adalah mencoba
untuk berpikir dengan pikiran orang lain, merasakan dengan perasaan orang lain bahkan
mencoba melakukan apa yang orang lain lakukan.
Empati timbul karena kita lebih dahulu pernah merasakan apa yang orang lain rasakan,
khususnya dalam pengalaman-pengalaman trauma yang dialami. Contohnya, orang yang pernah
mengalami kecelakaan kendaraan bermotor akan lebih empati kepada mereka yang mengalami
kecelakaan sepeda motor di jalan. Hal ini terjadi karena kita pernah merasakan betapa sakitnya
kecelakaan yang sama di waktu yang terdahulu.
Empati memainkan peranan penting bagi individu untuk menjadi resilien. Ketika kita
mencoba untuk berpikir dan merasakan beratnya “berjalan dengan sepatu orang lain”, kita
secara psikologis akan lebih memaklumi hal-hal yang bagi kita sebelumnya mungkin
menjengkelkan. Lewat hal ini, emosi-emosi negatif yang mungkin diam di dalam diri kita pergi
dengan sendirinya.
Berempati kepada ODS merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para caregiver.
Kendatipun caregiver tidak harus menjadi ODS terlebih dahulu, empati seharunya timbul
karena ODS pun manusia yang memiliki pikiran dan perasaan dan kebutuhan-kebutuhan yang
harus dipenuhi. Cukup dengan membayangkan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh ODS
akan setiap hal yang caregiver lakukan setiap harinya kepada ODS mungkin akan menolong
ODS untuk lebih sejahtera secara psikologis dan tentunya kebahagiaan yang sama akan dimiliki
oleh caregiver itu sendiri.
REACHING OUT
Sebagaimana yang telah disinggung pada bahasan sebelumnya, resiliensi tidak hanya
bisa dibangun atas dasar kekuatan intrapersonal, namun juga interpersonal. Dukungan sosial
tentulah dibutuhkan oleh mereka yang terbeban dengan permasalahan emosi negatif, sehingga
mereka pun dapat menjadi resilien. Sayangnya, stigma kepada ODS dan keluarga yang
berkembang di lingkungan sosial justru terus membebani caregiver secara psikologis.
Menjadi optimis merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh caregiver ODS. Hal
ini sangat berkaitan dengan panjangnya proses pengasuhan yang dilakukan oleh caregiver
kepada ODS. Melalui kacamata yang optimis, caregiver akan dimungkinkan tetap melakukan
setiap tugasnya dengan baik kendatipun harus melewati proses yang sangat panjang. Adapun
optimisme yang dimiliki akan membuat caregiver menjadi tekun dalam menghadapi lama dan
kompleksnya proses pengasuhan pada ODS. Ketekunan dalam melakukan rekomendasi medis
kepada pasien merupakan salah satu upaya dalam mengendalikan perilaku ODS di tengah
masyarakat pula.
1. Materi Pelatihan
Materi pelatihan disesuaikan dengan penjelasan yang telah dipaparkan pada bagian-
bagian sebelumnya
6. Setting Kelompok
Peserta terdiri dari maksimal 15 peserta dengan minimal dua orang fasilitator
pendamping
7. Setting Ruangan
Peserta duduk membentuk letter “U” dengan fasilitator di tengah bagian depan. Adapun
trainer berada di depan bagian tengah ruangan dengan layar di depan bagian samping.
Lebih lanjut, lihatlah gambar di bawah ini :
SESI PENDAHULUAN “MARI BERKENALAN!”
Tujuan Umum Pada sesi ini, caregiver diharapkan mampu mengenal satu dengan yang
lain antar sesama peseta pelatihan maupun dengan trainer dan fasilitator
Tujuan Khusus a. Peserta mengenal satu dengan yang lain
b. Peserta mengenal trainer dan fasilitator
c. Peserta menunjukkan kelebihan dan ciri khas masing-masing
d. Peserta mampu memahami kelebihan dan ciri khas masing-masing
pribadi dalam pelatihan
Aktivitas Perkenalan diri di dalam kelompok dan perkenalan kelompok kepada
seluruh peserta pelatihan
Prosedur 1. Peserta melakukan registrasi pelatihan dengan mengisi daftar hadir
2. Peserta duduk dengan membentuk letter “U” seperti gambar seting
ruangan
3. Selagi menunggu acara dimulai, peserta diminta mengisi pre-test
(DASS-21)
4. Peneliti memuka acara dan memperkenalkan diri serta trainer dan tim
fasilitator
5. Peneliti menjelaskan konsep penelitian secara singkat dan meminta
kesediaan peserta untuk mengisi informed consent
6. Peneliti menyerahkan acara seluruhnya kepada trainer
7. Trainer meminta peserta untuk memperkenalkan dirinya masing-
masing dengan menyebutkan keterampilan masing-masing.
Contohnya : Memasak. Keterampilan ini nanti akan membantu trainer
pada sesi 4 dan 5, dimana peserta diminta untuk melibatkan ODS
dalam pelaksaan keterampilan tersebut
8. Fasilitator mencatat nama, usia dan keterampilan peserta
9. Trainer menutup sesi perkenalan
Debriefing Trainer memberikan penjelasan bahwa setiap orang perlu saling mengenal
dirinya sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Dengan mengenal
keterampilan masing-masing, maka peserta dapat membantu ODS untuk
terlibat dalam keterampilan tersebut.
Alat dan Bahan - Training kit (note book, pretest, informed consent, buku kontrol)
- Pulpen
- PPT dan infocus
*Keterangan gambar :
Letakkan satu tangan di perut dan yang lain di dada
Tangan pada dada baiklah hampir tidak bergerak (tidak naik dan
turun)
Tangan pada perut bergerak keluar ketika menarik napas dan
bergerak ke dalam ketika mengeluarkan napas
Debriefing Emosi negatif terkadang menguasai diri secara tidak disadari. Menyadari
emosi negatif memudahkan kita untuk menyadari setiap hal yang kita
lakukan dalam proses pengasuhan kepada pasien ODS. Selain itu, melatih
napas berarti melatih kehidupan itu sendiri. Mengendalikan napas berarti
mengendalikan emosi yang sedang terjadi pula
Alat dan Bahan - Kertas HVS untuk menulis (aktivitas 1) dan pulpen
- Musik relaksasi (Pachelbel in Garden)
- PPT dan infocus
*Catatan :
1. Trainer dilarang menyebutkan “caregiver percontohan”, namun trainer
mengajak peserta menyebut nama caregiver tersebut
2. Peserta menceritakan masalah terkait pengasuhan ODS melalui teknik
ABC (antecedent, behavior, consequence) – dapat dilihat pada materi.
Pesan Moral Belajar dari masalah yang terjadi pada orang lain mampukan kita untuk
memahami dengan lebih objektif terhadap masalah-masalah yang
sebenarnya terjadi dalam diri kita
Alat dan Bahan - Persiapan seorang caregiver percontohan yang komunikatif dan sudah
berdamai dengan masalah pengasuhan ODS
- PPT dan Infocus
Ket. :
Contoh Form
DAFTAR PUSTAKA
Chen, X., Mao, Y., Kong, L., Li, G., Xin, M., Lou, F., & Li, P. (2016). Resilience moderates the
association between stigma and psychological. Personality and Individual Defferences,
96(1) 78-82.
Grant, L., & Kinman, G. (2015). Guide to developing emotional resilience. London: Palgrave.
Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor: 7 Keys to Finding Your Inner Strength
and Overcoming Life's Hurdles. Nevada: Three Rivers Press.
RUNDOWN PELATIHAN RESILIENSI KEPADA CAREGIVER ORANG DENGAN SKIZOFRENIA (ODS)
Disusun oleh :
Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro
Semarang
2018
Dengan hormat,
dalam penelitian ini, sehingga kiranya dapat memberi kebaikan buat kita seluruhnya. Saya
Saya menjamin bahwa data ini hanya akan dijadikan acuan dalam penelitian dan saya akan
Hormat Saya,
1. Isilah identitas teman-teman terlebih dahulu pada bagian yang telah disediakan
2. Baca dan pahami setiap pernyataan sebelum saudara memberikan jawaban pada kolom
yang telah disediakan
3. Pilihlah satu dari empat alternatif jawaban yang tersedia dan paling sesuai dengan
keadaan diri saudara selama satu minggu belakangan ini. Berilah tanda silang (x) pada
salah satu jawaban yang teman-teman pilih di kolom jawaban sebelah kanan.
Contoh :
No Pernyataan Jawaban
1. Saya merasa sulit untuk bersantai 0 1 2 3
4. Keterangan Jawaban
0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah
1 : Sesuai dengan saya sampai pada namun jarang atau kadang-kadang
2 : Lumayan sering terjadi
3 : Sangat sesuai dengan saya, atau sangat sering bahkan selalu terjadi
5. Apabila ingin menggati jawabang, maka berilah tanda sama dengan (=) pada jawaban
yang saudara pilih sebelumnya, kemudian berikan tanda (x) pada jawaban baru yang
saudara anggap paling tepat.
Contoh :
No Pernyataan Jawaban
1. Saya merasa sulit untuk bersantai 0 1 2 3
IDENTITAS
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pendidikan Terakhir :
Status Marital :
Durasi Gangguan (tahun) :
Keadaan Pasien : a. Dipasung (tidak bergerak)
(Lingkari salah satu) b. Dikurung di ruang/tempat terisolir
c. Diisolasi dalam rumah
d. Dibiarkan berkeliaran dengan pengawasan caregiver
e. Dibiarkan berkeliaran tanpa pengawasan caregiver
Hubungan Dengan Pasien :
Durasi Pengasuhan (tahun) :
Pastikan data di atas terisi dengan lengkap dan benar. Setelah menerima instruksi, silakan isi
kuisioner di balik lembar ini.
No. Pernyataan Jawaban
1. Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena hal-hal sepele 0 1 2 3
Saya khawatir berada dalam situasi yang membuat saya panik dan
9. 0 1 2 3
mempermalukan diri saya sendiri
10. Saya merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di masa depan 0 1 2 3
Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika mengalami penundaan
14. 0 1 2 3
(misalnya: kemacetan lalu lintas, menunggu sesuatu)
17. Saya merasa bahwa saya tidak berharga sebagai seorang manusia 0 1 2 3
TERIMAKASIH