Anda di halaman 1dari 45

MODUL PELATIHAN RESILIENSI

Guna menurunkan negative emotional states pada caregiver Orang Dengan Skizofrenia (ODS)

(Untuk Kalangan Psikologi / Pegangan Trainer)

Disusun oleh :

VALENTINO MARCEL TAHAMATA

(15010114130104)
DAFTAR ISI

1. Pendahuluan
2. Pengenalan resiliensi
3. Bisakah menjadi resilien?
4. Regulasi Emosi dan Impulse Control
5. Analisis Kausal
6. Empati
7. Reaching Out
8. Optimisme dan Efikasi Diri
9. Buku Kontrol
10. Rundown Acara
11. Daftar Pustaka
PEMAHAMAN MATERI
PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan salah satu gangguan mental


yang tergolong berat. Gangguan ini ditandai dengan
halusinasi dan pada umumnya, penderita skizofrenia
mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi, ketidakjelasan dalam berbicara dan kesulitan
dalam mengingat. Kondisi-kondisi ini menyebabkan pasien skizofrenia akan membutuhkan
penanganan medis dan psikologis yang rumit dan tidaklah singkat.

Tidak hanya
memiliki gejala yang
berat, prevalensi
gangguan ini pun
menempati posisi
pertama untuk
gangguan jiwa berat

Gambar 1 Peta dunia ini menggambarkan prevalensi negara-negara di dunia dengan terbanyakd di dunia.
penduduknya yang mengalami skizofrenia. Kuning menunjukkan angka yang rendah
dan semakin merah maka semakin tinggi angka penderita di negara tersebut World Health
Organization
(WHO) mendapati bahwa kurang lebih 26 juta penduduk dunia. WHO berpendapat bahwa
tingginya angka gangguan mental ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan keluarga atau
lingkungan sekitar tentang deteksi dini ganggun ini. Terlebih banyaknya stigma yang
berkembang di masyarakat kepada kepada pasien dan keluarga menambah daftar panjang
sumber stres yang dialami oleh pasien dan keluarga. Kondisi yang lebih buruk pun di alami
oleh Indonesia. Negara ini memiliki kurang lebih 400.000 penduduk, hal ini setara dengan
0.17% dari total penduduk Indonesia. Angka ini tentulah sangat jauh di atas prevalensi
global, yaitu 0.04% penderita skizofrenia.

Caregiver yang dalam hal ini keluarga yang tinggal bersama satu atap dengan pasien
skizofrenia merupakan peran yang sangat penting dalam menopang kebutuhan sehari-hari
pasien. Pasien akan cenderung bergantung pada perawatan yang diberikan caregiver dari
mulai urusan pribadi seperti mandu cuci kakus, sampai dengan hubungan interpersonal
dengan dunia sosial di sekitarnya.

Tugas menjadi seorang caregiver penderita skizofrenia tidaklah mudah. Selain


menghadapi pasien dalam jangka waktu yang lama dan perawatan yang kompleks,
mengambil obat di Rumah Sakit bahkan
sampai menjaga pasien yang rawan menjadi
bahan cibiran lingkungan sosial karena
kondisi dari pasien itu sendiri harus dialami
oleh caregiver. Hal ini seringkali membuat
caregiver terpapar dengan sejumlah masalah-
masalah psikologis selama proses pengasuhan
pasien. Sejumlah penelitian yang dilakukan
oleh mengemukakan bahwa caregiver pasien skizofrenia cenderung memiliki tingkat beban
psikologis yang cukup berat.

Adapun beban-beban psikologis diterjemahkan melalui keberadaan negative emotional


states (kondisi emosi negative) pada caregiver selama proses pengasuhan. Beberapa riset
yang telah dilakukan menemukan bahwa caregiver penderita skizofrenia mengalami tingkat
distres psikologis yang tinggi. Hal ini terkait dengan kejenuhan dalam merawat pasien dan
tingginya stigma yang ada di tengah masyarakat. Selain itu, caregiver mengalami
kecemasan. Kecemasan ini timbul akibat pengalaman trauma yang terjadi selama proses
pengasuhan. Selain itu, carergiver pun didapati memiliki tingkat depresi yang tidak ringan.
Keadaan ini berkaitan dengan panjangnya waktu yang harus ditempuh oleh caregiver dalam
mengasuh pasien. Lebih lanjut, keadaan psikologis demikian merupakan faktor determinan
dari buruknya perlakuan caregiver kepada pasien dalam proses pengasuhan, seperti
pemasungan atau bahkan kekerasan kepada pasien.

Tekanan psikologis ini tentulah harus diatasi. Penelitian yang dilakukan oleh Chen, dkk
(2016) menemukan bahwa caregiver yang mengalami distres psikologis yang tinggi
cenderung menerima stigma lingkungan sosial yang tinggi pula dan disertai dengan
resiliensi sebagai variabel moderator, sehingga Chen beranggapan bahwa untuk
menurunkan distres psikologis, caregiver harus dilatih untuk resilien dalam pengasuhan.
Resiliensi diartikan sebagai kemampuan untuk beradaptasi individu pada kondisi sosial yang
berat dan menekan.

MEMAHAMI RESILIENSI
Resiliensi secara akar kata berarti daya lenting. Daya lenting
yang dimaksud tentulah daya lenting individu terhadap masalah
yang ditemui. Sepertihalnya bola
basket, individu yang resilien akan
semakin kuat melenting bila
diberikan tekanan yang lebih kuat
pula. Selain itu, Reivich dan Shatte
(2002) mengungkapkan bahwa
resiliensi merupakan kemampuan
individu dalam bertahan,
menyelesaikan dan beradaptasi
dengan pengalaman-pengalaman
yang merugikan (adversity) atau
traumatis yang terjadi di dalam
hidup. Sehingga, resiliensi semakin
dibutuhkan di berbagai konteks
kehidupan – industri misalnya. Kita
seringkali melihat salah satu
prasyarat untuk rekrumen pegawai
adalah “mampu bekerja di bawah
tekanan” atau “mudah beradaptasi”.
Hal ini merupakan sesuatu yang
penting bagi individu dalam
menjalani beratnya tantangan yang mungkin akan dihadapi dalam kehidupannya sebagai
pegawai di perusahaan itu kelak. Berbagai penelitian pun membuktikan bahwa karyawan
yang resilien dapat lebih mudah dalam menghadapi stres kerja (work-related stress) yang
mungkin terjadi selama bekerja.

Sehingga tidak diragukan bahwa resiliensi merupakan keadaan psikologis yang positif
dan dibutuhkan dalam berbagai konteks kehidupan. Resiliensi mampu mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan psikologis seseorang. Resiliensi pun
sangat potensial untuk membantu caregiver penderita skizofrenia dapat bertahan di tengah
beratnya beban psikologis yang dihadapi.

BISAKAH SEMUA ORANG MENJADI RESILIEN?


Mungkin terpikir dibenak kita bahwa “setiap orang pun
memiliki batas kesabarannya masing-masing”. Ketika kita
sudah menemui batas kesabaran itu, mungkin meletuplah
emosi negatif yang tertahan selama ini. Memang betul,
untuk menjadi resilien bukan berarti seseorang serta-merta
tidak mengalami emosi negatif seperti kemarahan,
kecemasan atau mungkin depresi. Namun, orang yang
resilien mampu memaknai setiap masalah yang didapatinya sebagai sesuatu yang justru
positif dan berpotensi untuk membuat dirinya berkembang. Pehahaman inilah yang
membuat seseorang menjadi semakin resilien terhadap masalah.

Resiliensi bukanlah suatu yang dibawa sejak


lahir atau suatu sifat alamiah yang diturunkan secara
genetis. Resiliensi merupakan buah dari suatu proses

belajar akan banyaknya variasi masalah


dalam hidup. Resiliensi akan muncul
seiring dengan banyaknya masalah yang
sudah berhasil seseorang hadapi dan
lewati, hal ini akan muncul dalam
bentuk kapabilitas untuk mengatur
masalah dalam diri (intrapersonal) dan dengan orang lain (interpersonal).

Proses yang sama merupakan proses yang dihadapi oleh caregiver penderita skizofrenia.
Keberadaan resiliensi ini tentulah mampu hadir dalam diri setiap caregiver sehingga
caregiver mampu memandang masalah pengasuhan yang ada setiap harinya sebagai suatu
proses yang positif untuk menjadikan caregiver sebagai pribadi yang positif pula. Keadaan
positif inilah yang nantinya akan memampukan caregiver untuk bangkit dari masalah-
masalah emosi negatif yang dialami. Adapun dalam melatih resiliensi pada caregiver
penderita skizofrenia, ada beberapa “senjata” yang harus dipersiapkan untuk memerangi
emosi negatif, antara lain :

1. Kecerdasan emosi
2. Keterampilan berpikir reflektif
3. Empati
4. Keterampilan sosial
5. Optimisme dan Ketekunan

REGULASI EMOSI DAN IMPULSE CONTROL


Emosi adalah perasaan yang terjadi sebagai respon dari suatu pengalaman yang
mengesankan bagi kita. Adapun emosi terbagi atas emosi positif dan emosi negatif. Adapun
contoh-contoh emosi dapat dilihat pada tabel di bawah.

Emosi Negatif Emosi Positif


Marah Senang
Sedih Ikhlas
Khawatir Lega
Iri Damai
Emosi yang positif dapat
bermanfaat bagi kita, namun apa yang
terjadi bila kita justru dikuasai oleh
emosi negatif? Tentulah kita harus
pandai dalam mengelolanya.

Kecerdasan emosi terbagi atas


kecerdasan interpersonal (kecerdasan
sosial) dan kecerdasan intrapersonal
(self-awareness).

Kecerdasan interpersonal memungkinkan kita untuk berhubungan secara konstruktif dengan


orang lain. Sedangkan kecerdasan intrapersonal lebih menekankan pada pengenalan dan usaha
untuk menurunkan perasaan, pikiran dan tindakan-tidakan pribadi yang negatif dan
meningkatkan yang positif. Ketidak-seimbangan
antara keduanya sangat memungkinkan kita
dihinggapi oleh emosi negatif.

Selain itu, dengan mampu meregulasi emosi


berarti mampu menyehatkan kita baik secara psikis
maupun fisik.Adapun salah satu alternatif yang dapat
digunakan adalah self-talk. Self-talk sendiri
merupakan pikrian-pikiran yang ada di dalam otak kita. Self-talk bergunauntuk memperluas
dimensi kesadaran kita yang sebelumnya secara tidak sadar dikuasai oleh emosi negatif.
Katakanlah hal-hal yang positif agar perilaku yang
ditimbulkan pun menjadi positif. Selain itu, relaksasi
atau melatih napas juga sesuatu yang sudah lama
menjadi alternatif solusi bagi masalah emosi negatif.

Menjadi caregiver penderita skizofrenia


merupakan sebuah pekerjaan yang sulit dan menguras
cukup banyak energi. Pekerjaan yang menantang ini cukup besar dalam menghasilkan emosi
negatif pada caregiver. Biasanya, orang-orang yang cerdas dalam mengelola emosi didapati
lebih antusias, optimis, percaya diri, dan mudah bersosial. Sebaliknya, ketidakmampuan dalam
mengelola emosi kadang berujung pada perilaku yang negatif, seperti pemakaian narkotika dan
minuman beralkohol. Hal tersebut sering dianggap sebagai alternatif solusi terhadap
permasalahan yang menekan, padahal cara ini hanya akan memperburuk keadaan yang
dihadapi. Caregiver penderita skizofrenia tentulah harus terlatih dalam mengelola emosi-emosi
negatif yang mungkin muncul selama proses pengasuhan. Hal ini akan membantu caregiver
untuk lebih tepat dalam merawat pasien dalam kesehariannya.

KEMAMPUAN BERPIKIR KAUSAL

Merefleksikan pengalaman-pengalaman
yang dilalui sebagai caregiver akan menolong kita
untuk lebih serius dalam melakukan tugas-tugas
sebagai caregiver. Hal ini berhubungan dengan
cara kita beradaptasi dengan pengalaman buruk
yang terjadi sepanjang proses pengasuhan.

Kita seringkali menganggap bahwa


skizofrenia diakibatkan oleh gangguan makhluk
supranatural, atau mungkin konsekuensi karena
pernah melakukan kesalahan tertentu. Kita pun
akhirnya mempercayakan pengobatan pada mereka
yang tidak memahami pelayanan medis dan psikologis yang mumpuni.

Berpikir kausal membantu kita


untuk menelusuri dinamika pemikiran,
emosi, keraguan, asumsi dan
keyakinan, baik yang rasional maupun
irasional. Adapun, berpikir reflektif
dibagi atas :

- Refleksi diri (self-reflection)


Mampu mengidetifikasi sebab
dan akibat dari perilaku yang
dilakukan
- Refleksi empatik (empathetic reflection)
Mampu memahami orang dari berbagai latar belakang
- Komunikasi reflektif (reflective communication)
Mampu terbuka dalam berdiskusi dan objektif terhadap opini pribadi

Terkadang sulit bagi kita untuk objektif dalam memandang permasalahan dari sudut
pandang pribadi saja. Sehingga, keberadaan orang lain membantu dalam berpikir reflektif.
Mendengarkan pendapat orang lain yang tentunya kita percaya mungkin akan membantu kita
untuk lebih memahami apa yang sebenarnya terjadi. Pastikan orang tersebut dapat dipercaya,
seperti psikolog, dokter, perawat, pekerja sosial atau profesi lainnya. Selain itu, menulis segera
kejadian-kejadian serta pikiran, perasaan serta perilaku yang menyertainya pun dapat membantu
kita lebih jujur terhadap diri sendiri. Adapun dalam proses berpikir reflektif, kita dapat
memanfaatkan prinsip ABC (antecedent, belief consequence). Antecedent mengacu pada situasi
apa saja yang terjadi pada caregiver, sedangkan belief mengacu pada pikiran apa yang muncul
sebagai respon atas situasi yang terjadi sebelumnya. Adapun consequence merupakan perilaku
yang muncul sebagai perwujudan dari belief tadi.

EMPATI

Empati adalah kunci keberhasilan proses perawatan ODS. Melalui empati kita dituntut
untu “berjalan menggunakan sepatu orang lain”. Hal ini adalah ungkapan umum yang
menggambarkan apa itu empati. “Berjalan menggunakan sepatu orang lain” adalah mencoba
untuk berpikir dengan pikiran orang lain, merasakan dengan perasaan orang lain bahkan
mencoba melakukan apa yang orang lain lakukan.

Empati timbul karena kita lebih dahulu pernah merasakan apa yang orang lain rasakan,
khususnya dalam pengalaman-pengalaman trauma yang dialami. Contohnya, orang yang pernah
mengalami kecelakaan kendaraan bermotor akan lebih empati kepada mereka yang mengalami
kecelakaan sepeda motor di jalan. Hal ini terjadi karena kita pernah merasakan betapa sakitnya
kecelakaan yang sama di waktu yang terdahulu.

Empati memainkan peranan penting bagi individu untuk menjadi resilien. Ketika kita
mencoba untuk berpikir dan merasakan beratnya “berjalan dengan sepatu orang lain”, kita
secara psikologis akan lebih memaklumi hal-hal yang bagi kita sebelumnya mungkin
menjengkelkan. Lewat hal ini, emosi-emosi negatif yang mungkin diam di dalam diri kita pergi
dengan sendirinya.

Berempati kepada ODS merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para caregiver.
Kendatipun caregiver tidak harus menjadi ODS terlebih dahulu, empati seharunya timbul
karena ODS pun manusia yang memiliki pikiran dan perasaan dan kebutuhan-kebutuhan yang
harus dipenuhi. Cukup dengan membayangkan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh ODS
akan setiap hal yang caregiver lakukan setiap harinya kepada ODS mungkin akan menolong
ODS untuk lebih sejahtera secara psikologis dan tentunya kebahagiaan yang sama akan dimiliki
oleh caregiver itu sendiri.
REACHING OUT

Sebagaimana yang telah disinggung pada bahasan sebelumnya, resiliensi tidak hanya
bisa dibangun atas dasar kekuatan intrapersonal, namun juga interpersonal. Dukungan sosial
tentulah dibutuhkan oleh mereka yang terbeban dengan permasalahan emosi negatif, sehingga
mereka pun dapat menjadi resilien. Sayangnya, stigma kepada ODS dan keluarga yang
berkembang di lingkungan sosial justru terus membebani caregiver secara psikologis.

Keterampilan bersosial merupakan


keterampilan yang dibutuhkan caregiver untuk
terus bertahan dalam berbagai kondisi sulit yang
dihadapi selama proses pengasuhan. Melalui
keterampilan ini, caregiver dapat memaknai
setiap hal yang didapati melalui proses
pengasuhan secara positif. Dukungan sosial yang didapatkan akan membuat caregiver
menerima keadaannya dengan lebih baik sebagaimana lingkungan sosial menerimanya.

Di dalam menjalani kesehariannya, caregiver dihadapkan pada dua pilihan lingkungan


sosial, antara lain lingkungan yang bersahabat dan lingkungan yang tidak bersahabat. Terampil
dalam bersosial dapat dimulai dengan meningkatkan dukungan dari lingkungan yang bersahabat
terlebih dahulu. Dengan dukungan positif tersebut, lingkungan yang tidak bersahabat mungkin
saja akan berubah menjadi bersahabat dengan sendirinya. Adapun lingkungan bersahabat berarti
lingkungan sosial yang berempati dengan keadaan caregiver, sedangkan lingkungan yang tidak
bersahabat berarti tidak adanya empati pada lingkungan sosial tersebut bagi caregiver ODS.
Dukungan positif dari lingkungan pada akhirnya akan membuat caregiver mendapatkan nilai-
nilai positif dalam pengasuhan (reaching out).

OPTIMISME DAN EFIKASI DIRI

Menjadi optimis merupakan


salah satu kunci untuk menjadi
resilien. Orang-orang yang optimis
didapati memiliki kesehatan fisik dan
psikis yang lebih baik dibandingkan
orang-orang yang optimis. Hal ini
terjadi karena orang-orang yang
optimis mampu memandang masalah
dengan lebih positif. Sebaliknya,
orang yang pesimis memandang
bahwa dirinya lah yang paling malang
dan masalah yang dihadapinya tidak kunjung berhenti.

Menjadi optimis merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh caregiver ODS. Hal
ini sangat berkaitan dengan panjangnya proses pengasuhan yang dilakukan oleh caregiver
kepada ODS. Melalui kacamata yang optimis, caregiver akan dimungkinkan tetap melakukan
setiap tugasnya dengan baik kendatipun harus melewati proses yang sangat panjang. Adapun
optimisme yang dimiliki akan membuat caregiver menjadi tekun dalam menghadapi lama dan
kompleksnya proses pengasuhan pada ODS. Ketekunan dalam melakukan rekomendasi medis
kepada pasien merupakan salah satu upaya dalam mengendalikan perilaku ODS di tengah
masyarakat pula.

Tidak hanya itu, optimisme dan ketekunan yang ada


akan memungkinkan caregiver lebih “percaya diri” dalam
melakukan proses pengasuhan. Keyakinan akan kekuatan diri
merupakan hal yang esensial. Banyak di antara orang yang
terbeban dengan emosi negatif cenderung tidak yakin bahwa
masalahnya akan selesai bahkan tidak yakin bahwa mereka akan sanggup untuk bertahan dalam
posisi yang mereka alami.
TEKNIS PELATIHAN
OVERVIEW PELATIHAN

1. Materi Pelatihan
Materi pelatihan disesuaikan dengan penjelasan yang telah dipaparkan pada bagian-
bagian sebelumnya

2. Pihak yang Terlibat


a. Peserta Pelatihan
Caregiver Orang Dengan Skizofrenia (ODS). Adapun kualifikasi peserta penelitian
antara lain:
1) Memiliki tingkat depresi, kecemasan dan stres pada tingkat parah (severe) dalam
skala DASS-21
2) Berusia 25-65 tahun
3) Mampu berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia
b. Trainer
Trainer menyampaikan dan memimpin materi-materi pelatihan yang sudah
ditentukan. Adapun trainer dalam pelatihan ini harus memiliki kualifikasi sebagai
berikut:
1) Psikolog klinis atau mahasiswa magister profesi psikologi klinis yang sudah
menjalani masa praktik kerja
2) Pernah memiliki pengalaman klinisi dengan ODS
3) Pernah memberikan intervensi kelompok sebelumnya
c. Fasilitator
Memfasilitasi peserta dalam melakukan setiap aktivitas pelatihan dan sebagai
penghubung antara trainer dan peserta. Adapun kualifikasi fasilitator dalam pelatihan
ini antara lain :
1) Mahasiswa psikologi yang telah lulus mata kuliah asesmen observasi dan
wawancara (atau serupa)
2) Pernah memiliki pengalaman sebagai fasilitator dalam pelatihan lain
3. Durasi Pelatihan
Pelatihan terdiri dari beberapa sesi dengan durasi sebagai berikut

Nama Sesi Rujukan Materi Durasi


Sesi Pendahuluan “Mari Berkenalan !” - 30 menit
Sesi #1 “Konsep Diri Caregiver 60 menit
Sesi #2 “Berdamai Dengan Diri Sendiri” Regulasi Emosi dan 90 menit
Impuls Control
Sesi #3 “Memahami Akar Permasalahan” Analisis Kausal 60 menit
Sesi #4 “Jika Aku Menjadi Dia” Empati 60 menit
Sesi #5 “Menjadi Teman Bukan Musuh” Reaching Out 60 menit
Sesi #6 “Caregiver PeDe” Optimisme dan Efikasi 90 menit
Diri
450 menit
TOTAL
(7.5 jam)

4. Jumlah Peserta Pelatihan


Peserta maksimal berjumlah 15 orang

5. Alat dan Bahan


Secara umum, alat dan bahan yang digunakan dalam pelatihan antara lain :
a. Seminar Kit f. Proyektor
b. Kertas HVS g. Lilin
c. Double tape h. Karton
d. Spidol i. Layar
e. Pulpen

6. Setting Kelompok
Peserta terdiri dari maksimal 15 peserta dengan minimal dua orang fasilitator
pendamping
7. Setting Ruangan
Peserta duduk membentuk letter “U” dengan fasilitator di tengah bagian depan. Adapun
trainer berada di depan bagian tengah ruangan dengan layar di depan bagian samping.
Lebih lanjut, lihatlah gambar di bawah ini :
SESI PENDAHULUAN “MARI BERKENALAN!”
Tujuan Umum Pada sesi ini, caregiver diharapkan mampu mengenal satu dengan yang
lain antar sesama peseta pelatihan maupun dengan trainer dan fasilitator
Tujuan Khusus a. Peserta mengenal satu dengan yang lain
b. Peserta mengenal trainer dan fasilitator
c. Peserta menunjukkan kelebihan dan ciri khas masing-masing
d. Peserta mampu memahami kelebihan dan ciri khas masing-masing
pribadi dalam pelatihan
Aktivitas Perkenalan diri di dalam kelompok dan perkenalan kelompok kepada
seluruh peserta pelatihan
Prosedur 1. Peserta melakukan registrasi pelatihan dengan mengisi daftar hadir
2. Peserta duduk dengan membentuk letter “U” seperti gambar seting
ruangan
3. Selagi menunggu acara dimulai, peserta diminta mengisi pre-test
(DASS-21)
4. Peneliti memuka acara dan memperkenalkan diri serta trainer dan tim
fasilitator
5. Peneliti menjelaskan konsep penelitian secara singkat dan meminta
kesediaan peserta untuk mengisi informed consent
6. Peneliti menyerahkan acara seluruhnya kepada trainer
7. Trainer meminta peserta untuk memperkenalkan dirinya masing-
masing dengan menyebutkan keterampilan masing-masing.
Contohnya : Memasak. Keterampilan ini nanti akan membantu trainer
pada sesi 4 dan 5, dimana peserta diminta untuk melibatkan ODS
dalam pelaksaan keterampilan tersebut
8. Fasilitator mencatat nama, usia dan keterampilan peserta
9. Trainer menutup sesi perkenalan
Debriefing Trainer memberikan penjelasan bahwa setiap orang perlu saling mengenal
dirinya sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Dengan mengenal
keterampilan masing-masing, maka peserta dapat membantu ODS untuk
terlibat dalam keterampilan tersebut.
Alat dan Bahan - Training kit (note book, pretest, informed consent, buku kontrol)
- Pulpen
- PPT dan infocus

SESI #1 “KONSEP DIRI SEBAGAI CAREGIVER ODS”


Tujuan Umum Pada sesi ini, caregiver dilatih untuk memahami tentang resiliensi dan
menumbuhkan konsep diri positif yang resilien
Tujuan Khusus a. Peserta dapat memandang dirinya sebagai pribadi yang positif
b. Peserta dapat merefleksikan hal-hal positif yang dihadapi sehari-hari
c. Peserta dapat memandang positif masalah-masalah yang dihadapi terkait
proses pengasuhan kepada ODS
d. Peserta mampu memahami konsep resiliensi
e. Peserta dapat memahami bahwa dirinya pun mampu untuk resilien
Aktivitas 1 Menonton tayangan tentang manusia dan jagat raya
Prosedur 1. Trainer mengajak peserta untuk menonton tayangan mengenai manusia
dan jagat raya
2. Trainer mengajak peserta untuk membandingkan manusia dan ciptaan
Tuhan yang lain di jagat raya, seperti bulan, planet-planet, dan bintang-
bintang
3. Trainer meminta peserta memberi tanggapan tentang perbandingan
antara manusia dan ciptaan lainnya di jagat raya
4. Trainer mengajak beberapa peserta membagikan masalah sehari-hari
yang dihadapi caregiver
Debriefing Trainer memberikan reflaksi bahwa manusia diciptakan begitu kecil
dibandingan banyak ciptaan Tuhan yang lain di jagat raya. Namun, manusia
diberikan anugerah untuk memiliki akal budi dan perasaan, sehingga
manusia harus menjadi makhluk yang bermanfaat bagi ciptaan lainnya
termasuk manusia lain.
Aktivitas 2 Menonton tayangan ilustrasi resiliensi
Prosedur 1. Trainer menayangkan ilustrasi resiliensi
2. Trainer menanyakan apa yang peserta dapatkan melalui tayangan
tersebut
3. Trainer menanyakan kepada peserta mengenai keterkaitan masalah
sehari-hari dengan tayangan resiliensi
4. Trainer memberikan ceramah berdasarkan PPT kepada peserta
5. Trainer meminta dua orang perwakilan peserta untuk memberikan
kesimpulan hari pertama
6. Trainer menutup sesi
Debriefing Trainer menyampaikan bahwa resiliensi merupakan sesuatu yang dapat
dilatih. Resiliensi seorang caregiver tidak hanya menolong caregiver untuk
tetap kuat dalam menghadapi proses pengasuhan, namun juga demi
kebaikan pasien ODS.
Alat dan Bahan - Traning kit (note book, pretest, informed consent, buku kontrol)
- Pulpen
- Video tentang manusia dan jagat raya, video tentang resiliensi
- PPT dan infocus

SESI #2 BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI


Tujuan Umum Peserta mampu mengelola emosi negatif yang ada di dalam diri terkait
pengasuhan ODS maupun masalah sehari-hari
Tujuan Khusus a. Peserta mampu mengenali emosi negatif dalam diri
b. Peserta mempu mengidentifikasi ketidak-sesuaian antara tuntutan sosial
dan potensi yang ada di dalam diri
c. Peserta mampu melakukan self-talk dalam aktivitas sehari-hari
d. Peserta mampu melakukan relaksasi atau melatih napas dalam
kehidupan keseharian
Aktivitas - Menuliskan macam-macam emosi negatif yang ada dalam proses
pengasuhan ODS
- Latihan relaksasi atau melatih napas
Prosedur 1. Trainer menyampaikan materi tentang jenis-jenis emosi, yaitu emosi
positif dan emosi negatif beserta dengan masing-masing contohnya.
2. Trainer menyampaikan konsekuensi dari adanya emosi negatif dalam
diri caregiver, yaitu perilaku negatif (buruk) seperti memarahi,
memukul atau memasung pasien,
3. Trainer meminta kepada peserta untuk memberikan contoh beban-
beban kehidupan yang menimbulkan emosi negatif secara verbal
4. Trainer menyampaikan mengenai cara berbicara dengan diri sendiri
(self-talk) menggunakan kata-kata/kalimat positif
5. Trainer meminta peserta menulis sebuah kalimat positif yang relevan
dengan pengasuhan ODS. Contoh : “Saya mampu tabah menjalani
pengasuhan pasien”
6. Trainer memberikan tugas untuk self-talk dilakukan dalam aktivitas
sehari-hari. Misalnya dalam mencangkul, berjalan, memasak.
7. Trainer memberikan pelatihan relaksasi sederhana dengan cara latihan
bernapas, dengan memeragakan gambar di bawah ini

*Keterangan gambar :
 Letakkan satu tangan di perut dan yang lain di dada
 Tangan pada dada baiklah hampir tidak bergerak (tidak naik dan
turun)
 Tangan pada perut bergerak keluar ketika menarik napas dan
bergerak ke dalam ketika mengeluarkan napas
Debriefing Emosi negatif terkadang menguasai diri secara tidak disadari. Menyadari
emosi negatif memudahkan kita untuk menyadari setiap hal yang kita
lakukan dalam proses pengasuhan kepada pasien ODS. Selain itu, melatih
napas berarti melatih kehidupan itu sendiri. Mengendalikan napas berarti
mengendalikan emosi yang sedang terjadi pula
Alat dan Bahan - Kertas HVS untuk menulis (aktivitas 1) dan pulpen
- Musik relaksasi (Pachelbel in Garden)
- PPT dan infocus

SESI #3 MEMAHAMI AKAR PERMASALAHAN


Tujuan Umum Peserta mampu merefleksikan setiap akar permasalahan yang terjadi terkait
proses pengasuhan
Tujuan Khusus a. Peserta mampu berpikir secara kausal mengenai masalah-masalah yang
dihadapi
b. Peserta mampu membantu peserta lain untuk merumuskan masalah-
masalah peserta lain secara kausal
Aktivitas Mendengarkan cerita sesama caregiver yang mengasuh ODS dan menulis
akar permasalahannya
Prosedur 1. Trainer memanggil seorang caregiver ODS (buka peserta) yang telah
dipersiapkan sebelumnya (selanjutnya disebut caregiver percontohan).
Adapun caregiver tersebut haruslah sudah resilien dan mampu dengan
baik menceritakan masalah-masalahnya kepada peserta.
2. Trainer mempersilakan kepada caregiver percontohan tersebut untuk
menceritakan masalah-masalahnya kepada peserta beserta dengan usaha
apa saja yang telah dilakukannya untuk bangkit dari masalah-masalah
tersebut.
3. Setelah caregiver percontohan menceritakan masalah-masalahnya,
trainer meminta untuk para peserta satu persatu untuk mengidetifikasi
asal-muasal dari permasalahan tersebut dan cara caregiver percontohan
tersebut berdamai dengan masalahnya.
4. Trainer merangkum semua jawaban peserta dan menjelaskan pola
berpikir ABC (antecedent, behavior, consequence) secara sederhana
5. Setelah mendapatkan percontohan, trainer meminta masing-masing
peserta merefleksikan apakah masalah tersebut hadir pula dalam diri
masing-masing peserta. Setelah itu, peserta diminta untuk
mengungkapkan masalah-masalah yang terjadi dengan menggunakan
pola ABC

*Catatan :
1. Trainer dilarang menyebutkan “caregiver percontohan”, namun trainer
mengajak peserta menyebut nama caregiver tersebut
2. Peserta menceritakan masalah terkait pengasuhan ODS melalui teknik
ABC (antecedent, behavior, consequence) – dapat dilihat pada materi.
Pesan Moral Belajar dari masalah yang terjadi pada orang lain mampukan kita untuk
memahami dengan lebih objektif terhadap masalah-masalah yang
sebenarnya terjadi dalam diri kita
Alat dan Bahan - Persiapan seorang caregiver percontohan yang komunikatif dan sudah
berdamai dengan masalah pengasuhan ODS
- PPT dan Infocus

SESI #4 JIKA AKU MENJADI DIA


Tujuan Umum Peserta mampu mengembangkan sikap empati kepada pasien
Tujuan Khusus a. Peserta mampu memahami proses mental yang terjadi dalam diri ODS
b. Peserta mampu menunjukkan sikap dan perilaku positif terhadap pasien
ODS
Aktivitas Menonton Video Proses Mental dan Perilaku ODS
Prosedur 1. Peserta diminta untuk menonton sebuah tayangan yang menggambarkan
keadaan mental dan perilaku yang terjadi pada ODS
2. Trainer meminta peserta untuk mendeskripsikan secara lisan apa yang
dialami oleh para ODS. Baik keadaan sulit seperti sulit untuk
melakukan aktivitas sehari-hari, sulit berkomunikasi dan kesulitan-
kesulitan lain
3. Trainer mengajak peserta untuk membayangkan bila mereka menjadi
ODS dan menyampaikan apa yang kira-kira peserta rasakan dan
pikirkan
4. Trainer memandu peserta untuk mengidentifikasi perilaku empatik dan
tidak yang mungkin dilakukan dalam pengasuhan ODS. Contoh : (1)
Membantu ODS makan bukan malah membiarkannya tidak makan;
(2) membantu ODS bergaul dengan tetangga bukan malah
mengurung ODS dalam rumah.
*Ket. : Kalimat tercetak tebal adalah contoh positif dan kalimat
bergaris bawah merupakan contoh negatif.
5. Trainer menutup sesi
Debriefing Trainer menyampaikan bahwa ODS pun mengalami keadaan yang berat
secara psikis, dan keadaan tersebut harusnya mendapat dukungan dari
caregiver untuk mampu menjalani kehidupannya sehari-hari, dan hal
tersebut adalah tugas yang mulia.
Alat dan Bahan - Video proses mental dan perilaku ODS
- PPT dan infocus

SESI #5 MENJADI TEMAN BUKAN MUSUH


Tujuan Umum Peserta Mampu Menumbuhkan Keterampilan Sosial di Masyarakat sebagai
Seorang Caregiver ODS
Tujuan Khusus a. Peserta mampu menunjukkan keterapilan-keterampilan tertentu yang
positif di tengah masyarakat
b. Peserta berkomitmen untuk melibatkan ODS dalam aktivitas sosial
sehari-hari di tengah masyarakat
Aktivitas Menulis potensi keterampilan sosial dan membagikannya (sharing) kepada
peserta lain
Prosedur 1. Peserta mendengarkan ceramah trainer. Trainer menyampaikan bahwa
lingkungan yang bersahabat sangat dibutuhkan untuk menunjang
kesehatan mental ODS. Peserta harus mampu mampu menjadi sosok
yang bersahabat bagi ODS dengan bersikap ramah kepada ODS seperti
memberikan senyum dan mengajak berbicara serta melibatkan ODS
dalam aktivitas sehari-hari
2. Trainer meminta peserta untuk menulis satu keterampilan yang
dimilikinya dimana keterampilan tersebut dapat melibatkan peranan
ODS. Keterampilan beserta cara melibatkan ODS tersebut ditulis dalam
selembar kertas HVS
3. Peserta diminta untuk menceritakan kepada sesama peserta terkait
dengan keterampilan sosial yang dimiliki berikut cara pelibatan ODS di
dalamnya
4. Trainer memandu peserta untuk membuat komitmen bersama terkait
dengan pengasuhan kepada ODS (integrasi sesi 4 dan 5). Komitmen
bersama meliputi uraian perilaku empatik dan upaya pelibatan ODS
dalam keterampilan yang dimiliki oleh peserta.
5. Trainer meminta seluruh peserta membacakan masing-masing
komitmennya
6. Trainer menutup sesi

Ket. :
Contoh Form

Debriefing Trainer mengajak caregiver untuk mampu mengembangkan


keterampilannya masing-masing di tengah masyarakat dan melibatkan ODS
di dalamnya. Sehingga dengan hal tersebut dapat meningkatkan harga
diri ODS beserta mengubah anggapan masyarakat yang negatif
mengenai ODS.
Alat dan Bahan - Kertas HVS
- Form komitmen bersama
- Video Pemberdayaan ODS
- PPT Infocus

SESI #6 CAREGIVER PEDE


Tujuan Umum Peserta yakin dalam melakukan seluruh proses pengasuhan sebagai
caregiver ODS
Tujuan Khusus a. Caregiver siap menjalani panjang dan kompleksnya proses pengasuhan
ODS
b. Caregiver bersedia melakukan berbagai hal demi mendukung
kesembuhan dan kesehatan mental ODS
c. Caregiver dapat tekun dalam melakukan aktivitas rutin maupun non-
rutin dalam pengasuhan ODS
Aktivitas Menonton video anak yang mengasuh orang tua ODS dan Game Lilin
Prosedur 1. Peserta mendengarkan ceramah trainer mengenai efikasi diri dan
optimisme
2. Peserta dipersilakan menonton video anak yang mengasuh orang tua
ODS dan memberikan tanggapan – dipandu oleh trainer
3. Peserta diminta untuk bermain “Game Lilin” di lapangan terbuka,
dimana peserta diminta untuk menjaga sebuah lilin yang menyala dan
menggiringnya dari garis start hingga garis finish (minimal 50 meter),
adapun beberapa orang (non-peserta) berperan untuk berusaha
mematikan lilin tersebut dari jarak 2 meter dengan cara mengipaskan
menggunakan karton yang disediakan.
4. Trainer meminta peserta kembali ke ruangan dan duduk di tempat
masing-masing.
5. Trainer meminta peserta untuk menjelaskan apa yang dirasakan dari
permainan tadi
6. Trainer memberikan penjelasan bahwa itulah kesulitan yang dirasakan
selama ini dalam mengasuh ODS. Usaha menjaga lilin tetap menyala
merupakan usaha yang sama untuk merawat ODS di rumah dan
masyarakat.
7. Trainer menutup sesi
8. Pemberian lembar post-test
9. Memberikan tugas untuk mengisi buku kontrol dengan cara checklist
selama dua minggu
10. Peneliti memberitahu bahwa dua minggu kemudian di adakan follow-up
di Puskesmas atau di rumah masing-masing peserta
11. Peneliti menutup pelatihan
Debriefing Trainer menjelaskan bahwa proses pengasuhan ODS penuh dengan
tantangan dan melalui proses yang panjang. Ketekunan, keyakinan diri dan
optimisme harus ada untuk memungkinkan caregiver dapat sukses
menjalani proses yang panjang dan kompleks tersebut.
Alat dan Bahan - Video anak yang mengasuh orang tua ODS
- Lilin dan karton
- Lembar post-test
- PPT Infocus

DAFTAR PUSTAKA

Chen, X., Mao, Y., Kong, L., Li, G., Xin, M., Lou, F., & Li, P. (2016). Resilience moderates the
association between stigma and psychological. Personality and Individual Defferences,
96(1) 78-82.
Grant, L., & Kinman, G. (2015). Guide to developing emotional resilience. London: Palgrave.

Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor: 7 Keys to Finding Your Inner Strength
and Overcoming Life's Hurdles. Nevada: Three Rivers Press.
RUNDOWN PELATIHAN RESILIENSI KEPADA CAREGIVER ORANG DENGAN SKIZOFRENIA (ODS)

Hari pertama (10 Mei 2018)


No Kegiatan / Aktivitas Kelas Durasi Keterangan Alat dan Bahan
1. Registrasi dan pengondisian - Seorang panitia menjadi petugas registrasi - Traning kit (note
30 menit bagi peserta. Membagikan training kit berisi book, pretest,
ruangan.
2. Pembukaan, pengarahan dan note book dan pre-test, informed consent informed consent,
30 menit serta buku kontrol buku kontrol)
pembagian kelompok
- Sesi pendahuluan berisi perkenalan masing- - Pulpen
3. Pengisian Pretest dan masing individu dalam kelompok - Video tentang
20 menit
Informed Consent - Sesi pertama penjelasan konsep diri sebagai manusia dan jagat
4. Sesi Pendahuluan 30 menit caregiver dan pengenalan resiliensi, raya, video tentang
5. Sesi Pertama 60 menit aktivitas menonton video resiliensi
5. Penutupan 10 menit - Peserta diingatkan untuk membawa training - PPT dan infocus
kit di setiap pertemuan
180 menit (3
SUBTOTAL
jam)
Hari Ke-dua (11 Mei 2018)
1. Registrasi Peserta 15 menit - Petugas registrasi standby untuk presensi - Kertas HVS untuk
2. Pelaksanaan Sesi Ke-2 90 menit hari ke dua menulis (aktivitas
3. Penutupan 10 menit - Pelaksanaan sesi ke dua tentang kecerdasan 1) dan pulpen
emosi (emotional literacy) - Musik relaksasi
115 menit - Terdapat dua aktivitas yaitu: 1) menulis (Pachelbel in
SUBTOTAL (1 jam 55 emosi negatif sehari-hari yang disebabkan Garden)
menit) dari aktivitas pengasuhan ODS; 2) Latihan - PPT dan infocus
relaksasi (teknik pernapasan)
Hari Ke-tiga (12 Mei 2018)
1. Registrasi Peserta 15 menit - Petugas registrasi standby untuk presensi - Persiapan seorang
2. Pelaksanaan Sesi Ke-3 75 menit hari ke tiga caregiver
3. Penutupan dan Pemberian - Pelaksanaan sesi hari ke tiga tentang percontohan yang
20 menit berpikir reflektif komunikatif dan
Tugas Rumah
- Aktivitas peserta mendengarkan sharing sudah berdamai
session dari caregiver lain (percontohan) dengan masalah
yang sudah terlebih dahulu berdamai dengan pengasuhan ODS
110 menit
masalahnya - PPT dan Infocus
SUBTOTAL (1 jam 50
- Membuka catatan emosi negatif (di sesi
menit)
kedua) dan mencoba mengidentifikasi
berdasarkan prinsip ABC (antecedent,
behavior, consequence)
Hari Ke-empat (13 Mei 2018)
1. Registrasi Peserta 15 menit - Petugas registrasi standby untuk presensi - Video proses mental
2. Pelaksanaan Sesi Ke-4 75 menit hari ke empat dan perilaku ODS
3. Penutupan 10 menit - Pelaksanaan sesi ke empat tentang empati - PPT dan infocus
- Aktivitas peserta menonton video tentang
proses mental dan perilaku ODS
100 menit - Peserta diminta menceritakan keterkaitan
SUBTOTAL (1 jam 40 video dengan kehidupan sehari-hari
menit) - Peserta diminta mengidentifikasi perilaku
empatik yang dapat dilakukan kepada ODS
Hari Ke-lima (14 Mei 2018)
1. Registrasi Peserta 15 menit - Petugas registrasi standby untuk presensi - Form komitmen
2. Pelaksanaan Sesi ke-5 90 menit hari ke lima bersama
3. Penutupan 10 menit - Pelaksanaan sesi ke lima tentang - Video
keterampilan sosial Pemberdayaan ODS
- Peserta diminta menulis sejumlah - PPT Infocus
terampilan sosial yang dapat dilakukan
115 menit bersama dengan para ODS
SUBTOTAL (1 jam 55 - Peserta diminta membuat komitmen
menit) bersama dalam pengasuhan dan
pemberdayaan ODS di keluarga dan
masyarakat
Hari Ke-enam (15 Mei 2018)
1. Registrasi Peserta 15 menit - Petugas registrasi standby untuk presensi - Video anak yang
2. Pelaksanaan Sesi ke-6 90 menit hari ke enam mengasuh orang tua
3. Penutupan Seluruh Sesi 15 menit - Pelaksanaan sesi ke enam tentang efikasi ODS
4. Post-test 10 menit diri dan optimism - Lilin dan karton
6. Pemberian kenang-kenangan 10 menit - Peserta mendengarkan ceramah - Plakat Puskesmas
- Peserta diminta menonton video tentang - Kenang-kenangan
anak yang mengasuh orang tua ODS peserta
- Peserta bermain “Game Lilin” - Lembar post-test
- Peserta memberikan kesan-pesan selama - PPT Infocus
140 menit proses pelatihan
SUBTOTAL (2 jam 20 - Peserta diminta mengisi post-test
menit) - Pemberian kenang-kenangan kepada peserta
dan Puskesmas
- Pemberitahuan tentang follow-up setelah
satu bulan
760 menit
TOTAL KESELURUHAN (12 jam 40
menit)
NOMOR
SKALA PSIKOLOGI …………………………..

Disusun oleh :

Valentino Marcel Tahamata

Fakultas Psikologi

Universitas Diponegoro

Semarang

2018
Dengan hormat,

Perkenalkanlah, saya Valentino Marcel Tahamata. Saya merupakan mahasiswa Fakultas

Psikologi Universitas Diponegoro yang sedang melakukan penelitian terhadap pengasuh

(caregiver) gangguan jiwa. Saya mengajak Bapak/Ibu/Saudara/Saudari untuk berpartisipasi

dalam penelitian ini, sehingga kiranya dapat memberi kebaikan buat kita seluruhnya. Saya

memohon Bapak/Ibu/Saudara/Saudari untuk meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner ini.

Saya menjamin bahwa data ini hanya akan dijadikan acuan dalam penelitian dan saya akan

menjamin kerahasiaan identitas dari Bapak/Ibu/Saudara/Saudari sekalian. Terimakasih atas

kerjasamanya. Selamat mengerjakan.

Hormat Saya,

Valentino Marcel Tahamata


PETUNJUK PENGISIAN

1. Isilah identitas teman-teman terlebih dahulu pada bagian yang telah disediakan
2. Baca dan pahami setiap pernyataan sebelum saudara memberikan jawaban pada kolom
yang telah disediakan
3. Pilihlah satu dari empat alternatif jawaban yang tersedia dan paling sesuai dengan
keadaan diri saudara selama satu minggu belakangan ini. Berilah tanda silang (x) pada
salah satu jawaban yang teman-teman pilih di kolom jawaban sebelah kanan.
Contoh :
No Pernyataan Jawaban
1. Saya merasa sulit untuk bersantai 0 1 2 3
4. Keterangan Jawaban
0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah
1 : Sesuai dengan saya sampai pada namun jarang atau kadang-kadang
2 : Lumayan sering terjadi
3 : Sangat sesuai dengan saya, atau sangat sering bahkan selalu terjadi
5. Apabila ingin menggati jawabang, maka berilah tanda sama dengan (=) pada jawaban
yang saudara pilih sebelumnya, kemudian berikan tanda (x) pada jawaban baru yang
saudara anggap paling tepat.
Contoh :
No Pernyataan Jawaban
1. Saya merasa sulit untuk bersantai 0 1 2 3

IDENTITAS

Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pendidikan Terakhir :
Status Marital :
Durasi Gangguan (tahun) :
Keadaan Pasien : a. Dipasung (tidak bergerak)
(Lingkari salah satu) b. Dikurung di ruang/tempat terisolir
c. Diisolasi dalam rumah
d. Dibiarkan berkeliaran dengan pengawasan caregiver
e. Dibiarkan berkeliaran tanpa pengawasan caregiver
Hubungan Dengan Pasien :
Durasi Pengasuhan (tahun) :
Pastikan data di atas terisi dengan lengkap dan benar. Setelah menerima instruksi, silakan isi
kuisioner di balik lembar ini.
No. Pernyataan Jawaban

1. Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena hal-hal sepele 0 1 2 3

2. Saya merasa bibir saya sering kering 0 1 2 3

3. Saya tidak merasa antusias dalam hal apapun 0 1 2 3

Saya mengalami kesulitan bernapas (misalnya: seringkali tengeah-engah atau


4. 0 1 2 3
tidak dapat bernapas padahal tidak melakukan aktivitas fisik sebelumnya)

5. Saya sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan 0 1 2 3

6. Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi 0 1 2 3

7. Saya merasa gemetaran (misalnya: pada tangan) 0 1 2 3

8. Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk merasa cemas 0 1 2 3

Saya khawatir berada dalam situasi yang membuat saya panik dan
9. 0 1 2 3
mempermalukan diri saya sendiri

10. Saya merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di masa depan 0 1 2 3

11. Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal 0 1 2 3

12. Saya merasa sulit untuk beristirahat 0 1 2 3

13. Saya merasa sedih dan tertekan 0 1 2 3

Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika mengalami penundaan
14. 0 1 2 3
(misalnya: kemacetan lalu lintas, menunggu sesuatu)

15. Saya merasa hampir panik 0 1 2 3

16. Saya merasa saya kehilangan minat akan segala hal 0 1 2 3

17. Saya merasa bahwa saya tidak berharga sebagai seorang manusia 0 1 2 3

18. Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung atau sensitif 0 1 2 3


Saya berkeringat secara berlebihan (misalnya: tangan berkeringat), padahal
19. 0 1 2 3
temperatur tidak panas atau tidak melakukan aktivitas fisik sebelumnya

20. Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas 0 1 2 3

21. Saya merasa bahwa hidup tidak bermanfaat 0 1 2 3

PERIKSALAH KEMBALI JAWABAN ANDA AGAR JANGAN SAMPAI ADA NOMOR


YANG TERLEWATI

TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai