Anda di halaman 1dari 5

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA

MELALUI PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING


(POGIL)

Cucu Zenab Subarkah dan Ade Winayah


Pendidikan Kimia Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. A.H. Nasution No. 105, Bandung
Email: zenabsc@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan aktivitas siswa pada pembelajaran menggunakan
model POGIL, menganalisis kemampuan siswa menyelesaikan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan
menganalisis keterampilan berpikir kritis siswa pada konsep kesetimbangan kelarutan. Tahapan
model POGIL meliputi: dihadapkan pada masalah, pengumpulan data melalui eksperimen, dan
menganalisis proses inkuiri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mix method
quantitative embedded dengan subjek penelitian 23 orang siswa kelas XI di salah satu SMA Swasta di
Kota Bandung. Instrumen penelitian yang digunakan meliputi lembar observasi, LKS, dan tes tertulis.
Hasil menunjukkan bahwa nilai rata-rata keaktifan siswa untuk keseluruhan tahapan POGIL adalah
83,7 yang dikategorikan sebagai keaktifan sangat baik, nilai rata-rata LKS siswa adalah 74, dan
keterampilan berpikir kritis siswa yang dapat dikembangkan dengan sangat baik adalah indikator
mengidentifikasi, membuat hipotesis dan membuktikan hipotesis. Metode pembelajaran POGIL
memberikan pengaruh yang positif bagi tingkat keaktifan dan hasil belajar siswa serta mampu
mengembangkan keterampilan berpikir kritis sampai tingkatan tertentu.
Kata kunci: model pembelajaran POGIL, keterampilan berpikir kritis, kesetimbangan kelarutan.

ABSTRACT
This study aimed to describe students’ activity in learning using POGIL models, analyze students’
ability in completing Student Worksheet (LKS) as well as their critical thinking skills on the concept
of equilibrium solubility. Stages of POGIL models includes: faced with the problem, collecting data
through experiments and analyze inquiry process. The method used in this research was quantitative
mix method embedded with 23 class XI students in one of private high school in Bandung as research
subjects. Research instruments were observation sheets, LKS, and written test. Results showed that
the average activity value was 83,7, LKS score was 74, whereas critical thinking skills develop were
identifying, making hypothesis, and proving hypothesis. POGIL learning model have positive impact
on students’ activeness and learning achievements as well as have the ability to develop critical
thinking skills to a certain degree.
Keywords: POGIL learning model, critical thinking skills, equilibrium solubility

PENDAHULUAN kan minat dan motivasi siswa untuk belajar


ilmu kimia dan dapat membantu meningkat-
Kimia merupakan ilmu yang diperoleh
kan pemahaman materi kimia yang dipelajari-
dan dikembangkan berdasarkan eksperimen nya (Jahro et al., 2009).
yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, Kegiatan praktikum memberikan peran
mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam,
sangat besar dalam membangun pemahaman
khususnya yang berkaitan dengan komposisi, konsep, memverifikasi atau membuktikan ke-
struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan benaran konsep, menumbuhkan keterampilan
energitika zat (Depdiknas, 2003). Mata pelajaran
proses (bekerja ilmiah) serta afektif siswa,
kimia tidak hanya mempelajari pengetahuan
menumbuhkan minat belajar, melatih kemampu-
kimia berupa materi, fakta, atau prinsip saja
an psikomotor dan menumbuhkan motivasi
tetapi di dalam pelajaran kimia juga terdapat belajar (Yunita, 2010). Untuk mendorong semangat
praktikum. Kegiatan praktikum dapat meningkat-
siswa dalam praktikum diperlukan suatu model

48

DOI: http://dx.doi.org/10.18269/jpmipa.v20i1.562
Cucu Zenab Subarkah dan Ade Winayah, Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa melalui Process
Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) 49

yang menggiring siswa untuk mampu meneliti METODE


atau mencari jawaban atas masalah yang
diberikan. Salah satu model yang menuntut Penelitian ini menerapkan mix method
siswa untuk menggali dan menyelesaikan quantitative embeded (Creswell et al., 2007).
masalah dengan penerapan yang menarik bagi Subjek penelitian ini adalah 23 orang siswa
siswa yaitu model POGIL (Process Oriented kelas XI di salah satu SMA Swasta di Kota
Guided Inquiry Learning) yang meliputi tahapan Bandung. Subjek ini dipilih karena para siswa
dihadapkan pada masalah, mengumpulkan data tersebut sebelumnya belum pernah menerap-
melalui eksperimen dan menganalisis data. kan model POGIL untuk pembelajaran kimia.
Tahapan tersebut diharapkan mampu meningkat- Observasi yang bersumber dari guru dan siswa
kan keterampilan berpikir kritis siswa (Wulandari dilakukan untuk mengukur aktivitas siswa selama
et al., 2013). pembelajaran menggunakan POGIL. Kriteria
Keterampilan berpikir kritis yang telah predikat keaktifan siswa sesuai dengan kriteria
berkembang di lapangan belum sepenuh-nya yang dibuat Purwanto (2008).
tercapai. Soal-soal yang diberikan di kelas-kelas,
baru sampai pada level pemahaman konsep, HASIL DAN PEMBAHASAN
sehingga diperlukan suatu model pembelajaran
yang bisa meningkatkan keterampil-an berpikir Hasil observasi keaktifan siswa (Gambar
kritis siswa. Selain hubungannya dengan 1) menunjukkan bahwa berdasarkan predikat
keterampilan berpikir kritis, hasil penelitian keaktifan siswa (Purwanto, 2008), keaktifan untuk
Schroeder dan Greenbowe (2008) Tahap I (dihadapkan pada masalah) dikategori-
menunjukkan bahwa penerapan model pembelajar- kan dalam predikat baik sedangkan untuk Tahap
an POGIL pada pembelajaran kimia organik II (mengumpulkan data melalui eksperimen)
di laboratorium dapat meningkatkan keaktifan dan Tahap III (menganalisis proses inkuiri)
siswa. Penelitian lainnya menunjukkan penerapan dikategorikan dalam predikat sangat baik. Jika
metode POGIL pada pembelajaran konsep titrasi dirata-ratakan, nilai rata-rata keaktifan siswa
asam-basa juga menunjukkan bahwa tingkat untuk keseluruhan tahapan POGIL adalah 83,7
keaktifan siswa pada kategori baik (Subarkah, yang dikategorikan sebagai keaktifan sangat baik.
2013). Hasil ini menunjukkan bahwa pembelajaran
Salah satu konsep kimia di SMA adalah POGIL mampu memicu keaktifan siswa.
kesetimbangan kelarutan, yang termasuk ke Penelitian Wahyuningrum (2013) dan Simonson
dalam materi di kelas XI semester dua dan di dan Shadle (2013) juga menemukan hasil yang
dalamnya terdapat kegiatan praktikum. Konsep serupa yakni bahwa pembelajaran POGIL mampu
ini mempunyai banyak kaitan dengan konsep memicu keaktifan siswa karena melalui tahapan
kimia lainnya, seperti konsep larutan, kesetimbang- POGIL pembelajaran dapat menjadi lebih
an kimia, Azas Le Chatelier dan persamaan menarik.
reaksi. Keterkaitan antara satu konsep dengan Hasil penilaian LKS siswa (Gambar 1)
konsep lainnya membuat keterampilan berpikir menunjukkan bahwa nilai rata-rata LKS yang
kritis sangatlah diperlukan. Oleh karena itu, tinggi ditemukan untuk Tahap II (mengumpul-
penerapan model pembelajaran POGIL untuk kan data melalui eksperimen) sedangkan nilai
meningkatkan keaktifan siswa dan mengembang- rata-rata rendah ditemukan untuk Tahap I
kan keterampilan berpikir kritis pada konsep (dihadapkan pada masalah). Jika dirata-ratakan,
kesetimbangan kelarutan perlu untuk dilakukan. nilai rata-rata LKS siswa adalah 74. Tahap
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasil- dihadapkan pada masalah dimulai dengan
kan informasi tentang: (1) aktivitas siswa pada kegiatan guru menggali konsep prasyarat
pembelajaran POGIL, (2) kemampuan siswa tentang larutan elektrolit dan non elektrolit.
dalam menyelesaikan Lembar Kerja Siswa Hal ini dilakukan agar dapat diketahui tingkat
(LKS) yang disusun berdasarkan Tahapan POGIL, pemahaman siswa tentang konsep larutan
dan (3) keterampilan berpikir kritis siswa setelah elektrolit dan non elektrolit. Hasil kegiatan
diterapkan tahapan POGIL pada pembelajaran tersebut menunjukkan bahwa siswa tidak
konsep kesetimbangan kelarutan. memiliki kesulitan yang berarti dalam hal
pemahaman konsep-konsep tersebut. Selanjut-
50 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 20, Nomor 1, April 2015, hlm. 48-52

nya guru mulai mengembangkan indikator tesis), yaitu dengan meminta siswa menentu-
keterampilan berpikir kritis “mengidentifikasi” kan alat dan bahan yang diperlukan pada saat
yaitu dengan meminta siswa untuk meng- praktikum. Indikator lain yang dikembangkan
identifikasi zat yang sukar larut dalam air dan pada Tahap II ini adalah “menilai hasil peng-
yang dapat larut dalam air dengan cara member- amatan”. Untuk mengembangkan kemampuan
kan siswa beberapa benda seperti gula, garam, indikator tersebut, siswa diminta untuk menilai
minyak, kapur, dan tepung. Pertanyaan berikut- hasil pengamatan yang dilakukan pada setiap
nya untuk Tahap I adalah pertanyaan mengenai kegiatan praktikum. Hasil penilaian LKS me-
materi kesetimbangan kelarutan yang diberikan nunjukkan bahwa nilai rata-rata untuk tahap
untuk mengembangkan indikator keterampilan ini tinggi, yaitu mencapai 95 (Gambar 1).
berpikir kritis “memberikan alasan”. Siswa Nilai rata-rata yang tinggi ini disebabkan siswa
diminta untuk memberikan alasan untuk kejadian tidak memiliki kesulitan dalam membuktikan
cangkang telur yang hancur akibat direndam hipotesis maupun menilai hasil hasil pengamatan,
air cuka selama 12-15 jam meskipun telurnya yang ditunjukkan dengan semua kelompok
masih utuh. Selain mengembangkan indikator siswa menjawab benar pertanyaan-pertanyaan
berpikir kritis “memberikan alasan”, pertanyaan yang ada di LKS. Hasil ini disebabkan Tahap
ini juga berfungsi untuk mengembangkan II dilakukan melalui praktikum. Yunita (2010)
indikator keterampilan berpikir kritis “membuat menyatakan bahwa kegiatan praktikum akan
hipotesis”, karena siswa kemudian diminta memberikan peran yang sangat besar dalam
untuk membuat hipotesis tentang bagaimana membangun pemahaman konsep, memverifikasi
kejadian tersebut bisa terjadi. Hasil penilaian atau membuktikan kebenaran konsep, serta
LKS (Gambar 1) menunjukkan bahwa rata- menumbuhkan keterampilan proses serta afektif
rata nilai LKS pada Tahap I rendah dikarena- siswa. Hasil penelitian Schroeder dan Greeenbowe
kan pada tahap ini meskipun siswa mampu (2008) juga menunjukkan penerapan pem-
mengidentifikasi benda-benda yang larut maupun belajaran POGIL melalui kegiatan praktikum
yang tidak larut dalam air serta mampu mem- dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
buat hipotesis tentang kejadian cangkang telur Pada Tahap III yaitu tahap menganalisis
yang hancur, siswa masih belum mampu proses inkuiri, siswa diminta untuk meng-
memberikan alasan. analisis data yang diperoleh dari hasil peng-
Tahap II yaitu mengumpulkan data melalui amatan. Indikator keterampilan berpikir kritis
eksperimen, siswa diajak untuk membuktikan yang dikembangkan adalah “menerapkan prinsip”,
hipotesis yang telah mereka buat melalui “menganalisis argumen”, dan “membuat kesimpul-
praktikum pengaruh pH terhadap kelarutan an”. Hasil penilaian LKS menunjukkan bahwa
dan reaksi pengendapan serta pengaruh ion siswa masih mengalami kesulitan dalam
terhadap kelarutan. Pada tahap ini, indikator menerapkan prinsip konsep kesetimbangan
keterampilan berpikir kritis yang dikembang- kelarutan sehingga nilai rata-rata LKS untuk
kan adalah “menentukan” (membuktikan hipo- tahap ini adalah 71 (Gambar 1).

100 93 95
88
90
80 70 71
70 56
60
50
40
30 Keaktifan Siswa
20 Nilai LKS
10
0
(I) Dihadapkan (II) (III) Menganalisis
pada Masalah Mengumpulkan proses inkuiri
data melalui
eksperimen

Gambar 1. Nilai Rata-rata Keaktifan dan Nilai LKS Siswa pada Semua tahapan POGIL
Cucu Zenab Subarkah dan Ade Winayah, Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa melalui Process
Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) 51

Hasil tes tertulis menunjukkan bahwa nilai (2013) juga menunjukkan bahwa pembelajaran
rata-rata tes tertulis keseluruhan berdasarkan model POGIL dapat mengembangkan keterampil-
indikator-indikator keterampilan berpikir kritis an berpikir kritis kecuali indikator memberi-
adalah 75 yang berarti sudah mencapai nilai kan alasan. Oleh karena itu, keterampilan berpikir
batas Ketuntasan Minimal (KKM). Hasil ini kritis “memberikan alasan” masih perlu untuk
menunjukkan bahwa metode POGIL member- dikembangkan. Meskipun masih ada indikator
kan pengaruh yang positif pada hasil belajar keterampilan berpikir kritis yang nilai rata-
siswa. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian ratanya rendah, pembelajaran POGIL tetap
Sawadzki (2010), Simonson dan Shadle (2013), mampu memberikan pengaruh positif pada
Bailey et al. (2012), dan Flynn (2015). Nilai keterampilan berpikir kritis siswa terutama
untuk masing-masing indikator bervariasi dengan untuk indikator “mengidentifikasi”, “membuat
nilai rata-rata tinggi diperoleh untuk indikator hipotesis” dan “membuktikan hipotesis”. Sawadzki
keterampilan berpikir kritis “membuat hipotesis”, (2010) menyatakan bahwa peningkatan keterampil-
sedangkan nilai rata-rata rendah ditemukan untuk an berpikir kritis siswa terjadi karena melalui
indikator “memberikan alasan” (Gambar 2). POGIL, siswa mengalami pembelajaran yang
Hasil penelitian Liliasari dan Tanwil (2013), bermakna.
Jacob dan Thomas (2008), maupun Subarkah

Keterangan : I. Tahap Dihadapkan pada Masalah dengan indikator (1) Mengidentifikasi, (2)
Memberikan Alasan, dan (3) Membuat Hipotesis.
II. Tahap Mengumpulkan Data Melalui Eksperimen dengan indikator (4)
Membuktikan hipotesis/ “Menentukan”, dan (5) Menilai Hasil Pengamatan.
III. Tahap Menganalisis Proses Inkuiri dengan indikator (6) Menerapkan Prinsip, (7)
Menganalisis Argumen, dan (8) Membuat Kesimpulan.

Gambar 2. Nilai Rata-rata Tes Tertulis Berdasarkan Indikator Keterampilan Berpikir Kritis

KESIMPULAN menunjukkan bahwa model pembelajaran lain


perlu diaplikasikan untuk meningkatkan
Metode pembelajaran POGIL memberikan keterampilan berpikir kritis siswa untuk
pengaruh terhadap keaktifan, hasil belajar, konsep kesetimbangan kelarutan. Selain itu,
dan keterampilan berpikir kritis siswa sampai penelitian-penelitian lanjutan juga perlu
tingkatan tertentu, terutama pada indikator dilakukan untuk mengeksplorasi hal-hal yang
mengindentifikasi, membuat hipotesis dan dapat dilakukan untuk memperkaya metode
membuktikan hipotesis. Masih rendahnya POGIL dalam hubungannya dengan
indikator keterampilan berpikir kritis lainnya peningkatan keterampilan berpikir kritis.
52 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 20, Nomor 1, April 2015, hlm. 48-52

DAFTAR PUSTAKA Purwanto. (2008). Metodologi Penelitian Kuantitaif


untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta:
Creswell, J.W., & Clark, V.L.P. (2007). Design Pustaka Pelajar.
and Conducting Mixed Methods Research. Simonson, S.R, & Shadle, S.E. (2013). Implementing
California: Sage Publication. Process Oriented Guided Inquiry Learning
Bailey, C.P., Minderhout, V., & Loertscher, J. (POGIL) in Undergraduate Biomechanics:
(2012). Learning transferable skills in Lessons Learned by A Novice. Journal
large lecture halls: Implementing a POGIL of STEM Education Vol. 14 Issue 1,
approach in biochemistry. Biochemistry and hlm. 56-63.
Molecular Biology Education Vol. 40 Subarkah, C.Z., Windayani, N., & Latief, B. (2013).
Issue 1, hlm. 1-7. Penerapan Metode POGIL (Process
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 Standar Oriented Guided Inquiry Learning) pada
Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Sekolah pembelajaran Titrasi Asam-Basa. Pro-
Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. siding Seminar Nasional Penelitian,
Jakarta: Depdiknas. Pendidikan, dan Penerapan MIPA (hlm.
Flynn, A. (2015). Structure and evaluation of 239-244). Yogyakarta: FPMIPA UNY.
flipped chemistry courses: organic & Wahyuningrum, S. (2013). Pola Pergeseran
spectroscopy, large and small, first to Konsepsi Siswa Pada Struktur Atom
third year, English and French. Chemical Setelah Pembelajaran dengan Strategi
Education Research Practice Vol. 16, POGIL. UNESA Journal of Chemical
hlm. 198-211. Education, Vol. 2 No. 1, hlm. 43-50.
Schroeder, J.D. & Greenbowe, T.J. (2008). Wulandari, Dewi A., Kurnia, & Sunarya, Y.
Implementing POGIL and the science (2013). Pembelajaran Praktikum Berbasis
writing heuristic jointly in undergraduate Inquiri Terbimbing Untuk Meningkat-
organic chemistry – student perceptions kan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
and performance. Chemistry Education SMA Pada Materi Laju Reaksi. Jurnal
Research and Practice, Vo. 9 No. 2, Riset dan Praktik Pendidikan Kimia,
hlm. 149-156. Vol. 1 No. 1, hlm. 18-26.
Jahro, I. & Susilawati. (2009). Analisis Penerapan Yunita. (2010). Panduan Pengelolaan Laboratorium
Metode Praktikum Pada Pembelajaran Kimia. Bandung: Insan Mandiri.
Kimia di SEkolah Menengah Atas. Zawadzki, R. (2010). Is Pro POGIL Suitable
UNIMED Jurnal Pendidikan Kimia, As A Teaching Method in Thailand’s Higher
Vol. 1 No. 1, hlm. 20-26. Education? Asian Journal Education and
Liliasari & Tawil. (2013). Berpikir kompleks Learning, 1(2), hlm. 66-74.
dan Implementasinya dalam Pembelajaran
IPA. Makasar: Badan Penerbit UNM.

Anda mungkin juga menyukai