Anda di halaman 1dari 20

MENJELASKAN PERKEMBANGAN & FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI TIMBULNYA PENYAKIT

1. TEORI TIMBULNYA PENYAKIT


A. Teori Contagion
Di Eropa, epidemi sampar, cacar dan demam tifus merajalela pada abad ke-14 dan
15. Keadaan buruk yang dialami manusia pada saat itu telah mendorong lahirnya teori
bahwa kontak dengan makhluk hidup adalah penyebab penyakit menular. Konsep itu
dirumuskan oleh Girolamo Fracastoro (1483-1553). Teorinya menyatakan bahwa penyakit
ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui zat penular (transference) yang disebut
kontagion.
Fracastoro membedakan tiga jenis kontagion, yaitu:
a) Jenis kontagion yang dapat menular melalui kontak langsung, misalnya
bersentuhan, berciuman, hubungan seksual.
b) Jenis kontagion yang menular melalui benda-benda perantara (benda tersebut
tidak tertular, namun mempertahankan benih dan kemudian menularkan pada
orang lain) misalnya melalui pakaian, handuk, sapu tangan.
c) Jenis kontagion yang dapat menularkan pada jarak jauh
Pada mulanya teori kontagion ini belum dinyatakan sebagai jasad renik atau
mikroorganisme yang baru karena pada saat itu teori tersebut tidak dapat diterima dan
tidak berkembang. Tapi penemunya, Fracastoro, tetap dianggap sebagai salah satu perintis
dalam bidang epidemiologi meskipun baru beberapa abad kemudian mulai terungkap
bahwa teori kontagion sebagai jasad renik. Karantina dan kegiatan-kegiatan epidemik
lainnya merupakan tindakan yang diperkenalkan pada zaman itu setelah efektivitasnya
dikonfirmasikan melalui pengalaman praktek.
B. Teori Hippocratic
Menyusul contagion theory, para pemikir kesehatan, dipelopori oleh Hipocrates
mulai lebih mengarahkan kausa pada suatu factor tertentu.
Hipocrates (460-377 SM), yang dianggap sebagai Bapak Kedokteran Modern,
telah berhasil membebaskan hambatan-hambatan filosofis pada zaman itu yang bersifat
spekulatif dan superstitif (tahayul) dalam memahami kejadian penyakit. Ia
mengemukakan teori tentang sebab musabab penyakit, yaitu bahwa:
a) Penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup, dan
b) Penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal maupun internal seseorang.

1
Teori itu dimuat dalam karyanya berjudul “On Airs, Waters and Places”.
Hippocrates mengatakan bahwa kausa penyakit berasal dari alam, cuaca dan lingkungan.
Perubahan cuaca dan lingkungan yang ditunjuk sebagai keladi perkembangan penyakit.
Teori ini mampu menjawab masalah penyakit yang ada pada waktu itu dan
dipakai hingga tahun 1800-an. Kemudian ternyata teori ini tidak mampu menjawab
tantangan berbagai penyakit infeksi lainnya yang mempunyai rantai penularan yang
berbelit belit.
C. Teori Miasmatic
Kira-kira pada awal abad ke-18 mulai muncul konsep miasma sebagai dasar
pemikiran untuk menjelaskan timbulnya wabah penyakit. Kosep ini dikemukakan oleh
Hippocrates. Miasma atau miasmata berasal dari kata Yunani yang berarti something dirty
(sesuatu yang kotor) atau bad air (udara buruk). Miasma dipercaya sebagai uap yang
dihasilkan dari sisa-sisa makhluk hidup yang mengalami pembusukan, barang yang
membusuk atau dari buangan limbah yang tergenang, sehingga mengotori udara, yang
dipercaya berperan dalam penyebaran penyakit. Contoh pengaruh teori miasma adalah
timbulnya penyakit malaria. Malaria berasal dari bahasa Italia mal dan aria yang artinya
udara yang busuk. Pada masa yang lalu malaria dianggap sebagai akibat sisa-sisa
pembusukan binatang dan tumbuhan yang ada di rawa-rawa. Penduduk yang bermukim di
dekat rawa sangat rentan untuk terjadinya malaria karena udara yang busuk tersebut.
Pada waktu itu dipercaya bahwa bila seseorang menghirup miasma, maka ia akan
terjangkit penyakit. Tindakan pencegahan yang banyak dilakukan adalah menutup rumah
rapat-rapat terutama di malam hari karena orang percaya udara malam cenderung
membawa miasma. Selain itu orang memandang kebersihan lingkungan hidup sebagai
salah satu upaya untuk terhindar dari miasma tadi. Walaupun konsep miasma pada masa
kini dianggap tidak masuk akal, namun dasar-dasar sanitasi yang ada telah menunjukkan
hasil yang cukup efektif dalam menurunkan tingkat kematian.
Dua puluh tiga abad kemudian, berkat penemuan mikroskop oleh Anthony van
Leuwenhoek, Louis Pasteur menemukan bahwa materi yang disebut miasma tersebut
sesungguhnya merupakan mikroba, sebuah kata Yunani yang artinya kehidupan mikro
(small living).
D. Teori Germ
Penemuan-penemuan di bidang mikrobiologi dan parasitologi oleh Louis Pasteur
(1822-1895), Robert Koch (1843-1910), Ilya Mechnikov (1845-1916) dan para

2
pengikutnya merupakan era keemasan teori kuman. Para ilmuwan tersebut
mengemukakan bahwa mikroba merupakan etiologi penyakit.
Louis Pasteur pertama kali mengamati proses fermentasi dalam pembuatan anggur.
Jika anggur terkontaminasi kuman maka jamur mestinya berperan dalam proses
fermentasi akan mati terdesak oleh kuman, akibatnya proses fermentasi gagal. Proses
pasteurisasi yang ia temukan adalah cara memanasi cairan anggur sampai temperatur
tertentu hingga kuman yang tidak diinginkan mati tapi cairan anggur tidak rusak. Temuan
yang paling mengesankan adalah keberhasilannya mendeteksi virus rabies dalam organ
saraf anjing, dan kemudian berhasil membuat vaksin anti rabies. Atas rintisan temuan-
temuannya memasuki era bakteriologi tersebut, Louis Pasteur dikenal sebagai Bapak dari
Teori Kuman.
Robert Koch juga merupakan tokoh penting dalam teori kuman. Temuannya yang
paling terkenal dibidang mikrobiologi adalah Postulat Koch yang terdiri dari:
a) Kuman harus dapat ditemukan pada semua hewan yang sakit, tidak pada yang
sehat,
b) Kuman dapat diisolasi dan dibuat biakannya,
c) Kuman yang dibiakkan dapat ditularkansecara sengaja pada hewan yang sehat
dan menyebabkan penyakit yang sama
d) Kuman tersebut harus dapat diisolasi ulang dari hewan yang diinfeksi.

E. Trias Epidemiologi (Segitiga Epidemiologi)

Model tradisional epidemiologi atau segitiga epidemiologi dikemukakan oleh


Gordon dan La Richt (1950), menyebutkan bahwa timbul atau tidaknya penyakit pada
manusia dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu host, agent, dan environment. Gordon
berpendapat bahwa:
3
1. Penyakit timbul karena ketidakseimbangan antara agent (penyebab) dan manusia
(host)
2. Keadaan keseimbangan bergantung pada sifat alami dan karakteristik agent dan
host (baik individu/kelompok)
3. Karakteristik agent dan host akan mengadakan interaksi, dalam interaksi tersebut
akan berhubungan langsung pada keadaan alami dari lingkungan (lingkungan
sosial, fisik, ekonomi, dan biologis).

 Agen Penyakit
Agen penyakit dapat berupa benda hidup atau mati dan faktor mekanis, namun
kadang-kadang untuk penyakit tertentu, penyebabnya tidak diketahui seperti pada
penyakit ulkus peptikum, penyakit jantung koroner dan lain-lain.
unsur penyebab penyakit dapat dibagi dalam dua bagian utama, yakni:
1. Penyebab kausal primer
Unsur ini dianggap sebagi faktor kausal terjadinya penyakit, dengan ketentuan
bahwa walaupun unsur ini ada, belum tentu terjadi penyakit. Sebaliknya pada
penyakit tertentu, unsur ini selalu dijumpai sebagai unsur penyebab kausal. Unsur
penyebab kausal ini dapat dibagi dalam 5 kelompok utama, yaitu:
1) Unsur penyebab biologis, yakni semua unsur penyebab yang tergolong makhluk
hidup termasuk kelompok mikroorganisme (Nur Nasry Noor, 2008:30). seperti :
a. Virus,
b. Bakteri,
c. Jamur,
d. Parasit,
e. Protozoa,
f. Metazoa. (Eko Budiarto. 2002: 15).
Unsur penyebab ini pada umumnya dijumpai pada penyakit infeksi dan
penyakit menular. (Nur Nasry Noor, 2008:30).
Sifat-sifat mikroorganisme sebagai agen penyebab penyakit juga merupakan
faktor penting dalam proses timbulnya penyakit infeksi. Sifat-sifat
mikroorganisme tersebut antara lain:
1. Patogenesis
2. Virulensi
3. Tropisme
4. Serangan terhadap pejamu
4
5. Kecepatan berkembang biak
6. Kemampuan menembus jaringan
7. Kemampuan memproduksi toksin
8. Kemampuan menimbulkan kekebalan
2) Unsur penyebab nutrisi,
yakni semua unsur penyebab yang termasuk golongan zat nutrisi dan
dapat menimbulkan penyakit tertentu karena kekuranagn maupun kelebihan zat
nutrisi tertentu seperti protein, lemak, hidrat arang, vitamin, mineral
3) Unsur penyebab kimiawi
yakni semua unsur dalam bentuk senyawaan kimia yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan/penyakit tertentu. Unsur ini pada umumnya
berasal dari luar tubuh termasuk berbagai jenis zat racun, obat-obat keras,
berbagai senyawaan kimia tertentu dan lain sebagainya, bentuk senyawaan
kimia ini dapat berbentuk padat, cair, uap, maupun gas. Adapula senyawaan
kimiawi sebagai hasil produk tubuh (dari dalam) yang dapat menimbulkan
penyait tertentu seperti ueum, kolesterol, dan lain-lain
4) Unsur penyebab fisika
yakni semua unsur yang dapat menimbulkan penyakit melalui proses
fisika, umpamanya panas (luka bakar), irisan, tikaman, pukulan (rudapaksa)
radiasi dan lain-lain. Proses kejadian penyakit dalam hal ini terutama melalui
proses fisika yang dapat menimbulkan kelainan dan gangguan kesehatan.
5) Unsur penyebab psikis
yakni semua unsur yang bertalian dengan kejadian penyakit gangguan
jiwa serta gangguan tingkah laku sosial. Unsur penyebab ini belum jelas proses
dan mekanisme kejadian dalam timbulnya penyakit, bahkan sekelompok ahli
lebih menitikbertkan kejadian penyakit pada unsur penyebab genetika. Dalam
hal ini kita harus berhati-hati terhadap factor kehidupan sosial yang bersifat
nonkausal serta lebih menampakkan diri dalam hubungannya dengan proses
kejadian penyakit maupun gangguan kejiwaan.

2. Penyebab non kausal sekunder


Penyebab sekunder merupakan unsur pembantu/penambah dalam proses
kejadian penyakit dan ikut dalam hubungan sebab akibat terjadinya penyakit.
Dengan demikian, dalam setiap analisis penyebab penyakit, kita tidak hanya
berpusat pada penyebab kausal primer semata, tetapi harus memperhatikan semua
5
unsur lain di luar unsur penyebab kausal primer. Hal ini didasarkan pada ketentuan
bahwa pada umumnya, kejadian setiap penyakit sangat dipengaruhi oleh berbagai
unsur yang berinteraksi dengan unsur penyebab dan ikut dalam proses sebab
akibat. Faktor yang terinteraksi dalam proses kejadian penyakit dalam
epidemiologi digolongkan dalam faktor resiko. Sebagai contoh pada penyakit
kardiovaskuler, tuberkulosis, kecelakaan lalulintas, dan lain sebagainya.
Kejadiannya tidak dibatasi hanya pada penyebab kausal saja, tetapi harus dianalisis
dalam bentuk suatu rantai sebab akibat yang peranan unsur penyebab sekundernya
sangat kuat dalam mendorong penyebab kausal primer untuk dapat secara
bersama-sam menimbulkan penyakit. (Nur Nasry Noor, 2008:32).
 Host (Penjamu)
Penjamu adalah manusia atau makhluk hidup lainnya, termasuk burung dam
atropoda, yang menjadi tempat terjadi proses alamiah perkembangan penyakit. Faktor
penjamu yang berkaitan dengan kejadian penyakit dapat berupa : umur, jenis, kelamin,
ras, etnik, anatomi tubuh, dan status gizi.
Yang termasuk dalam factor penjamu adalah :
a) Genetik; misalnya sickle cell disease
b) Umur; ada kecenderungan penyakit menyerang umur tertentu
c) Jenis kelamin (gender): ditemukan penyakit yang terjadi lebih banyak atau
hanya mungkin pada wanita
d) Suku/ras/warna kulit: dapat ditemukan perbedaan antara ras kulit putih dengan
prang kulit hitam
e) Keadaan fisiologi tubuh: kelelahan, kehamilan, pubertas, stress, atau keadaam
gizi
f) Keadaan imunologis: kekebalan yang diperoleh karena adanya infeksi
sebelumnya, memperoleh antobodi dari ibu, atau pemberian kekebalan bauatan
(vaksinasi)
g) Tingkah laku (behavior): gaya hidup, personal hygiene, hubungan
antarpribadi, dan rekreasi

 Lingkungan (Environment)
“Lingkungan” merupakan faktor ketiga sebagai penunjang terjadinya penyakit.
Faktor ini disebut “faktor ekstrinsik”. (Eko Budiarto. 2002: 16).
Unsur lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan terjadinya
proses interaksi antara pejamu dengan unsure penyebab dalam proses terjadinya
6
penyakit. Secara garis besarnya, maka unsure lingkungan dapat dibagi dalam 3 bagian
utama.

a. Lingkungan biologis
Segala flora dan fauna yang berada di sekitar manusia yang antara lain
meliputi:
1. Berbagai mikroorganisme pathogen dan yang tidak pathogen.
2. Berbagai binatang dan tumbuhan yang dapat mempengaruhi kehidupan
manusia, baik sebagai sumber kehidupan (bahan makanan dan obat-obatan),
maupun sebagai reservoir/ sumber penyakit atau pejamu antara (host
intermedia).
3. Fauna sekitar manusia yang berfungsi sebagai vector penyakit tertentu
terutama penyakit menular.
Lingkungan biologis tersebut sangat berpengaruh dan memegang peranan
penting dalam interaksi antara manusia sebagai pejamu dengan unsure penyebab,
baik sebagai unsure lingkungan yang menguntungkan manusia (sebagai sumber
kehidupan) maupun yang mengancam kehidupan/ kesehatan manusia.
b. Lingkungan fisik
Keadaan fisik sekitar manusia yang berpengaruh terhadap manusia baik secara
langsung, maupun terhadap lingkungan biologis dan lingkungan sosial manusia.
Lingkungan fisik (termasuk unsure kimiawi dan radiasi) meliputi:
1. Udara, keadaan cuaca, geografis, dan geologis.
2. Air, baik sebagai sumber kehidupan maupun sebagai sumber penyakit serta
berbagai unsure kimiawi serta berbagai bentuk pencemaran pada air.
3. Unsur kimiawi lainnya dalam bentuk pencemaran udara, tanah dan air, radiasi
dan lain sebagainya.
Lingkungan fisik ini ada yang terbentuk secara alamiah, tetapi banyak pula
yang timbul akibat kegiatan manusia sendiri.
c. Lingkungan sosial ekonomi
Semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik. System organisasi,
serta institusi/ peraturan yang berlaku bagi setiap individu yang membentuk
masyarakat tersebut. Lingkungan sosial ini meliputi:
1. Sistem hukum, administrasi dan kehidupan sosial politik serta system ekomoni
yang berlaku.
2. Bentuk organisasi masyarakat yang berlaku setempat.
7
3. Sistem pelayanan kesehatan serta kebiasaan hidup sehat masyarakat setempat.
4. Kepadatan penduduk, kepadatan rumah tangga, dan berbagai system
kehidupan sosial lainnya.
(Nur Nasry Noor, 2008: 33-35)
5. Pekerjaan.
Pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia seperti pestisida atau zat fisika
seperti zat radioaktif atau zat yang bersifat karsinogen seperti abses akan
memudahkan terkena penyakit akibat pemaparan terhadap zat-zat tersebut.

6. Perkembangan ekonomi.
Peningkatan ekonomi rakyat akan mengukur pola konsumsi yang cenderung
memakan makanan yang mengandung banyak kolesterol. Keadaan ini
memudahkan timbulnya penyakit hipertensi dan penyakit jantung sebagai akibat
kadar kolesterol darah yang meningkat. Sebaliknya bila tingkat ekonomi rakyat
yang rendah akan timbul masalah perumahan yang tidak sehat, kurang gizi, dan
lain-lain yang memudahkan timbulnya penyakit infeksi.
7. Bencana alam.
Terjadinya bencana alam akan mengubah sistem ekologi yang tidak diramalkan
sebelumnya. Misalnya gempa bumi, banjir, meletusnya gunung berapi, dan perang
yang akan menyebabkan kehidupan penduduk yang terkena bencana menjadi tidak
teratur. Keadaan ini memudahkan timbulnya berbagai penyakit infeksi.

F. Web Causation
Model ini dicetuskan oleh MacMahon dan Pugh (1970). Prinsipnya adalah
setiap efek atau penyakit tidak pernah tergantung hanya kepada sebuah faktor
penyebab, melainkan tergantung kepada sejumlah faktor dalam rangkaian kausalitas
sebelumnya sebagai akibat dari serangkaian proses sebab akibat. Ada faktor yang
berperan sebagai promotor, ada pula sebagai inhibitor. Semua faktor tersebut secara
kolektif dapat membentuk “web of causation” dimana setiap penyebab saling terkait
satu sama lain. Perubahan pada salah satu faktor dapat berakibat bertambah atau
berkurangnya penyakit. Kejadian penyakit pada suatu populasi mungkin disebabkan
oleh gejala yang sama (phenotype), mikroorganisme, abnormalitas genetik, struktur
sosial, perilaku, lingkungan, tempat kerja dan faktor lainnya yang berhubungan.
Dengan demikian timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan

8
memotong rantai pada berbagai titik. Model ini cocok untuk mencari penyakit yang
disebabkan oleh perilaku dan gaya hidup individu.

G. Wheel Causation

Model roda menggambarkan hubungan manusia dan lingkungannya


sebagai roda. Roda tersebut terdiri atas manusia dengan substansi genetik
pada bagian intinya dan faktor lingkungan biologi, sosial, fisik yang
mengelilingi host (manusia). Ukuran komponen roda bersifat relatif,
bergantung pada problem spesifik dari penyakitnya.
Model ini digambarakan dengan lingkaran yang didalamnya terdapat
lingkaran yang lebih kecil. Lingkaran yang besar sebagai faktor eksternal dan
lingkaran yang kecil sebagai faktor internalnya. Faktor internalnya (host) menyatakan
bahwa suatu penyakit disebabkan oleh adanya interaksi antara genetic dengan
lingkungannya. Faktor internal ini juga berkaitan dengan kepribadian individu dimana
kepribadian tertentu akan meningkatkan resiko penyakit tertentu. Faktor eksternal

9
pada model ini adalah lingkungan, yang juga dibedakan menjadi lingkungan biologi
(agen, reservoir, vector, binatang atau tumbuhan), fisik (curah hujan, kelembaban,
atmosfer, bahan kimia, panas, cahaya, udara, suhu) dan social (politik, budaya,
ekonomi dan psikologi). Model ini biasanya digunakan untuk menggambarkan enyakit
yang penyebabnya tidak spesifik, seperti penyakit jantung, stroke, hipertensi, kanker.
Dimana menekankan faktor lingkungan sebagai penyebab terjadinya penyakit.

2. KONSEP STRATEGI PENANGGULANGAN PENYAKIT

10
3. DEFINISI TES SKRINING

Menurut Komisi Penyakit Kronis AS (1951) dalam kamus Epidemiologi (A Dictionary


of Epidemiology), skrining atau penapisan didefinisikan sebagai "identifikasi dugaan penyakit
atau kecacatan yang belum dikenali dengan menerapkan pengujian, pemeriksaan atau
prosedur lain yang dapat diterapkan dengan cepat. Tes skrining atau penapisan memilah atau
memisahkan orang-orang yang terlihat sehat untuk dikelompokkan menjadi kelompok orang
yang mungkin memiliki penyakit dan kelompok orang yang mungkin sehat. Sebuah tes
skrining atau penapisan ini tidak dimaksudkan untuk menjadi upaya diagnosis. Orang dengan
temuan positif menurut hasil skrining atau penapisan atau suspek suatu kasus harus dirujuk ke

dokter untuk diagnosis dan menjalani pengobatan yang diperlukan.

Skrining atau penapisan juga merupakan pemeriksaan untuk membantu mendiagnosa


penyakit (atau kondisi prekursor penyakit) dalam fase awal riwayat alamiah atau di ujung
kondisi yang belum parah dari spektrum dibanding yang dicapai dalam praktek klinis rutin.

Sedangkan menurut Bonita et.al (2006), skrining atau penapisan adalah proses
menggunakan tes dalam skala besar untuk mengidentifikasi adanya penyakit pada orang
sehat. Tes skrining atau penapisan biasanya tidak menegakkan diagnosis, melainkan untuk
mengidentifikasi faktor resiko pada individu, sehingga bisa menentukan apakah individu
membutuhkan tindak lanjut dan pengobatan. Untuk yang terdeteksi sebagai individu yang
sehat pun, bukan berarti terbebas 100% dari suatu penyakit karena tes skrining/penapisan
dapat salah.
11
Menurut Webb (2005), skrining/penapisan merupakan metode test sederhana yang
digunakan secara luas pada populasi sehat atau populasi yang tanpa gejala penyakit
(asimptomatik). Skrining atau penapisan tidak dilakukan untuk mendiagnosa kehadiran suatu
penyakit, tetapi untuk memisahkan populasi subjek skrining/penapisan menjadi dua kelompok
yaitu orang-orang yang lebih beresiko menderita penyakit tersebut dan orang-orang yang
cenderung kurang beresiko terhadap penyakit tertentu. Mereka yang mungkin memiliki
penyakit (yaitu, mereka yang hasilnya positif) dapat menjalani pemeriksaan diagnostik lebih
lanjut dan melakukan pengobatan jika diperlukan.

4. SENSITIVITAS DAN SPESIFITAS

Menurut kamus Epidemiologi (A Dictionary of Epidemiology), sensitivitas adalah


proporsi orang yang benar-benar sakit dalam populasi yang juga diidentifikasi sebagai orang
sakit oleh tes skrining atau penapisan. Sensitivitas adalah kemungkingkinan kasus terdiagnosa
dengan benar atau probabilitas setiap kasus yang ada teridentifikasi dengan uji skrining atau
penapisan.

Sensitivitas dari pemeriksaan laboratorium menunjukan berapa sering tes bernilai positif
pada pasien dari kondisi penyakit yang positif (disease positive). Ini menunjukkan
kemungkinan tes bernilai benar mengidentifikasi orang yang memang sebenarnya menderita
penyakit tertentu.

Mudahnya, kita ambil contoh: Ketika orang sakit di tes dan hasilnya dapat positif dan
negatif. Hasil positif disebut true positif, dan hasil negatif disebut dengan False negatif karena
yang di tes adalah orang yang benar-benar sakit. Hasil negatif dari tes tersebut menunjukkan
kesalahan sehingga disebut dengan false negatif yang harusnya sakit, justru dianggap sehat.
Sebaliknya, Ketika orang sehat di tes, hasilnya dapat positif dan negatif. Pada kasus dengan
hasil negatif, maka disebut dengan true negatif, sedangkan bila hasilnya positif, maka disebut
dengan False positif. Hasil positif pada tes ini adalah kesalahan dimana orang sehat justru
terdeteksi sebagai orang sakit. Sensitivitas dilakukan pada orang yang sakit. Hasil pada kasus
ini dapat berupa true positif dan false negatif. Rumus sensitivitas adalah:

Sensitivitas = [True positif/(true positif + False Negatif)] x 100

Sensitivitas dihitung berdasarkan penelitian pasien dengan 100% yang terbukti diagnosis
penyakitnya dan telah tegak, sehingga hasil false positif menghasilkan tidak termasuk pada
perhitungan. Hasil dengan sensitivitas 100% tidak menunjukkan hasil false negatif. Ini artinya
tes akan menunjukkan positif pada masing-masing pasien dengan penyakit. Semua hasil
12
negatif dari sensitivitas 100% menunjukkan hasil true negatif. Meskipun hasil positif dapat
menjadi true positif dan false positif.

Sedangkan spesifisitas berdasarkan Kamus Epidemiologi adalah proporsi orang yang


benar-benar tidak sakit dan tidak sakit pula saat diidentifikasi dengan tes skrining atau
penapisan.

Menurut Webb, et.al (2005) menyampaikan bahwa spesifisitas merupakan ukuran yang
mengukur seberapa baik sebuah tes skrining atau penapisan mengklasifikasikan orang yang
tidak sakit sebagai orang benar-benar yang tidak memiliki penyakit pada kenyataanya.
Sensitivitas digambarkan sebagai persentase orang tanpa penyakit yang secara test negatif.

Spesifitas adalah pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan berapa sering tes bernilai
negatif pada pasien yang tidak mempunyai penyakit. Ini menunjukkan kemungkinan tes
terkoreksi benar pada orang sehat atau yang tidak mempunyai penyakit tertentu. Tes ini
dilakukan pada orang sehat. Hasil dari tes ini dapat bernilai true negatif dan false positif.
Spesifitas dinyatakan dalam Presentase (persen) dalam rumus:

Spesifitas = [true negatif/(true negatif+ false negatif)] x 100

Tes dengan hasil spesifitas 100% tidak memiliki hasil false positif. Ini artinya tes selalu
negatif pada orang sehat. Tes positif selalu true positif. Hasil dapat meliputi false negatif yang
mana tidak termasuk dalam kalkulasi. Tes dengan spesifitas 100% digunakan untuk
konfirmasi penyakit karena hasil positif selalu benar.

Idealnya, ketika terdapat keraguan terhadap hasil tes penyakit dengan sensitifitas 100%, maka
digunakan. Jika tes negatif, maka pasien tidak mengalami penyakit. Jika hasilnya positif
ketika tes lain digunakan dengan spesifitas 100%. Jika hasil negatif,hasil tes sebelumnya false
positif, tetapi jika hasilnya positif maka pasien mungkin mengalami penyakit.

Sebagai contoh, jika ada kecurigaan terhadap AIDS dengan pemeriksaan ELISA yang
mempunyai ensitivitas tinggi. Jika hasilnya negatif, maka pasien tidak memiliki AIDS. Jika
hasilnya positif, pemeriksaan Western blot digunakan. Jika tes kedua menunjukkan hasil
positif, hasil dari ELISA true positif, jika hasil dari tes kedua negatif, maka hasil tes ELISA
false positif dan pasien tidak memiliki AIDS.

13
PERHITUNGAN SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS
Dalam pelaksanan test skrining/penapisan, kita dapat melakukan evaluasi terhadap
hasil test yang dilakukan dengan membandingkan hasil dengan Standar Emas atau standar
yang paling baik (‘gold standard’) yang secara ideal akan memberikan 100 % hasil yang
benar. Tes standar ini boleh jadi lebih mahal dan sangat memakan waktu yang lama atau
mungkin kombinasi pelaksanaan investigasi di rumah sakit ini sangat tepat/realiabel untuk
melakukan diagnosis tapi tidak cocok untuk penggunaan skrining/penapisan yang rutin. (1)
coba anda perhatikan gambar dibawah ini, apa yang bisa anda simpulkan ?

14
Kita analogikan pada kasus kanker servik dengan tes Pap Smears. Dari tabel 1. Dapat
disimpulkan empat outcome yang dapat terjadi pada tes skrining/penapisan kanker serviks
pada wanita usia subur. Seorang wanita dengan kanker serviks ketika di periksa dengan pap
smear hasilnya juga positif kanker servik, disebut Positif Benar atau True positive’,
sedangkan jika hasil tes pap smearnya negatif, disebut Positif Palsu atau ‘false positive’.
Sedangkan jika wanita pada kenyataannya tidak menderita kanker serviks, pada tes pap smear
pun menunjukkan hasil negatif, disebut dengan negative benar atau true negative, sebaliknya
kalau hasil tes menunjukkan positif, maka disebut dengan negatif palsu atau ‘false negative’.
1) Berapa jumlah wanita dengan kanker serviks dan hasil paps smearnya menunjukkan
positif?
2) Berapa jumlah wanita sehat yang pada tes pap smear hasilnya negatif dan tes pap smear
menunjukkan hasil positif?
(Jawaban 1. PB ’50’ ; 2. NB’90’ & PP’45’)

Untuk pengujian yang akurat harus menghasilkan kategori kelompok positif palsu dan
negatif palsu yang sedikit. Jadi, bagaimana melakukan tes skrining/penapisan kanker serviks
yang baik? ada dua hal yang harus dipertimbangkan yaitu seberapa baik tes
skrining/penapisan ini mengidentifikasi wanita yang benar-benar menderita kanker serviks
dalam artian kategori Positif benar? dan seberapa tepat tes ini mengklasifikasikan wanita
sehat pada tes pap smear negatif dalam artian kategori Negatif Benar? (1). Untuk itu
perhitungan sensitivitas dan spesifisitas dilakukan.

15
Spesifisitas mengukur seberapa sering tes menjadi negatif ketika sedang digunakan pada
orang-orang yang kita tahu tidak memiliki penyakit. Idealnya, sebuah hasil tes konfirmasi
untuk penyakit haruslah selalu negatif ketika digunakan pada orang yang sehat dan hal yang
demikian disebut dengan memiliki spesifisitas 100 %. Dari hasil diatas, diketahui bahwa
sensitifitas tes pap smear adalah 83% dan spesifisitas 67%. Dari hasil ini dapat disimpulkan,
tes pap smear dapat mengklarifikasikan WUS dengan kanker serviks benar-benar sakit pada
kenyataannya adalah sekitar 83%. Sedangkan, hasil tes paps semar dapat mengkonfirmasi
wanita usia subur yang benar-benar bebas dari kanker serviks sesuai hasil dan kenyataannya
sebesar 67%.

5. NILAI PREDIKTIF POSITIF NEGATIF


Nilai prediktif positif adalah proporsi pasien yang benar benar positf (true positive) di
antara keseluruhan penderita yang menunjukkan hasil tes konfirmasi positif. Sedangkan Nilai
Prediktif Negatif adalah persentase dari semua pasien yang benar-benar negative (sehat/true
negative) diantara semua pasien yang menunjukkan hasil tes negatif. Jika dibandingkan
dengan pemeriksaan standar emas, nilai prediktif positif adalah probabilitas subjek yang
diidentifikasi positif oleh alat ukur benar-benar akan positif menurut standar emas di
kemudian hari. Sedangkan, nilai prediktif negatif adalah probabilitas subjek yang
diidentifikasi negatif oleh alat ukur akan benar-benar negatif menurut standar emas di
kemudian hari.

Contoh soal:

Sebuah skrining/penapisan Malaria dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi X pada


populasi anak < 5 tahun (terdapat 624 anak) di Kecamatan A Kab. Provinsi X pada bulan
Oktober 2013, adanya kejadian luar biasa pada kelompok anak-anak pada tahun 2012 menjadi
alasan dilakukannya skrining/penapisan. Gejala klinis malaria adalah panas lebih dari 5 hari,
batuk-batuk, kesulitan dalam bernafas dan peningkatan ritme pernapasan. Untuk
mengkonfirmasi kasus dilakukan pemeriksaan darah mikroskopik untuk menemukan adanya
parasit malaria di dalam darah. Hasilnya sebanyak 463 orang yang menunjukkan gejala klinis
malaria dan 220 diantaranya positif parasitemia. Selanjutnya 161 orang tidak ditemukan
gejala klinis namun 32 sampel darah anak menunjukkan positif parasitemia.

 Tabulasikan data di atas dan narasikan berapa jumlah Positif Benar, Negatif Salah,
Positif Salah, dan Negatif benar?
16
 Hitunglah sensitivitas tes darah mikroskopis untuk parasitemia Malaria?
 Hitunglah spesifisitas tes darah mikroskopis untuk parasitemia Malaria?
 Hitunglah nilai prediktif positif dan nilai prediktif negatif tes darah mikroskopis untuk
parasitemia Malaria?

Penyelesaian:
Dari data pada table 2 dapat diketahui, jumlah true positif adalah 220 orang, jumlah
false negatif 243 orang, jumlah false positif adalah 32 orang, dan jumlah true negatif adalah
129 orang. Dari kasus diatas dapat dibuat tabulasi data sebagai berikut.

Tabel 2. Skrining/penapisan Gejala Malaria berdasarkan tes dara mikroskopis pada


Kecamatan A Provinsi X

Sensitivitas Tes Darah Mikroskopis

Spesifisitas Tes Darah Mikroskopis

Interpretasi: Hasil sensitivitas menunjukkan hasil 47,5 % mengindikasikan bahwa tes darah
mikroskopis dapat mengklarifikasikan anak-anak benar-benar dengan gejala Malaria sebesar
47,5 %, sedangkan hasil spesifisits menunjukkan hasil 80,12 % berarti tes darah mikroskopis
dapat mengklarifikasikan anak-anak benar-benar sehat pada anak tanpa gejala Malaria sebesar
80,12 %.

17
Hasil nilai prediktif positif lebih tinggi dari nilai prediktif negatif. Hasil ini
menunjukkan hasil tes mikroskopis positif dapat memprediksi anak-anak dengan gejala
Malaria cukup tinggi, sedangkan hasil tes mikroskopis negatif dapat benar-benar memprediksi
anak-anak bebas dari Malaria cukup rendah, dengan kata lain banyak kasus negatif
berdasarkan hasil skrining/penapisan, pada kenyataannya memiliki penyakit malaria.

6. SUMBER INFEKSI

Berbagai penyakit infeksi bisa menyebar secara langsung maupun tidak langsung.
Tiga cara penyebaran penyakit secara langsung adalah:

 Antar individu, yaitu ketika seseorang yang terinfeksi menyentuh, mencium, bersin,
atau batuk di sekitar orang yang tidak terinfeksi. Berbagai jenis mikroorganisme ini
juga bisa berpindah melalui darah, seperti lewat transfusi darah atau jarum suntik yang
dipakai bersama. Penularan antar individu yang terjadi lewat cairan tubuh, seperti
misalnya ketika penderita melakukan hubungan seksual, dan menyebabkan penyakit
menular seksual.
 Ibu kepada janin yang dikandungnya, yaitu melalui plasenta atau didapatkan dari
vagina ibu ketika bayi dilahirkan.
 Binatang kepada manusia, yaitu melalui cakaran atau gigitan hewan yang ditemui atau
hewan peliharaan yang telah terinfeksi. Anda juga bisa terinfeksi toksoplasmosis
ketika membersihkan kotoran kucing peliharaan.

Penyebaran penyakit infeksi secara tidak langsung bisa terjadi karena kuman dapat tetap
hidup pada benda-benda, seperti keran, gagang pintu, atau permukaan meja yang telah
tersentuh oleh penderita penyakit infeksi menular. Cara penyebaran lainnya adalah:

 Makanan dan air yang terkontaminasi kuman, misalnya bakteri coli yang hidup pada
daging yang tidak dimasak atau tidak diolah dengan baik, atau Hepatitis A akibat
sanitasi yang buruk saat mengolah makanan maupun minuman.

18
 Gigitan serangga, misalnya nyamuk, kutu maupun kutu rambut yang menggigit
penderita lalu menggigit Anda. Skabies misalnya, tungau ini bisa menyebabkan kudis
yang perlu diwaspadai karena dapat mewabah dengan mudah pada komunitas yang
tinggal bersama seperti di asrama atau pesantren.

Penyakit infeksi akan lebih mudah terjadi jika Anda memiliki sistem kekebalan tubuh yang
rendah, misalnya akibat obat-obatan tertentu yang menekan sistem kekebalan tubuh,
menderita kanker, HIV/AIDS, atau gangguan pada sistem kekebalan tubuh.

7. IMUNITAS

Imunitas adalah kemampuan untuk melawan infeksi oleh patogen. Kekebalan aktif
dihasilkan dari respon kekebalan terhadap patogen dan pembentukan sel-sel memori. Memori
Sel B dan sel T membantu melindungi tubuh dari infeksi ulang oleh patogen yang
menginfeksi tubuh di masa lalu. Mampu menahan patogen dengan cara ini disebut imunitas.
Imunitas dapat aktif atau pasif.

a. Imunitas aktif

Kekebalan aktif dihasilkan ketika respon kekebalan terhadap patogen


menghasilkan sel memori. Selama sel-sel memori dapat bertahan dari patogen akan
dapat menyebabkan infeksi serius di dalam tubuh. Beberapa sel memori berlangsung
seumur hidup dan memberikan kekebalan secara permanen.

Kekebalan aktif juga dapat dihasilkan dari imunisasi. Imunisasi adalah paparan
disengaja seseorang oleh patogen untuk memprovokasi respon kekebalan tubuh dan
pembentukan sel-sel memori khusus untuk patogen tersebut. Patogen sering
disuntikkan. Namun, hanya sebagian dari patogen, bentuk melemah dari patogen, atau
patogen mati yang biasanya digunakan. Hal ini menyebabkan respon imun tanpa
membuat orang yang diimunisasi sakit. Ini adalah bagaimana Anda kemungkinan
besar menjadi kebal terhadap campak, gondok, dan cacar air.

b. Imunitas pasif

Imunitas pasif terjadi ketika antibodi ditransfer ke orang yang belum pernah
terkena patogen. Imunitas pasif hanya berlangsung selama antibodi bertahan hidup
dalam cairan tubuh. Ini biasanya antara beberapa hari sampai beberapa bulan. Imunitas
pasif dapat diperoleh oleh janin melalui darah ibunya. Hal ini juga dapat diperoleh

19
oleh bayi melalui ASI ibu. Anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa dapat
memperoleh imunitas pasif melalui suntikan antibodi.

c. Imunitas bawaan
Sistem kekebalan tubuh bawaan adalah jenis imunitas yang ada secara alami
pada anak pada saat lahir. Imunitas bawaan sebagai pelindung alami yang sudah ada
dalam tubuh manusia. Bagian pertama dan terpenting untuk mencegah
masuknya mikroorganisme berbahaya dalam tubuh manusia adalah kulit. Kulit
bertindak sebagai penghalang masuknya mikroorganisme berbahaya dalam
banyak organ vital tubuh.
Sekresi alami dari tubuh kita juga membantu mencegah pertumbuhan mikroba
dalam tubuh kita. Sistem vital seperti pernapasan, pencernaan, urogenital dan
pencegahan oleh lapisan lendir dari lapisan epitel dari sistem ini. Cairan penting yang
protektif dalam tubuh kita adalah asam pada lambung, air liur di dalam mulut dan
air mata dari mata. Sel darah putih hadir dalam darah manusia juga melindungi tubuh
dari berbagai infeksi. Makrofag dalam jaringan membantu dalam penghancuran
mikroba berbahaya masuk ke dalam tubuh.
Setiap orang dari kita menderita dari satu atau lain jenis infeksi virus dalam
hidup kita. Sel-sel yang terinfeksi virus memproduksi protein khusus yang disebut
interferon untuk melindungi sel sehat dari infeksi virus lebih lanjut.
d. Imunitas adaptif

Kekebalan yang diperoleh, juga disebut sistem imunitas adaptif, melibatkan


dua proses. Respon primer dihasilkan ketika tubuh kita bertemu dengan patogen untuk
pertama kalinya. Ini merupakan respon ringan yang diproduksi oleh tubuh kita.
Respon sekunder dihasilkan ketika tubuh kita bertemu patogen yang sama untuk kedua
kalinya. Tanggapan sekunder ini sangat intensif.

Respon ini diproduksi dalam tubuh kita dengan dua jenis limfosit dalam darah
kita. Kedua limfosit khusus B-limfosit dan T-limfosit. Setiap kali zat asing memasuki
tubuh kita, B-limfosit memproduksi protein untuk melawan mereka. Protein ini
disebut imunoglobulin atau antibodi. T-sel tidak menghasilkan protein tersebut, tetapi
mereka membantu B-limfosit untuk menghasilkan mereka. Ada banyak berbagai jenis
antibodi yang diproduksi dalam tubuh kita. Beberapa antibodi penting hadir dalam
tubuh manusia adalah IgA, IgM, IgE dan IgG.

20

Anda mungkin juga menyukai