Anda di halaman 1dari 31

Kromatografi

Pendahuluan

Kromatografi merupakan salah satu teknik analisa kimia yang banyak dilakukan dalam berbagai
kegiatan analisa di Laboratorium Penelitian maupun Industri. Hal ini disebabkan karena analisa
dengan kromatografi dapat dfilakukan untuk berbagai senyawa baik yang sederhana seperti ion
logam maupun senyawa yang kompleks seperti protein. Selain itu tahapan analisa kimia
berbagai senyawa yang akan dianalisa dapat dilakukan dengan lebih sederhana karena
kromatografi dapat memisahkan senyawa tersebut dan sekaligus dapat mengukur jumlahnya.

Namun demikian kromatografi mempunyai berbagai kendala seperti sangat bervariasinya jenis
teknik kromatografi yang tersedia dan kekompleksan peralatan sehingga membutuhkan investasi
peralatan yang cukup besar.

Teknik kromatografi pertama tama diperkenalkan oleh M.S. Tswett seorang biologist Rusia pada
tahun 1903 dalam pertemuan ilmiah Biologi di Warsawa (Polandia). Beliau mendeskripsikan
pemisahan extrak pigment dari tanaman ke dalam beberapa fraksi senyawa berwarna dalam suatu
kolom yang berisi kalsium karbonat sebagai fase diam dan pelarut organik (heksan) sebagai fase
bergerak. Perkembangan teknik ini kemudian diikuti dengan menasmbahkan detektor refraktif
indeks. Sampa pada saat ini kromatografi hanya menggunakan kolom dengan fase bergerak
dialirkan berdasarkan pada gravitasi.

Teknik analisa seperti diatas yaitu untuk memisahkan senyawa berwarna dari ekstrak tanaman,
kata kromatografi digunakan. Kromatografi berasal dari kata “kroma” dan “grafi”. Kroma
berarti warna dan grafi berarti gambar. Hal ini disebabkan oleh teknik analisa kimia ini pada
awalnya menggunakan teknik warna untuk menentukan senyawanya.

Dari uraian diatas menyatakan bahwa teknik kromatografi selalu menggunakan dua fase yaitu
fase bergerak dan fase diam untuk memisahkan suatu kumpulan senyawa. Kedua fase ini tidak
dapat bercampur, sedangkan senyawa yang akan dianalisa dapat berinteraksi dengan kedua fase
tersebut. Senyawa yang akan dianalisa pada mulanya berada dalam fase bergerak yang ketika
melewati fase tidak bergerak yang berinteraksi (terlarut bila fase diam berbentuk cairan, melekat
bila fase diam tersebut padat atau berinteraksi secara ion, ikatan hidrogen (polar) atau hidrofobik
dengan fase diam maupun fase bergerak tersebut.

Beberapa Pengertian dalam Kromatografi

Elusi adalah proses bergeraknya bahan yang dianalisa sebagai akibat pergerakan fase bergerak
dalam kolom sampai keluarnya diujung yang lain.
Kromatogram adalah gambar grafik yang dihasilkan oleh suatu peralatan kromatografi.
Kromatogram terdiri dari aksis waktu dan signal detektor.

Partisi adalah sifat kelarutan suatu senyawa yang akan dianalisa kedalam fase diam dan dalam
fase bergerak. Dengan demikian kemampuan partisi dari suatu senyawa dinyatakan sebagai
“ratio partisi” yaitu perbandingan konsentrasi senyawa tersebut dalam fase diam (Cs) dan fase
bergerak (Cm)

K=Cs/Cm

Setiap senyawa mempunyai nilai koefisien partisi yang berbeda beda. Hal ini jugalah yang
menyebabkan senyawa senyawa tersebut akan terpisak dalam kolom.

Waktu retensi (tR) menunjukan berapa lama suatu senyawa akan tertahan dalam kolom. Hal ini
dapat dilihat dalam kromatogram.

Nilai tM menunjukan lamanya fase bergerak berada dalam kolom. Oleh karena fase bergerak
tidak tertahan sedikitpun dalam kolom maka kecepatan bergerak fase bergerak (u) adalah sama
dengan L/tM. Dimana L adalah panjang kolom. Dengan demikian maka kecepatan bergerak
senyawa dalam kolom (v) adalah sama dengan L/tR.

Faktor kapasitas

Faktor kapasitas adalah hubungan dengan KAVS dan VM

Selanjutnya faktor retensi dari senyawa adalah:

k'A = (tR – tM) / tM


Nilai tR dan tM dapat diambil dari kromatogram. Bila faktor retensi lebih kecil dari satu maka
slusi terlalu cepat sehingga perlu diatur dengan memperlambat. Selanjutnya bila faktor retensi
lebih besar dari 20 berarti waktu elusi terlalu panjang sehingga perlu diatur kembali. Secara
ideal faktor retensi berkisar pada satu sampai lima.

Dlam praktek, kebanyakan berhadapan dengan bagiamana dua atu lebih senyawa akan terpisah
satu dengan yang lain yang akan terlihat sebagai dua puncak yang berdampingan terpisah satu
sama lain. Untuk itu maka faktor selektivitas () merupakan faktor yang sangat penting. Faktor
ini berhubungan dengan koefisien partisi masing masing senyawa

 = KB/KA

Hubungan antara waktu retensi dengan ratio partisi

Hal ini dapat dilakukan dengan menghubungkan kecepatan bergeraknya senyawa terhadap
kecepatan bergeraknya fase bergerak yang dapat dinyatakan sebagai berikut:

v = u x fraksi dari waktu senyawa berada dalam fase bergerak.

Fraksi ini sama dengan rata rata jumlah mole senyawa dalam fase bergerak pada setiap saat
dibagi dengan total jumlah mole dari senyawa di dalam kolom:

mole senyawa dalamn fase bergerak


v = u x --------------------------------------------
total mole dari senyawa

CMVM 1
v = u x -------------------- = u x ------------------------
CMVM + CSVS 1 + CSVS/ CMVM

Dimana CM dan CS adalah konsentrasi mole dari senyawa di dalam fase bergerak dan fase diam;
dan VM dan VS adalah total volume dari fase bergerak dan fase diam.

Bila ratio partisi dimasukan kedalam persamaan ini maka

1
v = u x ------------------
1 + KVS/VM

Kedua volume ini dapat dihitung dari metode kolom dibuat.

Kecepatan Migrasi dari Senyawa: Faktor Kapasitas

Teori dari Kromatografi

Berbagai usaha dikemukakan untuk menjelaskan fenomena pemisahan dalam teknik analisa
kromatografi. Teori ini dapat digunakan untuk mengembangkan teknik kromatografi lebih
lanjut. Dua pendekatan yang banyak diterima sebagai teori dibelakang kromatografi adalah teori
“plate” atau piring dan teori “rate” atau kecepatan.

Teori Plate (Teori Piring)

Teori plate dikemukakan oleh Martin dan Synge yang dilatarbelakangi pemikiran bahwa
pemisahan dalam kolom terjadi sebagai proses ekstraksi senyawa ke dalam fase diam dari fase
cair yang berlangsung secara kontinyu. Dengan demikian mereka mengemukakan bahwa kolom
terdiri dari banyak piring piring yang tersusun melekat satu sama lain. Setiap piring dengan
ketebalan tertentu akan terjadi satu kali ekstraksi. Dengan demikian semakin banyak piringnya
semakin baik pemisahan yang akan terjadi. Demikian juga semakin tipis piringannya, semakin
banyak jumlah piring dari suatu kolom.

Secara praktis, ketebalan piring sukar diukur secara langsung, demikian juga dengan jumlah
piring. Untuk itu digunakan pendekatan dari geometri dari puncak yang dihasilkan

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih bermakna maka digunakan nilai ketebalan piring.
Ketebalan dari piring dapat dinyatakan sebagai berikut:

H = L/N

Dimana:

H adalah ketebalan piring, dan

L adalah panjang kolom

Ketebalan piring banyak digunakan untuk mengevaluasi efektivitas suatu sistim


kromatografi. Semakin kecil ketebalan piring semakin efektif istim tersebut.

Teori Kecepatan (Rate Theory)

Teori ini dikembangkan oleh J.J. van Deemter, seorang ahli teknik kimia Belanda yang banyak
bekerja dengan gas kromatografi. Ketebalan piring diasumsikan sebagai akibat dari berbagai
factor kinetic yang terjadi dalam kolom. Faktor factor tersebut dinyatakan sebagai suatu
persamaan yaitu:
H = A + B/u + C.u

Dimana u adalah kecepatan fase bergerak

Aadalah difusi Eddy yang dfisebabkan oleh keadaan patikel dalam kolom sehingga setiap
molekul yang dianalisa akan menempuh perjalanan yang berbeda beda. Perbedaan jalur
perjalanan ini akan menyebabkan perbedaan tiba diakhir kolom yang akan menyebabkan
pelebaran dasar puncak. Difusi ini tidak dipengaruhi oleh kecepatan fase bergerak.

B adalah difusi molekul secara longitudinal yang disebabkan oleh penyebaran molekul molekul
dalam fase bergerak kearah yang lebih rendah konsentrasinya. Hal ini akan menyebabkan
melebarnya dasar puncak. Faktor ini dapat diperkecil dengan meningkatkan kecepatan aliran
fase bergerak. Semakin cepat aliran fase bergerak, semakin kecil terjadinya difusi. Faktor ini
dipengaruhi oleh viskositas dari fase bergerak sehingga dipengaruhi oleh suhu dan tekanan
dalam kolom. Oleh karena pada HPLC dengan fase bergerak adalah cairan maka factor ini
kurang mempengaruhi, sedangkan pada GC fase bergeraknya adalah gas yang mempunya
viskositas ang rendah factor ini mempunyai pengaruh yang besar. Itulah sebabnya pada GC,
factor suhu, tekanan dan kecepatan fase bergerak memberikan pengaruh yang besar terhadap
pelebaran dasar puncak. Semakin rendah suhu dan semakin cepat kecepatan fase bergerak,
semakin kurang difusi molekul.

Faktor B ini dapat dirumuskan sebagai:

B = 2Dm

Dimana:

 adalah faktor hambatan, sedangkan

Dm adalah koefisien difusi molekul dalam fase bergerak.

C adalah difusi yang terjadi karena perpindahan molekul yang dianalisa ke fase diam dan
kembali kefase bergerak. Semakin cepat perpindahan molekul molekul tersebut, semakin kurang
terjadinya difusi. Kecepatan transfer masa dibedakan atas transfer masa dalam fase bergerak
(Cm) dan transfer masa dalam fase diam (Cs). Yang dapat ditulis sebagai

C = Cs + Cm

Kecepatan terjadinya perpindahan molekul dalam fase diam dipengaruhi oleh ketebalan lapisan
fase diam (Df), koefisien difusi molekul dalam fase fase diam (Ds), faktor geometri dari bahan
pendukung fase diam (seperti diameter dari bahan pendukung). Faktor lain yang mempengaruhi
adalah factor kapasitas (k’). Dengan demikian dapat di turunkan persamaan berikut:
k’ df2
Cs = --------- . -----
(1+k’)2 Ds

Kecepatan terjadinya perpindahan molekul dalam fase bergerak dipengaruhi oleh koefisien difusi
dalam fase bergerak (Dm), diameter kolom (dc), diameter partikel (dp), volume kolom (v).
Dengan demikian dapatlah diturunkan persamaan berikut:

fn(dp2, dc2, v)
Cm = ------------------
Dm
Dengan demikian persamaan van Deemter dapatlah dinyatakan secara lebih lengkap sebagai
berikut:

2Dm k’ df2 fn(dp2, dc2, v)


H = A + -------- + q. ( --------- . ----- + ------------------ ) u
u (1+k’)2 Ds Dm

Dimana q adalah factor yang menggambarkan bentuk dari fase diam (nilainya bervariasi dari
2/15 untuk bentuk bola ke 2/3 untuk bentuk lapisan tipis). fn adalah fungsi dari….

Dari rumusan van Deemter dapatlah dibuatkan suatu kurva hubungan antara kecepatan fase
bergerak (u) dengan ketebalan piringan (H).

Gambar Grafik hubungan antara kecepatan dan tebal piringan dalam persamaan van Deemter
Memaksimumkan resolusi.

Resolusi ataau keterpisahan molekul senyawa yang dianalisa seperti yang terlihat dalam
kromatogram merupakan sasaran utama dari suatu pengembangan metode. Oleh karena resolusi
dipengaruhi oleh nilai k (factor retensi) yang pada dasarnya dipengaruhi oleh suhu dan keadaan
fase diam pada GC, sedangkan pada HPLC dipengaruhi oleh fase bergerak maupun fase diam
maka factor factor ini merupakan target yang harus diatur sehingga mendapatkan resolusi yang
tinggi.

VN k -1
Rs = -------- --------- -------
4 k+1 

Perbandingan antara gas chromatography (GC) dan high performance liquid chromatograph y
(HPLC).

1. Jenis Sampel: GC terbatas pada senyawa yang dapat berbentuk gas saja, sedangkan
HPLC dapat digunakan untuk hampir semua senyawa.
2. Pada HPLC fase bergerak dapat dicampur dari dua atau lebih senyawa sehingga dapat
meningkatkan daya pisah dari sistim kromatografi. Pada GC hanya dapat digunakan
untuk satu jenis gas saja.
3. Kemampuan memisahkan jenis jenis molekul yang dianalisa pada open tubular GC
sangat besar. Pada HPLC hanya cukup baik.
4. Detektor dari GC sangat baik dan lebih sensitive dari detector pada HPLC
5. Pengumpulan sampel setelah melewati kromatografi, pada GC sangat sederhana
sedangkan pada HPLC sedikit sukar.
6. Teknik penggabungan. Pada GC telah menjadi biasa dengan GC-MS atau GC-FTIR.
Pada HPLC baru dimulai untuk penggabungan HPLC-MS.
7. Harga peralatan dan biaya pengoperasian. Sangat bervariasi tergantung pada
kecanggihan peralatan yang dibuat. Sedangkan biaya pengoperasian tergantung pada
lokasi setempat.

Kromatografi Gas

Peralatan kromatografi gas selalu terdiri dari 6 bagian utama yaitu: tabung gas, regulator gas,
tempat injeksi, kolom, oven, dan detector. Gas yang kebanyakan digunakan untuk kromatografi
gas adalah helium (He) dan nitrogen (N). Gas hydrogen juga digunakan yang dapat berfungsi
sebagai bahan bakar untuk detector. Kebanyakan peralatan kromatografi gas juga dilengkapi
dengan gas oksigen atau udara yang digunakan sebagai bahan bakar. Untuk mendapatkan gas
yang baik maka pada pipa aliran gas ditempatkan peralatan untuk menyerap air dan oksigen.
Kedua bahan ini dapat mengurangi efektivitas kolom dan detector. Alat ini dinamakan
penangkap oksigen dan air (oxygen and moisture trap).

Gambar. Bagian bagian utama dari peralatan kromatografi gas.

Regulator gas pembawa (fase bergerak) terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama adalah
merupakan bagian dari tabung gas. Pada tahapan ini, kecepatan gas diatur secara kasar dari 17
MPa menjadi 50-300 kPa. Tahap kedua pengaturan gas terdapat pada peralatan GC. Hal ini
dilakukan baik dengan mengatur tekanan atau kecepatan aliran. Kecepatan gas tergantung pada
jenis kolom (diameter, ketebalan fase diam dan panjang kolom). Untuk kolom yang berdiameter
sekitar 1 mm dengan ketebalan lapisan fase diam 0.1 um dan panjang 12 meter maka kecepatan
aliran adalah sekitar 0.2 sampai 0.5 ml permenit atau tekanan sekitar 80 kPa.

Pemasukan sampel biasanya dilakukan dengan jarum suntik. Untuk kolom kapiler, sebanyak
0,001 uL sedangkan untuk kolom yang diisi sebanyak 0,1 sampai 20 uL. Kebanyakan teknik
pemasukan sampel menggunakan sistim split (memecah) dengan cara menyuntikan sampel di
depan ujung kolom yang kemudian segera terbentuk gas karena suhu yang tinggi (sekitar 50 oC
diatas suhu evaporasi sampel. Sampel yang berbentuk gas ini kemudian di tiup oleh gas
pembawa (fase bergerak) menuju ke kolom. Dengan demikian tidak semua sampel memasuki
kolom, sebagian akan tertiup diluar ujung kolom untuk dibuang. Itulah sebabnya sistim ini
dinamakan sistim split (membagi atau memecah). Sebagai acuan utama dalam pemasukan
sampel adalah harus sesingkat mungkin dengan volume sekecil mungkin. Teknik lain dalam
memasukan sampel ke kolom adalah dengan splitless (tanpa membagi). Teknik ini terutama
digunakan untuk kolom yang berdiameter lebih besar (2 sampai 4 mm) atau konsentrasi bahan
yang akan dianalisa yang sangat rendah.
Gambar. Diagram pemasukan sampel secara split

Gambar. Diagram pemasukan sampel secara tanpa membagi.


Kolom

Kolom yang digunakan untuk GC dapat dibedakan atas ukuran diameter kolom dan cara
penempatan fase diam. Menurut ukuran kolom dapat dibedakan atas kolom berdiameter besar
(2-4 mm) dan kolom kapiler (100 – 1000um). Kolom berdiameter besar biasanya mempunyai
panjang 1 sampai beberapa meter, sedangkan kolom berdiameter kecil biasanya mempunyai
panjang 20 sampai 100 meter. Menurut cara penempatan fase diam kolom dapat dibedakan atas
kolom yang diisi (packed column) dengan bahan penopang fase diam dan kolom tanpa diisi
(open tubular column). Pada kolom yang tanpa diisi hanya menggunakan dinding kolom sebagai
bahan penopang fase diamnya. Oleh karena kolom tanpa diisi hanya mempunyai relative sedikit
permukaan untuk menopang fase diamnya maka kolom ini dibuat panjang untuk
mengkompensasi luas permukaan untuk menopang fase diamnya.
Gambar Perbandingan hasil pemisahan antara kolom terisi (a) dan kolom terbuka (b).
Gambar. Kromatogram dengan kapiler kolom yang berbeda diameternya(a) 0,25 um (b) 0,53 um

Fase diam yang berbentuk padat (gas-padat kromatografi) tidak membutuhkan penyokong fase
diam, tetapi fase diam yang cair membutuhkan bahan penyokong. Sebagai bahan penyokong
biasanya digunakan bahan silica alam teutama bahan galian diatomaseus yang merupakan
senyawa silica dengan gugus SiOH. Bahan ini akan berinteraksi dengan senyawa yang dianalisa
melalui ikatan hydrogen. Bahan ini dikenal sebagai Chromosorp P. Fase diam padat ini sangat
sesuai untuk pemisahan senyawa senyawa polar seperti alcohol dan gula. Dalam perkembangan
selanjutnya permuaan fase diam padat ini telah dimodifikasi dengan menghilangkan sebagian
gugus hidroksilnys dengan silinase menjadi
permukaan yang non polar.

Fase diam berbentuk cair (gas cair kromatografi) dilakukan dengan melapisi permukaan bahan
penyokong dengan fase diam dalam bentuk lapisan cairan tipis. Namun demikian teknik ini
mengalami berbagai kendala oleh karena lapisan cair ini sering tercuci bersama gas yang
dilewatkan sehingga terjadi perubahan kemampuan pemisahannya. Untuk mengatasi hal
tersebut, cairan sebagai fase diam direkatkan secara kimia ke bahan penyokong. Kelebihan lain
dari fase diam yang terikat secara kimia adalah ketahanan mereka terhadap suhu kolom yang
tinggi (>250 oC).
Gambar. Pengaruh panjang kolom dan suhu kolom (a) isotermal (b) gradien suhu dan panjang
kolom (i) 30 m (ii) 60 m.

Kolom tabung terbuka merupakan teknik yang didapati mempunya kelebihan karena mempunyai
efisiensi yang tinggi. Kolom ini tidak diisi dengan bahan penyokong fase diam tetapi hanya
menggunakan dinding kolom sebagai bahan penopang fase diam cair.
Tabel. Berbagai jenis fase diam yang dipasarkan sebagai kolom oleh berbagai produsen

Derivatisasi

Keterbatasan kromatografi gas untuk menganalisa senyawa yang tidak dapat diuapkan dapat
diatasi dengan merubah senyawa tersebut menjadi dapat menguap. Pada umumnya senyawa
yang tidak menguap disebabkan oleh sifatnya yang polar dengan adanya gugus hidroksil,
karbonil, tiol atau amina. Untuk itu gugus polar tersebut direaksikan dengan senyawa lain
sehingga gugus polar tersebut tertutup. Teknik penembahan gugus non polar tersebut dinamakan
derivatisasi (penurunan). Derivatisasi dapat dibedakan atas:

1. Alkilasi yaitu penggantian gugus hidrogen dari karboksilik dengan gugus alkil atau alkil
benzena menjadi ester. Sebagai contoh derivatisasi asam lemak menjadi metil ester asam
lemak adalah dengan penambahan metanol dengan katalis BF3:
F3B: HO–CnH2n+1 + RCOOH → RCOOCnH2n+1

2. Sililasi merupakan metode yang banyak digunakan untuk derivatisasi dengan senyawa yang
mengandung trimetil silil seperti dimetilsilil [SiH(CH3)2], t-butildimetilsilil
[Si(CH3)2C(CH3)3] dan klorometidimetilsilil [SiCH2Cl(CH3)2. Derivatisasi ini akan
menghasilkan segera senyawa yang mudah menguap dan tahan panas.
3. Asilasi merupakan metode yang merubah gugus hidroksil dan amina menjadi ikatan ester.
Misalnya dengan mereaksikan alkohol dengan asetik anhidrida dengan alkohol:

CH3OCOCOCH3 + HOR -- CH3OCOR + HOCOCH3

Metode ini akan menghasilkan senyawa turunan yang stabil dan dapat bereaksi dengan
senyawa yang mempunyai banyak gugus alkohol seperti karbohidrat.

Detektor.

Berbagai jenis detector telah dikembangkan untuk kromatografi gas meliputi:

1. Thermal conductivity
2. Flame ionization
3. Electron capture
4. Alkali flame ionization
5. Flame photometric
6. Spektroskopi Masa

Diantara detector diatas maka flame ionization detector merupakan yang paling banyak
digunakan oleh karena mempunyai kepekaan yang cukup tinggi dan dapat mendeteksi hamper
semua senyawa organic kecuali asam formic dan formaldehida. Kelemahan satu satunya
detector ini adalah merusakan sampel setelah dipisakan sehingga tidak dapat diparalelkan dengan
detector spektrometri masa maupun spektrometri fourier infrared. Detektor thermal conductivity
dapat mendeteksi seluruh senyawa organic dan tidak merusak sampel tetapi mempunyai
kepekaan yang relative rendah.
Gambar. Diagram detektor ionizasi api

Gambar. Diagram detektor konduktivitas panas

Kromatografi Cair.

Kromatografi cair adalah salah satu teknik pemisahan kelompok senyawa yang didasarkan pada
fase bergerak yang cair. Pada saat ini kromatografi cair dapat dikelompokan sebagai
kromatografi cair kinerja tinggi atau high performance liquid chromatography (HPLC). Teknik
ini ditandai dengan adanya puncak yang mempunyai dasar yang sempit dengan tingkat
pemisahan yang besar.

Peralatan HPLC biasanya terdiri dari bejana penampung fase bergerak yang cair, pompa, tempat
memasukan sampel, kolom dan detector. Bejana penampung dapat berupa erlemeyer gelas
dengan kapasitas 1 – 2 liter atau bejana plastik. Bejana ini biasanya berjumlah sampai empat
buah. Ujung pipa untuk ditempatkan saringan. Untuk mengurangi gas dalam cairan maka setiap
wadah ditiupkan gas Helium untuk membantu mengeluarkan gelembung gas yang terbentuk
dalam wadah penampung. Sistim penyaluran cairan ini dilakukan melalui suatu suatu sistim
untuk mengatur perbandingan campuran dari masing masing bejana yang dapat dikontrol secara
elektronik. Dengan demikian komposisi fase bergeraknya dapat diprogramkan.

Gambar. Diagram Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC) 1. Tampungan pelarut, 2. Pompa,
5. Anti pulsa (Penstabil tekanan) 6. Pengatur aliran suntikan sampel 7. Pengatur volume sampel
8. Penjaga kolom 9. Kolom, 10 Detektor 11. Komputer pengolah data, dan 12. Tampungan
sisa/buangan

Pada awalnya sampel dialirkan melalui kolom hanya dengan menggunakan gaya gravtasi, tetapi
kini telah menggunakan pompa dengan dekatan sampai 6000 psi. Sistim pompa adalah
sedemikian rpa sehingga tidak mempunyai variasi tekanan (pulsa). Pompa biasanya terdiri dari
dua piston yang saling berganti memompa.

Pemasukan sampel harus dilakukan tanpa mengganggu aliran fase bergerak. Untuk itu
digunakan suatu sistim yang dapat mengatur volume yang diinginkan tanpa mengganggu tekanan
dan aliran dalam sistim. Pada saat ini telah dikembangkan peralatan untuk memasukan sampel
secara otomatis yang dapat diprogramkan untuk sampai berpuluh puluh sampel.

Kolom sebagai bagian utama dari HPLC dibuat dari logam (stainless steel). Kebanyakan kolom
mempunyai panjang dari 10 sampai 30 cm dengan diameter lobang dari 4 sampai 10 mm.
Kolom diisi dengan bahan penopang fase diam yang biasanya berupa partikel dengan ukuran 5
sampai 10 um. Pada saat ini berkembang kolom yang berdiameter kecil yaitu 1 sampai 4,6 mm
dengan panjang 3 sampai 7,5 cm kolom ini diisi dengan partikel berukuran 3 sampai 5 um.

Kebanyakan partikel dibuat dari silica dengan bentuk bulat yang bagian luarnya dibungkus
secara fisik oleh fase diam atau fase diamnya diikatkan secara kimia. Selain itu partikel dibuat
juga dari alumina, polimer atau resin.
Kolom kromatografi cair dibedakan atas bagaimana interaksi antara molekul yang dianalisa
dengan fase diam. Selanjutnya fase diam dapat berbentuk padat atau berbentuk cair. Bila
berbentuk padat maka sistim kromatografi cair dinamakan kromatografi cair-padat, sedangkan
bila berbentuk cair maka dinamakan sistim kromatografi cair-cair. Pengelompokan kromatografi
cair lannya didasarkan pada keadaan senyawa yang akan dianalisa yaitu senyawa netral (tidak
bermuatan), senyawa bermuatan (senyawa ion) dan senyawa dengan interaksi khusus.

Kromatografi senyawa tidak bermuatan pada umumnya terjadi sebagai kromatografi adsorpsi.
Partikel silica banyak digunakan sebagai fase diam. Permukaan partikel silica yang mengadung
gugus hidroksil akan berinteraksi dengan molekul yang dianalisa. Kolom seperti ini banyak
digunakan untuk menganalisa senyawa non polar dengan menggunakan fase bergerak dari
pelarut organic. Oleh karena kolom kromatografi ini merupakan sistim yang pertama tama
dikembangkan maka kolom kromatografi ini dinamakan kolom fase normal. Selanjutnya
dengan diperkenalkan sistim kromatografi lain yang menggunakan pelarut polar sebagai fase
bergerak dan fase diam menggunakan bahan yang non polar maka kolom kromatografi ini
dinamakan kolom fase terbaik (reversed phase). Kolom ini kebanyakan dibuat dengan
menggunakan senyawa oktildesil siloksan (C-18) yang direaksikan secara kimia ke bahan
penyangga. Dengan dilakukan ikatan kimia antara fase diam dan bahan penyokong maka kolom
ini dinamakan kolom fase terikat (bonded phase). Sebagai fase bergerak digunakan methanol,
acetonitril atau tetrahydrofuran. Optimasi kedua teknik kromatografi diatas dilakukan dengan
memodifikasi polaritas dari fase bergeraknya.

Chemical Boiling Dielectric Dipole


Solvent Density
formula point[8] constant[9] moment
Non-polar solvents

CH3-CH2-CH2- 0.626
Pentane 36 °C 1.84 0.00 D
CH2-CH3 g/ml
0.751
Cyclopentane C5H10 40 °C 1.97 0.00 D
g/ml

CH3-CH2-CH2- 0.655
Hexane 69 °C 1.88 0.00 D
CH2-CH2-CH3 g/ml

0.779
Cyclohexane C6H12 81 °C 2.02 0.00 D
g/ml

0.879
Benzene C6H6 80 °C 2.3 0.00 D
g/ml
0.867
Toluene C6H5-CH3 111 °C 2.38 0.36 D
g/ml
/-CH2-CH2-O-CH2- 1.033
1,4-Dioxane 101 °C 2.3 0.45 D
CH2-O-\ g/ml
1.498
Chloroform CHCl3 61 °C 4.81 1.04 D
g/ml

CH3-CH2-O-CH2- 0.713
Diethyl ether 35 °C 4.3 1.15 D
CH3 g/ml
1.3266
Dichloromethane (DCM) CH2Cl2 40 °C 9.1 1.60 D
g/ml
Polar aprotic solvents

/-CH2-CH2-O-CH2- 0.886
Tetrahydrofuran (THF) 66 °C 7.5 1.75 D
CH2-\ g/ml
CH3-C(=O)-O- 0.894
Ethyl acetate 77 °C 6.02 1.78 D
CH2-CH3 g/ml
0.786
Acetone CH3-C(=O)-CH3 56 °C 21 2.88 D
g/ml
0.944
Dimethylformamide (DMF) H-C(=O)N(CH3)2 153 °C 38 3.82 D
g/ml

0.786
Acetonitrile (MeCN) CH3-C≡N 82 °C 37.5 3.92 D
g/ml
Dimethyl 1.092
CH3-S(=O)-CH3 189 °C 46.7 3.96 D
sulfoxide (DMSO) g/ml
100– 1.1371
Nitromethane CH3-NO2 35.87 3.56 D
103 °C g/ml

1.205
Propylene carbonate C4H6O3 240 °C 64.0 4.9 D
g/ml
Polar protic solvents

1.21
Formic acid H-C(=O)OH 101 °C 58 1.41 D
g/ml

CH3-CH2-CH2- 0.810
n-Butanol 118 °C 18 1.63 D
CH2-OH g/ml

0.785
Isopropanol (IPA) CH3-CH(-OH)-CH3 82 °C 18 1.66 D
g/ml
0.803
n-Propanol CH3-CH2-CH2-OH 97 °C 20 1.68 D
g/ml
0.789
Ethanol CH3-CH2-OH 79 °C 24.55 1.69 D
g/ml

0.791
Methanol CH3-OH 65 °C 33 1.70 D
g/ml
1.049
Acetic acid CH3-C(=O)OH 118 °C 6.2 1.74 D
g/ml
1.000
Water H-O-H 100 °C 80 1.85 D
g/ml

Polarity Index (P´)


Pentane 0.0
1,1,2-Trichlorotrifluoroethane 0.0
Cyclopentane 0.1
Heptane 0.1
Hexane 0.1

Iso-Octane 0.1
Petroleum Ether 0.1
Cyclohexane 0.2
n-Butyl Chloride 1.0

Toluene 2.4
Methyl t-Butyl Ether 2.5
o-Xylene 2.5
Chlorobenzene 2.7
o-Dichlorobenzene 2.7

Ethyl Ether 2.8


Dichloromethane 3.1
Ethylene Dichloride 3.5
n-Butyl Alcohol 3.9
Isopropyl Alcohol 3.9

n-Butyl Acetate 4.0


Isobutyl Alcohol 4.0
Methyl Isoamyl Ketone 4.0
n-Propyl Alcohol 4.0
Tetrahydrofuran 4.0

Chloroform 4.1
Methyl Isobutyl Ketone 4.2
Ethyl Acetate 4.4
Methyl n-Propyl Ketone 4.5
Methyl Ethyl Ketone 4.7

1,4-Dioxane 4.8
Acetone 5.1
Methanol 5.1
Pyridine 5.3
2-Methoxyethanol 5.5

Acetonitrile 5.8
Propylene Carbonate 6.1
N,N-Dimethylformamide 6.4
Dimethyl Acetamide 6.5
N-Methylpyrrolidone 6.7

Dimethyl Sulfoxide 7.2


Water 10.2

Bentuk kromatografi senyawa tidak bermuatan lainnya dinamakan kromatografi eklusi ukuran.
Pemisahan senyawa yang dianalisa didasarkan pada ukuran molekulnya masing masing. Sebagai
fase diam digunakan bahan yang berpori dengan berbagai diameter pori. Bahan ini akan
berfungsi sebagai saringan dimana molekul yang lebih besar akan lebih cepat melewatinya
karena tidak dapat masuk pada pori pori yang lebih kecil, sedangkan molekul yang lebih kecil
akan tertahan karena akan melewati pori pori yang lebih kecil. Terknik ini banyak digunakan
untuk pemisahan polimer seperti protein atau polimer sintetik.

Sistim kromatografi berikut adalah pemisahan yang didasarkan pada pertukaran ion (ion
exchange chromatography). Pada sistim ini, fase diam adalah bahan penyokong yang pada
permuakaannya mengadung ion baik positif maupun negative. Kolom yang bermuatan anion
seperti gugus sulfat atau karboksil digunakan untuk memisahkan senyawa ion yang mengandung
cation seperti logam atau senyawa organic yang mengandung gugus amina. Kolom ini
dinamakan kolom penukar kation. Sebaliknya kolom yang mengadung fase diam yang
mempunyai gugus postif seperti primer, sekunder atau tertier amin. Kolom ini dinamakan
penukar anion kolom. Untuk mengeluarkan ion dari dalam kolom mengikuti kekuatan ikatan
masing masing molekul yang akan dipisahkan maka digunakan fase bergerak yang mengandung
ion pengganti yang mampu berkompetisi dengan molekul yang dianalisa. Misalnya dalam
pemisahan ion Cl, sulfat dan forfat maka digunakan larutan basa encer yang akan melepaskan
anion anion tersebut dari kolom. Sebaliknya untuk memisahkan senyawa senyawa yang positif
(cation) seperti amina, berbagai logam dari kolom digunakan larutan asam atau pH yang semakin
menurun.

Berbagai teknik pemisahan senyawa ion dengan kromatografi telah dikembangkan dengan
menggunakan prinsip pemisahan yang berbeda beda dan mempunyai penggunaan yang sangat
luas adalah supresi ion, interaksi ion dan kromatografi ion. Pada supresi ion, fase bergeraknya
dibuat dengan buffer yang mempunyai pH yang sesuai sehingga ion yang akan dianalisa berada
dalam bentuk yang hampir netral. Senyawa senyawa ion yang banyak dipisahkan dengan
metode ini adalah asam atau basa lemah. Dengan demikian pemisahan hanya didasarkan pada
interaksi antara gugus fungsi non polar saja dari molekul ion tersebut dengan gugus fungsi (non
polar) fase diam dari kolom. Sebagai fase diam digunakan kolom dengan C-8 atau C-18. Pada
kromatogtafi interaksi ion, gugus fungsi ion yang akan dipisahkan dengan menginteraksikan
dengan lawan ion yang dilarutkan kedalam fase bergerak. Pemisahan terjadi karena interaksi
antara gugus non ionik senyawa ion yang dianalisa secara bersama sama dengan gugus non ionik
senyawa yang ditambahkan ke dalam bufer (fase bergerak) dengan gugus fungsi (non polar) dari
fase diam.

Kromatografi ion merupakan bentuk lain dari kromatografi pertukaran ion dan kromatografi
supresi ion. Teknik ini dikembangkan bersamaan dengan pendeteksion dengan detektor
konduktiviti. Salah satu kesulitan dalam menganalisa senyawa ion dengan metode konduktiviti
adalah adanya berbagai senyawa ionik dalam fase bergeraknya. Itulah sebabnya telah dilakukan
berbagai hal untuk mengatasi pengaruh senyawa tersebut pada deteksi secara konduktivitas. Hal
ini dilakukan dengan berbagai teknik seperti penambahan supresor kolom atau menggunakan
supresor membran. Teknik kromatografi ini digunakan untuk menganalisa baik molekul kation
dan anion organik yang kecil maupun an molekul organik.
Gambar. Kromatogram (a) pemisahan anion pada pertukaran kation kromatografi dan (b)
pemisahan kation pada penukaran anion kromatografi.

Teknik kromatografi lain yang lebih khusus untuk analisa senyawa tertentu adalah kromatografi
interaksi hidrifobik, kromatografi afiniti, kromatografi kompleksi dan kromatografi kiral.
Kromatografi interaksi hidrofobik biasanya digunakan untuk analisa protein. Fase diam pada
teknik kromatografi ini adalah bersifat hidrofobik yang akan berinteraksi dengan bagian
hidrofobik protein. Kromatografi afiniti menggunakan senyawa yang memiliki kemampuan
berinteraksi secara biologik dengan bagian dari senyawa yang dianalisa. Interaksi tersebut biasa
dinamakan interaksi ligand. Untuk memisahkan ikatan tersebut dapat digunakan dengan
merubah pH dari fase bergerak.. Kromatografi kompleksi digunakan untuk analisa senyawa
yang dapat membentuk kompleks dengan fase diam yang merupakan senyawa pengkhelatnya.
Itulah sebabnya teknik ini sering dinamakan afinity khelat kromatografi. Kiral kromatografi
digunakan untuk menganalisa senyawa yang mempunyai sifat isomer optik atau enantiomer,
misalnya untuk analisa d- dan l-triptofan dengan menggunakan fase diam tertentu.

Sebagai pedoman umum dalasm pemilihan sistim pemisahan senyawa dengan teknik
kromatografi cair bekinerja tinggi (HPLC) dapat dilihat dalam Tabel.

Tabel. Pedoman pemilihan sistim kromatografi (HPLC) untuk berbagai senyawa, tergantung
sifat ukuran molekul, polaritas dan ionik.

Solvent Mode

M Normal phase with bare


Hexane silica (adsorption)
o
l Normal phase with bonded
MeOH and phase silica
e O Reversed-phase
c r MeOH:H2O (RP)
u g or HILIC (for weak
l a ACN and retention in RP)
n T 2O
ACN:H Gel permeation
a i H (small molecules)
r c F
Reversed-phase
w Aq Non-
HILIC (for weak
e ueo ionic
retention in RP)
i us
g
Ionic Reversed-phase with
h
t ionization control
< Reversed-phase with
2, ion-pair agent
0
Reversed-phase with
0
O Gel
bare silica
0 r perme
M Ion-exchange
o g ation
l a Gel filtration
e An Ion-exchange with wide-
c qi
uc pore material Reversed-
u
e column selection by solvent and mode
l LC and LC/MS
Figure 28. phase with wide-pore
o
a u material
r s
w
e
i
g
h
t
>
2
,
0
0
0
Molecular Solvent Compound class Separation mechanism
size
Small Aqueous/ Lipids Silver ion complexation
Organic
Polycyclic aromatic hydrocarbons Reversed-phase C18
Organic acids Ligand interaction reversed-phase ion
pair
Monosaccharides and disaccharides Ligand interaction
Normal phase amino
Oligosaccharides Ion-exchange
Sugar alcohols Ligand interaction and ion-exchange
Normal phase Ligand interaction
Basic, polar Normal phase amino/cyano/diol
Polar reversed-phase C8 or C18 or HILIC
H-bonding Reversed-phase C18 ion suppression
Positional isomers Reversed-phase C8 or C18
Aromatic or structurally similar Reversed-phase C8
Reversed-phase phenyl/phenyl-hexyl/
Very polar diphenyl
Extreme conditions Reversed-phase other or HILIC
Reversed-phase polymeric
Organic Non-polar Normal phase Si
Polar Normal phase amino/cyano/diol

Figure 29. LC and LC/MS column selection by analyte and separation mechanism
Detektor yang baik mempunya kemampuan:

1. Sensitivitas yang tinggi


2. Gangguan baseline yang dapat diabaikan
3. Range dinamis linier yang besar
4. Response variasi yang bebas dalam parameter pengoperasian, seperti tekanan, kecepatan
aliran cairan, suhu dan sebagainya.
5. Response yang bebas dari komposisi fase bergerak.
6. Volume ujung yang rendah.
7. Sample yang tidak dihancurkan.
8. Stabil untuk pengoperasian yang lama.
9. Mudah dan dapat diandalkan untuk dioperasikan.
10. Harga murah dan murah untuk dioperasikan.
11. Mempunyai kemampuan memberikan informasi tentang bahan yang dianalisa.
Beberapa detektor yang banyak digunakan adalah:

Refraktif indeks

Konduktivitas listrik

UV-vis

Photodiode array

Elektrokimia

Fluoresense

Detektor refraktif indeks merupakan detektor yang bersifat umum. Artinya dapat mendeteksi
hampir semua senyawa, namun demikian detektor ini mempunyai kesensitivitas yang relatif
rendah.

Gambar. Diagram refraktif indeks detektor

Detektor uv-vis adalah detektor yang hanya mendeteksi senyawa yang mempunyai absorbsi
energi pada pangjang gelombang dari 180 sampai 800 nm (Gambar). Detektor ini cukup sensitif
terhadap senyawa senyawaa tersebut. Oleh karena setiap senyawa mempunyai panjang
gelombang tertentu maka detektor ini dapat diset untuk berbagai panjang gelombang. Sebagai
pengembangan detektor ini telah dipasarkan detektor uv-vis yang dapat diskan pada suatu
rentang panjang gelombang. Detektor ini dinamakan foto diodik array (PDA) detektor. Sebagai
hasil deteksi selain merupakan kromatogram biasa (waktu dan absorbansi) juga mempunyai
informasi lain tentang aabsorbansi pada berbagai panjang gelombang (Gambar).
Gambar. Diagram uv-vis detektor

Gambar. Diagram foto diodik array detektor

Gambar. Kromatogram foto diodik array detektor

Detektor kunduktiviti listrik digunakan hanya untuk senyawa senyawa yang berbentuk ion (anion
maupun cation). Detektor ini cukup sensitiff yang biasanya digabungkan dengan sistim
kromatograsi ion. Contoh kromatogram dengan detektor ini dapat dilihat dalam Gambar.
Gambar. Kromatogram konduksi listrik dari (a) kromatografi penukaran anion dan (b)
penukaran kation.

Detektor lain yang banyak digunakan dengan sensitivitas yang tinggi adalah Pulsed
Amperometrik Detektor (PAD). Detektor ini digunakan untuk senyawa yang dapat dioksidasi
seperti kebanyakan karbohidrat dan asam amino.
Gambar. Diagram detektor amperometrik pulsa.

Detektor ini dapat diprogramkan potensial yang diberikan secara berturuk turut (pulsa) yang
menyebabkan pada elektrodanya terjadi oksidasi atau reduksi seperti pada diagram berikut.

Gambar. Potensial yang biasanya digunakan pada PAD.

Sebagai perbandingan antara detektor pada kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) dapat dilihat
dalam Tabel.

Tabel. Ciri ciri dari berbagai detektor yang digunsakan untuk HPLC

Anda mungkin juga menyukai