Anda di halaman 1dari 42

DASAR-DASAR KROMATOGRAFI GAS

Oleh
Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU, Apt

DEPARTEMEN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

I. PENDAHULUAN
1. 1. Sejarah
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk berrnacam-macam
teknik pemisahan didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fase gerak, bisa
berupa gas ataupun cair, dan fase diam juga bisa berupa cairan ataupun suatu
padatan.
Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903, mencoba
memisahkan pigmen-pigmen daun dengan menggunakan suatu kolom yang berisi
kapur (CaCO3). Istilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan
daerah-daerah yang berwarna yang bergerak menurun di dalam kolom. Pada
waktu yang hampir bersamaan, D. T. Day juga melakukan pemisahan fraksifraksi petroleum, namun Tswett lah yang pertama diakui sebagai penemu dan
yang menjelaskan tentang proses kromatografi.
Penyelidikan tentang kromatografi kendor untuk beberapa tahun sampai
digunakan teknik kromatomafi padatan-cair (Liquid Solid-Chromatography,
LSC).

Kemudian pada akhir tahun 1930 an dan perrnulaan tahun 1940 an,

kromatografi mulai berkembang. Dasar kromatografi lapisan tipis (Thin Layer


Chromatography, TLC) diletakkan pada tahun 1938 oleh lzmailov dan Schreiber,
kemudian diperhalus oleh Stahl pada tahun 1958. Hasil karya yang baik sekali
dari Martin dan Synge pada tahun 1941 (untuk ini mereka memenangkan Nobel)
tidak hanya mengubah dengan cepat kromatografi cair tetapi seperangkat umum
langkah untuk pengembangan kromatografi gas dan kromatografl kertas. Pada
tahun 1952 Martin dan James mempublikasikan makalah pertama mengenai
kromatografi gas. Diantara tahun 1952 dan akhir tahun 1960 an, kromatografi
gas dikembangkan menjadi suatu teknik analisis yang canggih.
Kromatografl cair, dalam praktek ditampilkan dalam kolom gelas berdiameter
besar, pada dasarnya dibawah kondisi atmosfer. Waktu analisis lama dan segala
prosedur biasanya sangat membosankan. Pada akhir tahun 1960 an, semakin
2

banyak usaha dilakukan untuk pengembangan kromatografi cair sebagai suatu


teknik untuk mengimbangi kromatografi gas. High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) = Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High
Pressure Liquid Chromatography = Kromatografi Cair Tekanan Tinggi (KCTT)
atau High Speed Liquid Chromatography (HSLC) = Kromatografi Cair Kecepatan
Tinggi atau Modern Liquid Chromatography telah berhasil dikembangkan dari
usaha ini. Kemajuan dalam keduanya instrumentasi dan pengepakan kolom terjadi
dengan cepatnya sehingga sulit untuk mempertahankan suatu bentuk hasil
produksi instrumentasi dan pengepakan kolom dalam satu waktu tertentu. Dewasa
ini dengan teknik yang sudah matang dan dengan cepat KCKT mencapai suatu
keadaan yang sederajat dengan kromatografi gas.
1.2. Data retensi dan koefisien partisi
Dalam kromatografi gas senyawa-senyawa yang dianalisis diuapkan dan dielusi
dengan bantuan suatu gas sebagai fase gerak melalui kolom. Fase gerak
digunakan sendiri sebagai gas pembawa, namun interaksi dari fase gerak dengan
analit tidak signifikan. Suatu zat padat dapat dipakai sebagai fase diam yang
padanya konstituen yang akan dipisahkan dapat diabsorpsi. Dalam praktek disebut
gas-solid chromatography (GSC) atau kromatografi adsorpsi sangat penting untuk
menganalisis gas udara. Penggunaan cairan sebagai fase diam lebih banyak untuk
menganalisis senyawa-senyawa organik. Penggunaan ini disebut gas-liquid
chromatography (GLC) atau sering disebut kromatografi gas. Prinsip pemisahan
utama adalah partisi zat diantara fase diam cair dan fase gerak gas.
Sebelum didiskusikan kemungkinan pemisahan substans dalam fase gas, pertama
diperhatikan faktor-faktor yang menentukan retensi dalam kromatografi gas.
Supaya dapat mengerti pengaruh tekanan dan temperatur, volume retensi dipakai
sebagai ganti waktu retensi. Volume retensi total, Vr dan volume gerak, Vm,
diperoleh dengan mengalikan waktu retensi relevan dengan aliran gas pembawa,
F, (ml gas pebawa per menit), sehingga :
VR = F * tR=

..

(1)

..

VM = F * t M

(2)

Puncak udara atau metan dapat digunakan untuk menentukan waktu gerak.
Supaya dapat mengkoreksi retensi dari konstituen dalam fase diam, volume gerak
harus dikurangi dari volume retensi total. Jumlah yang dikoreksi disebut volume
retensi yang telah disesuaikan (adjusted retention volume)
'
VJM
VR VM

................................................................

(3)
Volume retensi yang telah disesuaikan adalah karakteristik untuk suatu substans
dan secara langsung berhubungan dengan voleme fase diam, Vs, dengan koefisien
partisi, K, :
VR' KVs

..........................................................................

(4)

Resistensi dari kolom pemisah menyebabkan tekanan gas lebih besar pada bagian
dalam kolom dari pada bagian luar kolom. Sehingga perbedaan tekanan terdapat
sepanjang kolom. Akibat tekanan dari gas pembawa, aliran gas bertambah dengan
menaiknya perbedaan tekanan. Supaya dapat menjelaskan volume retensi tidak
tergantung dari tekanan, volume retensi yang telah disesuaikan dikoreksi
menggunakan faktor j (faktor Martin) dan volume retensi bersih (net retention
volume), VN, diperoleh :
'

VN = j V R

..............................................................................

(5)

Dengan j menjadi :

3 pi po 1
j
3
2 pi po 1
2

pi dan po berturut-turut merupakan tekanan dalam dan luar kolom yang khas.

Volume retensi spesifik, Vg, yang hanya tergantung pada volume retensi bersih,
VN, berat dari fase diam (dalam g), Ws, dan temperatur kolom T (dalam K) dapat
diketahui menggunakan volume retensi bersih :
Vg

VN 273
WS T

....................................................................

(6)

Volume retensi spesifik pada akhirnya dipengaruhi oleh kondisi analisis. Namun
terjadi banyak gangguan untuk menetapkannya, sehingga untuk uji komparatif
volume retensi yang dikoreksi atau harga retensi relatif dalam praktek dianggap
khusus.
1.3. Teori dari migrasi kromatografi
Teori migrasi didasarkan pada pemindahan yang berulang dari molekul-molekul
padat dan seterusnya diantara fase-fase ketika padatan memasuki kolom.
Beberapa jenis molekul rata-rata akan berada di dalam fase diam selama t s dan di
dalam fase gerak selama tm, pada saat ia lewat melalui kolom.
Selama waktu tm, dia bergerak terus maju dengan kecepatan fase gerak, ; selama
waktu ts ia tidak bergerak maju. Gerakannya kemudian bergeser maju ketika ia
masuk dan keluar dari fase gerak. Jarak relatif dari t s dan tm menentukan
bagaimana cepatnya molekul bergerak dalam kolom.
Berbagai macam faktor berkontribusi terhadap efisiensi pemisahan dapat
dijelaskan dengan konsep The Height Equivalent to a Theoritical Plate
(HETP). Suatu teori plat adalah suatu konsep fiktif yang tidak dapat disamakan
dengan keadaan sebenarnya dalam kolom. Ia didefinisikan sebagai perbandingan
kuadrat dari standar deviasi (varians) terhadap panjang kolom, H = 2 / L. ini
adalah panjang kolom yang dapat mencapai kesetimbangan antara fase-fase di
bawah suatu kondisi tertentu yang sudah nyata (kecepatan alir, suhu, dst).
Untuk efisiensi yang tinggi, jumlah plat teoritis (N) yang besar diinginkan, dan
untuk menghindari kolom yang sangat panjang, HETP harus serendah mungkin.
Semakin rendah HETP, maka semakin efisien kolom.
5

Jumlah plat teoritis dalam kolom diketahui dengan rumus 16 (x/w)2, dimana x dan
w berturut-turut sebagai waktu retensi dan lebar puncak kromatogram. Jumlah x
dan w harus dalam satuan yang sama, dan tepatnya diukur pada suatu
kromatogram, biasanya dalam centimeter. Hubungannya adalah :

L
x
N
16

H
w

eff

atau

effH

'
16 x
w

..

(7)

dimana Neff dan Heff adalah parameter-parameter efektif, yang memberi

L
L w

N 16 x

atau

eff

effH

L w

16 x '
.. (8)

Karena H adalah suatu konstanta untuk suatu sistem, hubungan ini menunjukkan
bahwa x dan w dapat berubah bersama-sama, sehingga untuk beberapa puncak
dalam kromatogram yang sama, semakin lama waktu retensi (yaitu semakin
panjang x), maka w juga akan lebih besar, dan puncak-puncak melebar. Oleh
karena itu sangat jelas diinginkan untuk w, dan karenanya juga untuk H, harus
sekecil mungkin untuk menghasilkan pemisahan / resolusi yang paling baik.
Hal ini telah banyak dibuktikan oleh banyak peneliti bahwa HETP dapat
diekspresikan dengan suatu hubungan, dikenal sebagai persamaan Van Deemter,
yaitu :
H A

B
C

(9)

dipandang sebagai suatu yang khas dan lebih sering digunakan dalam
kromatografi gas bila dibandingkan dengan proses kromatografi lainnya.
Persamaan ini memberikan jawaban bagaimana untuk meningkatkan peranan
kolom kromatografi.
A, B, dan C adalah konstanta dalam suatu sistem yang digunakan, dan adalah
kecepatan cairan pembawa dalam centimeter per detik.
6

Terminologi A terjadi dari kenyataan bahwa tidak semua molekul-molekul padat


di dalam fase gerak berjalan secara tepat dalam jarak yang sama lewat melalui
kolom, merupakan suatu efek yang disebabkan oleh ketidakseragaman dari ukuran
partikel. Ini ditunjukkan dengan hubungan :
A = K(Dm + Pdp)

(10)

Dimana Dm merupakan koefisien difusi dari padatan di dalam fase gerak, dp


adalah diameter rata-rata dari partikel-partikel padatan, dan keduanya K dan P
adalah konstanta yang tergantung pada ketidakteraturan dari material dalam
kolom.
Terminologi B, yang mana menjadi kurang penting ketika menaik, ditampilkan
sebagai :
B = 2 (Dm + k Ds)

(11)

Dimana Ds adalah koefisien difusi dari padatan di dalam fase diam, adalah
perbandingan dari kecepatan majunya molekul-molekul padat terhadap kecepatan
dari pembawa. B berhubungan dengan difusi longitudinal dari padatan.
Terminologi B/ dapat direndahkan baik dengan mengurangi suhu maupun
dengan menaikkan kecepatan aliran.
Terminologi C, dominan pada kecepatan aliran yang lebih tinggi, dikontribusi
oleh difusi transversal dalam fase gerak, disebabkan oleh perbedaan kanal /
saluran diantara partikel-partikel padat, dan oleh kelambatan kinetik dalam
mencapai kesetimbangan diantara fase-fase.
Hubungan yang tepat adalah :

k'

2
(1 k ' )

C q

d
D D
s

wd p
m

(12)

dimana q adalah faktor geometrik tergantung pada ukuran partikel dan


keseragaman, d adalah ketebalan dari lapisan cair (bila partikel-partikel disalut
7

dengan cairan) atau diameter dari partikel-partikel yang tidak disalut, dan w
adalah parameter lain tergantung pada packing.

Gambar 1 : Suatu plot dari Persamaan Van Deemter untuk kromatografi gas
Persamaan Van Deemter diplot dalam Gambar 1 untuk menunjukkan hubungan
kualitatif diantara ketiga terminologi. Terdapat suatu kecepatan alir optimum, opt.
dalam sistem ini, ketika H adalah minimum. Kecepatan optimum tidak akan sama
untuk komponen-komponen yang berbeda dari suatu campuran, dan harus dipilih
untuk komponen-komponen yang sebagian besar sukar dipisahkan. Para
kromatografer selalu memilih menggunakan suatu kecepatan yang lebih besar dari
pada teori optimum untuk mempersingkat waktu analisis, walaupun ini kadangkadang resolusinya kurang baik. Seperti kemiringan segmen kiri dan kanan dari
kurva yang dianjurkan, maka sangat berbahaya bila dilakukan pada sisi bawah
dari optimum.
Persamaan Van Deemter pada mulanya ditujukan untuk kromatografi gas. Dalam
kromatografi cair hubungannya lebih rumit, karena kuantitas C mencakup
beberapa terminologi tambahan. Minimum pada kurva memberikan suatu harga
opt. yang berkisar 104 kali lebih kecil dari pada dalam kromatografi gas, dan oleh
karena itu sangat jarang digunakan.
8

Namun, parameter dari teori pelat dan model kinetik dalam kromatografi tidak
cukup untuk menyimpulkan kesesuaian, antara lain : kekuatan memisahkan dari
suatu kolom untuk suatu problem yang nyata dari analisis. Untuk ini, salah satu
yang juga harus masuk sebagai faktor tambahan adalah efisiensi pemisahan dari
kolom. Dalam kromatografi gas ini tergantung pada tekanan uap dari senyawasenyawa dan derajat interaksi dengan fase diam.
Efisiensi pemisahan dapat dirumuskan dari hukum Raoult and Henry dan dikenal
sebagai formula pemisahan setelah Herington :
lg

Vg 2
Vg 1

lg

p10
10

lg
p20
20

.......................................................

(13)

dengan Vg2 dan Vg1 menunjukkan volume retensi spesifik untuk konstituen 2
dan 1 berturut-turut. Bila hanya kelihatan satu pada waktu retensi untuk 2
konstituen yang akan dipisahkan, maka dipakai persamaan berikut :

t R 2 p10 10
0 0
t R1
p2 2

tR 2
p10
10
lg
lg 0 lg 0
t
p2
2
R
1
atau

................................

(14)

Hubungan antara waktu retensi bersih dari senyawa 1 dan 2 adalah proporsional
0
0
terhadap tekanan uap dari konstituen-konstituen murni, p1 dan p2 sebaik
0
0
koefisien aktivitas dari konstituen-konstituen, 1 dan 2 dalam dilusi yang tidak

terbatas.
Sesuai dengan ini, pemisahan dari dua konstituen ditetapkan pertama oleh
volatilitas relatifnya. Umumnya, tekanan uap tergantung pada temperatur. Pada
sisi lain, koefisien aktivitas mengekspresikan interaksi antara konstituenkonstituen dari analit dan fase diam. Oleh karena itu mereka menentukan sifatsifat selektif fase diam.
Perbedaan antara tekanan uap menjadi dasar untuk pemisahan senyawa-senyawa
yang berhubungan secara kimia, sebagai contoh, anggota dari satu seri homolog.

Substans-substans dengan titik didih sama dapat dipisahkan atas dasar perbedaan
koefisien aktifitas.

II. KOMPONEN KROMATOGRAFI GAS


Modul dari suatu kromatografi gas diilustrasikan dalam Gambar 2. Perbedaan
dalam sistem kromatografi gas terletak pada tipe gas pembawa yang digunakan,
pada sistem injeksi sampel, juga dalam kolom dan detektor yang digunakan.

Gambar 2 : Diagram Blok Kromatografi Gas


2.1. Gas pembawa
Gas-gas inert, seperti helium, argon, nitrogen, karbon dioksida, dan hidrogen
digunakan sebagai gas-gas pembawa. Pemilihan gas pembawa merupakan bagian
yang ditentukan oleh detektor. Gas dapat dilewatkan melalui suatu penyaring
molekul untuk menghilangkan sisa-sisa air (traces of water). Aliran gas dijamin
oleh tekanan berlebih dari silinder gas, sehingga dapat mengalirkan gas tanpa
pompa. Aliran gas pembawa harus dipertahankan konstan untuk pengukuran yang
reprodusibel.

10

Selama suatu analisis dikerjakan dengan kolom isoterm, cukup untuk mengatur
tekanan kolom menggunakan katup reduksi dua tingkat (a two-stage reduction
valve). Dalam menggunakan metode program temperatur, atau ada perubahan
dalam kolom, pengatur aliran harus digunakan dalam menambah jumlah
perubahan cairan yang resisten. Suatu rorometer dapat digunakan pada bagian
dalam kolom, atau suatu pengatur aliran gelembung sabun pada bagian kolom
yang menuju keluar untuk mengatur kecepatan aliran. Gas pembawa bervariasi
untuk packed column dalam rentang antara 25 dan 150 ml/menit, sedangkan untuk
kolom kapiler antara 1 dan 25 ml/menit.
2.2. Sistem injeksi sampel
Sampel dapat diinjeksikan langsung ke dalam aliran gas pembawa (sampai 20 l
volume sampel) bila sampel yang dianalisis adalah gas. Sampel cairan dan padat
harus pertama sekali diuapkan dalam secepat kilat pada suatu tempat penguapan.
Sistem injeksi dapat dipanaskan dan dihubungkan dengan aliran gas pembawa
menuju kolom (lihat Gambar 2). Sistem ini ditutup pada bagian luarnya dengan
suatu diafragma karet silikon yang disebut septum.
Sampel diinjeksikan ke dalam sistem akan menembus septum. Injeksi harus
dilakukan dengan cara hati-hati sampai terbentuknya uap. Suatu penyuntikan yang
lambat menyebabkan melebarnya puncak dan kromatogram-kromatogram sukar
dievaluasi. Jika digunakan packed column, volume injeksi antara 0,5 dan 20 l.
Dalam kromatografi gas kapiler, volume injeksi 0,001 l langsung ke kolom
melalui suatu bagian dari aliran gas dalam suatu sistem injeksi split. Sistem
injeksi sampel yang bekerja secara automatis menjamin suatu reprodusibilitas
dengan kesalahan relatif

0,5 % selama penginjeksian sampel. Temperatur

penguap umumnya 50C lebih tinggi dari titik didih konstituen paling akhir
menguap dalam campuran sampel.
2.3. Kolom dan pemanas kolom
Kolom pemisah dapat dibuat dari tabung stainless steel, glass, atau padatan silika
yang melebur dan bersatu (fused silica). Fused silica memberi keuntungan
11

tambahan

sebagai

material

kolom.

Kekuatan

kolom

dijamin

dengan

menyelubunginya dalam polyimide. Kolom disimpan dalam oven untuk


pemanasan permulaan. Ada perbedaan yang nyata antara packed column, open
tubular, or capillary columns. Dalam packed column, fase diam disusun dengan
material pendukung granul. Bahan ini diisikan ke dalam kolom melalui corong
dan kolom ini mempunyai diameter dalam antara 3 dan 8 mm dengan panjang 1
sampai 3 m. Capillary columns tidak mengandung material pembawa. Dalam
kolom ini, fase diam cair ditempatkan di dinding kapiler. Sebagai contoh, cairan
mencapai kolom melalui suatu larutan pekat dari fase diam yang ditekan melalui
kolom pada kecepatan tertentu. Cara lain terdiri dari penguapan solven
menggunakan pompa vakum dari suatu kolom yang telah diisi dengan baik
dengan larutan yang sangat encer. Panjang kapiler bisa sampai 100 m. Mereka
mempunyai diameter internal antara 0,15 dan 1mm.
Kolom kemasan pendek dapat disimpan dalam bentuk lurus atau bentuk U di
dalam oven kolom. Semakin panjang kolom kemasan dan kolom kapiler maka
disusun seperti heliks dengan diameter antara 10 dan 30 cm.
Kolom harus dipanasi dengan baik di dalam aliran gas pembawa sebelum
digunakan untuk membuang sisa-sisa solven atau untuk mengaktifkan silika gel
atau penyaring molekul.
2.4. Detektor
The thermal conductivity detector (TCD) dan the flame-ionization detector (FID)
mempunyai kelebihan dan diterima sebagai detektor-detektor universal dalam
kromatografi gas. The mass spectrometric detector (GC-MS) semakin banyak
digunakan untuk senyawa yang dideteksi secara spesifik. Di samping itu, prinsipprinsip pendeteksian lainnya diinginkan karena kemampuannya mendeteksi secara
selektif atau terutama menunjukkan sensitivitas pendeteksian yang bagus. Prinsip
pendeteksian yang paling penting akan dijelaskan secara rinci dalam teks berikut.
Thermal conductivity detector (TCD)

12

Dalam detektor ini konduktivitas termal dari gas pembawa helium dan hidrogen
direduksi dengan adanya analit. Konduktivitas termal dari helium dan hidrogen
kira-kira 6 sampai 10 kali lebih tinggi dari pada senyawa-senyawa organik. Gasgas pembawa lain tidak dapat digunakan pada prinsip pendeteksian ini, karena
perbedaan dalam konduktivitas termal terhadap substans-substans yang akan
dideteksi adalah sangat kecil. Konduktivitas termal diketahui dengan pengukuran
resistensi pada suatu filamen panas (lihat Gambar 3). Pengukuran dan komparatif
sekarang dibandingkan dengan filamen yang lainnya dalam suatu lingkaran
jembatan (in a bridge circuit). TCD bekerja secara proporsional terhadap
konsentrasi. Karena TCD bereaksi secara tidak spesifik, dia dapat digunakan
secara universal untuk mendeteksi keduanya senyawa-senyawa organik dan
anorganik.

Gambar 3 : Thermal Conductivity Detector


Seperti dapat disimpulkan dari tabel 1, kapasitas deteksi dan kisar linier (dinamik)
untuk TCD adalah jelek dibanding dengan detektor-detektor lain. Dia tidak cocok
untuk kromatografi gas kapiler karena rendah sensitivitasnya. Keuntungan dari
TCD adalah karena karakternya yang tidak destruktif.
Tabel 1. Detektor-detektor dalam kromatografi gas
Detektor
Species detected
Detection limit
TCD
nonspecific
10-8 g ml-1
FID
compounds containing 10-13 gsl-1
CH
ECD
electronegative groups
5 . 10-14 gs-1
TID
N
10-15 gs-1
P
10-14 gs-1
FPD
P
3 . 10-13 gs-1
S
2 . 10-11 gs-1

Linear range
104
107
5 . 104
105
105

13

TCD-thermal conductivity detector, FID-flame-ionization detector, ECD-electron


capture detector, TID-thermionic detector, FPD-flame photometric detector

Flame-ionization detector (FID)


FID dewasa ini paling banyak digunakan. Prinsip pendeteksian didasarkan pada
perubahan konduktifitas elektrik dari nyala hidrogen dalam wilayah elektrik bila
diberikan senyawa-senyawa organik. Senyawa-senyawa organik keluar dari kolom
pemisah dipirolisa; ini dikatakan sebagai fragmentasi. Selama proses oksidasi oleh
oksigen yang diberikan ke dalam nyala dari luar, ion-ion dibentuk dengan reaksi
sbb :
CH + O CHO+ + e

.........................................

(15)

Aliran dari ion-ion dicatat sebagai voltase melalui kolektor elektrode (Gambar 4).

Gambar 4 : Prinsip susunan dari suatu FID

14

FID sensitif untuk semua senyawa-senyawa yang mengandung ikatan-ikatan C-C


atau C-H. Oleh karenanya dia dapat digunakan secara umum. Ia kurang sensitif
dan ketidaksensitifannya dapat diobservasi gugus-gugus fungsi seperti gugusgugus karbonil, alkohol, halogen, atau amino. Ia juga tidak sensitif untuk gas-gas
yang tidak menguap : H2O, CO2, SO2, atau NOx.
Karena detektor bereaksi dengan sejumlah atom-atom karbon per satuan waktu, ia
proporsional dengan massa dari substans yang dideteksi. Oleh karena itu
perubahan dalam kecepatan aliran dari fase gerak hanya mempunyai sedikit
pengaruh terhadap sinyal detektor. FID dikenal karena mempunyai batas deteksi
yang sangat rendah dan suatu kisar linier yang besar. Namun konstituen sampel
dirusak.
Electron capture detector (ECD)
ECD prinsip kerjanya hampir sama dengan suatu alat penghitung proporsional
untuk pengukuran radiasi sinar-X. Menggunakan pengemisi , seperti 63Ni atau
tritium, ion-ion dan suatu ledakan elektron diciptakan di dalam gas pembawa.
Dengan tidak adanya suatu analit, aliran akan berada dalam keadaan konstant.
Kondisi ini akan menurun dengan adanya senyawa-senyawa organik dan
khususnya bila senyawa-senyawa organik ini dapat menangkap elektron-elektron.
Diantara senyawa-senyawa ini adalah kelompok elektrofilik (elektronegatif),
seperti halogen, peroksida, quinon, ftalat, atau nitro.
ECD sensitif terhadap amin, alkohol atau hidrokarbon. Kinerja karakteristik
lainnya dapat dilihat dalam Tabel 1.
Detektor-detektor khusus
Thermionic detector (TID). TID digunakan sebagai suatu detektor spesifik tinggi
untuk senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen dan fosfor (Tabel 1).
Sensitifitasnya untuk kedua elemen ini lebih tinggi dengan suatu faktor kira-kira
10000 dibanding dengan karbon. TID adalah suatu detektor nyala dengan suatu
campuran gas yang sangat anhydrogenous, tidak dapat menyala lebih lama.
Manik-manik kaca mengandung rubidium digantungkan pada suatu wayar
15

platinum pijar diantara pancaran nyala dan pengumpul elektrode. Suatu plasma
terbentuk disekeliling manik-manik kaca dimana senyawa-senyawa yang
mengandung N atau P menghasilkan radikal-radikal, sebagai contoh :

Radikal-radikal bereaksi dengan uap rubidium disekeliling manik-manik kaca


membentuk :

Sementara ion alkali yang terbentuk ditangkap lagi oleh muatan negatif dari
manik-manik kaca, ion cianida juga berjalan langsung ke pengumpul elektrode
atau, bila dilepaskan, dibakar oleh elektron.
Gambar 5 menunjukkan radikal-radikal yang memainkan peranan dalam
pendeteksian fosfor.

Gambar 5 : radikal-radikal fosfor dalam TID


Spectroscopic detectors
Flame photometric detector (FPD). Jenis yang paling sederhana dari detektor
spektroskopik untuk indikasi selektif dari fosfor dan sulfur adalah FPD. Senyawasenyawa organik secara parsial dibakar dalam suatu hidrogen / udara, dan cahaya
emisi yang dihasilkan diukur dengan suatu photomultiplier pada 526 nm untuk P
dan pada 394 nm untuk S.

16

Atomic emission detector (AED). AED juga bekerja dengan mengeksploitasi


fenomena emissi. Dia merupakan suatu detektor spesifik elemen dan didasarkan
pada emissi atom dari elemen-elemen seperti N, P, S, C, Si, Hg, Br, Cl, H, D, F
atau O. Atomisasi dan eksitasi terjadi dalam suatu plasma microwave helium.
Pendeteksian dari cahaya emissi dilakukan menggunakan suatu fotometer diodearray dalam panjang gelombang berkisar antara 170 dan 780 nm.
Presisi dari penganalisis elemen masih belum dicapai dalam AED, karena
kesalahan relatif antara 2% dan 20%. Meskipun demikian, AED dapat digunakan
untuk menarik kesimpulan hubungan dari elemen-elemen. Sensitivitas dari
detektor khususnya tinggi untuk elemen-elemen C, P, dan S. Rentang dinamik
sangat lebih kecil dari pada dengan FID.
Pendeteksian elemen spesifik teristimewa menguntungkan untuk menganalisis
campuran-campuran kompleks. Sebagai contoh, alkohol dapat dideteksi secara
selektif di dalam suatu campuran gasoline dengan pengukuran pada garis emissi
atom dari oksigen.
Mass spectrometric detector

(MSD). Sambungan

langsung dari suatu

spektrometer massa dengan suatu kolom adalah memungkinkan dalam


kromatografi gas kapiler karena kecepatan aliran gas pembawa yang kecil (1 25
ml/menit). Dalam packed column, aliran gas pembawa harus dipisahkan melalui
suatu jet separator.
2.5. Fase diam untuk kromatografi gas-cair
Tingginya jumlah plat teoritis, selektivitas yang baik dari fase diam, dan tingginya
derajat kapasitas muatan yang diperoleh dengan suatu pembalutan yang baik dari
cairan yang tidak bergerak, semuanya adalah sebagai prasyarat untuk kolomkolom yang efisien.
Kita baru saja menggambarkan suatu perbedaan antara packed column dan
capillary column dalam susunan suatu kromatografi gas. Ketika kromatografi gas
pertama sekali diperkenalkan maka packed column lah yang secara eksklusif
digunakan. Untuk ini fase diam disusun pada suatu pendukung. Sebagai suatu
17

ketetapan, panjang packed column kurang dari pada 5 m. Batas panjang absolut
adalah 20 m, akibatnya kolom menjadi tidak praktis dan turunnya tekanan,
tergantung pada rapatnya kemasan, menjadi terlalu besar. Sehingga jumlah plat
teoritis dalam packed column biasanya kurang dari 10.000.
Dengan diperkenalkannya kapiler oleh Golay (1958) suatu permulaan telah dibuat
untuk mengatasi keterbatasan ini. Karena fase diam cair dipakai pada dinding
bagian dalam dari kapiler, mereka mempunyai suatu lintasan gas bebas. Jadi
panjang kolom bisa mencapai 100 m dan oleh karena itu jumlah plat teoritis bisa
sampai 100. 000 dan melebihi dari ini dapat direalisasikan. Disamping itu, volume
dari fase gerak sangat besar dibandingkan dengan fase diam.
Material pendukung untuk packed column
Material pendukung yang ideal untuk fase diam terdiri dari partikel-partikel kecil,
homogen, spherical yang secara kimia inert, dan stabil pada panas dan mekanik,
dan mempunyai suatu area permukaan yang spesifik berkisar di antara 0,5 dan 4
m2 g-1. Material pembawa yang digunakan adalah partikel-partikel dalam ukuran
149 250 m (ini sesuai dengan pengukuran besaran partikel Amerika 100 60
mesh).
Diatomite paling sering digunakan sebagai material pembawa. Dia terdiri dari
90% asam silikat amorf. Dia terjadi secara khusus merupakan sedimentasi
skeleton diatomae dari fossil origin. Algae-algae membawa makanan mereka
melalui lubang-lubang dengan difusi molekul. Oleh karena itu residunya sangat
baik untuk kromatografi gas, karena jenis yang sama dari difusi molekul
dibutuhkan sebagai material pembawa. Tergantung pada luas permukaan spesifik,
kapasitas muatan manik-manik optimum dengan fase cair berada diantara 5%
sampai 30%.
Ada beberapa material pembawa lainnya di pasaran didasarkan pada silika gel,
manik-manik berlubang, atau polimer-polimer.
Kolom-kolom kapiler

18

Fase diam cair yang tidak bergerak di dalam kapiler dapat terjadi dengan dua cara.
Dia dipakai untuk dinding bagian dalam dari kapiler sebagai suatu film yang tipis
(WCOT = wall coated open tubular) atau cairan ditempatkan pada pendukung
berlubang-lubang kira-kira tebalnya 30 m (SCOT = support coating open
tubular), lihat gambar 6. Diatomite dapat juga digunakan sebagai material
pendukung. Kapiler lapisan tipis berbeda dengan kapiler film tipis disebabkan
kapasitas sampel yang lebih tinggi, sehingga lebih banyak fase diam tersedia.
Namun, efisiensi dari kapiler lapisan tipis adalah kurang dan kira-kira berada
diantara packed column dan kolom film tipis.
Fusi silika adalah material kolom yang lebih banyak, dia dihasilkan dari kuarsa
yang kemurniannya tinggi dengan kandungan metal oksida yang sangat rendah.
Suatu perbandingan karakteristik dari packed column dan capillary column dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Tipikal karakteristik dari packed column dan capillary column dalam KG
Parameter
Packed
WCOT
SCOT
Panjang, m
1-5
10-100
10-100
Diameter dalam, mm 2-4
0,1-0,75
0,5
Efisiensi, N/m
500-1000
1000-4000
600-1200
Ukuran sampel, ng
10-106
10-1000
10-1000
Tekanan relatif
Tinggi
Rendah
Rendah

19

Gambar 6. Kolom dalam kromatografi gas cair


Deaktivasi permukaan
Material-material pembawa atau kolom kapiler yang tidak dipelihara/dirawat akan
menimbulkan problem bagi pengguna, karena residu gugus silanol masih
tertinggal di permukaan silika gel (Gambar 7) yang menyebabkan absorpsi fisik
dari senyawa-senyawa polar, seperti alkohol-alkohol atau hidrokarbon aromatis.
Hal ini menyebabkan bentuk kromatogram dengan pita yang melebar atau karena
terlambatnya desorpsi oleh puncak tailing.

Gambar 7. Permukaan silika gel dihidrolisa penuh

20

Untuk mencegah interaksi yang tidak diinginkan ini residu gugus silanol
dideaktivasi menggunakan gugus dimetilsilil atau trimetilsilil. Suatu permukaan
yang hidrofilik terbentuk. Untuk ini mari kita amati reaksi dari dichlorosilane
terhadap silika gel dan suatu pencucian berikut mengggunakan metanol :

Pusat aktif residu berasal dari kontaminasi dengan metal oksida. Problem terakhir
ini tidak ditemukan dalam fusi silika kapiler, karena mereka diperdagangkan
sebagai material dengan kemurnian tinggi.
Fase diam
Cairan yang digunakan sebagai fase diam dalam kromatografi gas harus stabil
terhadap panas dan kimia. Mereka harus menunjukkan volatilitas rendah untuk
mencegah keluarnya dari kolom. Cross-linking pada suatu fase diam ditampilkan
in-situ setelah kolom dilapisi dengan suatu polimer. Kolom-kolom menjadi lebih
stabil dengan panas. Titik didih dari cairan pemisah sebaiknya sekitar 100C di
atas temperatur kolom yang disyaratkan. Cairan pemisah harus menunjukkan
suatu selektivitas tertentu, antara lain dia harus menghasilkan koefisien partisi
yang berbeda untuk bermacam-macam analit. Namun, koefisien partisi harus tidak
terlalu besar maupun tidak terlalu kecil, supaya retensi dari senyawa-senyawa
tidak terlalu lama atau terlalu cepat sehingga tidak terjadi pemisahan.
Kaidah kimia untuk ibu jari (the chemical rule of thumb) dipakai dalam memilih
cairan pemisah. Similia similibus solventur (similar material is dissolved by
similar material) = material yang sama dilarutkan oleh material yang sama).
21

Ciri-ciri fase polar mengandung gugus-gugus fungsi CN, -C=O, -OH atau
poliester. Mereka memiliki angka selektivitas untuk alkohol, asam-asam organik,
atau amin-amin. Fase nonpolar adalah hidrokarbon dan siloksan, yang mana lazim
untuk pemisahan hidrokarbon jenuh atau terhalogenasi. Analit-analit dengan
polaritas medium, seperti eter, keton, atau aldehid, harus dipisahkan dengan
modifikasi fase yang sesuai.. Fase-fase polar mengandung gugus-gugus siano,
trifluoro, atau nitril. Tabel 3 menunjukkan kelompok umum cairan pemisah
dengan polaritas mereka dan rentang temperatur yang sesuai. Rumus bangun
representatif yang dipilih dapat dilihat pada Gambar 8.
Tabel 3. Fase cair sebagai fase diam dalam kromatografi gas
Analit
Fase
Suhu, C
Hidrokarbon
Squalan
20150
Apolan-87
50300
Poliglikol
Polietilenglikol
50225
(CARBOWAX)
Ester
Etilenglikol suksinat
100200
Diisodesil adipat
20125
Senyawa
1,2,3-Tris-(2-sianoetoksi)110200
mengandung
propan
N
Silikon
Metil silikon (OV-1, SE-30)
20300
Fenil silikon (OV-22)
Nitril siloksan (OE-4178)

Polaritas
Tidak polar
Tidak polar
Polar
Polaritas tinggi
Polaritas medium
Polar
Tidak polar
Polaritas medium
Polaritas tinggi

Fase terikat secara kimia (chemically bonded phase) merupakan suatu


keistimewaan. Disini cairan pemisah diikat secara kovalen oleh suatu reaksi kimia
pada permukaan dari material pembawa (pengisi kolom atau dinding bagian
dalam kapiler). Mereka pada temperatur yang lebih tinggi stabil dan tidak ada
yang akan keluar dari kolom.
Pada prinsipnya, pemisahan zat-zat dapat dihasilkan menggunakan suatu variasi
yang tepat dari substituen yang dengannya problem-problem pemisahan dapat
dipecahkan.
Bermacam-macam interaksi dari analit dengan fase diam membuat pemilihan
suatu fase yang sesuai untuk suatu problem analisis yang nyata menjadi lebih

22

sulit. Satu harus diperhatikan dari berikut ini sebagai tipikal interaksi antara analit
dan fase diam :

Kekuatan dispersi nonspesifik (London forces), yang merupakan tipikal


dari alkana atau benzena

Kekuatan orientasi (Keesom forces) antara dipol-dipol permanen, sebagai


contoh, dalam ikatan-ikatan hidrogen

Kekuatan induksi (Debye forces) antara dipol permanen dan dipol induksi

Kekuatan ikatan kimia dalam bentuk transfer muatan komplek seperti


antara suatu hidrokarbon aromatik dan ion metal dalam suatu fase chiral

Fase chiral digunakan untuk memisahkan isomer-isomer optik (enantiomer).


Mereka dapat diderivasi, sebagai contoh, dari asam amino optis aktif.
Rohrschneider, sebelumnya dan kemudian McReynolds, mengembangkan nilainilai karakteristik yang memungkinkan jenis-jenis interaksi dapat dikenal
menggunakan zat-zat standar (benzena, ethanol, butanon, nitrometan, piridin) dan
suatu fase secara selektif dipilih didasarkan pada data ini. Dasarnya adalah
bertambahnya indeks retensi dari kenaikan untuk gugus-gugus fungsi dan untuk
jenis ikatan.

23

Gambar 8 : Rumus bangun dari fase cair yang dipilih

24

III. APLIKASI KROMATOGRAFI GAS-CAIR


Eksploitasi dari kromatografi gas dapat, pada satu sisi, didasarkan pada pemisahan
umum dari senyawa-senyawa. Metode-metode ini digunakan untuk menguji
kemurnian dari suatu zat atau untuk mengisolasi zat-zat dari suatu campuran
secara preparatif. Ahli kimia analitik terutama tertarik pada penggunaan
kromatografi gas untuk analisis kualitatif dan kuantitatif.
3.1. Analisis kualitatif
Dalam suatu kromatogram, informasi kualitatif diperoleh dari data retensi; hal ini
dinyatakan, dalam volume retensi yang dikoreksi atau waktu retensi bersih. Bila
suatu zat standar autentik tersedia untuk perbandingan dengan zat-zat yang
diduga, maka suatu zat yang tidak dikenal dapat diidentifikasi dengan tampilnya
dia di dalam kromatogram.
Namun, suatu pergeseran sedikit saja dari data retensi absolut

ke kondisi

kromatografi lain tidak dibolehkan. Seperti telah kita ketahui, data retensi juga
tergantung pada kondisi percobaan seperti:

Temperatur kolom

Kecepatan gas pembawa

Jenis gas pembawa

Tekanan dalam kolom

Jenis dan jumlah fase diam

Ukuran kolom (panjang dan diameter kolom)

Pada prinsipnya salah satu dapat meniadakan beberapa pengaruh bila dilakukan
koreksi data retensi untuk volume retensi spesifik. Namun, dalam praktek hal ini
sangat mahal biayanya. Oleh karena itu suatu upaya dibuat baik untuk
menentukan harga retensi relatif maupun untuk meyakinkan identifikasi
menggunakan suatu dimensi spektroskopik. Spektrometer massa umumnya dapat
dipakai untuk tujuan ini.
3.2. Indeks retensi menurut Kovats
25

Harga retensi relatif ditentukan menurut suatu metode Kovats (1958). Dasar dari
indeks retensi, I, adalah menemukan bahwa dari suatu seri homolog n-alkana (nparafin) ada suatu hubungan yang linear antara logaritma waktu retensi yang telah
disesuaikan dan jumlah atom karbon dalam senyawa. Retensi dari suatu senyawa
diinvestigasi kemudian dihubungkan dengan retensi dari n-alkana dan
didefinisikan sebagai berikut:
Waktu retensi dari suatu zat adalah sama dengan 100 kali jumlah karbon dari
suatu hipotetis n-parafin dengan waktu retensi yang sama seperti zat yang dicari.
Sesuai dengan definisi, n-alkana mempunyai suatu indeks dari 100 kali jumlah
karbon relevan pada setiap temperatur dalam semua kolom pemisah, sebagai
contoh, n-heksan 600, atau n-oktan 800.
Untuk menentukan waktu retensi, zat yang akan diuji dikromatografi dalam suatu
campuran yang mengandung paling sedikit 2 n-alkana. Dengan mengerjakan ini
waktu retensi dari alkana-alkana harus meliputi waktu retensi dari senyawa yang
dicari.
Perhitungan dari indeks retensi ditunjukkan dengan persamaan:

log t RX log t RZ
log t
R ( Z Y ) log t RZ

I 100 y

100 z

(12)

dengan tRX, tRZ, tR(Z+Y) waktu-waktu retensi relevan untuk zat yang akan diuji, X,
untuk n-alkana dengan jumlah karbon Z, dan untuk n-alkana dengan jumlah
karbon Z+Y, dengan y merupakan jumlah tambahan atom-atom C dibandingkan
dengan Z. sebagai contoh:

26

Gambar 9. Kromatogram gas untuk menentukan indeks retensi Kovats


Gambar 9 menunjukkan kromatografi gas untuk menentukan indeks Kovats dari
benzena. Dalam contoh ini benzena yang akan diuji dikromatografi bersama
dengan n-pentan dan n-heptan. Menggunakan waktu retensi dari n-pentan (Z=5),
tR5 = 2,0 menit; n-heptan (Z+Y=5+2), tR(5+2) = 2,8 menit, dan tRX = 2,56 menit
untuk benzena diperoleh dengan cara ini, kemudian dihasilkan retensi indeks:
log 2,56 log 2,0
100 x5 640
I 100 x 2
log 2,8 log 2,0

Gambar 10. Penentuan indeks Kovats dari benzena menggunakan n-alkana


pada suatu kolom squalan temperatur 60 C.
Indeks rertensi tersedia untuk banyak zat sebagai koleksi data untuk bermacammacam fase diam. Mereka relatif tidak tergantung dari temperatur.

27

3.3. Analisis kuantitatif


Kita mengenal tinggi atau luas area dari suatu puncak sebagai suatu ukuran untuk
konsentrasi senyawa dalam suatu kromatogram. Persyaratan untuk analisis yang
benar adalah:

Penguapan yang reprodusibel dan komplet dari sampel

Zat-zat yang akan dikuantifikasi terpisah dengan baik dan teridentifikasi


dengan benar

Terlebih lagi, bila respons detektor dalam suatu bentuk yang linier, kemudian
tinggi dan luas area dari suatu puncak mempunyai hubungan yang linier dengan
berat dari analit (atau dalam detektor TCD dengan konsentrasinya).
3.4. Program temperatur dan isotermal kromatografi gas
Koefisien partisi yang diekspresikan dalam kromatografi gas-cair dengan volume
(persamaan 4) adalah tergantung pada temperatur seperti konstanta
kesetimbangan. Volume retensi juga tergantung pada tekanan uap dari senyawasenyawa (persamaan 8). Suatu kenaikan temperatur menyebabkan tekanan uap
lebih besar dan oleh karena itu terjadi kecepatan elusi lebih tinggi. Korelasi
diberikan oleh hubungan Clausius Clapeyron. Untuk bentuk integral digunakan
sebagai berikut:
log p

V H
kons tan ta
2,303RT

.......................................

(13)

vH diferensial molar enthalpi dari penguapan zat murni.


Menurut ini, tekanan uap menaik dan dapat ditunjukkan, waktu retensi juga
menaik secara logaritma dengan berkurangnya temperatur.
Dalam kromatografi gas isotermal temperatur dalam kolom dipertahankan
konstan. Metode ini cukup memuaskan bila senyawa-senyawa yang akan
dipisahkan dalam suatu rentang titik didih terbatas. Namun problem muncul untuk
28

campuran dengan suatu jarak titik didih yang besar (100C). bila temperatur
yang dipilih terlalu tinggi, maka puncak-puncak yang muncul terlalu cepat dalam
kromatogram dan tidak sepenuhnya terpisah. Pada suatu temperatur yang sangat
rendah, maka waktu analisis menjadi lebih lama dan senyawa-senyawa dengan
titik didih tinggi muncul sebagai puncak yang datar, yang sulit untuk dievaluasi,
pada akhir dari kromatogram.
Kelemahan ini dapat diatasi menggunakan kromatografi gas program temperatur.
Dalam hal ini, selama analisis temperatur secara teratur naik dan terus menerus.
Temperatur mula-mula juga dipilih supaya konstituen-konstituen dengan
penguapan tinggi dapat secara optimal dipisahkan. Senyawa-senyawa dengan
tittik didih lebih tinggi pertama sekali ditahan di dalam kolom. Mereka baru mulai
bergerak pada temperatur lebih tinggi.
Suatu perbandingan antara kromatografi gas isotermal dan program temperatur
untuk pemisahan suatu campuran alkohol diilustrasikan dalam Gambar 10.

29

Gambar 10 : Pemisahan dari suatu campuran alkohol menggunakan


(a). Isothermal GC pada 175C
(b). temperature-programmed GC

30

Oleh karena itu dengan menggunakan metode program temperatur campurancampuran dengan jarak titik didih besar dapat dipisahkan dalam satu analisis yang
singkat. Inilah keuntungan tambahan dalam kuantifikasi yang evaluasi

batas

deteksi dan presisi puncak dapat dipertahankan konstan di seluruh kromatogram.


3. 5. Kromatografi adsorpsi
Dari perspektif sejarah kromatografi adsorpsi lah yang pertama sekali digunakan.
Dasar dari kromatografi gas-padat adalah suatu medium adsorpsi sebagai suatu
fase diam. Pemisahan terjadi karena proses adsorpsi / desorpsi. Pemisahan dapat
terjadi pada keduanya, dalam suatu packed column dan dalam suatu capillary
column. Pada prinsipnya, sebuah tabung kosong dianggap sebagai sebuah kapiler,
dinding bagian dalamnya diaktivasi. Bagian tidak bergerak dari adsorban pada
dinding bagian dalam kapiler lebih khas. Seperti SCOT columns, kolom-kolom
disebut kapiler-kapiler lapis tipis atau PLOT columns (PLOT porous layer open
tubular) lihat Gambar 11.
Tabel 4. Pengisian kolom padat
Kelompok
Nama dagang

Diatomite

CHROMOSORB
A GASCHROM

Silika gel

PORASIL

Karbon
aktif
Polistiren
Kopolimer
Teflon

CHROMOSORB
B
PORAPAK P,Q,T
CHROMOSORB
T

Suhu kerja
maksimum,
C
400

Area
permukaan
spesifik, m2 g-1
0,5 4

400

1,5 500

400

1300

275

50 800

250
250

100 600
78

Aplikasi

pembawa utk
kromatografi
gas-cair
Semua
problem
pemisahan
Gas-gas
anorganik
Molekul
rendah
zat-zat polar
Zat-zat
polaritas
ekstrim

31

Keuntungan kromatografi adsorpsi dibanding dengan kromatografi partisi antara


lain:

Rentang temperatur yang luas

Stabilitas garis dasar yang bagus sangat penting untuk kromatografi


program temperatur atau digandeng dengan spektrometer massa

Kesetimbangan yang cepat (analisis cepat)

Sayangnya terdapat juga kerugian substansial:

Puncak-puncak yang tidak simetris dengan kisar linier yang kecil dari
adsorpsi isoterm

Adsorpsi enthalpi yang besar berarti waktu retensi panjang

Permukaan yang heterogen dan aktivitas katalitik dari banyak adsorben

Sejumlah kecil dari media adsorpsi yang lebih sukar untuk distandardisasi

Adsorben-adsorben anorganik seperti penyaring molekul (alumunium silikat) atau


grafit hitam, polimer dengan poros yang baik seperti kopolimer stiren-divinil
benzena digunakan sebagai fase diam. Permukaan spesifik dari fase adsorpsi nyata
lebih besar dari pada kromatografi partisi.
Kromatografi adsorpsi terutama signifikan untuk pemisahan gas-gas dengan titik
didih rendah seperti hidrogen, nitrogen, oksigen, metan, karbon dioksida, karbon
monoksida, atau gas-gas inert dan baik pula untuk hidrokarbon-hidrokarbon
ringan.

32

Gambar 11 : Kolom untuk kromatografi gas-padat


3. 6. Puncak Simetri
Berdasarkan pengamatan teoritis kebanyakan Puncak Kromatografi gas berbentuk
kurva lonceng gauss. Namun bentuk Puncak ini dalam praktek sangat
jarang di jumpai. Sering terjadi bentuk puncak yang lain, dimana jarak dari
garis dasar diantara permulaan puncak atau akhir puncak dengan garis
puncak maksimum tidak sama.

33

Gambar 12 : Puncak simetri dalam kromatografi; Ss = faktor simetri (faktor


tailing) menurut Farmakope Jerman Edisi 9
Tailing (melebarnya bagian puncak yang menurun) sering terjadi pada
kromatografi gas . Penyebabnya antara lain :

Adsorpsi zat yang kepolarannya lebih kuat seperti : alkohol, amin tehadap
permukaan aktif dari injektor, kolom pemisah, atau material pembawa.

Dead volume dalam injektor, detektor atau pada bagian-bagian sambungan


(dead volume adalah volume yang tidak tercapai atau terlewati oleh gas
pembawa).

Terlalu rendahnya temperatur injektor.

Tempat injektor yang kotor.

Terurainya contoh yang di analisis .

Leading (melebarnya bagian puncak yang menaik) terjadi, bila terlalu banyak zat
yang diberikan kepada kolom pemisah. Efek ini sering diamati pada kromatografi
kapiler, karena pada penggunaannya hanya sedikit beban sampel yang di berikan.
Farmakope Jerman edisi 9 menentukan faktor simetris menggunaan rumus :

34

Ss

Ss

b0,05
2A

= faktor simetri (faktor tailing)

b0,05 = lebar puncak pada seperduapuluh tinggi puncak


A

= jarak antara garis tinggi puncak dengan bagian kurva yang menaik pada

seperduapuluh tinggi puncak.


Bila besaran puncak asimetri yang terjadi adalah : 0,8 > S S > 1,2 maka penetapan
kuantitatif berdasarkan tinggi puncak tidak boleh dikerjakan. Harus dilakukan
penetapan kuantitatif berdasarkan lebar puncak, karena kalau tetap dilakukan
berdasarkan tinggi puncak, akan diperoleh hasil yang salah.
Intensitas sinyal, berarti tinggi puncak dalam kromatogram gas, pada cara kerja
isotherm dan puncak simetri tergantung pada jumlah zat yang dielusi dari kolom
pemisah. Bedasarkan batasan yang telah ditentukan maka penetapan kadar
berdasarkan tinggi puncak dapat dilaksanakan.
Umumnya penetapan kuantitatif dilakukan berdasarkan lebar puncak. Tergantung
dari jenis detektor terdapat di dalam suatu wilayah hubungan yang linier antara
jumlah zat dan lebar puncak.
Kepekaan suatu detektor terhadap sejumlah zat disebut sebagai respons. Dengan
bantuan suatu faktor koreksi (f I ) konsentrasi suatu substans / zat dapat dihitung
berdasarkan lebar puncak. Faktor koreksi (respons faktor) adalah bagian spesifik
dan pada penggunaannya harus semua komponen dalam campuran ditentukan.
3. 7. Penetapan Kuantitatif
Sinyal detektor dan begitu juga dengan lebar puncak suatu zat / substans adalah
proporsional dengan konsentrasinya atau berat dalam larutan sampel dan dapat di
lakukan untuk penetapan kuantitatif .
35

Pada sinyal yang simetris dan dalam batasan tertentu juga penetapan kuantitatif
berdasarkan

tinggi

puncak

memungkinkan,

tetapi

sebaiknya

pegukuran

berdasarkan lebar puncak dilakukan karena alasan presisinya lebih baik.

Penetapan lebar suatu puncak dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode :

Menggunting puncak dari kertas kromatogram pada rekorder dan


selanjutnya ditimbang

Dengan cara pendekatan pengukuran lebar puncak dari hasil perhitungan


tinggi puncak dan lebar

Penetapan lebar puncak dengan bantuan Integrator elektronik. Ini adalah


cara yang paling mudah, paling cepat dan paling tepat untuk pengukuran
lebar puncak.

Untuk penetapan kuantitatif suatu analisis, adalah penting bahwa linearitas lebar
puncak suatu substans tergantung pada jumlah / kadar substans. Persyaratan ini
tergantung pada tipe detektor terpenuhinya batas pengukuran terkecil dan terbesar.
Suatu linieritas batas pengukuran yang luas sebagai contoh adalah Flame
Ionisation Detector ( FID )
Sebelum dilakukan analisis kuantitatif, harus diuji apakah detektor bekerja linier
dalam konsentrasi yang diperlukan. Untuk ini diinjeksikan larutan dengan
konsentrasi berbeda dari zat yang akan dianalisis bersama-sama dengan internal
standar dan buat satu diagram antara lebar puncak yang telah dikoreksi dari
standar internal (berarti perbandingan lebar puncak zat dengan standar) versus
berat. Seharusnya diperoleh garis lurus (linier), yang parameternya dapat dihitung
secara statistik.
Penambahan suatu standar internal dalam analisis kuantitatif dengan kromotografi
gas pada dasarnya dianjurkan. Ini berhubungan dengan suatu zat yang dalam
semua larutan sampel berada dalam konsentrasi yang sama. Sebaiknya larutan
standar internal dibuat terlebih dahulu dan larutan ini digunakan sebagai pelarut
36

murni pada saat preparasi sampel. Kemudian barulah larutan standar internal ini
dalam jumlah tertentu ditambah ke dalam larutan sampel yang akan dianalisis.
Tujuan utama dari standar internal adalah untuk mengkoreksi kesalahan dosis
(takaran) yang terjadi pada sampel yang diinjeksikan. Karena standar internal
terdapat dalam konsentrasi yang sama dalam semua larutan, maka lebar
puncak zat yang akan dianalisis dihubungkan dengan lebar puncak dari
standar internal.
Internal standar harus memiliki sifat-sifat
1. Puncaknya harus terletak pada satu waktu retensi, yang padanya tidak terdapat
zat- zat lainnya
2. Puncaknya sedapat mungkin terletak dekat dengan puncak zat yang akan
dianalisis.
3. Sebaiknya sifat kimianya sama / mirip dengan zat yang akan dianalisis (mis :
sama dalam golongan, gugus fungsi, homolog atau isomer)
4. Keberadaannya dalam zat yang akan dianalisis tidak akan menyebabkan
degradasi / peruraian baik zat yang akan dianalisis maupun ia sendiri
5. Faktor koreksinya sedapat mungkin sama besar dengan faktor koreksi zat yang
akan dianalisis.
6. Tidak boleh terjadi reaksi kimia dengan zat yang dianalisis atau komponen
campuran dalam sampel walaupun pada temperatur tinggi

37

IV. PENETAPAN KADAR DENGAN BAKU DALAM


Sebagai langkah pertama yang harus dilakukan dalam penetapan kadar zat dengan
kromatografi gas adalah menentukan faktor koreksi (f), yang dengan bantuannya
luas area (F) dari baku dalam dan zat yang akan dianalisis dapat dihitung kembali
ke dalam bentuk berat (m). Faktor koreksi kombinasi ini dapat disusun dari
masing-masing faktor koreksi zat yang dianalisis (fi) dan faktor koreksi baku
dalam (fis) sebagai berikut :

f
f

i
is

m .F
m .F
i

is

is

f = Faktor koreksi kombinasi


fi = Faktor koreksi zat yang dianalisis
fis = Faktor koreksi zat internal standar
mi = berat zat yang dialisis
mis = berat internal standar
Fi = lebar puncak zat yang dianalisis
Fis = lebar puncak internal standar
Dengan bantuan f maka kadar yat zang akan ditetapkan (mi) dapat dihitung
dengan persamaan berikut :

.F . f
m
m
F
i

is .

is

38

seperti juga pada setiap analisis penetapan kadar maka pada hasil analisis
penetapan kadar dengan kromatografi gas harus dilakukan pengukuran setiap
sampel beberapa kali dan kemudian dibuat harga rata-ratanya.
Contoh : Tetapkan kadar kodein dalam tablet dengan kromatografi gas
menggunakan internal standar. Pada etiket tertera : setiap tablet mengandung 15
mg codein. Gunakan etil morfin sebagai internal standar.
1). Penetapan faktor koreksi (f)
a. Timbang pada neraca kasar 100 mg etil morfin standar, kemudian hasil
penimbangan ini ditimbang pada neraca halus, ternyata beratnya 102.0
mg, larutkan dalam 100.0 ml CHCl3 (disebut larutan is)
b. Timbang pada naraca kasar 15 mg Codein standar, kemudian hasil
penimbangan ini ditimbang pada neraca halus ternyata beratnya 12. 9 mg,
larutkan dalam 10 ml larutan is (disebut larutan c : kadar 12.9 mg
Codein/10.0 ml dan 10.2 mg etil morfin/10.ml).
c). Injeksikan 1 l larutan c ke sistem kromatografi gas.
Diperoleh data
Lebar puncak codein

30670 satuan integrator

Lebar puncak etil morfin

21919 satuan integrator

f
f

i
is

m .F
m .F
i

is

is

12,9 x 21919
0,9039
= 10,2 x30670

2). Pelaksanaan analisis tablet.

39

Gerus 1 tablet sampai halus + 2 ml larutan is gerus sampai homogen, saring


masukkan ke labu tentukur 10.0 ml. Bilas mortir dan filter dengan larutan is,
hasil bilasan dimasukkan ke dalam labu tentukur. Kemudian tambah larutan is
sampai garis tanda. Saring ! Injeksikan 1 l larutan ini ke sistem kromatografi
gas diperoleh data :
Lebar puncak codein

41036 satuan integrator

Lebar puncak etil morfin

mi

m .F . f
F

25526 satuan integrator

is .

is

10,2 x 41036 x 0,9039


14,8
25526

maka kadar kodein dalam tablet adalah 14,8 mg


14,8
x100%
Persentase kondein dalam tablet= 15

= 98,67%
Persyaratan USP XXII NF XVII : Contain not less than 93.0 percent and not more
than 107.0 percent of the labelled amount.
Maka tablet kodein yang diperiksa memenuhi persyaratan farmakope.

40

DAFTAR BACAAN
Anonim (1998), Analytical Chemistry : the authentic text to the
FECS curriculum analytical chemistry. Ed. By Kellner,
R.; Mermet, J. M.; Otto, M.; Widmer, H. M. Weinheim
Berlin - New York Chichester Brisbane Singapore Toronto, Wiley-VCH. pp. 171-183
Anonim (1995), Farmakope Indonesia Edisi IV, Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat Dan Makanan Departemen Kesehatan
RI, Jakarta, Hal : 1012-1019
Ewing, G. W. (1985). Instrumental Methods of Chemical Analysis,
Fifth Edition, McGraw-Hill Book Company, New York-St.
Louis-San
Francisco-Auckland-Bogota-HamburgJohannesburg-London-Madrid-Mexico-Montreal-New

41

Delhi-Panama-Paris-Sao Paolo-Singapore-Sydney-TokyoToronto, pp 340-374


Kolthoff, I. M., Sandell, E. B., Meehan, E. J., Bruckenstein, S., (1969)
Quantitative Chemical Analysis, Fourth Edition, The
Macmillan Company, Collier-Macmillan Limited London,
pp 1078-1095
Pietrzyk, D. J. And Frank, C. W.,.(1979). Analytical Chemistry,
Second Edition, Academic Press, New York San
Francisco London, pp 517-539
Rcker, G., Neugebauer, M., Willems, G. G., (1988). Instrumentelle
pharmazeutische Analytik : Lehrbuch zu spektroskop.,
chromatograph. U. Elektrochem. Analysenmethoden.
Wissenschaftliche Verlagsgesellschaft mbH Stuttgart, Hal :
247-269
Roth, H. J. and Blaschke, G. (1989). Pharmazeutische Analytik, 3.
berarbeitete Auflage, Georg Thieme Verlag Stuttgart .
New York, pp 354-358
Willard, H. H., Merritt, Jr. L. L., Dean, J. A., Settle, Jr. F. A., (1988).
Instrumental Methods of Analysis, Seventh Edition,
Wadsworth Publishing Company, Belmont-California A
Division of Wadsworth, Inc. pp 540-579

42

Anda mungkin juga menyukai