Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Belajar dan Pembelajaran


Belajar adalah suatu upaya yang dimaksudkan untuk menguasai/mengumpulkan
sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau
yang kita sebut dengan guru atau sumber-sumber lain, karena saat ini guru bukan
merupakan satu-satunya sumber belajar. Dalam belajar, pengetahuan tersebut dikumpulkan
sedikit demi sedikit hingga akhirnya menjadi banyak.
Belajar pada dasarnya merupakan peristiwa yang bersifat individual yakni peristiwa
terjadinya perubahan tingkah laku sebagai dampak dari pengalaman individu (Ridwan
Abdullah, 2013). Perubahan tersebut dapat berupa suatu pengetahuan yang baru. Sebelum
belajar seseorang mungkin tidak memiliki pengetahuan tertentu, akan tetapi setelah belajar
ia memilikinya. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu awalnya sangat dangkal, akan
tetapi setelah belajar pengetahuannya menjadi lebih dalam (Sri Malfayetty, dkk, 2018).
Pembelajaran menurut Budimansyah adalah sebagai perubahan dalam kemampuan,
sikap, atau perilaku siswa yang relatif permanen sebagai akibat pengalaman atau pelatihan.
Perubahan kemampuan yang hanya berlangsung sekejab dan kemudian kembali ke
perilaku semula menunjukkan belum terjadi peristiwa pembelajaran, walaupun mungkin
terjadi pengajaran. Selain itu, pola fikir pembelajaran mahasiswa perlu diubah dari sekedar
memahami konsep dan prinsip keilmuan, mahasiswa juga harus memiliki kemampuan
untuk berbuat sesuatu dengan menggunakan konsep dan prinsip keilmuan yang telah
dikuasai. Seperti dinyatakan dalam pilar-pilar pendidikan/pembelajaran dari UNESCO,
selain terjadi “learning to know” (pembelajaran untuk tahu), juga harus terjadi “learning to
do” (pembelajaran untuk berbuat) dan bahkan dituntut sampai pada “learning to be”
(pembelajaran untuk membangun jati diri yang kokoh) dan “learning to live together”
(pembelajaran untuk hidup bersama secara harmonis) (Sri Hayati, 2017).

2.2 Laboratorium
Laboratorium dapat diartikan dari kata “Laboratory” seperti pada
kamus Wellester’s yaitu “Abuilding or room in wich scientific experiments are conducted
or where drugs science explosive are tested and compounded”. Menurut menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No.: 134/0/1983, tentang Organisasi dan
Tata Kerja Lembaga Pendidikan Tgl. 5 Maret 1983, yang dimaksud
dengan Laboratorium/studio adalah sarana penunjang jurusan dalam studi yang
bersangkutan, dan sumber unit daya dasar untuk pengembangan ilmu dan
pendidikan. Dalam pendidikan laboratorium adalah tempat proses belajar mengajar
melalui metode praktikum yang dapat menghasilkan praktikum hasil pengalaman
belajar. Dimana siswa berinteraksi dengan berbagai alat dan bahan untuk mengobservasi
gejala-gejala yang dilengkapinya secara langsung.
Laboratorium adalah tempat belajar mengajar melalui metode pratikum yang dapat
menghasilkan pengalaman belajar di mana siswa berinteraksi dengan berbagai alat dan
bahan untuk mengobservasi gejala-gejala yang dapat diamati secara langsung dan dapat
membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Lalu definisi laboratorium menurut:
1. Menurut Procter Laboratorium adalah tempat atau ruangan di mana para ilmuwan
bekerja dengan peralatan untuk penyelidikan dan pengujian terhadap suatu bahan atau
benda.
2. ISO / IEC Guide Laboratorium adalah instalasi atau lembaga yang melaksanakan
pengujian.
3. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Laboratorium adalah tempat atau kamar
tertentu yg dilengkapi dengan peralatan untuk mengadakan percobaan (penyelidikan
dsb).
4. Oxford English Dictionary, Laboratorium adalah ruang atau bangunan yang dilengkapi
dengan peralatan untuk melakukan percobaan ilmiah, penelitian, praktek pembelajaran,
atau pembuatan obat-obatan dan bahan-bahan kimia.
5. Berdasarkan PERMENPAN No. 3 Tahun 2010, Laboratorium adalah unit penunjang
akademik pada lembaga pendidikan, berupa ruangan tertutup atau terbuka, bersifat
permanen atau bergerak, dikelola secara sistematis untuk kegiatan pengujian, kalibrasi,
dan/atau produksi dalam skala terbatas, dengan menggunakan peralatan dan bahan
berdasarkan metode keilmuan tertentu, dalam rangka pelaksanaan pendidikan,
penelitian, dan/atau pengabdian kepada masyarakat.
Berdasarkan definisi tersebut, laboratorium adalah suatu tempat yang digunakan
untuk melakukan percobaan maupun pelatihan yang berhubungan dengan ilmu fisika,
biologi, dan kimia atau bidang ilmu lain, yang merupakan suatu ruangan tertutup, kamar
atau ruangan terbuka seperti kebun dan lain-lain.
2.3 Permasalahan Pembelajaran Fisika Berorientasi Laboratorium
Fisika adalah ilmu yang mengkaji interaksi antara energi dan materi yang menjadi
dasar dari ilmu pengetahuan alam. Dalam pembelajaran fisika, mahasiswa diharapkan tidak
hanya menguasai konsep-konsep fisika secara teori tetapi juga mampu menggunakan
metode ilmiah untuk membuktikan konsep-konsep fisika yang didapat dari teori tersebut
(Hermansyah, dkk, 2015). Hal ini dilakukan agar mahasiswa mampu memahami teori yang
dipelajari sehingga tidak terjadi miskonsepsi antara mahasiswa dan materi pelajaran.
Mata pelajaran Fisika di SMA berfungsi sebagai :
1. Memberikan bekal pengetahuan dasar untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari dan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,
2. Mengembangkan dan menggunakan ketrampilan proses untuk memperoleh,
menghayati, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep dan hukum-hukum serta
asas-asas Fisika,
3. Melatih siswa menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan masalah
yangdihadapinya,
4. Meningkatkan kesadaran siswa tentang keteraturan alam dan keindahannya
sehinggasiswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa,
5. Memupuk daya kreasi dan kemampuan bernalar
Berdasarkan pada Kompetensi Inti pada Silabus Mata Pelajaran Fisika Kurikulum
2013, siswa dituntut agar mampu “memahami, menerapkan, dan menganalisis
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Untuk
memenuhi tuntutan tersebut tentulah pembelajaran di sekolah harus dibentuk sekreatif
mungkin agar siswa mampu memahami konsep dan materi yang dipelajarinya.
Pembelajaran sains fisika lebih menekankan pada metode eksperimen sehingga
siswa menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori dan sikap ilmiah di pihak
siswa yang dapat berpengaruh positif terhadap kualitas maupun produk pendidikan.
Namun yang kerap kali terjadi di lingkungan sekolah, pembelajaran berbasis laboratorium
tidak berjalan dengan baik. Pada kenyataannya, kegiatan praktikum fisika dihadapkan pada
berbagai masalah, diantaranya peralatan laboratorium mahal, sarana laboratorium yang
dimiliki terbatas, kurangnya kreativitas guru dalam mengembangkan atau menciptakan
suatu praktikum untuk menjelaskan konsep dari materi yang diajarkan, serta kesulitan
melakukan praktikum pada konsep fisika yang abstrak. Pada konsep fisika yang abstrak,
terdapat kesulitan untuk menampilkan proses fisis secara langsung melalui kegiatan
laboratorium yang riil. Kondisi ini menyebabkan tingkat penguasaan konsep fisika peserta
didik rendah. Jika kegiatan praktikum dilaksanakan setidaknya akan dapat meningkatkan
pemahaman konsep peserta didik mengenai Pembelajaran Fisika (Asriani, 2018).
Laboratorium seringkali dijadikan alternatif ruang pertemuan bagi sekolah.
Ketimbang membongkar pembatas kelas atau menggunakan sebuah kelas, lebih mudah
menggunakan ruang laboratorium yang relatif luas. Demikian juga, ketika laboratorium,
masih dianggap sebelah mata oleh sekolah, maka alokasi dana yang ke arah pengembangan
laboratorium sangat terbatas bahkan mungkin tidak ada.
Menurut PETER KAPTING’EI, DICKSON KIMELI RUTTO (2014), permasalahan
pembelajaran berbasis laboratorium adalah :
a. Ruang laboratorium yang terbatas atau kecil. Laboratorium sekolah harus cukup
besar untuk memungkinkan kegiatan praktikum dilakukan oleh semua siswa secara
bersamaan sehingga semua siswa mampu melaksanakan praktikum di laboratorium.
b. Tidak ada teknisi laboratorium di sekolah: pada saat penelitian beberapa sekolah
tidak memiliki teknisi laboratorium. Dalam situasi seperti itu, guru dipaksa untuk
mengambil peran sebagai teknisi, sehingga guru harus menyeimbangkan antara
mengajar dan menjadi teknisi
c. Teknisi laboratorium yang tidak terlatih: dari penelitian ini diketahui bahwa, lebih
dari setengah teknisi di sekolah tidak dilatih dalam praktik laboratorium sekolah.
Praktik laboratorium yang efektif membutuhkan keterampilan dan profesionalisme
yang mungkin tidak dapat dicapai oleh personel yang tidak terlatih karena instruksi
tersebut dikompromikan
d. Buku pelajaran / panduan praktis yang tidak memadai: studi ini menghasilkan
kekurangan buku teks Fisika dan panduan praktis. Efektivitas dalam instruksi
laboratorium Fisika mensyaratkan agar peserta didik dibekali panduan praktis dan
buku teks. Sumber daya ini memberikan berbagai kegiatan praktis bersama dengan
prosedur terperinci yang harus diikuti sehingga meningkatkan instruksi praktis
e. Sumber daya laboratorium tidak mencukupi: penelitian menetapkan bahwa lebih
dari tujuh puluh persen sampel sekolah memiliki peralatan laboratorium, peralatan,
dan bahan kimia yang tidak mencukupi. Tsuma, (1997) mengatakan bahwa
laboratorium sains adalah fasilitas yang sangat diperlukan dalam pendidikan sains,
jika dilengkapi dengan hak jenis alat dan bahan kimia maka itu harus memberikan
pengaturan terbaik bagi guru untuk membantu siswa dalam memperoleh
pengetahuan dan keterampilan ilmiah. Dari sini terbukti bahwa sumber daya
laboratorium tidak memadai membahayakan instruksi praktis Fisika.
f. Tidak ada dana yang dialokasikan untuk pembelian perbaikan dan pemeliharaan
peralatan laboratorium
Dari beberapa pendapat diatas, dapat diketahui bahwa permasalahan pembelajaran
fisika berbasis laboratorium adalah sarana yang dimiliki sekolah terbatas, peralatan
percobaan yang mahal ataupun kurangnya dana untuk memelihara peralatan laboratorium,
ruang laboratorium yang tidak sesuai dengan jumlah siswa, tidak adanya teknisi
laboratorium atau laboran sehingga menyulitkan guru dalam menyiapkan praktikum
tersebut, dan kurangnya kekreativitasan guru dalam proses belajar mengajar.

2.4 Solusi dari Permasalahan dalam Pembelajaran Fisika Berbasis Laboratorium


Menurut PETER KAPTING’EI, DICKSON KIMELI RUTTO (2014), solusi untuk
mengatasi permasalahan pembelajaran fisika berbasis laboratorium adalah :
a. Guru harus melibatkan siswa secara teratur dalam kegiatan praktikum yang akan
mengembangkan keterampilan proses mereka, kepercayaan diri, penguasaan dan
penerapan konsep praktis.
b. Teknisi laboratorium yang bertugas di sekolah harus dilatih dalam praktik
laboratorium sains agar dapat meningkatkan profesionalisme laboratorium dan
pelaksanaan tuntutan laboratorium yang efektif.
c. Sekolah harus memberikan anggaran yang cukup untuk membangun laboratorium
(beberapa sekolah tidak memiliki laboratorium sama sekali),pembelian peralatan
laboratorium & buku pelajaran Fisika / panduan praktis. Tanpa instruksi praktis ini
dalam Fisika tidak akan efektif.
d. Guru fisika, teknisi laboratorium, dan administrasi sekolah pada umumnya harus
selalu memastikan bahwa ada perawatan, pemeliharaan, dan perbaikan yang
konstan dari peralatan / peralatan laboratorium.
e. Pelatihan untuk teknisi laboratorium harus diselenggarakan secara berkala untuk
memperbarui tren saat ini dalam praktik laboratorium, demikian juga guru fisika
harus setiap saat menghadiri kursus penyegaran, lokakarya, dan seminar, mis.
Penguatan Matematika dan Sains di Indonesia Kursus penyegaran Sekolah
Menengah (SMASSE). Ini akan memungkinkan mereka memperbarui diri pada
masalah dan tren saat ini dalam pendidikan sains. Karena itu lebih meningkatkan
prosedur pengajaran mereka.
f. Guru juga harus selalu mendorong peserta didik dan menjelaskan kepada mereka
pentingnya kegiatan praktikum Fisika. Hal ini akan membuat mereka lebih serius
saat pembelajaran di laboratorium.
Dari beberapa masalah yang dipaparkan diatas, solusi yang dapat diberikan adalah
meningkat kreativitas guru dalam hal merancang suatu praktik dimana guru mampu
menjelaskan konsep materi tersebut kepada siswa.
Keterbatasan dari eksperimen nyata dapat diatasi dengan jenis eksperimen lainnya
yang dapat dioperasikan oleh tiap siswa, berupa eksperimen maya. Eksperimen maya
menyajikan praktikum secara virtual yang dioperasikan dengan komputer. Perkembangan
teknologi pendidikan saat ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran di sekolah. Salah satu jenis laboratorium virtual adalah PhET (Physics
Environment Technologies).
Dalam pemanfaatan teknologi, untuk membantu proses pembelajaran siswa
berbasis praktikum jika mengalami kendala pada keterbatasan kebutuhan pratikum salah
satunya menggunakan laboratorium virtual. Laboratorium virtual merupakan situasi
interkatif sains dengan bantuan aplikasi pada komputer berupa simulasi percobaan sains.
Laboratorium virtual ini cukup digunakan untuk membantu proses pembelajaran dalam
rangka meningkatkan pemahaman materi pada siswa, dan juga cocok digunakan untuk
mengantisipasi terhadap ketidaksiapan laboratorium nyata (Sutrisno, 2011). Soni dan
Katkar (2014) mengatakan bahwa laboratorium virtual merupakan sebuah pengalaman
interaktif dimana siswa mengamati dan memanipulasi objek sistem yang dihasilkan, data,
atau fenomena dalam rangka untuk memenuhi tujuan pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai