Anda di halaman 1dari 17

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TATA LAKSANA KASUS

RS NUR ROHMAH
RS NUR ROHMAH

EPILEPSI(ICD G40)
1. Pengertian (Definisi) Suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi
yang berulang, yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan
bangkitan epilepsi sendiri adalah suatu manifestasi klinik yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebih
dan sinkron, dari neuron yang (terutama) terletak pada korteks
serebri. Aktivitas paroksismal abnormal ini umumnya timbul
intermiten dan “self-limited”.
Sindroma Epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai oleh
sekumpulan gejala yang timbul bersamaan (termasuk tipe
bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan usia saat awitan,
beratnya penyakit, siklus harian dan prognosa).
Klasifikasi Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1989)

85
2. Anamnesa Auto dan allo-anamnesis dari orang tua atau saksi mata.
a. Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan :
 Keadaan penyandang saat bangkitan :
duduk/berdiri/berbaring/tidur/berkemih.
 Gejala awitan (aura, gerakan/sensasi awal/speech arrest).
 Apa yang tampak selama bangkitan (pola/bentuk
bangkitan) : gerakan tonik/klonik, vokalisasi,
otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit, pucat,
berkeringat, deviasi mata.
 Keadaan setelah kejadian : bingung, terjaga, nyeri kepala,
tidur, gaduh gelisah, Todds paresis.
 Faktor pencetus : alkohol, kurang tidur, hormonal.
 Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan, atau
terdapat perubahan pola bangkitan.
b. Ada/tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang, maupun
riwayat penyakit neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik
maupun penyakit sistemik yang mungkin menjadi penyebab.
c. Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, interval terpanjang
antar bangkitan.
d. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap
terapi (dosis, kadar OAE, kombinasi terapi).
e. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.
f. Riwayat keluarga dengan penyakit neurologik tlain,
penyakit psikiatrik atau sistemik.
g. Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran dan
perkembangan bayi/anak.
h. Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam.
i. Riwayat trauma kepala, infeksi SSP, dll.
3. Pemeriksaan Fisik  Pemeriksaan Fisik Umum
Mengamati adanya tanda-tanda dari gangguan yang
berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi
telinga atau sinus, gangguan kongenital, kecanduan alkohol

86
atau obat terlarang, kelainan pada kulit (neurofakomatosis),
kanker.
 Pemeriksaan Neurologis
Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau
difus yang dapat berhubungan dengan epilepsi. Jika
dilakukan dalam beberapa menit setelah bangkitan, maka
akan tampak tanda pasca bangkitan terutama tanda fokal
yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi, seperti:
- Paresis Todd
- Gangguan kesadaran pasca iktal
- Afasia pascaiktal
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Dasar adanya bangkitan epilepsi berulang (minimum 2 kali)
tanpa provokasi, dengan atau tanpa adanya gambaran
epileptiform pada EEG.
6. Diagnosis Banding 1. Bangkitan Psychogenik
2. Gerak Involunter (tics, headnodding, paroxysmal
choreoathethosis/dystonia, benign sleep myoclonus,
paroxysmal torticolis, startle response, jitterness, dll)
3. Hilangnya tonus atau kesadaran (sinkop, drop attacks, TIA,
TGA, narkolepsi, attention deficit)
4. Gangguan respirasi (apnea, breath holding, hiperventilasi)
5. Gangguan perilaku (night terrors, sleepwalking, nightmares,
confusion, sindroma psikotik akut)
6. Gangguan persepsi (vertigo, nyeri kepala, nyeri abdomen)
7. Keadaan episodik dari penyakit tertentu (tetralogy speels,
hydrocephalic spells, cardiac arrhythmia, hipoglikemi,
hipokalsemi, periodic paralysis, migren, dll)
7. Pemeriksaan EEG
Penunjang CT scan kepala
MRI kepala
Laboratorium : darah rutin, elektrolit, BSS, ureum, creatinin,

87
fungsi hati.

8. Terapi Dimulai dengan mooterapi, menggunakan OAE (obat anti


epilepsi) sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom
epilepsi.
OAE Fokal Umum Tonik lena mioklonik
Sekunder kloni
k
Phenytoin +(A) +(A) +(C) - -
Carbamazepin +(A) +(A) +(C) - -
Valproic acid +(B) +(B) +(C) +(A) +(D)
Phenobarbital +(C) +(C) +(C) 0 ?+
Gabapentin +(C) +(C) ?+(D) 0 ?-
Lamotrigine +(C) +(C) +(C) +(A) +-
Topiramate +(C) +(C) +(C) ? ?+(D)
Zonisamide +(A) +(A) ?+ ?+ ?+
Levetiracetam +(A) +(A) ?+(D) ?+ ?+
Oxcarbamazep +(C) +(C) +(C) - -
ine
Clonazepam +(D) - - - -
Penjelasan bahwa epilepsi tidak menular, dapat dikontrol, dapat
9. Edukasi menikah, hamil dan memiliki anak, seberapa jauh pengaruh
epilepsi dan efek OAE pada ibu dan anak dan berbagai tipe
bangkitan yang dapat terjadi pada penyakit dan apa yang
dilakukan saat terjadi bangkitan
10. Prognosis bonam
11. Evidens & tingkat Level A: efektif sebagai monoterapi
Rekomendasi Level B: sangat mungkin efektif sebagai monoterapi
Level C: mungkin efektif sebagai monoterapi
Level D: berpotensi untuk efektif sebagai monoterapi
12. Penelaah Kritis 1. dr. Widjayanti, Sp.S

88
13. Indikator Medis Kuantitas bangkitan
EEG
14. Kepustakaan Pedoman Tatalaksana Epilepsi PERDOSSI 2014

89
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS

RS NUR ROHMAH
RS NUR ROHMAH

VERTIGO(ICD-10 : R.42 )

1. Pengertian (Definisi) Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atas rasa gerak
dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain
yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang
disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh
oleh berbagai keadaan atau penyakit.
2. Anamnesa  Bentuk vertigo: melayang, goyang berputar, dsb.
 Keadaan yang memprovokasi: perubahan posis
kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan.
 Profil waktu: Akut, paroksismal, kronik.
 Adanya gangguan pendengaran yang menyertai.
 Penggunaan obat-obatan misalnya streptomisin,
kanamisin, salisilat.
 Adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit
jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru.
 Adanya nyeri kepala.
 Adanya kelemahan anggota gerak.
3. Pemeriksaan Fisik Umum: Keadaan umum, anemia, tekanan darah
berbaring dan tegak, nadi, jantung, paru, abdomen.
Pemeriksaan neurologis umum:
 Kesadaran
 Saraf-saraf otak: visus, kampus, okulomotor,
sensori di muka, otot wajah, pendengaran, dan menelan.
4. Kriteria Diagnosis Vertigo merupakan suatu sindroma atau kumpulan
gejala subjektif (symptoms) dan objektif (signs) dari

90
gangguan alat keseimbangan tubuh.
 Gejala subjektif
 Pusing, rasa kepala ringan
 Rasa terapung, terayun
 Mual
 Gejala objektif
 Keringat dingin
 Pucat
 Muntah
 Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan
 Nistagmus
Gejala tersebut di atas dapat
diperhebat/diprovokasi perubahan posisi
kepala.
 Dapat disertai gejala berikut:
 Kelainan THT
 Kelainan Mata
 Kelainan Saraf
 Kelainan Kardiovaskular
 Kelainan Penyakit Dalam lainnya
 Kelainan Psikis
 Konsumsi obat-obat ototoksik
5. Diagnosis Vertigo
6. Diagnosis Banding Penyakit meniere
Labirintitis bakterial
Neuronitis vestibuler
Neuroma akustik
BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo)
Vertigo sentral
7. Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan laboratorium: darah rutin, kimia
darah, urin, dan pemeriksaaan lain sesuai indikasi.

91
 Pemeriksaan Radiologi: Foto tulang tengkorak
leher, Stensvers (pada neurinoma akustik).
 Pemeriksaan neurofisiologi: elektroensefalografi
(EEG), elektromiografi (EMG).
 Pemeriksaan Neuro-imaging: CT-scan kepala,
pneumoensefalografi, Transcranial Doppler.
8. Terapi  Terapi kausal: sesuai dengan penyebab
 Terapi simptomatik:
Pengobatan simptomatik vertigo:
 Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori
SSP dengan menekan pelepasan glutamate,
menekan aktivitas NMDA spesial channel, bekerja
langsung sebagai depressor labirin): Flunarisin
(Sibelium) 3x 5-10 mg/hr
 Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang
inhibitory-monoaminergik dengan akibat inhibisi
n.vestibularis): Cinnarizine 3x25 mg/hr,
Dimenhidrinat (Dramamine) 3x50 mg/hr.
 Histaminik(inhibisi neuron polisinaptik pada n.
verstibularis lateralis): Betahistine (Merislon) 3x8
mg
 Fenotiazine (pada kemoreseptortrigger zone dan
pusat muntah di medulla oblongata):
Chlorpromazine (largaktil): 3x25 mg/hr
 Benzodiazepine (Diazepam menurunkan resting
activity neuron pada n. vestibularis) 3x2-5 mg/hr
 Antiepileptik: Carbamazepine (Tegretol) 3x200
mg/hr, Fenotoin (Dilantin) 3x100 mg (bila ada
tanda kelainan epilepsy dan kelainan EEG)
 Campuran obat-obat di atas
Pengobatan simptomatik otonom (mis.muntah):
 Metoclopramide (Primperan, Raclonid) 3x10 mg/hr

92
 Terapi rehabilitasi
 Latihan visual-vestibular, Metode
Brandt-Daroff, Gait exercise.
9. Edukasi 1. IstirahatCukup
2. MenghindariPencetus Vertigo
3.Menghindari aktivitas yang dapatmemperberat
keluhan
10. Prognosis Ad vitam : ad bonam
Adsanationam : ad bonam
Ad fumgsionam : ad bonam
11. Tingkat Evidens B
12. Tingkat Rekomendasi IV
13. Penelaah Kritis 1. Kolegium Neurologi Indonesia sub divisi Vertigo
2. Perdossi
14. Indikator Medis Pelayanan Pratama
Pelayanan Sekunder
15 Kepustakaan 1. Mardjono,M. &Sidharta, P., Neurologi Klinis
Dasar , Jakarta: PT Dian Rakyat, 1978, hlm.
169-170
2. BukuPedomanStandarPelayananMedik
danStandarProsedurOperasionalNeurologi

93
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS

RS NUR ROHMAH
RSNUR ROHMAH

PENYAKIT PARKINSON(ICD: G20)

Gangguan neurodegeneratif yang bersifat progresif yang


1. Pengertian (Definisi) mengenai gerakan atau kontrol terhadap gerakan termasuk bicara
dan memiliki onset yang bersifat insidous (tidak diketahui dengan
pasti kapan mulai sakit)
2. Anamnesa Pasien mengeluhkan tangan gemetar, gemetar dirasakan ketika
tidak digerakkan, gemetar pada kedua tangan, semula ringan, tidak
terlalu mengganggu dimulai pada tangan kanan, dan lama
kelamaan semakin hebat pada kedua tangan, terutama ketika
penderita sedang emosi atau menghadapi masalah. Gemetar akan
hilang bila penderita tidur. Penderita merasa badan kaku terutama
setelah bangun tidur dan berjalan menjadi lambat dan langkah
kecil-kecil. Bicara tidak jelas dan tidak mampu menulis dengan
baik, tulisan menjadi kecil-kecil.
3. Pemeriksaan Fisik Ekspresi wajah berkurang, resting tremor, jalan kaku dan lambat
dengan langkah kecil-kecil, agak membungkuk.
Pemeriksaan Neurologis:
GCS 15, pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+. Tidak didapatkan
Gejala Rangsang Meningeal. Tidak dijumpai paresis saraf
kranialis. Kekuatan Motorik baik, tonus rigid, fenomena cogwheel
+, refleks fisiologis ++/++, refleks patologis -/-. Pemeriksaan
sensorik baik. Fungsi otonom baik.
4. Kriteria Diagnosis A. KLINIS :
 Umum :
- Gejala dimulai pada satu sisi (hemiparkinson).

94
- Tremor pada saat istirahat.
- Tidak dapat didapatkan gejala neurologis lain.
- Tidak dijumpai kelainan laboratorium dan radiologis.
- Perkembangan penyakit lambat.
- Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis
- Refleks postural tidak dijumpai pada awal penyakit
 Khusus :
- Tremor : laten, saat istirahat, bertahan saat istirahat.
- Rigiditas.
- Akinesia/ bradikinesia
o Kedipan mata berkurang
o Wajah seperti topeng
o Hipotonia
o Hipersalivasi
o Takikinesia
o Tulisan semakin kecil-kecil
o Cara berjalan langkah kecil-kecil
- Hilangnya refleks postural
- Gambaran motik lain :
o Distonia
o Rasa kaku
o Sulit memulai gerak
o Palilalia
-
5. Diagnosis  Possible : Bila terdapat salah satu gejala yaitu tremor, rigiditas
atau bradikinesia
 Probable: Bila terdapat 2 dari gejala mayor (resting tremor,
rigiditas, bradikinesia, atau instabilitas postural) atau resting
tremor, rigiditas atau bradikinesia yang asimetris
 Definite : bila terdapat 3 gejala mayor atau 2 dari gejala
tersebut muncul dengan salah satunya simetris
6. Diagnosis Banding 1. Progresif Supranuclear Palsy

95
2. Multiple System Atrophy
3. Corticobasal Degeneration
4. Huntington Disease
5. Primary Pallidal Atrophy
6. Diffuse Lewy Body Disease
7. Parkinson Sekunder: Toxic, Infeksi SSP
7. Pemeriksaan CT Scan Kepala untuk menyingkirkan kausa lainnya
Penunjang
8. Terapi Merupakan terapi simptomatik. Dimulai bila gejala Parkinson
telah mengakibatkan gangguan fungsional yang cukup berarti.
1) Levodopa kombinasi dengan carbidopa atau benserazide
a) Dosis carbidopa + levodopa 10/100 mg, 25/100 mg, 25/250
mg dimulai dengan dosis rendah
b) Dosis levodopa dan benserazide 50/100 mg
2) Dopamin agonis
a) Bromocriptine mesylate 4-40 mg/hari, dosis terbagi 4-5
x/hari
b) Pergolide Mesylate 0,75-2,4 mg/hari
c) Pramipexole 1,5-4 mg/hari
d) Cabergoline 0,5-5 mg/ hari
e) Apomorphine 10-18 mg/hari
3) Antagonis NMDA
a) Amantadine 10-30 mg/hari
4) MAO-B inhibitor
a) Silegiline 10 mg/hari
5) Antikolinergik
a) Trihexylphenididyl 3-15 mg/hari
b) Benztropine mesylate 1 mg/hari
6) Beta blocker
Propranolol 20 mg/hari , dua dosis terbagi

Tindakan operasi dipertimbangkan bila pemberian terapi

96
farmakologis tidak memberikan respon dan efek yang tidak dapat
dikontrol. Operasi yang dilakukan adalah talamotomi ventrolateral
pada gejala tremor yang menonjol, palidortomi pada akinesia dan
tremor, transplantasi substansia nigra dan stimulasi otak dalam
dengan indikasi karena sudah terdapat gangguan.
9. Edukasi 1) Olahraga
Membantu mobilitas, fleksibilitas, dah keseimbangan
2) Nutrisi
Tidakada vitamin, mineral, atauzatmakantertentu yang
terbuktidapatmembantuterapi
3) Cegahkejadianjatuh
10. Prognosis Kronis Progresif
11. Tingkat Evidens 1. Levodopa - A
2. Dopamine agonists - A
3. Monoamine oxidase B inhibitors - A
4. Beta-adrenergic antagonists (beta-blockers) - D
5. Amantadine - D
6. Anticholinergics -B

Grading Berdasarkan Scottish Intercollegiate Guidelines Network.

12. Tingkat Rekomendasi 1. Levodopa - A


2. Dopamine agonists - A
3. Monoamine oxidase B inhibitors - A
4. Beta-adrenergic antagonists (beta-blockers) - D
5. Amantadine - D
6. Anticholinergics -B

Grading Berdasarkan Scottish Intercollegiate Guidelines Network.


13. Penelaah Kritis Kolegium Neurologi Indonesia, PERDOSSI
14. Indikator Medis Skala Hoehn dan Yahr merefleksikan beratnya penyakit, tetapi
bukan merupakan indikator linier terhadap progresivitas penyakit

97
1. Stadium I :
- Gejala dan tanda pada satu sisi
- Gejala ringan
- Gejala yang timbul mengganggu tapi tidak
menimbulkan cacat
- Tremor pada satu anggota gerak
- Gejala awal dapat dikenali orang terdekat
2. Stadium II :
- Gejala bilateral
- Terjadi kecacatan minimal
- Sikap/ cara berjalan terganggu
3. Stadium III :
- Gerakan tubuh nyata lambat diri
- Gangguan keseimbangan saat berjalan/berdiri
- Disfungsi umum sedang
4. Stadium IV :
- Gejala lebih berat
- Keterbatasan jarak berjalan
- Rigiditas dan bradikinesia
- Tidak mampu mandiri
- Tremor berukarang
5. Stadium V :
- Stadium kakesia
- Kecacatan kompleks
- Tidak mampu berdiri dan berjalan, memerlukan
perawatan tetap

15 Kepustakaan Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur Operasional


NEUROLOGI 2006
Modul Gangguan Gerak Bagian II, Penyakit Parkinson, Kolegium
Neurologi indonesia 2008.

98
PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN/SMF NEUROLOGI

RS NUR ROHMAH
RS NUR ROHMAH

TUMOR INTRAKRANIAL(ICD C 71)

Massa intrakranial--baik primer maupun sekunder-- yang


1. Pengertian (Definisi) memberikan gambaran klinis proses desak ruang dan atau gejala
fokal neurologis
2. Anamnesa Sakitkepala, kejang, perubahan status mental
dandefisitneurologisfokal (tergantungdarilokasiotak yang terkena.
Bisadisertaigejalapeningkatantekanan intracranial
sepertisakitkepala, mual-muntah, vertigo danpusing( dizziness ).
3. Pemeriksaan Fisik Gejalafokalmenggambarkanlokasipada tumor ( hemiparese, afasia,
gangguanpenglihatan, gangguansensoris, dansebagainya )
bisadijumpaikejang.
Tergantungpadalokasiukurandankecepatanpertumbuhan tumor.
4. Kriteria Diagnosis  Gejala tekanan intrakranial yang meningkat:
 Sakit kepala kronik, tidak berkurang dengan obat analgesic
 Muntah tanpa penyebab gastrointestinal
 Papil edema (sembab papil = choked disc)
 Kesadaran menurun/berubah
 Gejala fokal:
 True location sign
 False location sign
 Neighbouring sign
 Tidak ada tanda-tanda radang sebelumnya.
 Pemeriksaan neuroimaging terdapat kelainan yang
menunjukkan adanya massa (SOL)
Pemeriksaan Penunjang

99
 Foto polos tengkorak
 Neurofisiologi : EEG, BAEP
CT scanning/ MRI kepala + kontras
5. Diagnosis Berdasarkan
 Anamnesis
 Pemeriksaanklinis
Pemeriksaanpenunjang :fotopoloskepala, CT scan, angiografi,
dan MRI kepala ( denganatautanpakontras ), biopsi.
6. Diagnosis Banding  Abses serebri
 Subdural hematom
 Tuberkuloma
 Pseudotumor serebri
7. Pemeriksaan  Laboratoriumlengkap (termasukpenanda tumor)
Penunjang  Radiologissepertifotopoloskepala, CT scan kepala,
angiografidan MRI kepala(denganatautanpakontras ).
Diagnosis pastiberdasarkanhasilpemeriksaan biopsy (
patologianatomi ).
8. Terapi ( Pilihanpengobatanberdasarkanjenis tumor )
 Operatif
 Radioterapi
 Kemoterapi
Pengobatansimptomatikuntukmengatasi edema
serebridangejalapeningkatantekananintrakraniallainnya,
sepertikortikosteroid, anti emesis, analgetik, anti konvulsi, dll.

9. Edukasi  Memberikanpenjelasanmengenaijenis tumor (


primeratausekunder, jinakatauganas ).
 Memberikanpenjelasanmengenaijenisdanlamanyawaktupengob
atan yang akandilakukanterhadappasien.
 Memberikanpenjelasanmengenaiefeksampingobat-obatan yang
akandiberikan.

100
Memberikanpenjelasanmengenaikomplikasitindakanpengobatan(o
peratif, radioterapimaupunkemoterapi ).
10. Prognosis Tergantung jenis tumor, lokalisasi, perjalanan klinis.
11. Tingkat Evidens  Operatif B
 Radioterapi B
 Kemoterapi B
12. Tingkat Rekomendasi  Operatif 1++
 Radioterapi 2+
 Kemoterapi 1++
13. Penelaah Kritis Kolegium Neurologi Indonesia, PERDOSSI
14. Indikator Medis CT scan, MRI kepala + kontras, Biopsi, Patologianatomi
15 Kepustakaan Neuro-Oncology Saunders-Elsevier, Cancer Neurology in Clinical
Practice, David Schif’f and Brian Patrick O’neil Principles of
Neuro-Oncology, ModulNeuro-Onkologi 2008, Standar Pelayanan
Medis dan Standar Prosedur Operasional NEUROLOGI 2006.

101

Anda mungkin juga menyukai