Anda di halaman 1dari 3

Asfiksia Neonatorum: Gejala, Penyeba, dan Pengobatan

Update terakhir: Apr 5, 2019 Waktu baca: 4 menit


Telah dibaca 1.292.799 orang

BAGIKAN ARTIKEL INI

Asfiksia Neonatorum adalah suatu kondisi yang terjadi ketika bayi tidak mendapatkan cukup oksigen selama proses
kelahiran. Hal ini dapat berakibat fatal. Nama lain untuk kondisi ini adalah asfiksia perinatal, hipoksia-iskemik ensefalopati,
dan asfiksia bayi baru lahir.

Asfiksia neonatorum merupakan penyebab utama dari kerusakan otak dan kematian pada bayi di seluruh dunia.
Diperkirakan 900.000 bayi meninggal setiap tahun di seluruh dunia karena asfiksia neonatorum, menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), sebagian besar kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Diagnosis dini dan pengobatan
yang tepat dari kondisi ini sangat penting untuk menyelamatkan bayi dan meminimalkan komplikasi.

Iklan dari HonestDocs

Jadetabek Sekarang Bisa Bayar Dengan COD!

GRATIS biaya antar obat ke seluruh Indonesia hingga Rp.30,000 (minimum transaksi Rp.50,000)

Pesan Sekarang

Apa saja gejala Asfiksia Neonatorum?


Bisa jadi bayi tidak mengalami gejala asfiksia neonatorum dengan segera. Terdengarnya denyut jantung janin yang terlalu
tinggi atau rendah dapat menjadi indikator sebelum persalinan. Baca: Denyut Jantung Janin Normal
Apabila hal ini segera terjadi, maka bayi akan mengalami gejala asfiksia segera setelah lahir sebagai berikut:

 kulit tampak pucat atau kebiruan (sianosis)


 kesulitan bernafas, yang dapat menyebabkan gejala sepertigt;napasan cuping hidung atau pernapasan perut
 detak jantung yang lambat
 otot lemah
Lamanya waktu bayi kekurangan oksigen mempengaruhi keparahan gejala. Semakin lama bayi tidak mendapatkan oksigen,
semakin besar kemungkinan mereka mengalami gejala yang berat. Gejala asfiksia berat bisa
menunjukkan gangguan, cedera atau kegagalan pada:

 paru-paru
 jantung
 otak
 ginjal
Apa penyebab asfiksia neonatorum?
Semua hal yang mempengaruhi kemampuan bayi untuk mengambil oksigen dapat menjadi penyebab asfiksia neonatorum.
Selama persalinan dan melahirkan, dokter harus hati-hati mengelola kadar oksigen bagi ibu dan bayi untuk
mengurangi risiko ini.

Asfiksia neonatorum dapat terjadi jika salah satu atau lebih dari kondisi berikut terjadi:

 sumbatan pada saluran napas bayi.


 Bayi memiliki anemia, yang berarti sel-sel darah tidak membawa cukup oksigen.
 persalinan yang berlangsung terlalu lama atau sulit.
 ibu tidak mendapatkan cukup oksigen sebelum atau selama persalinan.
 Tekanan darah ibu terlalu tinggi atau rendah selama persalinan.
 Infeksi yang mempengaruhi ibu atau bayi.
 plasenta terlepas dari rahim terlalu cepat, mengakibatkan hilangnya oksigen.
 Lilitan tali pusat.
Bayi yang kekurangan oksigen sebelum, selama, atau setelah melahirkan dapat mengalami asfiksia neonatorum.
Kekurangan oksigen dapat menyebabkan kerusakan secara langsung yang dapat terjadi dalam beberapa menit. Kerusakan
juga bisa terjadi ketika sel-sel pulih dari kekurangan oksigen sebagai akibat dari pelepasan zat racun ke dalam tubuh.

Bayi prematur berada pada peningkatan risiko tertinggi untuk asfiksia. Bayi yang lahir dari ibu dengan kondisi yang
mempengaruhi kehamilan, seperti diabetes mellitus atau preeklampsia, juga berisiko lebih besar.

Iklan dari HonestDocs

Jadetabek Sekarang Bisa Bayar Dengan COD!

GRATIS biaya antar obat ke seluruh Indonesia hingga Rp.30,000 (minimum transaksi Rp.50,000)

Pesan Sekarang

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Italian Journal of Pediatrics mencatat bahwa usia ibu atau berat badan lahir rendah
bayi juga menjadi faktor risiko. Asfiksia juga lebih umum di negara-negara berkembang di mana ibu kurang memiliki akses
ke layanan prenatal dan perawatan postnatal yang tepat.

Penegakan Diagnosis
Bayi akan menerima skor Apgar sekitar 1 sampai 5 menit setelah lahir dari dokter atau bidan. Sistem penilaian Apgar ini
terdiri dari lima faktor penilaian:

 pernafasan
 nadi
 penampilan
 Respon terhadap stimulus
 tonus otot
Setiap faktor akan memiliki skor 0, 1, atau 2 tergantung kondisinya. Total skor tertinggi dari kelima faktor tersebut adalah
10 yang artinya kondisi bayi sehat. Seorang bayi dengan skor Apgar rendah memiliki risiko lebih tinggi untuk asfiksia
neonatorum.

Skor Apgar yang lebih rendah dari 7 dapat menunjukkan bahwa bayi tidak memiliki cukup oksigen. Dokter mungkin
mencurigai bayi memiliki asfiksia neonatorum jika mereka memiliki skor Apgar 3 atau lebih rendah selama lebih dari 5
menit pertama.

Seorang dokter juga dapat memeriksa darah bayi untuk melihat kadar asam yang tinggi. Ini dapat menunjukkan rendahnya
oksigenasi. Dokter juga dapat memesan tes darah untuk melihat apakah ginjal, jantung, dan hati bayi terpengaruh.

Langkah Penanganan Asfiksia Neonatorum


Upaya yang dilakukan sebelum persalinan juga bisa dilakukan, misalnya ibu dapat menerima oksigen tambahan sebelum
persalinan untuk meningkatkan oksigenasi bayi sebelum lahir. Operasi sesar mungkin dilakukan sebagai upaya
penyelamatan bagi persalinan yang sulit dan berkepanjangan.

Tingkat keparahan gejala asfiksia bayi baru lahir akan mempengaruhi penanganannya. Setelah lahir, upaya yang dilakukan
untuk menolong bayi asfiksia adalah dengan melakukan resusitasi neonatus, dokter akan menghangatkan, mengeringkan,
dan memberikan rangsang taktil.

Saluran nafas akan dibersikan dari cairan dan lendir-lendir, selanjutnya dengan menggunakan alat khusus, dokter
memberikan nafas buatan agar paru-paru bayi dapat mengembang. Apabila denyut jantung lemah, maka dilakukan
penekanan pada dada untuk merangsang denyut jantung bayi. Sedemikian rupa sambil mengevaluasi setiap 30 detik
terhadap usaha nafas dan denyut jantung bayi sampai bisa tertolong.

Beberapa bayi dapat mengalami kejang akibat asfiksia neonatorum. Dokter harus hati-hati memperlakukan bayi-bayi ini
untuk menghindari cedera kejang. Penanganan yang mungkin diberikan pada kondisi ini antara lain:

 obat anti-inflamasi
 magnesium
 vitamin
 allopurinol , yang merupakan obat yang mengurangi penumpukan asam dalam tubuh
Keberhasilan penanganan tergantung pada berapa lama bayi mengalami asfiksia. Bayi yang berhasil bertahan hidup bisa
saja tidak mengalami masalah sama sekali, namun bisa juga mengalami konsekuensi cacat jangka panjang akibat kerusakan
otak dan organ lain.

Anda mungkin juga menyukai