Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH REGULASI TERHADAP PROFESI AKUNTANSI

(TERKAIT PENETAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5


TAHUN 2011)

Membludaknya lulusan-lulusan Sarjana Ekonomi Akuntansi setiap


tahunnya di berbagai Universitas-Universitas di Indonesia tidak lantas berarti
menjadikan profesi akuntan publik pasti berkembang. Miris memang, karena
nyatanya catatan perkembangan jumlah Akuntan Publik di Indonesia tidak
menunjukan angka yang lebih baik apabila dibandingkan dengan perkembangan
jumlah akuntan publik di negara-negara berkembang lainnya. Apabila
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia (2.460 orang) dan
Singapura (15.120 orang) dan negara dengan perkembangan ekonomi pesat
lainnya seperti India (kurang lebih 16.000 orang pada tahun 2004) dan China
(kurang lebih 88.000 orang pada tahun 2009), jumlah Akuntan Publik di
Indonesia hingga bulan Maret 2011 baru sebanyak 926 orang.
Padahal tidak dapat dipungkiri begitu penting peran akuntan publik dalam
memberikan informasi yang tepat mengenai laporan keuangan suatu perusahaan.
Seperti yang kita ketahui semua bagaimana dampak dari kasus “Enron gate” yang
terjadi di AS, terlihat bagaimana sebuah opini yang dikeluarkan oleh akuntan
publik ternyata mempunyai dampak yang besar terhadap jalannya perekonomian.
Kebangkrutan Enron tersebut menyebabkan dibubarkannya KAP Arthur
Andersen, yang berdiri sejak tahun 1913, yang pada akhirnya berimbas pada
puluhan ribu karyawannya yang kehilangan pekerjaan, Kesalahan yang diduga
disengaja oleh KAP Arthur Andersen, yang mengaudit Laporan Keuangan Enron
karna memberikan Opini Wajar, tidak menemukan atau bahkan dengan sengaja
menutupi kecurangan penipuan akuntansi yang dilakukan Enron.

Akuntan publik merupakan profesi yang muncul dari adanya tuntutan


publik akan adanya mekanisme komunikasi yang independen antara entitas
ekonomi dengan para stakeholder terutama yang berkitan dengan akuntabilitas
dari suatu entitas yang bersangkutan. Melihat dari salah satu contoh kasus seperti
yang dijabarkan diatas dan jumlah akuntan publik di Indonesia yang hanya
berjumlah 926 orang dengan jumlah penduduk sekitar 237 juta jiwa kemudian
memancing pemerintah untuk mengesahkan Undang-Undang Akuntan Publik No.
5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik yang antara lain mengatur tentang regulator
profesi, asosiasi profesi, perizinan, hak dan kewajiban, tanggung jawab, sanksi,
dan lain-lain. Sebelumnya di Indonesia belum ada undang-undang yang khusus
mengatur mengenai akuntan publik. Undang-undang terakhir mengenai akuntan
adalah UU No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar Akuntan.

Dan adapun latar belakang dan tujuan dibentuknya undang-undang ini


adalah:
1. Melindungi kepentingan publik;
2. Mendukung perekonomian yang sehat, efisien dan transparan;
3. Memelihara integritas profesi Akuntan Publik;
4. Melindungi kepentingan profesi Akuntan Publik sesuai dengan standar dan
kode etik profesi.
5. Memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi publik, regulator dan
profesi Akuntan Publik;
6. Menegaskan keberadaan jasa Akuntan Publik yang telah diakui dalam
beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia,
7. Mengatur profesi Akuntan Publik dengan peraturan perundang-undangan
setingkat Undang-undang merupakan praktek lazim di negara lain.
8. Adanya tuntutan masyarakat terhadap integritas dan profesionalisme
Akuntan Publik;
9. Adanya perkembangan lingkungan sosial, seperti teknologi dan liberalisasi
perdagangan jasa, yang mempengaruhi profesi Akuntan Publik.

Akuntan publik sebagai profesi yang jasa utamanya atestasi, tak


dipungkiri memainkan peran vital dan strategis dalam turut mewujudkan
perekonomian nasional yang sehat, efisien dan transparan. Peran strategis ini
dilandasi karena hasil pekerjaan akuntan publik digunakan secara luas oleh publik
sebagai salah satu pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan ekonomis.

Peranan akuntan publik dimanifestasikan dalam meningkatan kualitas dan


kredibilitas informasi atau laporan keuangan suatu entitas. Hal ini menyiratkan
akuntan publik mengemban kepercayaan masyarakat untuk memberikan opini
objektif atas laporan keuangan suatu entitas. Dengan demikian, akuntan publik
bertanggungjawab pada opini atau pernyataan pendapatnya atas informasi
keuangan.

Sebagai salah satu instrumen pendukung kegiatan dunia usaha, kebutuhan


akan jasa akuntan publik dengan sendirinya pun semakin meningkat. Kegiatan
dunia usaha dengan profesi akuntan publik bagaikan sisi-sisi mata uang yang
tidak dapat dipisahkan. Perubahan perubahan yang terjadi pada dunia usaha secara
langsung akan berpengaruh pada dinamika profesi akuntan. Karenanya, akuntan
publik dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme
agar dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa dan mengemban kepercayaan
publik. Publik pun semakin menuntut agar akuntan publik mampu menunjukkan
profesionalismenya dengan baik.

Profesionalisme tersebut dicerminkan dengan etika, objektivitas, dan


kompetensi akuntan publik dalam menjalankan pekerjaannya. Di sisi lain,
persepsi masyarakat terhadap profesi akuntan publik belum menunjukan
pemahaman yang sepadan mengenai peran dan tanggungjawab akuntan publik
sesungguhnya. Sebagian besar anggota masyarakat berpendapat bahwa
perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan publik independen dan mendapat
opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) adalah perusahaan yang baik atau sehat
secara finansial.

Semangat berdemokrasi dan kurangnya pemahaman tersebut


mengharuskan pemerintah sebagai pembina dan pengawas profesi akuntan publik
untuk menyempurnakan pranata hukum bidang jasa akuntan publik. Terlebih
undang-undang yang mengatur profesi akuntan publik dirasakan kurang memadai
untuk dijadikan pegangan dalam menangani berbagai permasalahan yang timbul.
Sementara, kebutuhan dan dinamika di lingkup jasa akuntan publik kian berubah
dan berkembang dengan cepat. Berangkat dari pemikiran itu, pemerintah
kemudian menginisiasikan Undang-Undang Akuntan Publik (UU AP). Undang-
undang yang diharapkan dapat melindungi kepentingan masyarakat, sekaligus
melindungi profesi Akuntan Publik.

UU AP ini mengatur berbagai hal mendasar terkait profesi Akuntan


Publik, yang antara lain: lingkup jasa dan perijinan Akuntan Publik (AP) dan
Kantor Akuntan Publik (KAP), kerjasama KAP dengan Kantor Akuntan Publik
Asing (KAPA) atau Organisasi Audit Asing (OAA), pembinaan dan pengawasan
Menteri, serta Asosiasi Profesi Akuntan Publik. Selanjutnya UU AP juga
mengatur hak, kewajiban dan larangan bagi AP dan KAP, pembentukan Komite
Pertimbangan Profesi Akuntan Publik, serta sanksi adminstratif dan ketentuan
pidana.

Lahirnya UU AP pun disambut positif banyak kalangan, baik masyarakat


maupun akuntan publik itu sendiri. Melalui UU AP, masyarakat atau publik tentu
akan lebih mendapat jaminan atas jasa yang berkualitas. Kualitas jasa yang
dihasilkan dari akuntan publik yang memang memiliki kompetensi mumpuni dan
kecakapan integritas. Dari sisi akuntan publik, UU AP juga setidaknya dapat
menjawab kebutuhan profesi akan payung hukum yang lebih kuat dan jelas. UU
AP diniscayakan dapat menjawab mimpi akuntan publik yang telah lama
merindukan payung hukum berupa undang-undang. Regulasi ini nantinya
diharapkan dapat menimbulkan kepastian hukum dan aturan main yang lebih
jelas.

Selain melahirkan sambutan positif tak urung lahirnya UU AP juga


dikritik oleh banyak pihak misalnya mengenai pasal 1 UU akuntan publik pasal 2
yang berbunyi “standar profesional akuntan publik, yang selanjutnya disingkat
SPAP, adalah acuan yang ditetapkan menjadi ukuran mutu yang wajib dipatuhi
oleh akuntan publik dalam pemberian jasanya”. Jelas sudah seperti yang
dinyatakan diatas bahwa SPAP merupakan suatu acuan dalam hal menetapkan
standar mutu dari seorang akuntan publik, dengan adanya SPAP ini akuntan
publik dalam segala tindakannya harus didasari pada ketentuan yang ada
didalamnya sehingga dapat mengurangi segala bentuk fraud yang mungkin akan
dilakukan oleh mereka yang hanya melihat dari segi keuntungan yang akan
mereka dapat tanpa memikirkan dampak dari kesalahan yang mereka buat
terhadap lingkungan sosialnya. Berbicara tentang masalah audit berupa jasa audit
seperti yang telah dijelaskan di UU, seorang akuntan publik menyediakan jasa
berupa jasa asurans yang bertujuan memberikan keyakinan bagi pengguna atas
hasil evaluasi atau pengukuran informasi keuangan dan non keuangan berdasarkan
suatu kriteria. Bukan rahasia lagi bahwa data keuangan merupakan rahasia dapur
bagi setiap perusahaan, klien tentu sangat mengkhawatirkan laporan mereka “di
intip” oleh lawannya. Oleh karena itu biasanya perusahaan besar lebih
memberikan kepercayaan audit dalam laporan keuangan mereka menggunakan
jasa audit KAP yang terkenal. Beberapa perusahaan besar lebih menjatuhkan
pilihannya pada KAP asing yang berpengalaman, karena mereka berpikir bahwa
KAP asing memiliki kedibilitas lebih daripada KAP lokal.

Selain itu didalam UU ini juga dijelaskan adanya pengawasan dari menteri
keuangan yang mana mencakup pemeriksaan terhadap kertas kerja dan
permintaan keterangan untuk memperoleh keyakinan atas kepatuhan dari seorang
akuntan publik, KAP dan cabang KAP terhadap UU dan SPAP. Sehingga menteri
keuangan secara langsung membawahi segala tindakan yang dilakukan oleh para
akuntan publik yang dapat meminimalisir risiko penyelewengan yang dilakukan.
Tetapi dilihat dari pasal 6a, yang menyatakan bahwa “..Yang dapat mengikuti
pendidikan profesi akuntan publik adalah seseorang yang memiliki pendidikan
minimal sarjana strata 1 (S-1), diploma IV (D-IV), atau yang setara.”. Dari
penjelasan pasal 6a tersebut berarti untuk menjadi akuntan publik tidak harus
berasal dari sarjana akuntansi. Untuk menjadi akuntan publik lulusan jurusan
akuntansi harus bersaing dengan lulusan dari jurusan non akuntansi. Tentu hal ini
akan mengancam posisi para lulusan akuntansi, dimana mereka yang selama 4
tahun lebih duduk dibangku kuliah, bergelut dengan dunia akuntansi yang
kemudian dapat disamai oleh mereka yang mungkin hanya menganggap akuntansi
di ibaratkan sebagai angin lalu saja, karena meskipun bukan dari jurusan
akuntansi mereka masih bisa tetap mengikuti pendidikan profesi akuntansi.

Seharusnya pemerintah dapat lebih mengkaji lagi mengenai isi pasal 6 ini
sendiri, tetapi seperti yang sebelumnya sudah dijabarkan indonesia sangat
memerlukan tenaga akuntan publik. Karena, menurut survei yang dilakukan oleh
IAPI, jumlah akuntan publik di indonesia hingga 31 maret 2011 baru 926 dari
total jumlah penduduk yang mencapai 237 juta jiwa, masih kalah dengan
singapura yang hanya memiliki sekitar lima juta penduduk tetapi memiliki 15.120
orang akuntan publik. Selain itu adanya pertumbuhan jumlah akuntan yang tidak
signifikan atau stagnan, hal ini lah yang mendasari pemerintah untuk tidak
membatasi setiap orang untuk mengikuti pendidikan profesi akuntan publik

Beberapa ikatan akuntan juga masih merasa keberatan dengan isi dari UU
ini, seperti pada pasal 55A, 55B dan 56. Pasal – pasal ini menjelaskan mengenai
sanksi yang diterima oleh akuntan publik apabila melakukan pelanggaran. Dalam
pasal ini mengkaitkan soal etika dan admisitratif yang seharusnya masuk pada
wilayah profesi bukan pada ranah publik. Akuntan publik tidak mungkin secara
langsung menjadi pelaku, karena kemungkinannya menjadi pelaku pembantu
yaitu yang membantu terjadinya tindak pidana. Dalam hal ini, IAPI beranggapan
mereka bekerja berdasarkan kertas kerja, jadi tidak mungkin mereka akan
memalsukan data data mereka sendiri. Selain itu pasal 56 yang menyatakan
tentang sanksi yang terkait dengan pihak asosiasi, seandainya seorang akuntan
publik melakukan kesalahan, yang non pegawai pun akan terkena imbasnya.
Dengan adanya peraturan dan sanksi tersebut, dikhawatirkan akan menghambat
perkembangan profesi ini dan menyebabkan semakin berkurangnya minat dari
masyarakat untuk menggeluti profesi ini. Bukankah tujuan awal pemerintah
adalah untuk menghasilkan sebanyak-banyaknya akuntan publik, dengan
diperbolehkannya mereka yang bukan lulusan akuntansi mengikuti pendidikan
profesi akuntan publik.

Selain itu dalam pasal 28 ayat 1, tentang Independensi akuntan publik,


bahwa akuntan publik diharuskan memegang teguh kemandirian dan independen
dalam mengaudit berbagai entitas yang ada. Pasal 28 ayat 2, memerinci benturan-
benturan yang akan terjadi terhadap profesi akuntan publik, seperti kepentingan
materi dan juga ikatan keluarga. Beberapa landasan teori seperti yang telah
dijelaskan diatas rasanya masih perlu ditelaah dan dikaji ulang untuk dikaitkan
dengan tanggung jawab seorang akuntan publik terhadap kehidupan nyata
dilingkungan sosial. Karena pada dasarnya profesi akuntan publik sangat rawan
terhadap resiko kecurangan-kecurangan.

Memang, mesti diakui pula bahwa munculnya UU AP, yang pada awalnya
masih dalam bentuk RUU telah menuai berbagai perbedaan pendapat, juga tidak
terlepas dari silang pendapat antara pemerintah dengan sebagian profesi. Asosiasi
profesi akuntan publik yang diwadahi Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)
dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menilai bahwa sebagian UU AP
dikhawatirkan akan menghambat dan mengganggu perkembangan akuntan publik
Indonesia. Perbedaan pendapat atas sebagian UU AP tersebut, utamanya
menyangkut pemberian sanksi pidana dan pengaturan rotasi klien. Nyatanya, di
lingkup profesi memang terdapat dua kubu besar yang berbeda pendapat. Dua
kubu itu diwakili oleh akuntan publik yang bekerja sendiri (single practitioner)
dan mereka yang membentuk partnership atau kemitraan. Single
practitioner misalnya, beranggapan bahwa rotasi klien maupun pemberian sanksi
pidana hanya akan “mengubur” profesi. Sementara mereka yang membentuk
partnership menjawab hal tersebut sebagai tantangan profesi dan hal yang jamak
dilakukan adalah dengan melakukan rotasi klien. Terlebih di banyak negara pun
pola rotasi klien sudah jamak dilakukan.
Namun, -terlepas dari kontroversi yang ada mengenai penetapan UU AP-
di lain pihak harus diakui bahwa profesi akuntan publik mempunyai peranan yang
besar untuk mendukung terwujudnya perekonomian nasional yang sehat dan
efisien serta meningkatkan transparansi dan kualitas informasi keuangan dan guna
mendorong terwujudnya profesi akuntan publik yang berkualitas dan dapat
bersaing di tingkat global, maka sudah selayaknya profesi akuntan publik
didukung dengan peraturan setingkat undang-undang.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Akuntan


Publik.
Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011
Tentang Akuntan Publik.
http://faizzamzami.wordpress.com/ (diakses tanggal 09 Mei 2013 pada pukul
19.26 WIB).
http://enomutzz.wordpress.com/2011/11/28/pengembangan-profesi-akuntan-
publik-di-indonesia/ (diakses tanggal 09 Mei 2013 pada pukul 22.06 WIB).
http://www.jtanzilco.com/main/ (diakses tanggal 09 Mei 2013 pada pukul 22.13
WIB).

Anda mungkin juga menyukai